You are on page 1of 40

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep dan Teori Perilaku


2.1.1. Pengertian Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang
individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon
ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif
(melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat di
rumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya,
khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif
dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi,
atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga
domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah
knowledge, attitude, practice (Sarwono, 2004).
Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Notoadmodjo, 2003).
Ensiklopedi Amerika, perilaku di artikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme
terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan
untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan
tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu (Notoadmodjo, 2003).

Kwick (1974), sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku adalah


tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat di amati dan bahkan dapat di
pelajari. Umum, perilaku manusia pada hakekatnya adalah proses interaksi individu
dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah mahluk hidup
(Kusmiyati dan Desminiarti,1991). Menurut penulis yang disebut perilaku manusia
adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung.
Di Indonesia istilah perilaku kesehatan sudah lama dikenal dalam 15 tahun
akhir-akhir ini konsep-konsep di bidang perilaku yang berkaitan dengan kesehatan ini
sedang berkembang dengan pesatnya, khususnya dibidang antropologi medis dan
kesehatan masyarakat. Istilah ini dapat memberikan pengertian bahwa kita hanya
berbicara mengenai prilaku yang secara sengaja dilakukan dalam kaitanya dengan
kesehatan. Kenyataanya banyak sekali prilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan,
bahkan seandainya seseorang tidak mengetahuinya, atau melakukanya dengan alasan
yang sama sekali berbeda (menurut Gochman,1988 yang dikutip Lukluk A, 2008).
2.1.2. Proses Pembentukan Perilaku
Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Abraham
Harold Maslow, manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yakni :
a. Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok utama, yaitu
H2, H2O, cairan elektrolit, makanan dan seks. Apabila kebutuhan ini tidak
terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis. Misalnya, kekurangan O2
yang menimbulkan sesak nafas dan kekurangan H2O dan elektrolit yang
menyebabkan dehidrasi.
9

b. Kebutuhan rasa aman, misalnya :


a) Rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan, perampokan dan
kejahatan lain.
b) Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan dan
lain-lain.
c) Rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit
d) Rasa aman memperoleh perlindungan hukum.
c. Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya :
a) Mendambakan kasih sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang tua,
saudara, teman, kekasih, dan lain-lain.
b) Ingin dicintai/mencintai orang lain.
c) Ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada.
d. Kebutuhan harga diri, misalnya :
a) Ingin dihargai dan menghargai orang lain
b) Adanya respek atau perhatian dari orang lain
c) Toleransi atau saling menghargai dalam hidup berdampingan
e. Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya :
a) Ingin dipuja atau disanjung oleh orang lain
b) Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita
c) Ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karier, usaha,
kekayaan, dan lain-lain.

10

Komponen prilaku menurut Gerace & Vorp,1985 yang dikutip Lukluk A,


(2008) dapat dilihat dalam 2 aspek perkembangan penyakit, yaitu :
a. Perilaku mempengaruhi faktor resiko penyakit tertentu. Factor resiko adalah
ciri kelompok individu yang menunjuk mereka sebagai at-high-risk terhadap
penyakit tertentu.
b. Perilaku itu sendiri dapat berupa faktor resiko. contoh : merokok dianggab
sebagai faktor resiko utama baik bagi penyakit jantung koroner maupun
kanker Paru karena kemungkinan mendapatkan penyakit ini lebih besar pada
perokok daripada orang yang tidak merokok.
2.1.3. Bentuk Perilaku
Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap
rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara garis
besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu :
a. Perilaku Pasif (respons internal)
Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak
dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum ada tindakan yang
nyata.
b. Perilaku Aktif (respons eksternal)
Perilaku yang sifatnya terbuka, perilaku aktif adalah perilaku yang dapat
diamati langsung, berupa tindakan yang nyata.

11

2.1.4. Perilaku Kesehatan


Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan
lingkungan. Respons atau reaksi organisme dapat berbentuk pasif (respons yang
masih

tertutup)

dan

aktif

(respons

terbuka,

tindakan

yang

nyata

atau

practice/psychomotor).
Menurut Notoatmodjo (2003), rangsangan yang terkait dengan perilaku
kesehatan terdiri dari empat unsur, yaitu sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan lingkungan.
2.1.5. Perilaku Terhadap Sakit dan Penyakit
Perilaku tentang bagaimana seseorang menanggapi rasa sakit dan penyakit
yang bersifat respons internal (berasal dari dalam dirinya) maupun eksternal (dari luar
dirinya), baik respons pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun aktif
(praktik) yang dilakukan sehubungan dengan sakit dan penyakit. Perilaku seseorang
terhadap sakit dan penyakit sesuai dengan tingkatan-tingkatan pemberian pelayanan
kesehatan yang menyeluruh atau sesuai dengan tingkatan pencegahan penyakit, yaitu:
a. Perilaku peningkatan dan pemeliharan kesehatan (health promotion behavior)
b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior)
c. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)
d. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior)

12

2.1.6. Perilaku Terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan


Perilaku ini adalah respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan
modern maupun tradisional, meliputi :
a. Respons terhadap fasilitas pelayanan kesehatan
b. Respons terhadap cara pelayanan kesehatan
c.

