Professional Documents
Culture Documents
b. Strength (Kekuatan )
Kekuatan resin akrilik tergantung dari komposisi resin, teknik prosesing, dan lingkungan gigi
tiruan itu sendiri. Resin akrilik mempunyai modulus elastisitas yang relatif rendah yaitu 2400
Mpa, oleh karena itu basis tidak boleh kurang dari 1 mm.
c. Porositas
Porositas adalah gelembung udara yang terjebak dalam massa akrilik yang telah mengalami
polimarisasi. Timbulnya porositas menyabababkan efek negatif terhadap kekuatan dari resin
akrilik.
Ada 2 jenis porositas yang dapat kita temukan pada basis gigi tiruan yaitu shrinkage porosity dan
gaseous porosity. Shrinkage porosity kelihatan sebagai gelembung yang tidak beraturan bentuk
di seluruh permukaan gigi tiruan sedangkan gaseous porosity terlihat berupa gelembung kecil
halus yang uniform, biasanya terjadi terutama pada protesa yang tebal dan di bagian yang lebih
jauh dari sumber panas.
d.Stabilitas dimensi
Stabilitas dimensi dapat dipengaruhi oleh proses, molding, cooling, polimerisasi, absorbsi air dan
temperatur tinggi.
e. Crazing
Retakan yang terjadi pada permukaan basis resin, hal ini disebabkan karena adanya tensile stress,
sehingga terjadi pemisahan barat molekul.
f. Fraktur
Gigi tiruan yang tidak sesuai karena desain yang tidak baik dapat menyebabkan daya fleksural
yang berkelanjutan sehingga terjadi fatigue dan akhirnya menyebabkan gigi tiruan fraktur.
g. Radiologi
Akrilik tidak dapat dideteksi dalam foto karena sifat radiolusensinya. Ini disebabkan karena atom
C,H,O yang terdapa dalam alrilik melemahkan, menyerap sinar x- ray. Hal ini akan meyulitkan
jika terjadi kecelakaan dimana ada bagian akrilik yang tertelan atau tertanam di dalam jaringan
lunak.
h. Reaksi alergi
Sangat jarang pasien yang mengalami reaksi alergi akibat kontak dengan resin akrilik yang
berasal sdari gigi tiruan. Kebanyakan kasus yang dilaporkan adalah akibat dari gigi tiruan yang
tidak bersih dan gigi tiruan yang tidak sesuai kedudukanya dalam rongga mulut sehingga
mengakibatkan trauma pada jaringan lunak mulut, tetapi banyaknya residual monomer yang
terdapat pada basis resin akrilik yang tidak mengalami polimerisasi secara sempurna akan
mengakibatkaniritasi pada jaringan mulut pasien.
i. Penyerapan air
Resin akrilik meyerap air secara peerlahan dengan nilai equilibrium absorpsi 2 2,5 % aka
terjadi setelah 6 bulan atau lebih tergantung dari ketebalan basis. Peyerapan air ini akan
menyebabkan perubahan dimensiomnal, tetapi hal ini adalah tidak signifikan dan biasanya bukan
merupakan penyebab utama ketidak sesuaian gigi tiruan.
j. Berat molekul
Resin akrilik polimerisasi panas memiliki berat molekul polimer yang tinggi yaitu 500.000
1.000.000 dan berat molekul monomernya yaitu 100. Berat molekul polimer ini akan bertambah
hingga mencapai angka 1.200.000 setelah berpolimerisasi dengan benar. Rantai polimer
dihubungkan antara satu dengan lainnya oleh gaya Van der Waals dan ikatan antarrantai molekul.
Bahan yang memiliki berat molekul tinggi mempunyai ikatan rantai molekul yang lebih banyak
dan mempunyai kekakuan yang besar dibandingkan polimer yang memiliki berat molekul yang
lebih rendah.
k. Resisten terhadap asam, basa, dan pelarut organik
Resistensi resin akrilik terhadap larutan yang mengandung asam atau basa lemah adalah baik.
Penggunaan alkohol dapat menyebabkan retaknya protesa. Ethanol juga berfungsi sebagai
plasticizer dan dapat mengurangi temperatur transisi kaca. Oleh karena itu, larutan yang
mengandung alkohol sebaiknya tidak digunakan untuk membersihkan protesa.
