You are on page 1of 41

MAKALAH GEOLOGI TEKNIK

UJI FISIK DAN UJI MEKANIK BATUAN

Disusun Oleh:
Prihartono Dwimayoga

21100113130117

Deviana Shinta Maulana

21100113140071

Clarista Angela

21100113130117

Dyatmico Pambudi

21100113130069

Salomo Dasdo F P

21100113140057

Trisna Jayanti

21100113120005

Gandahusada Jati

21100113130075

Diki Aulia

21100113120001

LABORATORIUM GEOLOGI STRUKTUR DAN


GEOLOGI TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
DESEMBER 2015

UJI FISIK DAN UJI MEKANIK BATUAN


Ilmu mekanika batuan merupakan ilmu pengetahuan teoritik dan terapan yang
mempelajari karakteristik, perilaku respon massa batuan akibat perubahan
keseimbangan medan gaya disekitarnya baik karena aktivitas manusia maupun alami.
Mekanika batuan sendiri merupakan sebuah teknik dan juga ilmu sains yang memiliki
tujuan untuk mempelajari pergerakan batuan di tempat asalnya untuk dapat
mengendalikan pekerjaan yang dilakukan pada batuan tersebut (pengeboran bawah
tanah).
Fungsi dan Manfaat Ilmu Mekanika tanah ini digunakan untuk:

Perencanaan pondasi

Perencanaan perkerasan lapisan dasar jalan (pavement design)

Perencanaan struktur di bawah tanah (terowongan, basement) dan dinding


penahan tanah)

Perencanaan galian

Perencanaan bendungan

Sifat pengujian yang ada di dalam mekanika batuan:


1. Sifat Fisik batuan
2. Sifat Mekanik batuan
Penentuan sifat fisik dan mekanik dibagi menjadi dua:
1. Pengujian tak merusak (non-destructive test)
2. Pengujian merusak (destructive test)
1. Sifat Fisik Batuan
Uji sifat fisik batuan merupakan pengujian tidak merusak (non destructive
test) yang bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dari suatu batuan seperti bobot
isi, berat jenis, kadar air, derajat kejenuhan, porositas, void ratio dan absorbsi
yang dilakukan di laboratorium seperti hasil coring atau pemboran suatu batuan

pada suatu lapangan. Dalam penentuan sifat fisik batuan di laboratorium


dilakukan dengan beberapa hal pembuatan contoh sebagai berikut:
1. Di laboratorium
Pembuatan contoh di laboratorium yang dilakukan dari blok
batuan yang diambil di lapangan yang dilakukan pengeboran inti
seperti yang didapat berbentuk silinder dengan diameter pada
umumnya antara 50-70 mm dengan tingginya dua kali diameter
tersebut. Ukuran contoh dapat lebih kecil maupun lebih besar dari
ukuran yang disebutkan tergantung dari maksud uji yang
dilakukan.
2. Di lapangan
Hasil pemboran inti ke dalam massa batuan yang akan
dilakukan yaitu berupa contoh inti batuan dapat digunakan untuk
uji di laboratorium dengan syarat tinggi seperti dua kali
diameternya. Setiap contoh yang diperoleh kemudian diukur
diameter dan tingginya, dihitung luas permukaan dan volumenya.
a) Penimbangan berat contoh
1) Berat contoh asli (natural)

: Wn

2) Berat Contoh kering ( sesudah dimasukkan

: Wo

ke dalam oven selama 24jam dengan


temperaturekurang lebih 900C)
3) Berat contoh jenuh (sesudah dijenuhkan

: Ww

dengan air selama 24 jam)


4) Berat contoh jenuh didalam air

: Ws

5) Volume contoh tanpa pori-pori

: WoWs

6) Volume contoh total

: WwWs

7) Berat contoh jenuh + berat air + berat bejana

: Wa

8) Berat contoh jenuh tergantung di dalam

: Wb

air + berat air +beratbejana


b) Sifat Fisik Batuan

1. Bobot isi asli (natural density), n , dengan rumus :

Ws
WwWs

2. Bobot isi kering (dry density), d , dengan rumus :


d =

Wo
WwWs

3. Bobot isi jenuh (saturated density), s , dengan rumus :


s =

Ws
WwWs

4. Berat jenis semu (apperent specific gravity) , dengan


rumus :
Wo
WwWs
5. Berat jenis nyata (true specific gravity) , dengan rumus :
Wo
WoWs
Pengujian berat jenis tanah (specific gravity) bertujuan
untuk menentukan berat jenis tanah yang mempunyai
butiran lewat saringan No.10 dengan menggunakan alat
picnometer.
6. Kadar air asli (natural water content) , dengan rumus :
WnWo
x 100
Wo
Pengujian kadar air bertujuan untuk mengetahui
kandungan air yang terdapat di dalam pori-pori suatu
contoh. Prinsipnya adalah kadar air tanah dapat ditentukan
dari perbandingan antara berat air yang terkandung dalam

pori-pori butir tanah dengan berat butir tanah itu sendiri


setelah dikeringkan pada kondisi standar.
7. Derajad kejenuhan , dengan rumus :
WnWo
x 100
WwW 0
8. Porositas , dengan rumus :
WnWo
x 100
WwWs
9. Void ratio , dengan rumus :
e=

n
1n

2. Sifat Mekanik Batuan


Sifat mekanik batuan merupakan sifat suatu batuan setelah mengalami
pengerusakan dimana pengujian ini dilakukan pada laboratorium. Pengujian sifat
mekanik ini terdiri dari :
2.1 Uji Kuat Tekan (Unconfined Compressive Strength Test)
Uji ini merupakan uji yang dilakukkan dengan menggunakan mesin
tekan (compression Machine) untuk menekan contoh batu yang berbentuk
silinder, balok atau prima dari satu arah (uniaxial). Penyebaran tegangan di
dalam contoh batuan secara teoritis yaitu searah dengan gaya yang dikenakan
pada contoh batuan tersebut, akan tetapi dalam kenyataannya arah tegangan
tidak searah dengan gaya yang dikenakan pada contoh batuan tersebut
dikarenakan adanya pengaruh dari plat penekan mesin tekat yang menghimpit
contoh batuan tersebut sehingga bentuk pecahan tidak berbentuk bidang pecah
yang searah dengan gaya melainkan berbentuk kerucut. Tujuan utama dari
pengujian ini yaitu untuk mengetahui kekuatan tekan bebas suatu jenis tanah
yang bersifat kohesif secara cepat dan ekonomis. Kuat tekan bebas (qu) adalah