Respons terhadap petugas kesehatan

d. Respons terhadap pemberian obat-obatan


Respons tersebut terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan
penggunaan fasilitas, petugas maupun penggunaan obat-obatan.
2.1.7.

Perilaku Terhadap Lingkungan Kesehatan (Environmental behaviour)


Perilaku ini adalah respons individu terhadap lingkungan sebagai determinant

(faktor penentu) kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini sesuai lingkungan


kesehatan lingkungan, yaitu :
a. Perilaku terhadap air bersih, meliputi manfaat dan penggunaan air bersih
untuk kepentingan kesehatan.
b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor atau kotoran. Disini
menyangkut pula hygiene, pemeliharaan, teknik dan penggunaannya.
c. Perilaku sehubungan dengan pembuangan limbah, baik limbah cair maupun
padat. Dalam hal ini termasuk sistem pembuangan sampah dan air limbah
yang sehat dan dampak pembuangan limbah yang tidak baik.
d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat. Rumah sehat menyangkut
ventilasi, pencahayaan, lantai, dan sebagainya.
e. Perilaku terhadap pembersihan sarang-sarang vektor.

13

2.1.8.

Perilaku Orang Sakit dan Perilaku Orang Sehat

Menurut Sarwono (2004) yang dimaksud dengan perilaku sakit dan perilaku sehat
sebagai berikut :
Perilaku sakit adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu
yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Perilaku sakit menurut Suchman
adalah tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak atau rasa sakit sebagai akibat
dari timbulnya gejala tertentu.
Perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan
diri dan penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi.
Penyebab perilaku Sakit Menurut Mechanic sebagaimana diuraikan oleh
Sarwono (2004) bahwa penyebab perilaku sakit itu sebagai berikut :
a. Dikenal dan dirasakannya tanda dan gejala yang menyimpang dari keadaan
normal.
b. Anggapan adanya gejalan serius yang dapat menimbulkan bahaya.
c. Gejala penyakit dirasakan akan menimbulkan dampak terhadap hubungan
dengan keluarga, hubungan kerja, dan kegiatan kemasyarakatan.
d. Frekuensi dan persisten (terus-menerus, menetap) tanda dan gejala yang dapat
dilihat.
e. Kemungkinan individu untuk terserang penyakit.
f. Adanya informasi, pengetahuan dan anggapan budaya tentang penyakit.
g. Adanya perbedaan interpretasi tentang gejala penyakit.
h. Adanya kebutuhan untuk mengatasi gejala penyakit.
14

i.

Tersedianya berbagai sarana pelayanan kesehatan, seperti : fasilitas, tenaga,


obat-obatan, biaya dan transportasi.

2.1.9. Perilaku Pencegahan Penyakit


Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi
yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Pada manusia khususnya
dan pada berbagai spesies hewan umumnya memang terdapat bentuk bentuk
perilaku instinktif (speciesspecific behavior) yang didasari oleh kodrat untuk
mempertahankan kehidupan. Salah satu karakteristik reaksi perilaku manusia yang
menarik adalah sifat diferensialnya. Maksudnya, satu stimulus dapat menimbulkan
lebih dari satu respon yang berbeda dan beberapa stimulus yang berbeda dapat saja
menimbulkan satu respon yang sama.
Lewin (1951,dalam buku Azwar, 2007) merumuskan suatu model hubungan
perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan
lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai
nilai, sifat kpribadian dan sikap yang saling berinteraksi pula dengan faktor faktor
lingkunga dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar
dalam menentukan perilaku, bahkan kadang kadang kekuatannya lebih besar dari
pada karakteristik individu. Hal inilah yang menjadikan prediksi perilaku lebih
kompleks.
Teori tindakan beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku
lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya
terbatas hanya pada 3 hal yaitu :