Cukup elastic dan bila terdapat klamer maka cukup rigid atau keras terhadap tekanan
kunyah
Dapatmenyesuaikan diri dengan cairan mulut
Tidakmengiritasi jaringan mulut,
Tidakberacun
Tidakberasa dan tidak barbau
Tidakberubah warna
Mudahdipolish
2.1.3 Syarat Syarat Resin Akrilik
a. Pertimbangan Biologis
Tidak memiliki rasa, tidak berbau, tidak toksik, dan tidak mengirit asi jaringan mulut .
b. Sifat Fisik
- Harus memiliki kekuatan dan kepegasan serta tahap terhadap tekanan gigit atau pengunyahan,
tekanan benturan, serta keausan berlebihan yang dapat terjadi dalam rongga mulut .
- Harus stabil dimensinya di bawah semua keadaan, termasuk perubahan termal serta variasivariasi dalam beban.
- Bila digunakan sebagai basis gigi t iruan unt uk prot esa rahang at as, gaya grafit asinya harus
rendah.
c. Sifat Estetik
- Harus menunjukkan translusensi atau transparansi yang cukup sehingga cocok dengan
penampilan jaringan mulut yang digantikannya.
- Harus dapat diwarnai atau dipigmentasi, dan harus tidak berubah warna atau penampilan
setelah pembentukan.
d. Karakteristik Penanganan
- Tidak boleh menghasilkan uap atau debu toksik selama penanganan dan manipulasi.
- Harus mudah diaduk, dimasukkan, dibentuk, dan diproses, serta tidak sensitive terhadap variasi
prosedur penanganan ini.
- Produk akhir haruslah mudah dipoles, dan pada keadaan pat ah yang t idak disengaja, resin
harus dapat diperbaiki dengan mudah dan efisien.
e. Pertimbangan Ekonomis
Biaya resin dan metode pemrosesannya haruslah rendah, dan proses tersebut tidak memerlukan
peralat an kompleks sert a mahal.
f. Penampilan Metakrilat Keseluruhan
Keadaan dalam mulut sangat menuntut, dan hanya bahan yang secara kimia paling stabil serta
kaku dapat t ahan t erhadap kondisi t ersebut t anpa kerusakan.
Non toksik dan non iritant
Tidak larut oleh karena saliva
Rigid, tidak berubah bentuk, kuat
Kebaikan aklirik
1. Warna menyerupai warna gusi
2. Mudah direstorasi bila patah tanpa mengalami distorsi
3. Mudah dibersihkan
4. Mudah pengerjaannya dan manipulasinya
5. Kekuatannya cukup dengan BJ yang berisi
6. Harganya cukup mulrah dan cukup awet/tahan lama
Kejelekan Akrilik :
1. Muatan patah,
2. Menimbulkan macam-macam porositas
3. Suatu termal konduktor yang baik
4. Dapat mengalami perubahan bentuk jika disimpan dalam keadaan kering
5. Toleransi pasien kurang
6. Dapat menimbulkan alergi ( 2 )
Komposisi Aklirik
Pada umumnya terdapat dalam bentuk powder yang berisi polimer yang belum teraktivasi. Selain
powder terdapat juga dalam bentuk liquid yang mengandung komponen monomer yang dalam
berinteraksi dengan polimer dapat berperan sebagai aktivator. Selain monomer, terdapat
komponen aktivator dan inhibitor. Untuk mengaktifkan polimer dalam powder, terjadi proses
polimerisasi.
Powder Liquid
Poly( methyl methacrylat )/ polimer Methyl mathacrylate / monomer
Organic peroxide initiator Hidroquinon inhibitor
Titanium dioxide agent Dimethacrylate/cross linked agent
Inorganic pigments ( for color ) Organic amine accelerator
Perbandingan bahan akrilik heat cured dengan bahan akrilik self cured sebagai berikut :
Komposisinya sama tapi pada bahan self cured cairannya mengandung bahan activator seperti
dimethyl paratoluidin.
Porositas bahan self cured lebih besar daripada heat cured, meskipun ini tidak mudah dilihat
pada resin yang diberi pigmen. Hal ini disebabkan oleh karena terlarutnya udara dalam monomer
yang tidak larut dalam polimer pada suhu kamar.
Secara umum bahan self cured mempunyai berat molekul rata-rata lebih rendah dan
mengandung lebih banyak sisa monomer yaitu sekitar 2-5 %.
Bahan sel cured tidak sekuat heat cured, transverse strength bahan ini kira-kira 80% dari bahan
heat cured. Ini mungkin berkaitan dengan berat molekulnya yang lebih ringan.