harga tegangan aksial maksimum yang dapat ditahan oleh benda uji silindris
(dalam hal ini tanah) sebelum mengalami keruntuhan geser. Derajar kepekaan
(St) adalah rasio antara kuat tekan bebas dalam kondisi asli (Undisturbed) dan
dalam kondisi teremas (remolded).
Untuk perbandingan panjang atau diameter (1/D) = 1 kondisi tegangan
triaxial saling bertemu sehingga akan memperbesar nilai kuat tekan batuan.
Untuk pengujian digunakan 2<1 / D<2,5. Displacement contoh batuan axial
(l) dan lateral (D) selama pengujian berlangsung diukur dengan
menggunakan dial gauge atau electric strain gauge. Hasil kuat tekan
dibuat gambar kurva tegangan regangan untuk tiap contoh batuan. Dari
kurva ini dapat ditentukan sifat mekanik batuan yaitu:

Kuat Tekan

= c

Batas elastic
Modulus Young

= E
=E=

Poisson ratio

=v=

l1
1

Gambar 1. Penyebaran tegangan


teoritis didalam contoh batuan

Gambar 2. Penyebaran tegangan


sebenarnya didalam contoh batuan

Gambar 3. Bentuk pecahan pada pengujian kuat tekanan

Gambar 4. Kondisi tegangan di dalam contoh untuk 1/D berbeda

Modulus Young
Modulus young atau modulus elastistas merupakan faktor penting
dalam mengevaluasi suatu deformasi batuan pada kondisi pembebanan yang

bervariasi. Nilai modulus elastisitas batuan bervariasi dari satu contoh batuan
dari satu daerah geologi ke daerah geologi lainnya karena adanya perbedaan
dalam hal deformasi batuan dan genesa atau mineral pembentuknya. Modulus
young ini dipengaruhi oleh tipe batuan, porositasm ukuran partikel dan
kandungan air. Modulus elastisitas akan lebih besar nilainya apabila diukur
tegak lurus dengan perlapisan daripada diukur sejajar arah perlapisan
(Jumikis, 1979).

Keterangan : E

: Modulus Young (Mpa)

: Perubahan tegangan (MPa)


a : Perubahan regangan aksial (%)
Terdapat

tiga

cara

untuk

menentukan

suatu

nilai

dari

modulus

young/elastisitas:
1. Tanget Youngs Modulus

Et

a
Adalah perbandingan antara tegangan aksial dengan

regangan aksial yang dihitung pada presentase tiap nilai dari kuat tekan.
Diukur pada tingkat tegangan 50% dari nilai kuat tekan uniaxial.

2. Average Youngs Modulus

Eav

a
Adalah perbandingan antara tegangan aksial dengan

regangan aksial yang dihitung pada bagian linear terbesar dari kurva
tegangan atau rata-rata kemiringan kurva.

3. Secant Youngs Modulus


Adalah perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan
aksial yang dihitung dengan membuat garis lurus dari tegangan nol ke
suatu titik pada kurva regangan-tegangan pada presentase yang tetap dari
nilai kuat tekat, umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial.

Es

Gambar 5. Regangan yang dihasilkan dari pengujian kuat tekan batuan

Gambar 6. Kurva tegangan regangan hasil pengujian kuat tekan

2.2 Uji Triaxial


Uji triaxial merupakan uji yang dilakukan untuk menentukan kekuatan
batuan pada kondisi pembebanan triaxial melalui persamaan kriteria
keruntuhan atau parameter tegangan geser. Kriteria keruntuhan yang sering
digunakan dalam pengolahan data uji triaksial yaitu kriteria Mohr Coloumb
(kurva). Hasil pengujian triaksial kemudian diplot ke dalam kurva Mohr
Coloumb sehingga dapat ditentukan parameter kekuatan batuan sebagai
berikut :
Strenght envelope (kurva intrinsik) atau selubung kekuatan
Kuat geser (shear strenght)
Kohesi (C)
Sudut geser dalam ()

Pada pengujian triaksial ini, contoh batuan dimasukkan ke dalam


tabung triaksial yang berbentuk silinder kemudian diberi tekanan kemampatan
(3), dan dibebani secara aksial (1), sampai runtuh. Pada uji ini, tegangan
menengah dianggap sama dengan tekanan pemampatan ( 3= 1). Di dalam
apparatus ini, tekanan fluida berfungsi sebagai tekanan pemampatan (3) yang
diberikan kepada contoh batuan. Fluida dialirkan dengan menggunakan
pompa hidraulik dan dijaga agar selalu konstan. Pada umumnya uji ini
digunakan untuk sebuah sample tanah kira-kira berdiameter 1,5 inch (38,1
mm) dan panjang 3 inch (76,2 mm) atau peerbandingan antara diameter dan
tinggi benda uji sekitar 1 banding 2. Benda uji dimasukkan dalam selubung
karet tipis dan diletakkan ke dalam tabung kaca atau plastik. Biasanya, ruang
didalam tabung diisi dengan air atau gliserin. Benda uji mendapat tegangan
sel/tegangan keliling (3) dengan jalan penerapan tekanan dengan pengatur
drainase ke dalam maupun ke luar dari benda uji. Unuk menghasilkan
kegagalan geser pada benda ujinya, gaya aksial ini dapat dikerjakan melalui
bagian atas benda ujinya. Pemberian beban aksial ini dapat dilakukan dengan
2 cara:
a. Dengan memberikan beban mati yang berangsur-angsur ditambah
(penambahan setiap saat sama) sampai benda uji runtuh (deformasi arah
aksial akibat pembebanan ini diukur dengan menggunakan arloji ukur/dial
gauge)
b. Dengan memberikan deformasi arah aksial (vertikal) dengan kecepatan
deformasi yang tetap dengan bantuan gigi-gigi mesin atau pembebanan
hidrolis. Cara ini disebut juga sebagai uji regangan-terkendali.