15

1. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik
terhadap sesuatu.
2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma norma
subjektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain
inginkan agar kita perbuat.
3. Sikap terhadap suatu perilaku bersama normanorma subjektif membentuk suatu
intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.
Secara sederhana, teori ini mengatakanbahwa seseorang akan melakukan
suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya
bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori perilaku terencana
keyakinankeyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada
normanorma subjektif dan pada kontrol perilaku yang dia hayati. Ketiga komponen
ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan
menentukan apakah perilaku yang bersangkutan dilakukan atau tidak (Azwar, 2007).
Menurut Green dalam buku Notoatmodjo (2003), menganalisis bahwa
perilaku manusia dari tingkatan kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behaviour causer) dan faktor
dari luar perilaku (non behaviour causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan
atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :
1. Faktorfaktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2. Faktorfaktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
16

kesehatan misalnya Puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan


sebagainya.
3. Faktorfaktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat.
Di simpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan
ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang
atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan
perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan
memperkuat terbentuknya perilaku. Menurut Leavel dan Clark yang disebut
pencegahan adalah segala kegiatan yang dilakukan baik langsung maupun tidak
langsung untuk mencegah suatu masalah kesehatan atau penyakit. Pencegahan
berhubungan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang spesifik dan meliputi
perilaku menghindar (Notoatmodjo, 2007).
Tingkatan pencegahan penyakit menurut Leavel dan Clark ada 5 tingkatan
yaitu (Notoatmodjo, 2007) :
a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion).
1) Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitas.
2) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan.
3) Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat antara lain pelayanan
kesehatan reproduksi bagi remaja yang hamil diluar nikah, yang terkena
penyakit infeksi akibat seks bebas dan Pelayanan Keluarga Berencana.

17

b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit tertentu (Spesific Protection).


1) Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah
terhadap penyakit penyakit tertentu.
2) Isolasi terhadap penyakit menular.
3) Perlindungan terhadap keamanan kecelakaan di tempat-tempat umum dan
ditempat kerja.
4) Perlindungan terhadap bahanbahan yang bersifat karsinogenik, bahanbahan racun maupun alergi.
c. Menggunakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (Early
Diagnosis and Promotion).
1) Mencari kasus sedini mungkin.
2) Melakukan pemeriksaan umum secara rutin.
3) Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu misalnya kusta, TBC,
kanker serviks.
4) Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.
5) Mencari orang-orang yang pernah berhubungan dengan penderita
berpenyakit menular.
6) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.
d. Pembatasan kecacatan (Dissability Limitation)
1) Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjut agar terarah dan tidak
menimbulkan komplikasi.
2) Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.

18

3) Perbaikan fasilitas kesehatan bagi pengunjung untuk dimungkinkan


pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
e. Pemulihan kesehatan (Rehabilitation)
1) Mengembangkan lembaga lembaga rehablitasi dengan mengikutsertakan
masyarakat.
2) Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan
memberi dukungan moral, setidaknya bagi yang bersangkutan untuk
bertahan.
3) Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita
yang telah cacat mampu mempertahankan diri.
4) Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutannya harus tetap dilakukan
seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.
2.2. Domain Perilaku
2.2.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang
tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan
terhadap masalah yang dihadapi. Ada empat macam pengetahuan (Widodo, 2006),
yaitu:

1. Pengetahuan Faktual (Factual knowledge)


Pengetahuan yang berupa potongan - potongan informasi yang terpisah-pisah
atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan faktual
pada umumnya merupakan abstraksi tingkat rendah. Ada dua macam pengetahaun
19

faktual yaitu pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology) mencakup


pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non
verbal dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur (knowledge of specific
details and element) mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan
informasi lain yang sifatnya sangat spesifik.
2. Pengetahuan Konseptual
Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar
dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama - sama.
Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran, dan teori baik yang
implisit maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu
pengetahaun tentang kelasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan
generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan sruktur.
3. Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin
maupun yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah atau
tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.
4. Pengetahuan Metakognitif
Mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan
tentang diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa
seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin sadar akan pikirannya dan
semakin banyak tahu tentang kognisi, dan apabila siswa bisa mencapai hal ini maka
mereka akan lebih baik lagi dalam belajar.

20

Dimensi proses kognitif dalam taksonomi yang baru yaitu:


1. Menghafal (Remember)
Menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang.
Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya. Untuk
mengkondisikan agar mengingat bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas
mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan
bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam
proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling).
2. Memahami (Understand)
Mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki,
mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau
mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam
pemikiran siswa. Karena penyususn skema adalah konsep, maka pengetahuan
konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami mencakup tujuh
proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying),
mengkelasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi
(inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).
3. Mengaplikasikan (Applying)
Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau
mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan
prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan
prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: menjalankan
(executing) dan mengimplementasikan (implementing).

21

4. Menganalisis (Analyzing)
Menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsurunsurnya dan menentukan
bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut dan struktur besarnya. Ada tiga
macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis: membedakan (differentiating),
mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributting).
5. Mengevaluasi
Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua
macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini: memeriksa (checking) dan
mengritik (critiquing).
6. Membuat (create)
Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam
proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat (generating),
merencanakan (planning), dan memproduksi (producing) (Widodo,2006).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket


yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden (Notoatmodjo, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain:
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang
lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin
tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima
informasi dan pada akhirnya makin banyak pengetahuan yang mereka miliki.