Mengenai sifat-sifat rheologynya, bahan heat cured lebih baik dari self cured karena bahan self
cured menunjukkan distorsi yang lebih besar dari pemakaian. Pada pengukuran creep bahan
polimetil metakrilat, polimer heat cured mempunyai deformasi awal yang lebih kecil juga lebih
sedikit creep dan lebih cepat kembali dibandingkan dengan bahan self cured.
Stabilitas warna bahan self cured jelek, bila dipakai activator amina tertiar dapat terjadi
penguningan setelah beberapa lama. (E. combe 1992: 270)
2. Polimerisasi
Polimerisasi
Polimerisasi adalah proses penggabungan satu molekul (monomer) menjadi molekul yang
berantai panjang (polimer). Polimerisasi dapat terjadi karena panas, cahaya, oksigen, dan zat
kimia. Resin acrylic dapat berolimerisasi oleh karena panas atau cahaya. Polimerisasi merupakan
proses yang lama dan sesungguhnya tidak pernah selesai. Polimerisasi pada suhu tinggi
menghasilkan berat jenis yang lebih rendah daripada bahan yang dihasilkan polimerisasi pada
suhu rendah. Ada dua tipe polimerisasi, yaitu polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi.
Bila molekul sejenis bergabung menjadi ikatan yang lebih panjang, maka disebut polimrisasi
adisi. Tipe ini banyak dipakai pada kedokteran gigi, missal: resin acrylic. Bila molekul yang
berlainan bergabung dan membentuk molekul ketiga yang sama sekali berbeda pada keadaan
awal, disebut polimerisasi kondensasi.
Proses polimerisasi akrilik dapat dilakukan dengan
1. Heatcuring akrilik
2. Selfcuring akrilik
3. Lightcuring aklirik
Ada dua jenis proses polimerisasi, yaitu:
1. Polimerisasi Pertumbuhan Bertahap
Reaksi yang menghasilkan polimerisasi pertumbuhan bertahap berlangsung dalam mekanisme
yang sama seperti reaksi kimia antara 2 atau lebih molekul-molekul sederhana. Terjadi
perubahan komposisi.
2. Polimerisasi Tambahan
Reaksi dimana tidak terjadi perbahan komposisi dengan menghasilkan molekul raksasa dalam
ukuran yang hampir tidak terbatas. Proses polimerisasi jenis ini terdiri dari 4 tahap, yaitu:
1. Induksi
Untuk memulai proses polimerisasi tambahan, haruslah terdapat radikal bebas. Proses
polimerisasi yang berguna untuk resin gigi umumnya teraktivasi melalui 1 dari 3 proses yaitu
panas, kimia dan sinar.
1. Aktivasi panas
Radikal bebas pada self cured acrylic diperoleh dengan pemanasan benzoil peroksida. Selama
pemanasan molekul benzoil peroksida pecah menjadi dua radikal bebas yang kemudian
mengawali polimerisasi monomer metal metakrilat.
2. Secara kimia
Pengaktifan secara kimia terjadi pada temperatur dalam mulut.Terdiri atas dua reaktan yang bila
diaduk bersama, mengalami reaksi kimia yang menghasilkan radikal bebas. Selama
penyimpanan, komponen harus dipisahkan satu sama lain, karena terdiri dari dua bagian.
3. Dengan sinar
Dalam sistem ini, foton mengaktifkan inisiator unutk menghasilkan radikal bebas unutk dapat
memulai proses polimerisasi. Dalam restorasi gigi dengan proses pengerasan menggunakan
cahaya, menghasilkan radikal bebas bila terradisi oleh sinar tampak. Untuk memicu reaksi,
diperlukan cahaya atau sinar dengan panjang gelombang sekitar 470 nm. Faktor-faktor yang
mempengaruhi jumlah radikal bebas yang terbentuk seperti intensitas cahaya serta jarak sumber
cahaya.
b. Penyebaran
Reaksi rantai harus berlanjut dengan terbentuknya panas, sampai semua monomer telah diubah
menjadi polimer. Meskipun demikian, reaksi polimerisasi tidak pernah sempurna.
c. Pengakhiran
Reaksi rantai dapat diakhiri dengan baik dengan cara penggabungan langsung atau pertukaran
atom hidrogen dari satu rantai yang tumbuh ke rantai yang lain.