Gambar 7. Triaxial compression testing device

Beberapa faktor yang mempengaruhi uji triaksial yaitu:


a. Tekanan Pemampatan
Tekanan pemampatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
dalam uji triaksial. Besarnya tegangan aksial pada saat contoh atuan
runtuh saat pengujian triaksial selalu lebih besar daripadategangan aksial
saat contoh batuan runtuh pada pengujian kuat tekan uniaksial. Hal ini
disebabkan karena adanya penekanan (pemampatan) dari arah lateral dari
sekeliling contoh batuan pada uji triaksial. Berbeda pada pengujian kuat
tekan uniaksial, tekanan pemampatannya adalah nol (zero confining
pressure), sehingga tegangan aksial batuan lebih kecil.Berdasarkan
penelitian Von Karman (1911) pada batuan marbel Carrara dapat dilihat
dengan adanya tekanan pemampatan pada contoh batuan mengakibatkan
kenaikan tekanan aksial dan bersifat lebih ductile.Gambar 2.5
menunjukkan semakin tingginya tegangan puncak (peak) jika tekanan
pemampatannya semakin besar.

b. Tekanan Pori
Dari penelitian Schwartz pada tahun 1964 yang mempelajari
tentang tekanan pori pada uji triaksial terhadap batuan sandstone. Dapat
disimpulkan bahwa naiknya tekanan pori akan menurunkan kekuatan
batuan.

c.

Temperature
Secara umum, kenaikan temperatur menghasilkan penurunan kuat
tekan batuan dan membuat batuan semakin ductile. Gambar 2.7
menunjukkan kurva tegangan diferensial (deviatoric stress, 3-1)
regangan aksial untuk batuan granit pada tekanan pemampatan 500 MPa
dan pada temperatur yang berbeda-beda. Pada temperatur kamar, sifat
batuan adalah brittle, tetapi pada temperatur 800 0C batuan hampir
seluruhnya ductile. Efek temperatur terhadap tegangan diferensial saat
runtuh untuk setiap tipe batuan adalah berbeda. Pada penelitian ini,
pengaruh temperature diabaikan.

d. Laju deformasi
Kenaikan laju deformasi secara umum akan menaikkan kuat tekan
batuan. Hal ini terbukti dari penelitian-peneliatian terdahulu.Pada tahun
1961, Serdengecti dan Boozer melakukan penelitian tentang pengaruh
kenaikan laju deformasi pada uji triaksial. Dari penelitian mereka pada
batuan limestone dan gabbro solenhofen,
e. Bentuk dan dimensi contoh batuan
Bentuk contoh batuan pengujian triaksial sama seperti uji kuat tekan
uniaxial bentuk silinder.Semakin bertambahnya ukuran contoh batuan,
kemungkinan tiap contoh batuan dipengaruhi oleh bidang lemah akan
semakin besar. Oleh karena itu, semakin besar contoh batuan yang akan
diuji, kekuatan contoh batuan tersebut akan berkurang.

Variasi perbandingan panjang terhadap diameter contoh batuan ( /d)


diketahui akan mempengaruhi kekuatan contoh batuan. Kekuatan contoh
batuan akan menurun seiring dengan menaiknya perbandingan panjang
terhadap diameter contoh batuan ( /d). Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Mogi pada tahun 1962.
Menurut ISRM (1972) untuk contoh batuan pada uji triaksial dan
kuat tekan uniaksial, perbandingan antara tinggi dan diameter contoh
silinder yang umum digunakan adalah 2 sampai 2,5 dengan area
permukaan pembebanan yang datar, halus dan paralel tegak lurus
terhadap sumbu aksis contoh batuan.
f. Tipe deformasi batuan pada uji triaksial
Secara garis besar tipe deformasi yang terjadi saat contoh batuan
runtuh dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu brittle fracture dan ductile
fracture. Serdengecti dan Boozer menyebutkan bahwa brittle fracture
terjadi pada tekanan pemampatan yang rendah, temperatur yang rendah
dan laju deformasi yang besar. Sebaliknya, ductile fracture lebih sering
terjadi pada tekanan pemampatan yang tinggi, temperatur yang tinggi dan
laju deformasi yang rendah (Vutukuri, Lama & Saluja, 1974).Griggs &
Handin (1960) menjelaskan deformasi makroskopik yang dialamibatuan
pada tekanan pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial. Mereka
mendapatilima tipe deformasi yang terjadi yang dialami contoh batuan
saat diberi tekananpemampatan yang tinggi dalam uji triaksial tersebut
(lihat Gambar 2.9).
Tipe 1 menunjukkan deformasi brittle yang ditandai oleh bentuk
runtuh atau pecah yang berupa splitting. Splitting dianggap sebagai
rekahan

yang

sejajar

terhadap

arah

gaya

tekan

aksial

yang

mengindikasikan lepasnya ikatan antarbutir dalam contoh batuan karena


tarikan.

Tipe 2 masih menunjukkan deformasi brittle, sudah terlihat adanya


deformasi plastis sebelum contoh batuan runtuh (seiring dengan naiknya
tekanan pemampatan). Belahan yang berbentuk kerucut dengan arah
aksial menunjukkan terjadinya tegangan kompresif, sedangkan belahan
kerucut akan memiliki arah lateral ketika terjadi tegangan tarik.
Tipe 3 sudah mulai menunjukkan transisi dari brittle ke ductile.
Penambahan tekanan pemampatan menyebabkan contoh batuan runtuh in
shear. Shear runtuh terjadi ketika butiran yang terikat berpindah
sepanjang bidang geser. Proses ini terjadi secara perlahan dari tarikan
(tension) dan berakhir dengan geseran (shear).
Karena tekanan pemampatan semakin naik, contoh batuan mulai
terdeformasi secara ductile (laju deformasi semakin menurun) dan contoh
batuan sudah mulai bersifat plastis (tipe 4). Apabila tekanan pemampatan
dinaikkan kembali, contoh batuan akan bersifat sangat plastis dan akan
sukar untuk mendapatkan kekuatan puncaknya (tipe 5).