22

2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman
dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek
fisik dan psikologis (mental), dimana pada asfek psikologi ini, taraf berpikir
seseorang semakin matang dan dewasa.
4. Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi
terhadap seseuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni
suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang mendalam.
5. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik
dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman
mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang
melekat menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif.
6. Informasi
Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Wahid,
2007)
1) Cara Memperoleh Pengetahuan
Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:
23

1. Cara Tradisional untuk Memperoleh Pengetahuan


Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan, sebelum dikemukakannya metode ilmiah atau metode penemuan secara
sistematik dan logis. Cara cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain
meliputi:
a. Cara Coba-Salah (Trial and Error)
Cara yang paling tradisional, yang pernah digunakan oleh manusia dalam
memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba coba atau dengan kata yang
lebih dikenal trial and error. Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya
peradaban. Cara coba coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba
kemungkinan lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba kembali
dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba
kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan.
Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and error (gagal atau salah)
atau metode coba salah/coba coba.
Metode ini telah digunakan orang dalam waktu yang cukup lama untuk
memecahkan berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun metode ini masih
sering digunakan, terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara
tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b. Cara Kekuasaan atau Otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari hari, banyak sekali kebiasaan kebiasaan
dan tradisi tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang
24

dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan kebiasaan ini biasanya diwariskan
turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Misalnya, mengapa harus ada
upacara selapanan dan turun tanah pada bayi, mengapa ibu yang sedang menyusui
harus minum jamu, mengapa anak tidak boleh makan telor, dan sebagainya.
Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja,
melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan-kebiasaan ini seolah-olah
diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan
tersebut dapat berupa pemimpinpemimpin masyarakat baik formal maupun
informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata lain,
pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaaan, baik
tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu
pengetahuan.
c. Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman adalah guru terbaik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini
mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan atau
pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.
Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
Apabila dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang
dihadapi, maka untuk memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat pula
menggunakan cara tersebut. Tetapi bila gagal menggunakan cara tersebut, ia tidak

25

akan mengulangi cara itu, dan berusaha untuk mencari cara yang lain, sehingga dapat
berhasil memecahkannya.
d. Melalui Jalan Pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir
manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia mampu menggunakan penalarannya
dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran
pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi
maupun deduksi.
Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran
secara tidak langsung melalui pernyataan pernyataan yang dikemukakan, kemudian
dicari hubungannya sehingga dapat dibuat kesimpulan. Apabila proses pembuatan
kesimpulan itu melalui pernyataan-pernyataan khusus kepada yang umum dinamakan
induksi. Sedangkan deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan
pernyataan umum kepada yang khusus.
2) Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih
sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih
popular disebut metodologi penelitian (research methodology). Cara ini mula mula
dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626). Ia adalah seorang tokoh yang
mengembangkan metode berpikir induktif. Mulamula ia mengadakan pengamatan
langsung terhadap gejalagejala alam atau kemasyarakatan. Kemudian hasil
pengamatannya tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan dan akhirnya diambil
kesimpulan umum. Kemudian metode berpikir induktif yang dikembangkan oleh
26

Bacon ini dilanjutkan oleh Deobold van Dallen. Ia mengatakan bahwa dalam
memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung dan
membuat pencatatan pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek
yang diamatinya. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni:
a. Segala sesuatu yang positif yakni gejala tertentu yang muncul pada saat
dilakukan pengamatan.
b. Segala sesuatu yang negatif yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat
dilakukan pengamatan.
c. Gejala gejala yang muncul secara bervariasi yaitu gejala gejala yang
berubah ubah pada kondisi kondisi tertentu.
Berdasarkan hasil pencatatan pencatatan ini kemudian ditetapkan ciri ciri
atau unsur unsur yang pasti ada pada sesuatu gejala. Selanjutnya hal tersebut
dijadikan dasar pengambilan kesimpulan atau generalisasi. Prinsip prinsip umum
yang

dikembangkan

oleh

Bacon

ini

kemudian

dijadikan

dasar

untuk

mengembangkan metode penelitian yang lebih praktis. Selanjutnya diadakan


penggabungan antara proses berpikir deduktif induktif verivikatif seperti
dilakukan oleh Newton dan Galileo. Akhirnya lahir suatu cara melalukan penelitian,
yang dewasa ini dikenal dengan metode penelitian ilmiah (scientific research
method) (Notoatmodjo, 2005).
Proses adopsi perilaku, menurut Rogers (1974), sebelum seseorang
mengadopsi perilaku, didalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan
(akronim AIETA), yaitu :
a) Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus.
27

b)

Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus

c) Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang tentang


baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses ketiga ini subjek
sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi.
d) Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru.
e) Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap
dan kesadarannya terhadap stimulus.
2.2.2. Sikap (Attitude)
Menurut Notoatmodjo (2005), sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan pelaksanaan
motif tertentu.
Menurut Gerungan (2002), sikap merupakan pendapat maupun pendangan
seseorang tentang suatu objek yang mendahului tindakannya. Sikap tidak mungkin
terbentuk sebelum mendapat informasi, melihat atau mengalami sendiri suatu objek.
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:
1. Menerima (receiving). Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding). Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan atau
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai

(valuing).

