You are on page 1of 6

ERUDIO, Vol. 1, No.

1, Desember 2012

ISSN: 2302-9021

STUDI KERAWANAN GEMPABUMI DALAM UPAYA


MITIGASI BENCANA BERDASARKAN METODE CAMPUS
WATCHING
1)

Ika Karlina Laila NS1)


Program Magister Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya

ABSTRAK
Kota malang merupakan salah satu kota di Indonesia yang merupakan daerah rawan gempabumi. Gempabumi
tidak dapat diprediksi waktu dan tempat akan terjadinya, sehingga diperlukan upaya-upaya pengurangan resiko
bencana gempabumi untuk meminimalkan jumlah korban bencana. Kajian kerawanan gempabumi dalam upaya
mitigasi bencana penting dilakukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat agar siap dan lebih tanggap
terhadap kejadian gempabumi. Salah satu metode yang digunakan dalam kajian kerawanan gempa adalah dengan
metode Campus watching yang dilakukan di Gedung Graha Sainta FMIPA Universitas Brawijaya. Gedung Graha
Sainta adalah salah satu gedung bertingkat di kampus Universitas Brawijaya. Kondisi bangunan dan tingkat
ketinggian bangunan menjadi salah satu tolak ukur dalam melakukan kajian kerawanan gempabumi. Dengan
mengetahui kondisi dan jalur evakuasi dari suatu gedung bertingkat, diharapkan civitas akademik menjadi lebih
waspada dan tanggap dalam menghadapi gempabumi.
Kata kunci: gempabumi, kerentanan bangunan, mitigasi bencana

PENDAHULUAN
Gempabumi merupakan suatu kejadian
alam yang tidak dapat diprediksi waktu
terjadinya. Bahaya gempabumi tidak bisa
dihindarkan
namun
dampaknya
dapat
dikurangi melalui kegiatan mitigasi bencana.
Kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan
pengkajian karakteristik gempabumi di suatu
wilayah yang selanjutnya dapat diaplikasikan
dalam pemilihan metode dan kebijakan
penanganan
resiko
bencana.
Kawasan
pemukiman yang berdekatan dengan sumber
gempabumi merupakan kawasan yang sangat
rawan gempabumi, oleh karena itu perlu
diupayakan langkah-langkah strategis untuk
melindungi masyarakat dengan tindakan dan
mitigasi bencana yang merupakan upaya untuk
mengurangi atau memperkecil dampak
kerugian atau kerusakan yang dapat
ditimbulkan oleh bencana (Bakornas PBP,
2002).
Kejadian gempa di Indonesia merupakan
suatu hal yang biasa terjadi karena secara
geografis Indonesia terletak pada lempeng
tektonik aktif. Data menunjukkan bahwa
Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di
dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat

kegempaan di Amerika Serikat. Gempabumi


yang disebabkan oleh interaksi lempeng
tektonik dapat menimbulkan gelombang
pasang apabila terjadi di samudera. Selama
kurun waktu 1600 2000, tercatat 105
kejadian tsunami yang 90 persen diantaranya
disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh
letusan gunung api, dan 1 persen oleh tanah
longsor (Pusat Mitigasi Bencana-ITB, 2008).
Akibat seringnya kejadian gempa di Indonesia,
maka upaya pencegahan jumlah korban
bencana menjadi hal yang perlu diutamakan.
Kota Malang di Jawa Timur, masuk dalam
jalur pertemuan lempeng Eurasia dengan
lempeng Indoaustralia. Pertemuan lempeng itu
berada di 200 km arah selatan bibir pantai
termasuk pantai selatan Malang. Dengan
dilaluinya pertemuan dua lempeng itu, maka di
selatan Jawa Timur yang merupakan wilayah
dari Kabupaten Malang berpotensi banyak
terjadi gempabumi. Berdasar pada Indeks
Rawan Bencana Indonesia tahun 2011, Kota
Malang merupakan salah satu kota rawan
bencana gempabumi dengan urutan rangking
nasional ke 83 yang menunjukkan tingkat
kerawanannya terhadap gempabumi (BNPB,
2011).