Gambar 8. Skema pembebanan pada uji triaksial

Untuk menginterpretasikan hasil yang didapat dari uji triaksial pada


umumnya digunakan model elastik Mohr Coloumb. Teori Mohr

menganggap bahwa untuk suatu keadaan tegangan 1>2 >3, 2


(intermediate stress) tidak mempengaruhi keruntuhan batuan dan kuat tarik
tidak sama dengan kuat tekan.Kriteria ini dapat ditulis: = f(). Dan dapat
digambarkan pada (, ) oleh sebuah kurva pada gbr III-10.Keruntuhan
(failure) terjadi jika lingkaran Mohr menyinggung kurva Mohr (kurva
intrinsik) dan lingkaran tersebut disebut lingkaran keruntuhan.Kurva Mohr
merupakan selubung keruntuhan dari lingkaran lingkaran Mohr saat
keruntuhan.

Gambar 9. Kriteria Mohr = f().

Pada kriteria Mohr Coloumb selubung keruntuhan dianggap sebagai


garis lurus untuk mempermudah perhitungan. Kriteria ini didefinisikan
sebagai berikut:
= c +
= tegangan geser
c = kohesi
= tegangan normal
= koefisien geser dalam batuan = tg

Gambar 10. Kriteria keruntuhan Mohr - Coloumb

Dalam suatu uji geser triaksial terdapat tiga tipe standar yang umum
digunakan, yaitu seperti :
1. Consolidated Drained Test (CD Test)
Uji Consolidated Drained (CD) atau terkadang yang dikenal dengan
slow test(memerlukan waktu lama sekitar harian mingguan) merupakan
uji mekanika tanah yang digunakan untuk mengevaluasi tanah long term.
Kondisi long term tanah didefinisikan sebagai saat dimana tegangan air
pori di dalam tanah sudah mencapai nilai nol (sudah tidak ada disipasi
tegangan air pori) baik akibat proses konsolidasi maupun pembebanan
geser (deviatorik). Contohnya ketika saat kita ingin mengevaluasi
stabilitas kandungan tanah (lihat garis putus-putus berwarna hitam)
dnegan ketinggian muka air yang relatif konstan seperti pada gambar
dibawah ini.

Gambar 11. Bendungan tanah dengan muka air konstan.

Bila yang akan dihitung adalah stabilitas bendungan tanah untuk


kondisi long term, maka properti tanah kohesi dan sudut geser tanah yang
akan digunakan

dan

dari lempung (clay) dapat dicari menggunakan

uji CD (dengan huruf d adalah kependekan dari drained).


Uji triaksial CD terbagi menjadi 2 fase yaitu fase pembebanan
tegangan spherical/isotrop/kompresi yang merupakan tegangan yang
sama besarnya ke tiga arah prinsipal dan fase pembebanan tegangan
deviatorik.

Gambar 12. Skema uji consolidated drained

Pada uji CD ini baik pada fase kompresi maupun pada fase
deviatorik keran akan dibuka sehingga disipasi tegangan air pori dapat
terjadi pada benda uji. Kembali ke contoh kasus bendungan diatas, pada
kondisi long term, bagian inti dari bendungan tanah yang merupakan
lempung telah mendisipasi seluruh tegangan air pori-nya, atau dengan
kata lain tegangan air porinya sudah nol.
Ini artinya, selama uji CD, kita hanya akan memiliki kurva
tegangan efektif tanah, karena tegangan air pori selalu nol sepanjang uji
(baik pada fase kompresi maupun deviatorik). Sekarang saya akan
jelaskan apa yang terjadi selama masing-masing fase pembebanan pada
uji CD ini.
a. Fase Kompresi
Pada fase kompresi, benda uji diberikan tegangan isotrop
secara bertahap
diinginkan

hingga mencapai tegangan kekangan yang

, dengan tegangan air pori dijaga nol pada setiap

tahapnya.Pada akhir fase kompresi, kita akan memiliki tegangan


seperti pada gambar dibawah ini:

Gambar 13. Uji CD Tegangan di akhir fase kompresi

b. Fase Deviatorik
Pada fase ini pelat dibagian atas dan bawah benda uji akan
menekan benda uji dengan tegangan aksial menghasilkan tegangan
deviatorik pada benda uji. Seperti pada fase sebelumnya keran akan
tetap dibiarkan terbuka sehingga tegangan air pori dapat tetap terjaga
nol untuk mensimulasikan kondisi long term. Disini diperlukan
kecepatan

pembebanan

yang

sangat

rendah

atau

inkremen

pembebanan yang sangat kecil agar tegangan air pori selama fase
deviatorik dapat tetap terjaga nol.Akibat kecepatan pembebanan yang
rendah, maka untuk mendapatkan hasil yang representatif, durasi uji
ini dapat memakan waktu beberapa hari hingga beberapa minggu,
sehingga untuk problem-problem praktis uji ini relatif jarang
digunakan.Pada saat runtuhnya (failure), benda uji akan mendapat
tambahan tegangan aksial sebesar

pada arah prinsipalnya,

sehingga kita akan mendapatkan kondisi tegangan sbb:

Gambar 14. Uji CD Tegangan pada fase deviatorik (saat failure)

Besarnya nilai tegangan runtuhan

ini akan tergantung pada

kondisi tanah lempung yang dimiliki (overconsolidated atau normally

consolidated). Berikut gambar dibawah ini merupakan hasil tipikal uji


CD:

Gambar 15. Tipikal hasil uji CD (Fase Deviatorik)

Dan hasil fase deviatorik diatas dapat kita amati bahwa:

Pada lempung overkonsolidasi, setelah mencapai tegangan deviatorik


maksimal, benda uji akan mengalami softening. Bila kita amati
evolusi perubahan deformasi volumiknya

, pertama-tama benda

uji akan terkompresi (mengalami pengurangan volume), kemudian


dilanjutkan dengan dilasi.