Mengajak

orang

lain

untuk

mengerjakan

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

28

atau

4. Bertanggung jawab (responsibility). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang


telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Menurut Ahmadi (2003), sikap dibedakan menjadi :
a. Sikap negatif yaitu : sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui
terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada
b. Sikap positif yaitu : sikap yang menunjukkan menerima terhadap norma yang
berlaku dimana individu itu berada.
Sedangkan fungsi sikap dibagi menjadi 4 golongan yaitu:
1. Sebagai alat untuk menyesuaikan.
Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang
mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa
menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompok atau dengan kelompok
lainnya.
2. Sebagai alat pengatur tingkah laku.
Pertimbangan dan reaksi pada anak, dewasa dan yang sudah lanjut usia tidak ada.
Perangsang pada umumnya tidak diberi perangsang spontan, akan tetapi terdapat
adanya proses secara sadar untuk menilai perangsangan-perangsangan itu.
3. Sebagai alat pengatur pengalaman.
Manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman secara aktif. Artinya semua
berasal dari dunia luar tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia
memilih mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua
pengalaman diberi penilaian lalu dipilih.
4. Sebagai pernyataan kepribadian.
29

Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang ini disebabkan karena sikap tidak
pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat
sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang
tersebut. Jadi sikap merupakan pernyataan pribadi (Notoatmodjo, 2005).
Manusia dilahirkan dengan sikap pandangan atau sikap perasaan tertentu,
tetapi sikap terbentuk sepanjang perkembangan. Peranan sikap dalam kehidupan
manusia sangat besar. Bila sudah terbentuk pada diri manusia, maka sikap itu akan
turut menentukan cara tingkahlakunya terhadap objek-objek sikapnya. Adanya sikap
akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objeknya. Sikap dapat
dibedakan menjadi :
a. Sikap Sosial
Suatu sikap sosial yang dinyatakan dalam kegiatan yang sama dan berulangulang terhadap objek sosial. Karena biasanya objek sosial itu dinyatakan tidak hanya
oleh seseorang saja tetapi oleh orang lain yang sekelompok atau masyarakat.
b. Sikap Individu
Sikap individu dimiliki hanya oleh seseorang saja, dimana sikap individual
berkenaan dengan objek perhatian sosial. Sikap individu dibentuk karena sifat pribadi
diri sendiri. Sikap dapat diartikan sebagai suatu bentukkecenderungan untuk
bertingkah laku, dapat diartikan suatu bentuk respon evaluativ yaitu suatu respon
yang sudah dalam pertimbangan oleh individu yang bersangkutan.
Sikap mempunyai beberapa karakteristik yaitu :
1. Selalu ada objeknya
2. Biasanya bersifat evaluative
30

3. Relatif mantap
4. Dapat dirubah
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian
reaksi terhadap stimulus tertentu. Menurut Allpon (1954), bahwa sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok yaitu :
1.

Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2.

Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek

3.

Kecenderungan untuk bertindak


Ketiga komponen ini akan membentuk sikap yang utuh (Total Attitude),

dalam penentuanberpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap


adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negatif terhadap orang
lain, objek atau situasi. Sikap tidak sama dengan perilaku dan kadang-kadang sikap
tersebut baru diketahui setelah seseorang itu berperilaku. Tetapi sikap selalu
tercermin dari perilaku seseorang (Ahmadi, 2003).
Pengukuran sikap dapat dilakuan secara langsung atau tidak langsung, melalui
pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek secara tidak langsung
dilakukan dengan pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden.
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek,
baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup tersbeut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons

31

terhadap stimulus tertentu. Tingkatan sikap adalah menerima, merespons,


menghargai dan bertanggung jawab.
2.1.3. Praktik atau Tindakan
Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap suatu perbuatan nyata.
Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimilus dalam bentuk nyata
atau terbuka (Notoatmodjo, 2003).
Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan
itu bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi ini disebut perilaku, bentuk
perilaku dapat bersifat sederhana dan kompleks. Dalam peraturan teoritis, tingkah
laku dapat dibedakan atas sikap, di dalam sikap diartikan sebagai suatu
kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap belum
otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu
tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi fasilitas yang
memungkinkan (Ahmadi, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2005), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari
tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh
suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak
ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.
Secara biologis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan, namun tidak
pula dapat dikatakan bahwa sikap tindakan memiliki hubungan yang sistematis.
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek
(practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh karena
itu disebut juga over behavior.
32

Menurut Notoatmodjo (2005), empat tingkatan tindakan adalah :


1. Persepsi (Perception),

Mengenal dan memiliki berbagai objek sehubungan

dengan tindakan yang diambil.


