You are on page 1of 7

SUPPLY DAN BIAYA KONDUKTOR UNTUK SISTEM OVERHAED DAN

UNDERGROUND
Secara umum, sistem kelistrikan bisa dibagi atas sistem arus
searah atau DC (Direct Current) dan sistem arus bolak-balik atau
AC (Alternating Current). Walaupun sistem kelistrikan pertama kali
diciptakan dan dikembangkan dalam bentuk DC, pada saat ini
hampir semua energi listrik dibangkitkan, ditransmisikan, dan
didistribusikan dalam bentuk AC. Sistem AC mengalahkan sistem
DC karena konstruksi generator dan motor AC jauh lebih
sederhana dan efisien dibanding jenis DC. Kunci kemenangan lain
dari sistem AC adalah ditemukannya trafo atau transformator.
Dengan menggunakan trafo, tegangan listrik bisa dinaikkan dan
diturunkan secara mudah dan efisien. Tegangan perlu dinaikkan
menjadi ekstra tinggi agar energi listrik bisa ditransmisikan
melalui jarak yang jauh secara efisien. Di sisi konsumen,
tegangan listrik perlu diturunkan agar energi listrik bisa
digunakan secara aman.

Kelemahan dari sistem AC adalah semua pembangkit harus


menghasilkan tegangan listrik pada frekuensi yang sama dan
berputar secara serempak (sinkron). Keharusan untuk berputar
secara sinkron menjadikan pengaturan sistem tenaga listrik
menjadi sangat sulit jika jumlah pembangkit yang tergabung
dalam sistem mencapai ratusan atau ribuan. Gangguan pada
salah satu pembangkit akan dirasakan oleh semua pembangkit
yang terhubung ke dalam sistem. Inilah salah satu alasan
mengapa sering sekali terjadi adanya pemadaman total dalam
suatu sistem tenaga listrik. Keharusan berputar pada kecepatan
sinkron juga menyebabkan pembangkit dengan frekuensi berbeda
tidak bisa disatukan. Kita tahu bahwa di Indonesia, PT. PLN
menggunakan frekuensi 50 Hz pada semua pembangkitnya. Akan
tetapi, banyak industri (terutama industri minyak) menggunakan
frekuensi 60 Hz. Tidak mungkinnya penyatuan pembangkit ini

menyebabkan banyak industri terpaksa bekerja dengan


pembangkit listrik yang tidak efisien dan mahal. Sebaliknya, PT.
PLN tidak bisa memanfaatkan kelebihan kapasitas pembangkit
industri untuk memenuhi kebutuhan beban puncaknya.

Kelemahan lain dari sistem AC adalah rendahnya efisiensi


penyaluran daya. Akibatnya, daya listrik AC tidak bisa disalurkan
melalui jarak yang sangat jauh, terutama jika melalui kabel
bawah tanah atau kabel laut. Padahal, banyak sumber energi
terbarukan lokasinya jauh dari tempat yang membutuhkan listrik.
Banyak lokasi tambang batu bara ada di pulau Kalimantan
sedangkan kebutuhan listrik terbesar ada di pulau Jawa. Pada saat
ini, terpaksa batu bara dikirim dengan menggunakan kapal laut
dari Kalimantan menuju pulau Jawa. Pembangkit listrik berbasis
batu bara terpaksa dibangun di pulau Jawa yang padat penduduk
dan sudah banyak polusi. Banyak kepulauan terpaksa
menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel karena tidak
mungkin menarik kabel AC melalui laut pada jarak yang panjang.

Perkembangan Sistem DC

Walaupun sistem AC telah mendominasi hampir seluruh sistem


kelistrikan, para insinyur listrik pendukung sistem DC tidak pernah
menyerah.
Bermacam
teknologi
diciptakan
untuk
mengembangkan sistem transmisi daya DC yang efisien.
Walaupun sistem DC telah lama dikembangkan dan pertama kali
dipasang secara komersial pada tahun 1950-an, perkembangan
pesat terjadi setelah dikembangkannya saklar semikonduktor

daya berbasis thyristor pada tahun 1960-an. Berkat teknologi


thyristor, berbagai transmisi daya DC
telah dipasang dan
dioperasikan di berbagai belahan dunia. Transmisi daya DC yang
dianggap fenomenal di dunia adalah saluran transmisi DC yang
dipakai untuk menyalurkan energi listrik yang dibangkitkan oleh
PLTA Itaipu, Brasil, berkapasitas 18 GW (Giga atau Milyar Watt).
Saluran transmisi ini panjangnya lebih dari 1500 km dan bekerja
pada tegangan 600 kV (kilo atau ribu volt). Yang terakhir selesai
dibangun adalah transmisi daya DC di Cina yang panjangnya lebih
dari 1500 km dengan tegangan 800 kV. Saluran transmisi ini
dipakai untuk menyalurkan keluaran PLTA yang kapasitas dayanya
24 GW. Sebagai pembanding, seluruh pembangkit di Pulau Jawa
jika dijumlahkan kapasitasnya hanya mencapai 27 GW. PT. PLN
berencana untuk membangun transmisi daya DC untuk
mengirimkan energi listrik yang dihasilkan PLTU (Pembangkit
Listrik Tenaga Uap) mulut tambang di Sumatra Selatan menuju
Bogor, Jawa Barat. Karena jaraknya panjang dan harus melalui
laut, transmisi daya DC menjadi satu-satunya pilihan.