60 Ika Karlina : Studi Kerawanan Gempabumi Campus Watching


Sejarah gempabumi Malang. Berdasar
pada catatan Stasiun Geofisika Karangkates,
pada 19 Februari 1967, Malang pernah
mengalami gempa paling merusak di daerah
Dampit dan Gondanglegi. Di Dampit, terdapat
1539 bangunan rusak, 14 korban meninggal,
dan 72 luka-luka. Adapun di Gondanglegi, 119
bangunan roboh, 402 bangunan retak, 9 korban
meninggal dunia, dan 49 korban luka-luka.
Saat itu intensitas gempa tercatat VIII dan IX
Modified Maccalli Intensity (MMI) dengan
pusat gempa di 8,5 Lintang Selatan dan 113,5
Bujur Timur, atau di 80 km bawah permukaan
laut selatan Malang.
Data dari Stasiun Geofisika Karangkates
Malang menyebutkan pernah terjadi gempa
tektonik berkekuatan 4,9 skala richter (SR)
pada 9 Juni 2009 yang mengguncang Malang
Raya sekitar pukul 22.42. Lama getaran terasa
sekitar 5 detik, lokasi gempa berada di posisi
08.76 Lintang Selatan dan 112.51 Bujur
Timur. Pusat gempa berada di laut selatan pada
kedalaman 15 kilometer. Tepatnya berada di
68 kilometer selatan Karangkates dan 95
kilometer tenggara Blitar. Gempa yang
dirasakan juga oleh masyarakat di Blitar dan
Tulungagung itu masuk dalam skala II dan III
MMI. (BMKG, 2009)
METODE PENELITIAN
Sesuai dengan sejarah dan kondisi geologi
kota malang, maka perlu dilakukan suatu
kajian tentang kerawanan gempabumi sebagai
upaya mitigasi bencana untuk mengurangi
resiko bencana gempabumi. Kajian dilakukan
berdasarkan metode campus watching yang
dilaksanakan di Gedung Graha Sainta FMIPA
Universitas Brawijaya. Metode campus
watching merupakan metode yang bersifat
mengamati kondisi sekitar dan menganalisanya
berdasarkan literatur yang ada. Asumsi yang
mendasari pengkajian kerawanan gempabumi
ini adalah sebagai berikut:
1. Kota Malang merupakan salah satu
kota rawan bencana gempa
2. Gempa dapat terjadi setiap saat tanpa
peringatan, termasuk pada saat jam
belajar di kampus
3. Pentingnya
sosialisasi
kepada
masyarakat,
khususnya
civitas
akademik
Universitas
Brawijaya
mengenai gempabumi

4. Gedung Graha Sainta adalah salah satu


gedung perkuliahan bertingkat di
Universitas Brawijaya sehingga perlu
dianalisa
tingkat
kerawanannya
terhadap gempabumi
5. Guncangan dan gerakan tanah akibat
gempa sering menimbulkan situasi
panik yang membahayakan sehingga
sering menimbulkan korban terluka
dan meninggal
Upaya mitigasi dan pencegahan bencana
sebagai bagian dari pengelolaan bencana
merupakan bagian yang penting untuk
mengurangi kerugian akibat bencana.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gempa mempunyai pengaruh yang cukup
besar terhadap bangunan sehingga harus
diperhitungkan
dengan
benar
dalam
perencanaan struktur tahan gempa dengan
tingkat keamanan yang dapat diterima.
Analisis gempa pada suatu gedung terutama
pada gedung bertingkat perlu dilakukan
dengan pertimbangan keamanan struktur dan
kenyamanan pengguna gedung. Konsep dasar
bangunan tahan gempa secara umum adalah:
1. Bangunan tidak boleh rusak komponen
struktural maupun nonstruktural ketika
mengalami gempa kecil yang sering
terjadi.
2. Bangunan tidak boleh rusak komponen
strukturalnya ketika mengalami gempa
sedang yang hanya terjadi sesekali.
3. Bangunan tidak boleh runtuh ketika
mengalami gempa besar yang sangat
jarang terjadi.
Salah satu penyebab kerusakan bangunan
adalah adanya tingkat yang lemah yang pada
umumnya berada di lantai bawah (ground
Floor). Rendahnya kualitas beton serta
kurangnya pemahaman tentang fungsi tulang
baja pengikat (engsel) turut mempengaruhi
kemampuan suatu bangunan terhadap gempa.
Kualitas bahan bangunan menjadi faktor
penting dalam upaya pencegahan kerusakan
bangunan.
Terkait dengan konsep dasar bangunan,
hasil campus watching gedung graha sainta
menunjukkan bahwa gedung tersebut belum
belum memenuhi kriteria pertama sebagai

Ika Karlina : Studi Kerawanan Gempabumi Campus Watching

bangunan tahan gempa. Beberapa bagian


gedung mengalami keretakan pada dinding
yang menunjukkan bahwa bangunan rentan
.

64

terhadap gempa kecil, sedang maupun besar


yang akan terjadi.