2. Respon terpimpin (Guided Response), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan
urutan yang benar.
3. Mekanisme (Mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu
dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.
4. Adaptasi (Adaptation), adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2002), faktor-faktor yang
merupakan penyebab perilaku menurut Green dipengaruhi oleh tiga faktor yaotu
faktor predisposisi seperti pengetahuan, sikap keyakinan, dan nilai, berkanaan dengan
motivasi seseorang bertindak. Faktor pemungkin atau faktor pendukung (enabling)
perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang
memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Terakhir faktor penguat
seperti keluarga, petugas kesehatan dan lain-lain.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang
kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya
dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas,
sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung
dan memperkuat terbentuknya perilaku.

33

Seperti halnya pengetahuan dan sikap, praktik juga memiliki tingkatantingkatan, yaitu :
a) Persepsi, yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sesuai dengan tindakan
yang akan dilakukan.
b) Respons terpimpin, yaitu individu dapat melakukan sesuatu dengan urutan
yang benar sesuai contoh.
c) Mekanisme, individu dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis
atau sudah menjadi kebiasaan.
d) Adaptasi, adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dan dimodifikasi
tanpa mengurangi kebenaran.
2.3. Konsep Penyakit TB Paru
2.3.1. Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB Paru (Mycobacterium TB Paru). Sebagian besar kuman TB Paru menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang,
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu
disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap
dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama
beberapa tahun (Depkes RI, 2008).
2.3.2. Epidemiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia
ini. Pada tahun 1993 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
34

tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan


bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta
adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB
terjadi di Asia Tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila
dilihat dari jumlah pendduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika
hampir 2 kali lebih besar dari Asia Tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta
setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat
di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi
mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita
baru TB Paru dengan kematian 3 juta orang (WHO, Treatment of TB Paru,
Guidelines for National Programmes, 1997). Di negara-negara berkembang kematian
TB Paru merupakan 25% dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah.
Diperkirakan 95% penderita TB Paru berada di negara berkembang, 75% penderita
TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun (Depkes RI, 2002).
Penelitian Heryanto ,dkk (2001) di Kabupaten Bandung menemukan Karakteristik
kasus kematian penderita TB paru hampir tersebar pada semua kelompok umur,
paling banyak pada kelompok usia 20-49 tahun (58,3%) yang merupakan usia
produktif dan usia angkatan kerja. Proporsi menurut jenis kelamin, laki-laki (54,5%)
35

dan perempuan (45,5%). Sebagian besar tidak bekerja (34,9%) dan berpendidikan
rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD, dan tamat SD) sebesar 62,9% .
2.3.3. Kuman dan Cara Penularan Tuberkulosis
Kuman, Mycobacterium tuberculosis sebagai kuman penyebab Tuberkulosis
Para ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882, adalah suatu basil
yang bersifat tahan asam pada pewarnaan sehingga disebut pula sebagai Basil Tahan
Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang bersifat aerob,
panjangnya 1-4 mikron, lebarnya antara 0,3 sampai 0,6 mikron. Kuman akan tumbuh
optimal pada suhu sekitar 37C yang memang kebetulan sesuai dengan tubuh
manusia, basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar dan dalam
ruangan yang gelap dan lembab, dan cepat mati terkena sinar matahari langsung
(sinar ultraviolet), dalam jaringan tubuh kuman ini bersifat dormant (tertidur lama)
selama beberapa tahun dan dapat kembali aktif jika mekanisme pertahanan tubuh
lemah (Alsagaff, 2005).
Kuman TB Paru bersifat aerob dan lambat tumbuh (Holt, 1994). Suhu
optimum pertumbuhannya 37-38oC. Kuman TB Paru cepat mati pada paparan sinar
matahari langsung tapi dapat bertahan beberapa jam pada tempat yang gelap dan
lembab serta dapat bertahan hidup 8-10 hari pada sputum kering yang melekat pada
debu (Depkes RI, 2002).
Sumber infeksi yang terpenting adalah dahak penderita TB Paru Positif.
Penularan terjadi melalui percikan dahak (droplet Infection) saat penderita batuk,
berbicara atau meludah (Soediman, 1995). Kuman TB Paru dari percikan tersebut
melayang di udara, jika terhirup oleh orang lain akan masuk kedalam sistem respirasi
36

dan selanjutnya dapat menyebabkan penyakit pada penderita yang menghirupnya.