Pada lempung terkonsolidasi normal, tegangan deviatorik akan naik


secara perlahan dan akan mencapai suatu nilai asimtotik tertentu.
Benda uji hanya akan mengalami fase kompresi selama proses
pemberian tegangan deviatorik dilakukan
Bila uji diatas dilakukan pada sampel undisturbed, maka seperti

sudah disinggung sebelumnya, perilaku overkonsolidasi/terkonsolidasi

normal diatas akan sangat tergantung dari tegangan kekangan yang


diberikan pada fase kompresi. Dimana tegangan kekangan untuk tanah
overkonsolidasi pasti lebih kecil daripada tegangan kekangan untuk tanah
terkonsolidasi normal.
2. Consolidated Undrained Test (CU Test)
Uji triaksial consolidated-undrained atau yang kadangkala disebut
R-test merupakan uji yang seringkali digunakan sebagai pengganti uji
CD untuk mencari properti longterm tanah.
Namun

juga

dapat

diaplikasikan

untuk

kondisi-kondisi

dimana tanah yang telah terkonsolidasi oleh tegangan isotrop dan


deviatorik tertentu, mengalami perubahan tegangan deviatorik secara
mendadak.Contoh kasus dimana terjadi perubahan tegangan deviatorik
secara mendadak dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 16. Bendungan tanah yang mengalami perubahan m.a.t secara mendadak

Gambar diatas adalah gambar sebuah bendungan yang memiliki


muka air tanah relatif konstan (angka 1) dalam rentang waktu yang lama,
sedemikian sehingga inti bendungan (tanah lempung) telah mencapai
kondisi long term (drained).
Bila terjadi penurunan muka air tanah secara cepat (misalnya >1 m
per hari) atau seringkali dikenal sebagai rapid drawdown (ditandai
dengan angka 2 pada gambar), maka kondisi batas di bendungan menjadi
berubah, yaitu perubahan tegangan hidrostatik pada permukaan

bendungan dan pada dasar bendungan. Akibatnya tanah yang telah


terkonsolidasi ini mengalami perubahan tegangan deviatorik.
Karena ini bukan posting soal rapid drawdown, maka saya tidak
membahas lebih jauh fenomena ini, namun bila tertarik bisa membacanya
disalah satu artikel di sini.
Sehingga kesimpulannya uji ini dapat digunakan untuk 2 hal,
pertama bila yang akan dihitung adalah stabilitas bendungan tanah untuk
kondisi long term, maka properti tanah kohesi dan sudut geser tanah yang
akan digunakan

dan

dari lempung (clay) dapat dicari menggunakan

uji CU.
Kedua bila yang dicari adalah properti tanah yang telah
terkonsolidasi dan mengalami perubahan tegangan deviatorik secara
mendadak,

maka

properti

tanahnya

dan

juga

dapat

dicari

menggunakan uji ini.

Gambar 17. Skematis uji CU

Pada uji CU, pada fase kompresi keran akan dibuka untuk
memperkenankan terjadi konsolidasi, sedangkan pada fase deviatorik,
keran akan ditutup. Karena keran dibuka pada fase konsolidasi, maka
tegangan air pori akan nol pada fase ini.Bila yang akan dicari adalah
properti tanah terkonsolidasi yang mengalami perubahan tegangan

deviatorik secara mendadak


tegangan

total

yang

dan
diberikan

, maka kita cukup mengamati


hingga

tanah

mengalami

keruntuhan.Namun bila kita melakukan uji ini sebagai substitusi uji CD


untuk

mencari

properti longtermtanah

dan

maka

kita

perlu mengamati besarnya perubahan tegangan air pori didalam benda


uji selama fase deviatorik.
Dengan mengamati besarnya perubahan tegangan air pori ini, maka
kita dapat menghitung besarnya tegangan efektif tanah tanpa melakukan
uji drained.Hal penting lainnya yang perlu dicermati adalah derajat
saturasi benda uji, dimana benda uji harus mencapai derajat saturasi
mendekati sempurna sebelum melakukan uji ini. Derajat saturasi
sempurna dapat dicapai dengan mengaplikasikan back pressure pada
benda uji dan dapat dihitung dengan menggunakan koefisien Skempton.
Ini diperlukan karena tanah yang tidak tersaturasi sempurna akan
berperilaku berbeda. Secara sederhana dengan membuat tanah tersaturasi
sempurna, benda uji akan memiliki fasa air yang kontinum dan tentunya
tanah hanya memiliki 2 fase saja (air dan kerangka solid).
a. Fase kompresi
Pada fase kompresi, benda uji diberikan tegangan isotrop secara
bertahap

hingga

mencapai

tegangan

kekangan

yang

diinginkan

, dengan tegangan air pori dijaga nol pada setiap

tahapnya.Pada akhir fase kompresi, kita akan memiliki tegangan


seperti pada gambar dibawah ini, dengan nilai-nilainya sbb:

Gambar 18. Uji CU Tegangan pada fase kompresi

b. Fase Deviatorik
Beban deviatorik akan diberikan setelah keran ditutup,
sehingga air tidak keluar dari benda uji. Karena keran ditutup, maka
saat tegangan deviatorik diberikan maka akan terjadi perubahan
tegangan air pori didalam benda uji.Bila besarnya perubahan
tegangan air pori

kita ukur, maka kita dapat menghitung

parameter tanah longterm dengan mengetahui besarnya tegangan


efektif yang terjadi pada tanah.
Pada saat runtuhnya (failure), benda uji akan mendapat
tambahan tegangan aksial sebesar

pada arah prinsipalnya,

sehingga kita akan mendapatkan kondisi tegangan sbb:

Gambar 19. Uji CU Tegangan pada fase deviatorik (saat rupture)

Besarnya nilai tegangan runtuh


kondisi

tanah

lempung

ini akan tergantung pada


yang

dimiliki

(overconsolidated atau normally consolidated). Berikut dibawah ini


adalah gambar hasil tipikal dari uji CU. Perlu diingat bahwa pada
fase ini tidak ada deformasi volumik benda uji karena keran ditutup
(undrained).

