Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. J
Umur
: 7 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Ngadirojo RT 003 RW 008
Pekerjaan
: Pelajar
Tanggal ke RS
: 26 November 2015
No. RM
: 129715
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada hari Kamis, 26 November 2015 pukul 11.00 WIB secara
autoanamnesis di Poliklinik Mata RST Dr. Soedjono Magelang.
1. Keluhan Utama
Mata kanan merah dan berair.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata dengan keluhan mata kanan merah dan berair, keluhan ini
timbul sejak dua minggu yang lalu dan hanya dirasakan pada mata kanan. Sebelum
timbul keluhan tersebut, dua minggu yang lalu saat pasien sedang bermain, tiba-tiba
mata pasien terkena pasir. Pasien merasakan kelilipan dan sempat dikucek-kucek di mata
kanannya, dan terasa mengganjal, mata pasien terasa perih, merah, berair, silau ketika
melihat cahaya, dan pandangannya menjadi sedikit kabur. Saat pertama kali mengetahui
mata kanan nya merah, pasien hanya memakai obat mata Rohto akan tetapi keluhan
tidak hilang dan memeriksakan diri ke spesialis mata. Pada mata yang sakit pasien tidak
merasakan cekot-cekot, tidak melihat pelangi pada sinar lampu, dan tidak keluar kotoran
pada mata yang sakit.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal
b. Riwayat trauma pada mata disangkal
c.
d.
e.
f.
No
Pemeriksaan
1 Visus
2 Bulbus okuli
Gerakan Bola Mata
Enoftalmus
Eksoftalmus
Strabismus
3
4
Suprasilia
Palpebra Superior :
- Vulnus
laceratum
- Edema
- Hematom
Oculus Dextra
6/7,5
Oculus Sinistra
6/6
Normal
Normal
Trikiasis ( - )
-
Trikiasis ( - )
Trikiasis ( - )
+
-
Kejernihan
Mengkilat
Edema
Lakrimasi
Infiltrat
Keratik
presipitat
Ulkus
Sikatrik
Bangunan
patologis
Jernih
+
-
Jernih
-
Kedalaman
Hifema
Hipopion
efek tyndall
Cukup
-
Cukup
-
Palpebra Inferior :
- Edema
- Hematom
- Hiperemi
- Entropion
- Ektropion
- Silia
Konjungtiva
- Injeksi
konjungtiva
- Injeksi siliar
- Secret
- Perdarahan
sub
konjungtiva
- Bangunan
patologis
- Simblefaron
Kornea
-
Trikiasis ( - )
-
Hiperemi
Entropion
Ektropion
Silia
Ptosis
COA
-
10
Iris
-
kripta
edema
sinekia
atrofi
Bentuk
Diameter
reflek pupil
sinekia
Lensa
12
- kejernihan
- iris shadow
Fundus refleks
Funduskopi
- papil N II
14
+
-
Bulat
3 mm
+
-
Bulat
3 mm
+
-
Jernih
-
Jernih
-
+ cemerlang
+ cemerlang
Focus 0
Bentuk bulat
Warna merah, jingga,
cemerlang
Batas Tegas
CDR 0,3
Focus 0
Bentuk bulat
Warna merah, jingga,
cemerlang
Batas Tegas
CDR 0,3
2:3
2:3
+
-
+
-
Normal
Normal
Pupil
11
13
+
-
TIO
Aa/Vv
Retina
Macula
Reflek fovea
Eksudat
Edema
Retina
Edema
Bleeding
Cotton wool
spot
Gambar ilustrasi
Oculus Dexter
Oculus Sinister
D. DIAGNOSIS BANDING
1. Oculus Dexter
a. OD Keratitis
Dipertahankan karena pada anamnesis pasien mengeluh mata kanan merah,berair,
terasa kelilipan seperti ada yang mengganjal, silau jika melihat sinar, dan
pandangannya menjadi sedikit kabur. Riwayat dua minggu yang lalu saat pasien
sedang bermain, tiba-tiba mata pasien terkena pasir. Pemeriksaan fisik didapatkan
injeksi siliar (+), pada kornea didapatkan infiltrat arah jam 6 dengan diameter 1
mm, rust ring (-).
b. OD Uveitis Anterior
Disingkirkan karena pada pemeriksaan fisik kornea jernih tidak oedem dan tidak
didapatkan tanda-tanda peradangan pada iris : keratik presipitat (-), kedalaman COA
cukup, hifema (-), hipopion (-), efek tyndal (-), gambaran pembuluh darah pada iris
(-).
c. OD Glaukoma Sudut Tertutup
Disingkirkan karena pada anamnesis pasien tidak merasakan cekot-cekot, tidak
melihat halo pada lampu. Pemeriksaan fisik kornea oedem (-), kedalaman COA
cukup (tidak dangkal), sinekia anterior (-), pupil midriasis (-), dan TIO tidak
meningkat.
d. Konjuntivitis
Disingkirkan karena tidak terdapat injeksi konjungtiva dan tidak terdapat sekret.