Dengan demikian penyakit ini sangat erat kaitanya dengan lingkungan, penyakit TB
Paru dapat terjadi akibat dari komponen lingkungan yang tidak seimbang
(pencemaran udara). Masalah pencemaran udara di permukaan bumi sudah ada sejak
zaman pembentukan bumi itu sendiri. Namun dampak bagi kesehatan manusia, tentu
dimulai sejak manusia pertama itu terbentuk. Udara adalah salah satu media transmisi
penularan TB Paru dimana manusia memerlukan oksigen untuk kehidupan. Jadi jika
seorang penderita TB Paru positif membuang dahak di sembarang tempat, maka
kuman TB dalam jumlah besar berada di udara ( Achmadi U F, 2011).
Kuman TB Paru dapat menginfeksi berbagai bagian tubuh dan lebih memilih
bagian tubuh dengan kadar oksigen tinggi. Paru-paru merupakan tempat predileksi
utama kuman TB Paru. Gambaran TB Paru pada paru yang dapat di jumpai adalah
kavitasi, fibrosis, pneumonia progresif dan TB Paru endobronkhial. Sedangkan
bagian tubuh ekstra paru yang sering terkena TB Paru adalah pleura, kelenjar getah
bening, susunan saraf pusat, abdomen dan tulang (WHO, 2002).
Kemungkinan suatu infeksi berkembang menjadi penyakit, tergantung pada
konsentrasi kuman yang terhirup dan daya tahan tubuh (Depkes RI, 2002). Sumber
penularan adalah pasien TB Paru BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi
dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi
dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat
membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan
37

yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan
seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan
dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan
kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi TB selama satu
tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk
terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB
dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.
2.3.4 Diagnosa TBC (Tuberkulosis) Paru
Diagnosa penyakit TBC Paru dapat dilakukan dengan cara :
1.Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
2. Pemeriksaan Foto Toraks
1. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
Penemuan basil tahan asam (BTA) merupakan suatu alat penentu yang arnat
penting dalam diagnosis Tuberkulosis Paru. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa
dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara
mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen
hasilnya positif (Depkes RI, 2002).

38

Tujuan pemeriksaan dahak adalah untuk menegakkan diagnosis dan


menentukan klasifikasi/tipe penyakit, menilai kemajuan pengobatan dan untuk
menentukan tingkat penularan. Pemeriksaan dilakukan pada penderita Tuberkulosis
Paru dan suspek Tuberkulosis.
Pengambilan spesimen dahak yaitu : (Depkes RI, 2002)
a.

S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek datang berkunjung pertarma


kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak hari kedua.

b.

P (Pagi) : dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK (Unit
Pelayanan Kesehatan).

c.

S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan


dahak pagi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, Tuberkulosis Paru dibagi dalam :

a. Tuberkulosis Paru BTA Positif


i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA Positif.
ii. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA Positif dan foto rontgen dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
b. Tuberkulosis Paru BTA Negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA Negatif dan foto rontgen
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif ditentukan oleh dokter, selanjutnya
dibagi menjadi bentuk berat dan ringan tergantung pada gambaran luas kerusakan
paru pada foto rontgen dan melihat kepada keadaan penderita yang buruk. Penentuan
39

klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk menetapkan paduan
OAT yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai.
2. Pemeriksaan Foto Toraks
Tidak dibenarkan mendiagnosa penyakit TB Paru hanya dengan berdasarkan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB
Paru (Dinkes Provinsi SU, 2007). Indikasi pemeriksaan foto toraks adalah sebagai
berikut :
1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
2. Mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan
khusus (Dinkes Provinsi SU, 2007).
2.3.5 Gejala TBC (Tuberkulosis) Paru
Gambaran klinik Tuberkulosis paru, (Faizal, 1992).
1.

Batuk
Batuk terus-menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau, lebih.
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus dan
terjadi iritasi. Akibat adanya peradangan pada bronkus, batuk akan menjadi
produktif

yang

berguna

untuk

membuang

produk-produk

ekskresi

peradangan.
2. Dahak
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,
kemudian berubah menjadi mukopurulen/kuning atau kuning hijau sampai
purulen dan kemudian dapat bercampur dengan darah.