Gambar 20. Tipikal hasil uji CU (fase deviatorik)

Dari hasil fase deviatorik diatas kita dapat mengamati apabila:

Pada lempung overkonsolidasi, setelah mencapai tegangan deviatorik


maksimal, benda uji akan mengalami softening. Bila kita amati
evolusi perubahan tegangan air porinya,pertama-tama tegangan air
pori akan positif, karena benda uji yang seharusnya akan mengalami
pengurangan volume ditahan oleh inkompresibilitas dari air. Setelah
itu, sampel yang seharusnya mengalami dilasi (penambahan volume),
perubahan volumenya kembali ditahan oleh air, sehingga disini akan
diperoleh kebalikannya, yaitutegangan air porinya negatif.

Pada lempung terkonsolidasi normal, tegangan deviatorik akan naik


secara perlahan dan akan mencapai suatu nilai tertentu. Tegangan air
pori akan selalu positif disini, karena dimana seharusnya terjadi
pengurangan volume, namun volume benda uji ditahan konstan oleh
inkompresibilitas dari air.

3. Unconsolidated Undrained Test ( UU Test)

Pengujian Triaksial UU adalah suatu cara untuk pengujian kuat


geser tanah. Pengujian Triaksial tipe UU tersebut untuk mendapatkan
nilai kohesi (c) dan E tersebut yaitu dengan lingkaran Mohr dan regresi
linier.
Pada pengujian Triaksial tipe UU Unconsolidation-Undrained)
benda uji mula-mula
kemudian

dibebani dengan

penerapan

tegangan

sel

dibebani dengan beban normal, melalui penerapan tegangan

deviator sampai mencapai keruntuhan. Pada penerapan tegangan deviator


selama penggeserannya tidak diijinkan air keluar dari benda ujinya dan
selama pengujian katup drainasi ditutup.Karena pada pengujian air tidak
diijinkan mengalir keluar, beban normal tidak ditransfer ke butiran
tanahnya. Keadaan tanpa drainasi ini menyebabkan adanya tekanan
kelebihan

tekanan poridengan

tidak

ada

tahanan

geser

hasil

perlawanan dari butiran tanahnya.


3. Sifat Mekanika Tanah
3.1. Direct Shear Test
Direct shear atau biasa disebut kuat geser langsung merupakan suatu uji
yang dilakukan dalam geologi teknik untuk menentukan kuat geser tanah
setelah mengalami konsolidasi akibat suatu beban dengan drainase 2 arah.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan single shear atau double shear.
Pemeriksaan dapat dibuat pada semua jenis tanah dan pada contoh tanah asli
(undistrub) atau contoh tanah tidak asli (disturb). Dalam perhitungan
mekanika tanah, kuat geser ini biasa dinyatakan dengan kohesi ( C ) dan sudut
gesek dalam (). Kekuatan geser tanah (soil shear strength) juga dapat di
definisikan sebagai kemampuan maksimum tanah untuk bertahan terhadap
usaha perubahan bentuk pada kondisi tekanan (pressure) dan kelembapan
tertentu (Head, 1982).

Dalam konsep pengukuran kuat geser langsung yang contohnya dapat kita
lihat dari tanah diketahui terdapat dua gaya yang bekerja, yaitu :
1

Tekanan normal yang diakibatkan oleh pemberian beban pada contoh


secara tegak lurus (vertikal)

Tekanan geser yang diakibatkan oleh pemberian beban horizontal.


Dalam melakukan metode kuat geser langsung ini dibutuhkan
beberapa alat, dimana alat yang dibutuhkan, yaitu :

Shear Device : peralatan untuk memegang benda uji secara kuat diantara
2 batu berpori sehingga benda uji tersebut tidak berputar saat diberi beban
geser. Alat ini juga memungkinkan untuk dapat dikerjakannya beban
normal terhadap benda uji, dapat dilaksanakan pengukuran perubahan
tebal benda uji, dapat terlaksananya drainase 2 arah serta memungkinkan
pula untuk pelaksanaan perendaman terhadap benda uji. Beban geser
yang sejajar dengan permukaan benda uji juga harus dapat dilaksanakan
pada alat ini. Selain itu memegang benda uji harus cukup kuat sehingga
tidak ada pembenturan saat dilaksanakannya beban geser pada benda uji.

Porous Stone : batu berpori terbua dari silicone carbide , aluminium


carbide atau logam lain yang setara. Untuk tanah lunak yang berbutit
halus, batu berpori halus harus digunakan. Pori batu harus demikian
hingga tanah yang diuji tidak akan lolos lewat pori tersebut. Pada
umumnya, batu berpori ini mempunyai permeabilitas sekitar 0,5 1
mm/dt.

Loading Device : peralatan untuk memberikan beban normal dan beban


geser terhadap benda uji.

Trimmer : alat potong berbentuk silinder untuk memotong tanah dengan


ukuran sesuai dengan cincin benda uji.

Timbangan digital : ketelitian 0,1 gram.

Oven temperaturnya dapat terpelihara pada 105 C.

Peralatan untuk memadatkan dan pencetakan kembali (remolding) benda


uji.

Container : kaleng kecil untuk pemeriksaan kadar air.

Displacement indicator : untuk mengukur perubahan tebal banda uji


dengan ketelitian 0,002 mm.

10 Moisture room : ruangan sejuk untuk menyimpan benda uji sebelum


diadakan pemeriksaan sehingga kadar airnya tidak hilang lebih besar dari
0,5 %.
11 Lain-lain : stop watch, spatula, pisau dll yang digunakan untuk penyiapan
benda uji.
Nilai yang didapat dari uji ini

digunakan dalam merencanakan

kestabilan lereng, daya dukung tanah fondasi, dan lain sebagainya. Nilai
kekuatan geser ini dirumuskan oleh Coulomb dan Mohr dalam persamaan
berikut ini:
S

c + ntanf

Di mana :
S =

kekuatan geser maksimum [kg/cm2]

C =

kohesi [kg/cm2]

n =

tegangan normal [kg/cm2]

f =

sudut geser dalam []

Prinsip dasar dari pengujian ini adalah pemberian beban secara


horisontal terhadap benda uji melalui cincin/kotak geser yang terdiri dari dua
bagian dan dibebani vertikal dipertengahan tingginya. Akibatnya akan terjadi
tegangan geser yang jika mencapai nilai maksimum akan menyebabkan
keruntuhan. Pengujian dilakukan dengan regangan bernilai tertrntu.
Umumnya diperlukan minimal 3 (tiga) buah benda uji yang identik (soil yang
sama) untuk menguji satu soil karena ada 3 metode pengujian Direct Shear
yaitu:

Consolidated Drained Test


Pembebanan horisontal dilaksanakan dengan lambat, yang
memungkinkan terjadi pengaliran air, sehingga tekanan air pori bernilai
tetap selama pengujian berlangsung. Parameter c dan f yang diperoleh
digunakan untuk perhitungan stabilitas lereng.