Gambar 1. Retakan dinding yang terlihat jelas di gedung GS


Gempabumi bila dikaitkan dengan
kerusakan bangunan, maka yang perlu
diperhatikan adalah skala intensitas dari gempa
tersebut. Skala intensitas gempa merupakan
ukuran
kerusakan
akibat
gempabumi
berdasarkan
hasil
pengamatan
efek
gempabumi terhadap manusia, struktur
bangunan dan lingkungan pada tempat
tertentu. Besarnya intensitas di suatu tempat
tidak hanya tergantung dari besarnya
Magnitude gempabumi namun juga tergantung
dari jarak ke sumber gempabumi serta kondisi
geologi setempat. Pada suatu kejadian
gempabumi, dengan sumber gempa yang sama,
nilai intensitas tempat yang berbeda bisa
bernilai sama atau berbeda. Skala MMI suatu
gempabumi ditabelkan sebagai berikut (Tabel.
1):
Pada umumnya kerusakan akibat gempa
dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Kerusakan
lingkungan
sekitar/
infrastruktur
2. Kerusakan jasmani atau korban jiwa.
Untuk meminimalkan resiko kerusakan
dan kerugian akibat gempabumi, perlu
dilakukan upaya pencegahan dan manajemen
bencana yang dipersiapkan untuk menghadapi
gempabumi. Pengurangan tingkat risiko dari
suatu ancaman bencana dapat dilakukan
melalui penekanan tingkat ancaman atau
pengurangan kerentanan. Upaya yang dapat
dilakukan dalam mengurangi dampak bencana,
yaitu dengan memahami kerawanan ancaman
bencana suatu wilayah, dan melakukan upaya
tindak lanjut misalnya dengan membangun
sistem peringatan dini (early warning system),
serta pembuatan peta rawan bencana.

ERUDIO, Vol. 1, No. 1, Desember 2012

ISSN: 2302-9021

Tabel 1. Skala MMI gempabumi


Skala
MMI
I
II
III
IV
V
VI
VII

VIII
IX
X
XI
XII

Ciri-ciri
Sangat jarang/hampir tidak ada orang dapat merasakan, tapi tercatat pada alat seismograf.
Terasa oleh sedikit sekali orang terutama yang ada di gedung tinggi, sebagian besar orang tidak dapat merasakan.
Terasa oleh sedikit orang, khususnya yang berada di gedung tinggi. Mobil yang parkir sedikit bergetar, getaran seperti akibat truk
yang lewat.
Pada siang hari akan terasa oleh banyak orang dalam ruangan, dilaur ruangan hanya sedikit yang bisa merasakan. Pada malam
hari sebagian orang bisa terbangun. Piring, jendela, pintu, dinding mengeluarkan bunyi retakan, lampu gantung bergoyang.
Dirasakan hampir oleh semua orang, pada malam hari sebaian besar orang tidur akan terbangun, barang di atas meja terjatuh,
plesteran tembok retak, barang-barang yang tidak stabil akan roboh, pendulum jam dinding akan berhenti.
Dirasakan oleh semua orang, banyak orang ketakutan/panik, berhamburan keluar ruangan, banyak perabotan yang berat bergeser,
plesteran dinding retak dan terkelupas, cerobong asap pabrik rusak.
Setiap orang berhamburan keluar ruangan, kerusakan terjadi pada bangunan yang desain konstruksinya jelek, kerusakan sedikit
sampai sedang terjadi pada bangunan dengan desain konstruksi biasa. Bangunan dengan konstruksi yang baik tidak mengalami
kerusakan yang berarti.
Kerusakan luas pada bangunan dengan desain yang jelek, kerusakan berarti pada bangunan dengan desain biasa dan sedikit
kerusakan pada bangunan dengan desain yang baik. Dinding panel akan pecah dan lepas dari frame-nya, cerobong asap pabrik
runtuh, perabotan yang berat akan terguling, pengendara mobil terganggu.
Kerusakan berarti pada bangunan dengan desain konstruksi yang baik, pipa bawah tanah putus, timbul keretakan pada tanah.
Sejumlah bangunan kayu dengan desain yang baik rusak, sebagian besar bangunan tembok rusak termasuk fondasinya. Retakan
pada tanah akan semakin banyak, tanah longsor pada tebing-tebing sungai dan bukit, air sungai akan melimpas di atas tanggul.
Sangat sedikit bangunan tembok yang masih berdiri, jembatan putus, rekahan pada tanah sangat banyak/luas, jaringan pipa bawah
tanah hancur dan tidak berfungsi, rek KA bengkok dan bergeser.
Kerusakan total, gerakan gempa terlihat bergelombang di atas tanah, benda-benda beterbangan ke udara.