40

3. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercakbercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang
sangat banyak. Kehilangan darah yang banyak kadang akan mengakibatkan
kematian yang cepat.
4. Sesak Nafas
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru
yang cukup luas atau pengumpulan cairan di rongga pleura sebagai
komplikasi tuberkulosis paru.
5. Nyeri Dada
Nyeri kadang berupa, nyeri menetap yang ringan. Kadang-kadang
lebih sakit sewaktu menarik nafas dalam. Bisa juga disebabkan regangan otot
karena batuk.
2.3.6 Tipe Penderita TBC (Tuberculosis) Paru
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita yaitu ; (Depkes RI, 2002)
a. Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b. Kambuh (Relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
41

c. Pindahan (Transfer In)


Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain
dan kemudian pindah berobat ke kabupaten tersebut. Penderita pindahan
tersebut harus membawa Surat rujukan/pindah (Form TB. 09).
d. Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2
bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita
tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
e. Lain-lain
1). Gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau lebih.
2). Kasus Kroni
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori 2 (Faizal, dkk., 1992).
2.3.7 Riwayat Terjadinya Tuberkulosis.
1. Infeksi Primer
Tuberkulosis paru primer adalah peradangan paru yang disebabkan oleh basil
tuberkulosis pada tubuh penderita yang belum pemah mempunyai kekebalan yang
spesifik terhadap basil tersebut. Terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati
sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus
dan menetap disana.
42

Kelanjutan dari infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk
dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya
tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis.
Meskipun demikian, ada beberapa, kuman akan menetap sebagai kuman persisten
atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan
menjadi penderita tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai
terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan (Depkes RI, 2002).
2. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TBC)
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah tuberkulosis primer. Infeksi dapat berasal dari luar (eksogen) yaitu infeksi
ulang pada tubuh yang pernah menderita tuberkulosis, infeksi dari dalam (endogeny
yaitu infeksi berasal dari basil yang sudah ada dalam tubuh, merupakan proses lama
yang pada mulanya, tenang dan oleh suatu keadaan menjadi aktif kembali, misalnya
karena daya, tahan tubuh yang menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang
buruk (Depkes RI, 2002).
2.3.8 Faktor Determinan Penyakit Tuberkulosis
1. Host
a. Umur
Sebagian besar masuknya TB pada anak tidak menimbulkan penyakit tetapi
tetap tinggal dalam paru sampai anak menjadi dewasa. Pada negara berkembang
cenderung terjadi pada kelompok umur produktif (15-50 tahun), hal ini disebabkan

43

karena orang pada usia produktif mempunyai mobilitas yang tinggi sehingga untuk
terpapar kuman Tuberkulosis lebih besar (Crofton, 2002).
b. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih cenderung terkena
TB Paru dibandingkan perempuan. Hal ini terjadi karena laki-laki memiliki mobilitas
yang tinggi, selain itu adanya kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol dapat
menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena TB Paru (Crofton, 2002).
c. Nutrisi dan Sosial Ekonomi
Keadaan malnutrisi akan mempermudah terjadinya penyakit TB Paru
Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin, baik pada
orang dewasa maupun anak-anak (Crofton, 2002).
d. Faktor Toksik
Kebiasaan merokok dan minum alkohol dapat menurunkan sistem pertahanan
tubuh, selain itu obat-obatan kortikosteroid dan imunosupresan juga dapat
menurunkan kekebalan tubuh (Crofton, 2002).
e. Penyakit lain
Pada beberapa negara, infeksi HIV/AIDS Sering ditemukan bersamaan dengan
penyakit Tuberkulosis. Hal ini disebabkan karena rusaknya sistem pertahanan tubuh
(Crofton, 2002).
2. Agent
Tuberkulosis Paru disebabkan oleh basil mycobacterium tuberculosis. Untuk
dapat mempengaruhi seseorang menjadi sakit tergantung dari :
1. Jumlah basil sebagai penyebab infeksi yang mencukupi.

44

2. Virulensi yang tinggi dari basil Tuberkulosis.


3. Lingkungan
Lingkungan yang buruk, misalnya pemukiman yang padat dan kumuh, rumah
yang lembab, gelap dan kamar tanpa ventilasi serta Lingkungan kerja yang jelek akan
mempermudah penularan infeksi TB Paru.
2.3.9. Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan

tuberkulosis

bertujuan

untuk

menyembuhkan

penderita,

mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan.


Adapun jenis dan Dosis OAT adalah sebagai berikut:
1. Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat baktearisid, dapat membunuh 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolic akti, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis
harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
2. Rifampisin (R)
Bersifat baktearisid, dapat membunuh kuman semi-dormant (persister) yang
tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk
pengobatan harian maupun intermitten 3 kali seminggu.
3. Pirasinamid (Z)
Bersifat bakteriasid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan
untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.

45

Penderitaberumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur


60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
4. Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg
BB.
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari bebrapa jenis, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk
kuman persisten) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan
sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang
digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC
akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan
penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung
untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TBC
BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pada
tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama (Depkes RI, 2000).

46

2.4. Kerangka Konsep


Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian maka kerangka konsepsional dapat
digambarkan sebagai berikut:
Variabel Independen

Variabel Dependen

Karakteristik Penderita TB
Paru Positif :

Pencegahan
Penularan
TB Paru pada keluarga

Umur
Pekerjaan
Pendidikan
Pengetahuan
Sikap

47

You might also like