4. Pengalihan rantai
Keadaan aktif diubah dari satu radikal aktif menjadi suatu molekul tidak aktif, dan tercipta
molekul baru untuk pertumbuhan selanjutnya. Terdapat beberapa sifat fisik polimer yang dapat
dipengaruhi oleh perubahan dalam temperatur dan lingkungan serta komposisi, struktur, dan
berat molekul suatu polimer:
Makin tinggi temperatur, polimer makin lunak dan lemah
Makin tinggi berat molekul, makin tinggi sifat fisikomekanik suatu polimer
Ketidakmurnian; Reaksi polimerisasi cederung tidak menghasilkan suatu monomer yang habis
sempurna, tidak selalu juga membentuk polimer dengan berat molekul tinggi. Ketidakmurnian
monomer selalu menghambat reaksi-reaksi tersebut. Ketidakmurnian dalam monomer yang dapat
bereaksi dengan radikal bebas akan menghambat atau menunda reaksi polimerisasi. Dua atau
lebih monomer yang berbeda secara kimia, masing-masing dengan sifat yang kopolimer,
diinginkan, dan dapat dikombinasi. Polimer yang terbentuk kopolimerisasi. Dalam kopolimer,
proses pembentukan, jumlah dan posisi relatif dari berbagai unit mungkin bervariasi antara
masing-masing makromolekul.
Pada polimerisasi bertahap maupun polimerisasi tambahan harus menghasilkan makromolekul
linier. Unit struktur polimer dapat dihubungkan dengan cara tertentu untuk membentuk polimer
cabang non linier atau polimer berikatan silang. Polimer gigi linier adalah struktur tidak teratur
atau tidak berbentuk kristal.
Polimerisasi
Tahap Akhir Polimerisasi
a. Deflasking. Mengeluarkan hasil kiur dari bahan cetakan / gips harus dilakukan dengan hatihati untuk mencegah patahnya gigi tiruan
b. Penyelesaian dan Pemolesan. Biasanya dipergunakan suspensi arahan batu apung halus dalm
air. Pemolesan akhir dilakukan misalnya dengan whiting yang dipakai sebagai suspensi pada
kain basah. Kadang-kadang dilakukan teknik pemolesan kering. Selama pemolesan harus dijaga
agar jangan timbul panas yang berlebih pada gigi tiruan.
Kestabilan warna dari resin teraktivasi secara kimia umumnya lebih rendah dari resin teraktivasi
panas. Sifat ini berkaitan dengan adanya emin tersier pada resin ini. Gugus amin tersebut rentan
terhadap oksidasi kemudian terjadi perubahan warna resin. Namun, dari sudut pandang fisik,
resin yang teraktivasi secara kimia menunjukkan pengerutan yang agak lebih sedikit dibanding
dengan resin yang teraktivasi panas karena polimerisasi yang kurang sempurna. (anusavice :
1996)
4. Manipulasi
Manipulasi
a) perbandingan polimer/monomer. Biasanya 3 sampai 3,5/1 satuan volume atau 2,5/1 satuan
berat. Penggunaan perbandingan yang benar adalah penting :
i. bila ratio terlalu tinggi, tidak semua polimer sanggup dibasahi oleh monomer dan akibatnya
akrilik yang telah digodok akan bergranula.
ii. Tidak boleh terlalu rendah. Sewaktu polimerisasi monomer murni terjadi pengerutan sekitar
21% satuan volume. Pada adonan akrilik yang berasal dari perbandingan polimer/monomer yang
benar, kontraksi ini adalah sekitar 7%. Bila terlalu banyak monomer, maka kontraksi yang terjadi
akan besar.
b) Pencampuran bubuk dan cairan dalam perbandingan yang benar dicampur di dalam tempat
tertutup lalu dibiarkan agak lama hingga dicapai stadium dough. Terdapat beberapa tahap pada
interaksi polimer dan monomer, yaitu:
1. Mula-mula terbentuk campuran yang menyerupai pasir basah (Sandy stage/ wet sand stage)
2. Bahan menjadi merekat begitu polimer mulai larut di dalam monomer (shrink stage/ sticky
stage)sehingga campuran tersebut melunak, melekatsertaberserabut(tacky fibrous). Bila dipegang
atau ditarik-tarik, campuran tadi masih melekatdi tangan
3. Kemudian dicapai konsistensi liat (dough/gel stage)), dimana; monomer makinbanyak
merembes ke dalam butir-butirpolimer dan ada juga monomer yang menguap sehingga
konsistensi makin padat . Pada akhirnya akan menjadi adonan yang plastis dan tidak tidak
melekatv lagi pada tangan kalaudipegang ini merupakan stadium yang cocok untuk memasukkan
bahan kedalam cetakan/mould. Waktu dough( waktu sampai tercapainya konsistensi liat)
tergantung pada ukuran partikel polimer ; partikel yang lebih kecil lebih cepat larut dan lebih
cepat tercapai konsistensi liat, terdapatnya plasticizer pada beberapa bahan, ini mempercepat
terjadinya dough stage yang dapat diperlambat dengan menyimpan campuran di suhu rendah.