Consolidated Undrained Test


Dalam pengujian ini, sebelum digeser benda uji yang dibebani
vertikal (beban normal) dibiarkan dulu hingga proses konsolidasi selesai.
Selanjutnya pembebanan horisontal dilakukan dengan cepat.

Unconsolidated Undrained Test


Pembebanan horisontal dalam pengujian ini dilakukan dengan
cepat, sesaat setelah beban vertikal dikenakan pada benda uji.Melalui
pengujian ini diperoleh parameter-parameter geser cu dan fu.

Gambar 1. Konsep dan Proses Percobaan Direct Shear

Gambar 2. Alat Percobaan Direct Shear

3.2. Atterberg Limit Test


Atterberg

Limit

adalah

perhitungan

dasar

dari

tanah

butir

halus.Pengujian ini menjelaskan sifat konsistensi tanah butir halus pada kadar
air yang bervariasi. Bila kandungan air sangat tinggi, maka campuran tanah
dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh sebab itu atas dasar
kandungan air pada tanah, dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar:
padat, semi padat, plastis dan cair. Atterberg limit test merupakan metode
pengetesan untuk mengetahui sifat konsistensi tanah berbutir halus (lanau atau
lempung) dengan memberikan kadar air yang berbeda pada masing-masing
sample yang akan diuji. Jadi sifat tanah dapat diketahui dengan
membandingkan kadar air yang terkandung pada masing-masing sampel
tanah.
Pada tahun 1913 Albert Mauritz Atterberg (19 Maret 1846 4 April
1916) menyatakan batasan empat kondisi tanah dalam istilah limit.
Pengujian tersebut dilakukan di laboratorium berdasarkan ASTM (American
Standart Testing and Material) sebagai berikut :
Batas cair (LL)
ASTM D-423 c

Batas plastis(PL)
Batas susut

ASTM D-424
ASTM D-427

A Batas Cair (LL)


Dengan menjalankan alat pemutar , mangkok kemudian dinaikturunkan dari ketinggian 10 mm. Kadar air dinyatakan dalam persen, dari
tanah yang dibutuhkan untuk menutup goresan yang berjarak 12,7 mm
sepanjang dasar contoh tanah di dalam mangkok sesudah 25 pukulan
didefinisikan sebagai batas cair(liquid limit).

Gambar 5. Batas Limit pada Mangkok

Pengujian ini dilakukan paling sedikit empat kali pada tanah yang
sama tetapi pada kadar air yang berbeda-beda sehingga jumlah pukulan N,
yang dibutuhkan bervariasi antara 15 dan 35. Kemudian, kadar air yang
bersesuaian dengan N = 25.
Atas dasar hasil analisis dari beberapa uji batas cair, US waterways
Experiment Station Vicksburg, Mississippi (1949) mengajukan suatu
persamaan empiris untuk menentukan batas cair yaitu :

Dimana :
N = Jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk menutup goresan selebar 0,5
in pada dasar

contoh tanah yang diletakkan dalam mangkok

kuningan dari alat uji batas cair.


WN = Kadar air dimana untuk menut up dasar goresan dari contoh tanah
dibutuhkan pukulan sebanyak N
Tan = 0,121 (harap dicatat bahwa tidak semua tanah mempunyai harga
tan =0,121)

Gambar 7. Gambar Alat Pengujian Atterberg Saat Uji Batas Cair

Prosedur pengujian dari uji Atterberg batas cair ini yaitu berupa:

Masukkan tanah pada alat casagranda, dibuat celah dengan standard


grooving tool.

Putar engkol alat casagranda dengan kecepatan 2 ketukan per detik, dan
tinggi jatuh 10mm.

Pada ketukan ke 25 contoh tanah yang digores dengan grooving tool


akan merapat.

Pengujian batas cair (liquid Limit) dilakukan berdasarkan acuan


normatif ASTM standard test method D 4318 dengan menggunakan
contoh tanah basah.

Contoh tanah yang digunakan merupakan tanah lolos saringan No.40


(425m).

Pengujian dilakukan sampai mendapatkan jumlah ketukan yang


diinginkan.

Apabila ketukan melebihi dari jumlah ketukan yang diinginkan, maka


tanah tersebut perlu ditambahkan air. Dan sebaliknya jika jumlah
ketukan kurang dari jumlah ketukan yang diinginkan, maka tanah

tersebut perlu dikeringkan terlebih dahulu atau ditambahkan tanah pada


campuran.

B Batas Plastis (PL)


Batas plastis didefinisikan sebagai kadar air, dinyatakan dalam
persen, dimana tanah apabila digulung sampai dengan diameter 1/8 in
(3,2 mm) menjadi retak-retak.

Gambar 8. Pengujian Batas Plastis

Selanjutnya, ambil contoh tanah yang retak tersebut, kemudian


periksa kadar airnya dengan cara sebagai berikut:
Timbang berat cawan kosong = A
Masukkan contoh tanah ke dalam cawan dan timbang = B
Keringkan contoh tanah dalam oven pada temperatur 110o C
selama 24 jam kemudian timbang cawan + tanah kering = C
Lalu setelah didapatkan nilai A, B, dan C, hitung kadar air
dengan rumus:
Kadar air = (B-C)/(C-A) * 100%
Prosedur pengujian dari uji Atterberg batas plastis ini yaitu berupa:

Pengujian plastis dilakukan berdasarkan acuan normatif ASTM standard


test method D 4318.