Beberapa upaya mitigasi bencana yang


dapat
dilakukan
untuk
menghadapi
gempabumi di gedung bertingkat kampus
adalah:
a. Pra gembabumi
Civitas akademika mengetahui
bahwa kota Malang adalah kota
rawan gempabumi
Sosialisasi
mengenai
bahaya
gempa,
sikap
yang
harus
dilakukan ketika gempa dan
setelah gempa berlangsung.
Diadakannya simulasi gempa yang
dapat melatih reaksi cepat ketika
gempa terjadi
Memahami jalur evakuasi gedung
bertingkat
sebagai
upaya
penyelamatan diri
b. Ketika terjadi gempa
Tidak panik ketika gempa terjadi
Apabila seseorang sedang berada
di lantai dasar, evakuasi harus
sesegera mungkin dilakukan.

Apabila sedang berada di selain


lantai dasar gedung bertingkat,
maka diharapkan tidak panik, tetap
berada di lantai yang sama dan
segera mencari tempat yang aman
hingga gempa mereda
c. Pasca Gempa
Keluar dari bangunan tersebut
dengan tertib
Jangan menggunakan lift, gunakan
tangga biasa
Periksa apa ada yang terluka,
lakukan P3K.
Telepon atau mintalah pertolongan
apabila terjadi luka parah pada
Anda atau sekitar Anda
Gedung
GS
merupakan
gedung
perkuliahan Fakultas MIPA yang berlatai 3.
Lantai 1 dan 2 gedung tersebut merupakan
ruang administrasi dan ruang perkuliahan,
sedangkan lantai 3 merupakan aula yang
digunakan sebagai ruang pertemuan dan
seminar.
Denah lantai 3 gedung GS ditunjukkan
oleh gambar berikut

ERUDIO, Vol. 1, No. 1, Desember 2012

ISSN: 2302-9021

Gambar 2. Denah lantai 3 Gedung Graha Sainta


Denah Gedung Graha Sainta menunjukkan
adanya tangga di tengah gedung dan
UCAPAN TERIMA KASIH
disamping gedung yang terletak di sebelah
timur gedung Graha Sainta. Tangga di sebelah
Terimakasih kepada Bapak Dekan dan
Timur gedung dapat dimanfaatkan sebagai
Ketua Jurusan Matematika yang telah
jalur evakuasi gempabumi karena lokasinya
memberikan
izin
untuk
melakukan
yang terletak di luar gedung sehingga resiko
pengamatan di gedung Graha Sainta Fakultas
keruntuhan bangunan ketika gempa terjadi
MIPA Universitas Brawijaya. Bapak Sukir
menjadi lebih kecil. Tangga ditengah gedung
Maryanto, Ph.D yang telah memfasilitasi dan
bukan solusi yang tepat sebagai jalur evakuasi
mendukung pelaksanaan Campus watching di
karena tangga menuju dalam gedung lantai 2
Gedung Graha Sainta Fakultas MIPA
dan bukan menuju luar gedung. Hal tersebut
Universitas Brawijaya. Teman-teman yang
justru akan menghambat evakuasi yang
mengambil mata kuliah mitigasi dan
dilakukan ketika gempa.
manajemen bencana atas semua bantuannya.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Gedung Graha Sainta yang merupakan
gedung bertingkat termasuk dalam kategori
bangunan rawan bencana gempabumi karena
struktur dan kondisi bangunan yang kurang
sesuai dengan kategori bangunan tahan gempa.
Sebagai upaya mengurangi resiko bencana
gempabumi di gedung tersebut, jalur evakuasi
yang tepat adalah melalui tangga di sebelah
timur gedung karena posisinya memudahkan
untuk menuju keluar dari bangunan.

[1] Bakornas PBP, 2002, Arahan Kebijakan


[2]
[3]
[4]
[5]

Mitigasi Bencana Perkotaan.


BNPB, 2011. Indeks Rawan Bencana
Indonesia.
Pusat Mitigasi Bencana-ITB, 2008.
BMKG Karang Kates, 2009. Data gempabumi.
Tidak dipublikasikan.
Magda-Bhinnety, F., Bimo, W., Sugiyanto, dan
Priyosulistyo, 2008, Sarana Navigasi Kognitif
Upaya Peningkatan Kemudahan Evakuasi Pada

Ika Karlina : Studi Kerawanan Gempabumi Campus Watching

[6]

Bangunan Mal/Fasilitas Umum. Jurnal


Psikologi, vol 35, no 1. ISSN: 0215-8884
Priyosulistyo,
Henricus.2011.
Mitigasi
Bencana Gempabumi Pada Bangunan Gedung

64

dan Jembatan-Suatu Upaya Mencegah Korban


Jiwa.Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar.
UGM.

You might also like