Perbandingan polimer/monomer; bila tidak sesuai (terlalu sedikit monomer) maka dough stage
lebih singkat
Waktu dough (waktu sampai tercapainya konsistensi liat) tergantung pada:
1. Ukuran partikel polymer; partikel yang lebih kecil akan lebih cepat dan lebih cepat mencapai
dough.
2. Berat molekul polymer; lebih kecil berat molekul lebih cepat terbentuk konsistensi liat.
3. Adanya Plasticizer yang bisa mempercepat terjadinya dough.
4. Suhu; pembentukan dough dapat diperlambat dengan menyimpan adonan dalam tempat yang
dingin.
5. Perbandingan monomer dan polymer; bila ratio tinggi maka waktu dough lebih singkat.
4. Bila campuran dibiarkan terlalu lama, bentuk dan campuran pada tingkatan paling akhir ini
sudah agakkeras,menyerupai karet , tetapi masih dapat diputuskan dengan jari tangan untuk
dibentuk (rubber stage)
5. Fase keras terjadi apabila campuran yang terbentuk seperti karet dibiarkan lebih lama sudah
tidak dapat diputuskan dengan tangan (hard stage). (Combe ; diterjemahkan oleh drg. Slamat
Tarigan : 1992)
Apabila perbandingan polimer lebih tinggi dari pada monomer, maka tidak semua polimer dapat
dibasahi oleh monomer dan akibatnya akrilik yang telah digodok akan bergranula. Apabila
komposisi monomer terlalu tinggi, maka kelebihan monomer ini dapat menyebabkan
peningkatan pengerutan polimerisasi. Masing-masing molekul metil metakrilat (liquid/ciran)
mempunyai satu medan listrik yang menolak molekul-molekul di sekitarnya. Akibatnya, jarak
antar molekul lebih besar dari panjang ikatan C ke C pada molekul itu sendiri. Ketika molekulmolekul disatukan secara kimia, terbentuk hubungan C ke C Pengisian Ruang Cetak (Mould
Space) dengan Acrylic.
Ruang cetak adalah rongga/ruangan yang telah disiapkan untuk diisi dengan acrylic. Ruang
tersebut dibatasi oleh gips yang tertanam dalam kuvet (pelat logam yang biasanya terbuat dari
logam). Sebelum rongga tersebut diisi dengan acrylic, lebih dulu diulasi dengan bahan
separator/pemisah, yang umumnya menggunakan could mould seal (CMS). Ruang cetak diisi
dengan akrilik pada waktu adonan mencapai tahap plastis (dough stage). Pemberian separator
tersebut dimaksudkan untuk:
1. Mencegah merembesnya monomer ke bahan cetakan (gips) dan ber-polimerisasi di dalam gips
sehingga menghasilkan permukaan yang kasar dan merekat dengan bahan cetakan/gips.
b. Mencegah air dari bahan cetakan masuk ke dalam resin acrylic. Sewaktu melakukan pengisian
ke dalam cetakan pelu diperhatikan :
- Cetakan terisi penuh.
- Sewaktu dipress terdapat tekanan yang cukup pada cetakan, ini dapat dicapai dengan cara
mengisikan dough sedikit lebih banyak ke dalam cetakan. Selama polimerisasi terjadi kontraksi
yang mengakibatkan berkurangnya tekanan di dalam cetakan. Pengisian yang kurang dapat
menyebabkan terjadi shrinkage porosity. Ruang cetak diisi dengan acrylic pada tahap adonan
mencapai tahap plastis (dough). Agar merat dan padat, maka dipelukan pengepresan dengan
menggunakan alat hydraulic bench press. Sebaiknya pengepresan dilakukan dilakukan berulangulang agar rongga cetak terisi penuh dan padat. Cara pengepresan yang benar adalah:
1. Adonan yang telah mencapai tahap dough dimasukkkan ke dalam rongga cetak, kemudian
kedua bagian kuvet ditutup dan diselipi kertas selofan. Pengepresan awal dilakkukan sebesar
900psi, kelebihan acrylic dipotong dengan pisau model. Kedua bagian kuvet dikembalikan,
diselipi kertas selofan.