Sama dengan pengujian batas cair, tanah yang digunakan pada penelitian
batas plastis menggunakan tanah lolos saringan No.40 (425m).

Contoh tanah kemudian digulung/dipilin pada pelat kaca hingga mencapai


diameter kurang lebih 1/8 inchi (3.2 mm) dan tanah tersebut terdapat
retak-retak halus.

Apabila retakan yang terjadi cukup besar, maka perlu penambahan air
pada sampel tanah.

Namun apabila tidak terjadi retakan halus pada tanah yang dipilin, maka
tanah harus dikeringkat terlebih dahulu atau perlu penambahan tanah pada
campuran.

C Batas Susut (SL)


Batas susut (ASTM D-427, 1998) diindikasikan sebagai kadar
air dimana pengurangan kadar air pada tanah tidak lagi mempengaruhi
volume total tanah. Dimana suatu contoh tanah akan menyusut
sebanding dengan volume air dalam pori tanah yang menguap.
V Vo
SL=Wc
x 100
Wo

Dimana :
Wc = Kadar air pada pasta tanah
Wo = Berat kering pasta tanah (W2-W)
Prosedur pengujian dari uji Atterberg batas susut ini yaitu berupa:

Tempatkan contoh dalam cawan pencampur diamter 115mm dan campur


dengan air suling sehingga contoh tanah jenuh dan tidak terdapat lagi
gelembung-gelembung udara, aduk sampai menjadi pasta dan cetak.

Kadar air yang dibutuhkan sama dengan atau lebih besar sedikit dari kadar
air batas cair.

Lapisi bagian dalam dari cawan diameter 45mm dan tinggi 12,7mm
dengan vaselin untuk mencegah tanah menempel pada dinding cawan.
Tempatkan contoh tanah di tengah-tengah cawan sebanyak 1/3 bagian
volume cawan dan ketuk-ketuk perlahan-lahan sampai tanah menyentuh
dinding cawan. Isi lagi cawan dengan contoh sebanyak 1/3 bagian dan
ketuk-ketuk kembali. Terakhir cawan diisi kembali sampai melebihi isi
cawan dan ketukan dilanjutkan kembali sampai cawan secara keseluruhan
penuh dan bagian tanah yang mencuat diaratakan dengan mistar baja dan
tanah yang menempel pada tepi cawan dibersihkan.

Timbang dan catat berat contoh tanah basah dan cawan.

Biarkan contoh tanah dalam suhu kamar sampai warnanya berubah dari
gelap menjadi lebih terang.

Selanjutnya masukkan dalam oven sampai kering atau berat menjadi


konstan pada temperatur (110+5)C minimal 16 jam.

Timbang dan catat berat contoh tanah kering dan cawan dan kemudian
keluarkan tanah dari cawan tersebut.

Ukur volume cawan dengan menuangkan air raksa pada cawan sampai
penuh rata permukaan. Tuang air raksa dalam cawan tersebut kedalam
gelas ukur dan tentukan volume cawan tersebut (V). Volume cawan dapat
ditentukan dengan cara menimbang air raksa ke 0,1 g terdekan dengan
menggunakan rumus V = W/hg dimana W adalah berat air raksa dalam
gram dan hg = 13.5 g/ml kepadatan air raksa, dan V adalah volume
cawan.

Tempatkan cawan gelas diameter 50mm, tinggi 25mm kedalam cawan


penguap diameter 150 mm dan isi cawan gelas dengan air raksa sampai
penuh rata permukaan.

Celupkan contoh tanah kering kedalam cawan gelas perlahan-lahan dan


tutup cawan gelas dengan pelat transparan dan tekan sehingga kelebihan
air raksa akan tumpah.

Tuang air raksa yang tumpah kedalam gelas ukur yang menunjukkan
volume tanah kering (Vo). Volume tanah kering dapat ditentukan dengan
menimbang air raksa yang tumpah sampai 0,1 gran terdekat dan dihitung
volume dalam ml dengan menggunakan rumus Vo= W/hg, dimana W
adalah berat air raksa yang tumpah.

Dengan test seperti ini, dapat diketahui nilai-nilai dari : kadar air,
penyusutan dan batas susut, faktor susut, perubahan volume, dan susut
linier dengan menggunakan rumus-rumus yang ada.

Indeks plastis/ The plasticity index (PI)


Yaitu ukuran plastis tanah. PI adalah perbedaan lantara batas cair dan
batas plastis suatu tanah.
PI = LL - PL
Liquid limit (LL)/ Batas cair
Dimana, LL merupakan kadar air dimana tingkah laku tanahnya merupakan
perubahan dari plastis ke Liquidity index/ indeks cair
LL = Wc(n/25)0.121
Wc = [(Wbasah-Wkering)/Wkering]x100%
n = jumlah ketukan

Gambar 9. Soil Plasticity-Atterbergh Limits

REFERENSI
Das, B. M. (2001) Principle of Geotechnical Engineering, 5th Edition, PWS
Publishing, Boston, USA
Holtz, R. D. and Kovacs, W. D. An Introduction to Geotechnical Engineering,
Prentice Hall, 1981
JS, Dwiyanto. Power Point Mata Kuliah Mekanika Batuan, Teknik Geologi,
Universitas Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id/33820/5/1617_chapter_II.pdf(Diakses pada 28 November
2015, pukul 17.14)
http://james-oetomo.com/2013/07/26/uji-triaksial-geser-kilasan-umum/ (Diakses pada
28 November 2015, pukul 15.00)
http://james-oetomo.com/2013/09/15/uji-triaksial-consolidated-undrained/(Diakses
pada 28 November 2015, pukul 15.14)
http://james-oetomo.com/2013/08/08/uji-triaksial-unconsolidated-undrainedunconfined-compression-test/(Diakses pada 28 November 2015, pukul
15.32)
http://james-oetomo.com/2013/08/12/uji-triaksial-consolidated-drained/(Diakses pada
28 November 2015, pukul 16.00)
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/124830-R210848-Uji%20triaksialLiteratur.pdf(Diakses pada 28 November 2015, pukul 16.40)

You might also like