Dibanding dengan sistem AC, sistem DC mempunyai keuntungan


berikut:

i)
Pembangkit yang dihubungkan tidak harus
mempunyai frekuensi yang sama. Sehingga semua pembangkit
yang ada di Indonesia bisa disambungkan untuk mendapatkan
sistem kelistrikan yang efisien. Perusahaan minyak tidak harus
memiliki dan mengoperasikan pembangkit listrik yang mahal dan
tidak efisien. Biaya operasi berbagai industri bisa diturunkan jika
mereka tidak lagi mengoperasikan pembangkitnya sendiri-sendiri.

ii)
Konstruksi saluran transmisi DC jauh lebih
sederhana dibanding sistem AC. Jumlah konduktor minimum dari
sistem AC adalah tiga sedangkan pada sistem DC hanya satu. Jika
suatu saluran AC diubah menjadi saluran DC maka kapasitasnya
bisa naik tiga kali lipat. Akibatnya, pembangunan saluran
transmisi baru bisa ditunda.

iii)
Aliran daya di transmisi DC bisa diatur dengan cepat
dan akurat. Kemampuan ini penting untuk meningkatkan
stabilitas sistem dan penting jika rencana jual beli energi listrik
dengan negara tetangga jadi dilakukan.

iv)
Penyaluran daya lewat kabel DC bawah laut jauh
lebih sederhana dan murah dibanding kabel AC. Dengan
menggunakan kabel DC, akan semakin banyak pulau yang bisa
mendapatkan listrik dengan menggunakan pembangkit yang lebih
efisien. Sungguh penghematan yang sangat besar jika semua
PLTD di pulau-pulau kecil bisa digantikan dengan pembangkit
besar yang efisien dan ramah lingkungan.

Energi Terbarukan

Selain sangat cocok untuk menyalurkan energi listrik melalui jarak


yang jauh, sistem DC juga cocok dengan keinginan untuk
memanfaatkan berbagai sumber energi terbarukan seperti halnya
energi matahari, angin, ombak, mikrohidro, dan masih banyak
lagi. Walaupun ramah lingkungan, sumber energi terbarukan

biasanya tidak bisa diandalkan keberadaannya. Jika kapasitas


pembangkit berbasis energi terbarukan ini besar, daya yang
berubah-ubah dengan cepat akan mengganggu sistem kelistrikan
dimana pembangkit ini terpasang. Untuk mengatasi masalah ini,
cara
terbaik
adalah
menggunakan
sistem
DC
untuk
menghubungkan semua pembangkit listrik energi terbarukan.
Dengan sistem DC, pembangkit-pembangkit tersebut tidak harus
menghasilkan frekuensi yang sama. Dengan sistem DC, kabel
yang dipakai untuk menghubungkan berbagai pembangkit juga
jadi lebih murah. Di Eropa dan Amerika Serikat, banyak
pembangkit tenaga angin yang dibangun di lepas pantai
dihubungkan dengan transmisi DC menuju daratan. Selain itu,
pembangkit listrik berbasis sel surya, yang jumlahnya di
Indonesia meningkat dengan cepat, memang membangkitkan
energi listrik dalam bentuk DC. Dengan menggunakan sistem DC,
semua potensi sumber energi terbarukan bisa digunakan secara
maksimal sehingga lebih mendukung sistem energi yang
berkelanjutan.

Hemat Energi

Pada saat ini, lebih dari 10 persen energi listrik dikonsumsi dalam
bentuk DC. Semua peralatan elektronik, komputer, lampu hemat
energi, lampu LED, inverter, kereta listrik, dan peralatan
telekomunikasi mengkonsumsi daya dalam bentuk DC. Di masa
yang akan datang, diperkirakan prosentasi energi yang
dikonsumsi dalam bentuk DC akan lebih tinggi lagi. Peningkatan
akan terjadi terutama dengan datangnya era mobil listrik maupun
hybrid. Jika hampir semua energi listrik dikonsumsi dalam bentuk

DC, mengapa kita harus bertahan menggunakan sistem AC? Hasil


studi menunjukkan bahwa jika jaringan distribusi tegangan
rendah AC 220 volt diganti dengan sistem DC 300 volt maka susut
dayanya bisa berkurang lebih dari 30 persen. Uji coba
penggunaan sistem DC dalam suatu pusat telekomunikasi, pusat
data, dan bangunan modern sedang diuji coba di banyak negara.
Jika kita bisa mengurangi susut daya di jaringan distribusi sampai
lebih dari 30 persen, ada berapa banyak pembangkit yang
pembangunannya bisa kita tunda?

Jaringan Listrik Cerdas

Sistem DC juga menjadi kunci direalisasikannya mimpi hampir


semua insinyur elektro, yaitu jaringan listrik cerdas (smart grid).
Jaringan listrik cerdas adalah sistem kelistrikan yang mana baik
perusahaan listrik maupun konsumen bisa ikut aktif berperan
dalam menciptakan sistem kelistrikan yang andal, berkwalitas,
dan efisien. Konsumen yang atap rumahnya dilengkapi sel surya
bisa memilih antara mengkonsumsi sendiri listriknya atau
menjualnya ke perusahaan listrik. Perusahaan listrik bisa
meminjam sementara energi yang tersimpan di batere mobil
listrik untuk dipakai memenuhi kebutuhan beban puncak.
Konsumen bisa memilih membeli energi listrik yang dihasilkan
oleh pembangkit ramah lingkungan.

Berbeda dengan transmisi daya AC yang relatif sudah teratur dan


jelas standardnya, sistem distribusi daya listrik dalam bentuk DC
masih dalam tahap pengembangan. Walaupun demikian, semua

insinyur yakin bahwa prosentase penggunaan sistem DC akan


meningkat dengan pesat. Sistem DC menjanjikan sistem
kelistrikan yang efisien, berkwalitas, dan ramah lingkungan

You might also like