2. Pengepresan dilakukan lagi seperti di atas, tetapi tekanan ditingkatkan menjadi 1200 psi.
Kelebihan acrylic dipotong dengan pisau model. Kedua bagian kuvet dikembalikan tanpa diselipi
kertas selofan.
3. Pengepresan terakhir dilakukan dengan tekanan 1500 psi, kemudian kuvet diambil dan
dipindahkan pada begel.
Pemasakan (Curing)
Untuk menyempurnakan dan mempercepat polimerisasi, maka setelah pengisian (packing) dan
pengepresan perlu dilakukan pemasakan (curing) di dalam oven atau boiling water (air panas).
Di dalam pemasakan harus diperhati-kan, lamanya dan kecepatan peningkatan suhu/temperature.
Metode pemasakan dapat dilakukan dengan cara cepat atau lambat. Ada tiga metode pemasakan
resin acrylic, yaitu:
1. Kuvet dan Begel dimasukkan ke dalam waterbath, kemudian diisi air setinggi 5 cm diatas
permukaan kuvet. Selanjutnya dimasak diatas nyala api hingga mencapai temperature 700C
(dipertahankan selama 10 menit). Kemudian temperaturnya ditingkatkan hingga 1000C
(dipertahankan selama 20 menit). Selanjutnya api dimatikan dan dibiarkan mendingin sampai
temperature ruang.
2. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (1000C), kemudian kuvet dan beugel
dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali (dipertahankan selama 20 menit), api
dimatikan dan dibiarkan mendingin sampai temperature ruang.
3. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (1000C), kemudian kuvet dean beugel
dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali. Setelah mendidih api segera dimatikan dan
dibiarkan selama 45 menit. Kuvet dan begel yang terletak dalam water bath harus dibiarkan
dingin secara perlahan-lahan. Selama pendinginan terdapat perbedaan kontraksi antara gips dan
acrylic yang menyebabkan timbulnya stress di dalam polimer. Pendinginan secara perlahan-lahan
akan akan memberi kesempatan terlepasnya stress oleh karena perubahan plastis.
Selama pengisian mould space, pengepresan dan pemasakan perlu dikontrol perbandingan antara
monomer dan polimer. Karena monomer mudah menguap, maka berkurangnya jumlah monomer
dapat menyebabkan kurang sempurnanya polimerisasi dan terjadi porositas pada permukaan
acrylic. Hal-hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah monomer adalah:
Perbandingan monomer dan polimer yang tidak tepat.
Penguapan monomer selama proses pengisisan rongga cetak
Pemasakan yang terlalu panas, melebihi titik mdidih monomer (100,30C).
Secara normal setelah pemasakan terdapat sisa monomer 0,2-0,5%. Pemasakan pada temperature
yang terlalu rendah dan dalam waktu singkat akan menghasilkan sisa monomer yang lebih besar.
Ini harus dicegah, karena:
a. Monomer bebas dapat lepas dari gigi tiruan dan mengiritasi jaringan mulut.
b. Sisa monomer akan bertindak sebagai plasticizer dan membuat resin menjadi lunak dan lebih
flexible.
Porositas dapat memberi pengaruh yang tidak menguntungkan pada kekuatan dan sifat-sfat optic
acrylic. Porositas yang terjadi dapat berupa shrinkage porosity (tampak geleembung yang tidak
beraturan pada permukaan acrylic) dan gaseous porosity (berupa gelembung uniform, kecil,
halus dan biasanya terjadi pada bagian acrylic yang tebal dan jauh dari sumber panas).
Permasalahan yang sering timbul pada acrylic yang telah mengeras adalah terjadinya crazing
(retak) pada permukaannya. Hal ini disebabkan adanya tensile stress ysng menyebabkan
terpisahnya moleku-molekul primer. Retak juga dapat terjadi oleh karena pengaruh monomer
yang berkontak pada permukaan resin acrylic, terutama pada proses reparasi. Keretakan seperti
ini dapat terjadi oleh karena :
1. Stress mekanis oleh karena berulang-ulang dilakukan pengerigan dan pembasahan denture
yang menyebabkan kontraksi dan ekspansi secara berganti-ganti. Dengan menggunakan bahan
pengganti tin-foil untuk lapisan cetakan maka air dapat masuk ke dalam acrylic sewaktu
pemasakan; selanjutnya apabila air ini hilang dari acrylic maka dapat menyebabkan keretakan.
2. Stress yang timbul karena adanya perbedaan koefisien ekspansi termis antara denture porselen
atau bahan lain seperti klamer dengan landasan denture acrylic;retak-retak dapat terjadi di
sekeliling bahan tersebut.
3. Kerja bahan pelarut; missal pada denture yang sedang direparasi, sejumlah monomer
berkontak dengan resin dan dapat menyebabkan keretakan.
berbeda demikian juga dengan partikel- partikel pigmennya. Fungsi dari monomer ( liquid ) di
dalam polimer ( powder ) adalah untuk menghasilkan massa plastis yang dapat dimasukkan ke
dalam mold. Plastisasi ini dicapai dari sebagian larutan polimer dalam monomer( 1 )
Harus diketahui dan diingat bahwa kontaminasi liquid monomer pada tempat penyimpanan oleh
partikel-partikel polimer harus dihindari. Sebentar saja bila sejumlah bubuk di dalam liquid akan
berakibat terjadiny pengentalan dan akhirnya akan menjadi lebih keras. Pada perubahan
konsistensi campuran selama terjadi interaksi fisikal dari powder dan liquid dikenal ada empat
tahap yaitu sandy stage,stringy stage, dough stage dan rubberystage. Pada tahap-tahap ini
mempunyai waktu tertentu.
Ada yang dikenal sebagai waktu dough, waktu ini dibutuhkan untuk mencapai stage tiga.
(konsistensi liat ) waktu ini dipengaruhi oleh ukuran partikelpolimer, berat molekul polimer,
terdapatnya plasticier, suhu dan perbandinganpolimer-monomer.
Ada juga yang disebut working time,yatu waktu berlalu antara fase 2 dan permulaan fase 4, atau
dengan kata lain adalah waktu dimana campuran masih tetap dalam konsistensi dough.
Waktu yang dibutuhkan
- Setelah penutupan kuvet protesa terakhir, tekanan harus tetap dipertahankan selama proses
polimerisasi. Waktu yang dibutuhkan untuk polimerisasi beragam sesuai deng bahan yang dipilih
- Pengerasan awal resin umumnya terjadi dalam 30 menit setelah penutupan kuvet terakhir.
Namun diragukan bahwa polimerisasi sudah sempurna.
- Untuk menjamin polimerisasi sudah terjadi secara sempurana maka kuvet harus ditahan
dibawah tekanan selama minimal 3 jam.
Akibat Manipulasi yang Salah
- Resin yang terpolimerisasi secara kimia tidak pernah sesempurna Heat 3-5% monomer Cured
Resin. Resin yang terpolimerisasi secara kimia 0,2-0,5% monomer bebas. Sedangkan Heat Cured
Resin
- Kegagalan memperoleh polimerisasi yang sempurna cenderung menyebabkan ketidakstabilan
dimensi basis protesa, serta iritasi jaringan lunak.
3.5 Reparasi
Untuk mereparasi resin akrilik diperlukanbahan resin polimerasi dingin (self cured acrylic),
tetapi menggunakan bahan ini saja tidak cukup kuat. Setelah direparasi maksimal hanya sekitar
80% jika dibandingkan dengan aslinya, sedangkan apabila menggunakan bahan yang sejenis
maka basis akan melengkung.
Salah satu cara mengatasinya adalah dengan cara memperluas permukaan pertemuan antara basis
dengan bahan reparasi. Sangat direkomendasikan bentuk preparasi round. Bentukan ini dapat
menghasilkan strees internal yang kecil. Hal ini menyebabkan stress dapat terdistribusi dengan
baik. Kemungkinan lain menyediakan hubungan resin baru yang lebih luas sehingga ikatan
adhesinya juga akan terjadi lebih luas. Reparasi dari resin menggunakan resin perbaikan, untuk
memperbaiki protesa yang patah secara akurat, komponen-komponen harus diatur kembali dan
direkatkan bersama menggunakan malam perekat atau mdelling plastik.
Bila keadaan ini sudah diperoleh, dibuat model perbaikan dengn menggunakan stone ggi. Protesa
dipindahkan dari model dan medium perekat dibuang. Kemudian, permukaan patah iasah untuk
memberikan ruangan yng cukup bagi bahan perbaikan. Model dilapisi dengan medium pemisah
untuk mencegah perlekatan resin perbaikan dan bagian basis protesa dikembalikan serta
dicekatkan pada model.
Pada tahap ini, bahan perbaikan dipilih. Resin yang diaktifkan secara kimia lebih disukai
dibandingkan dengan resin yang diaktifkan dengan panas dan sinar, meskipun ada fakta baahwa
resin yang diaktivasi secara kimia menunjukkan kekuatan transversal yang lebih rendah.
Keuntungan utama dari resin yang diaktifkan secara kimia adalah bahan tersebut terpolimerisasi
pada temperatur ruang. Bahan perbaikan yang diaktifkan oleh panas atau sinar harus ditempatkan
secara berurutan dalam rendaman air dan ruang sinar. Panas yang dibeikan oleh rendaman air
dan ruang sinar sering kali menyebabkan pelepasan tekanan dan kerusakan dari segmen basis
protesa yang sebelumnya telah terpolimerisasi.
Tahap berikut digunakan untuk memperbaiki basis protesa dengan menggunakan resin yang
diaktifkan secara kimia. Sejumlah kecil monomer diulaskan pada permukaan basis protesa yang
telah diasah untuk mempermudah perlekatan dan pebaikan. Monomer dan polimer sedikit demi
sedikit ditambahkan pada daerah perbaikan denagn menggunakan kuas keci atau alat lain yang
tepat. Bahan ditempatkan sedikit berlebihan pada daerah perbaikan untuk mengatasi pengerutan
polimerisasi. Kemudian,susunan tersebut ditempatkan dalam ruangan tekanan dan dibiarkan
untuk berpolimerisasi. Kemudian, daerah perbaikan dibentuk, dihaluskan dengan teknik
konvensional.
6. Aplikasi
Monomer MMA dipakai sebagai bahan dasar utama pembuatan piranti lepasan ortodonsi (untuk
meratakan gigi) dan penggunaan monomer MMA sampai saat ini sangat mutlak diperlukan
(Combe : 1992 dan Anusavice, 1996).
MMA di klinik dapat memberikan respons imun yang menyimpang atau reaksi alergi atau
hipersensitivitas. Gambaran klinik berupa gambaran inflamasi mukosa, kemudian akan menjadi
suatu luka (ulkus) sedikit lebih cekung dari mukosa sekitarnya bahkan pada keadaan yang parah
akan timbul tepi disekitar ulkus.
Dan permasalahan diatas maka diajukan suatu konsep solusi sebagai landasan pemecahannya
bahwa terjadi respon imun akibat rangsangan/stimulasi monomer MMA yang terus menerus,
sehingga dengan ditemukannya antibodi poliklonal spesifik terhadap MMA akan dapat
digunakan sebagai bahan diagnostik.(anusavice:1996)
Resin akrilik dapat digunakan sebagai bahan individual tray, bahan repair, relining, dan rebasing,
menyesuaikan kondisi mukosa yang secara fisiologis berubah, bahan plat ortodonsi
(removeable), bahan penambah post dam pada full denture, pada gigi palsu dibuat pagaran 2
mm agar dam (jarak antara gigi palsu) tidak kemasukkan saliva yang dapat membuat lepas, dan
sebagai bahan restorasi.
Prostodonsia Orthodonsia Konservasi Gigi
Relining (penambahan bahan protesa untuk meningkatkan kecekatan)
Rebasing (penggantian landasan gigi tiruan seluruhnya)
Restorasi gigi tiruan
Sendok cetak yang individual
Gigi tiruan dan mahkota sementara
Reparasi gigi tiruan
Prothesa sementara untuk kasus bibir sumbing Untuk pembuatan bahan plat orthodonsi
Untuk alat orthodonsi Bahan tanam sementara (inlay dan onlay)
Untuk vinir sementara
6. Biokompatibilitas
Pembersih Protesa
Pada umumnya pasien menggunakan pasta gigi, pembersih protesa komersial, deterjen ringan,
pembersih rumah tangga, pemutih dan cuka, untuk merendam dan menyikat protesa. Bahan
pembersih protesa yang dianjurkan biasanya diperdagangkan dalam bentuk bubuk dan tablet,
penggunaannya dengan cara merendam. Bahan ini mengandung komponen alkalin, deterjen,
natrium, perborat, dan bahan pemberi aroma.
Proses pembersihan:
Debris terlepas secara mekanik.
akrilik berupa efek rasa terbakar, odem, rasa gatal, pembengkakan dan eritema pada mukosa
rongga mulut dan rasa tidak nyaman dapat dihindarkan. Sisa monomer yang paling sering
dianggap sebagai sumber iritan.
Diposkan oleh sachi di 02.02