E. DIAGNOSIS KERJA
1. OD Keratitis Pungtata
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan ketajaman lensa dan dengan melihat lensa melalui slitlamp
- Oftalmoskop
- Senter tangan atau kaca pembesar
- Pemeriksaan flouorescein (untuk mengetahui adanya defek pada kornea)
-
belum dilakukan
Pemeriksaan mikroskopik untuk mengetahui penyebab keratitis
Gram
Giemsa
Oculus Dexter
Dubia Ad bonam
Ad bonam
Ad bonam
Occulus Sinister
Ad bonam
Ad bonam
Ad bonam
Quo ad vitam
Quo ad kosmetikam
Ad bonam
Dubia Ad bonam
Ad bonam
Ad bonam
K. EDUKASI
1. Mengurangi pajanan terhadap iritan mata seperti debu dan sinar matahari.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. ANATOMI KORNEA
Kornea (Latin Cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian mata yang
tembus cahaya. Kornea disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada
antara 20-40 mm melekat erat pada membran descemet melalui taut. Endotel dari kornea
ini dibasahi oleh humor aqueous. Lapisan endotel berbeda dengan lapisan epitel karena
tidak mempunyai daya regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati
dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi
cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat
gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea)
dan kemudian hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea
ditentukan oleh epitel dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua
lapisan ini mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada
lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea.
Kornea dipersarafi oleh saraf sensoris yang terutama berasal dari n.siliaris longus,
cabang n.nasosiliaris (n.V/1). Kornea tidak mengandung pembuluh darah oleh karena sebagai
media refrakta, akan tetapi di limbus kornea terdapat arteri ciliaris anterior yang membawa
nutrisi untuk kornea. Nutrisi yang lain didapat dari humor aquos di camera okuli anterior dengan
cara difusi dari endotel. Fungsi dari kornea adalah sebagai media refrakta dan sebagai bagian
mata dengan pembiasan sinar terkuat. 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar yang masuk
dibiaskan oleh kornea.1
2. Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan
deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relat ive jaringan kornea dipertahankan oleh
pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih
penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada
endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan
edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu
telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea akan mengkibatkan film air
mata akan menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang
yang menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.1
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak dapat melalui
epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat
melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut air sekaligus.1
Keratitis
I.
Definisi
Keratitis adalah kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan
mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis dapat terjadi pada anak-anak maupun orang
dewasa. Bakteri umumnya tidak dapat menyerang kornea yang sehat, namun beberapa
kondisi dapat menyebabkan kornea terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat
menurunkan mekanisme pertahanan kornea.
II.
Epidemiologi
Secara global, insidensi keratitis bakteri bervariasi secara luas, di mana negara
dengan industrialisasi yang rendah menunjukkan angka pemakaian softlens yang rendah
sehingga bila dihubungkan dengan pemakai softlens dan terjadinya infeksi menunjukkan
hasil penderita yang rendah juga.
III.
Klasifikasi
Menurut lapisan kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai
lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga
subepitel
Numularis, disiform
stroma
neuroparalitik
interstitial
disiformis
sklerotikan
yang bulat, letak subepitel, disertai injeksi perikornea.Infiltrat ini dapat mengalami
ulserasi yang sukar sembuh. Kadang-kadang infiltrat ini dapat bersatu membentuk
keratitis disiformis. Kadang juga tampak edema kornea disertai lipatan-lipatan dari
membran Descement.2
Merupakan penyulit dari skleritis yang letaknya biasanya di bagian temporal, berwarna
merah sedikit menonjol disertai nyeri tekan. Keluhan dari kertatitis ini : mata sakit,
fotofobia dan di mata timbul skleritis. Di kornea kemudian timbul infiltrat berbentuk
segitiga di stroma bagian dalam yang berhubungan dengan benjolan yang terdapat di
sklera.
c. Keratitis disiformis
Penyebabnya herpes simplek, banyak yang menduga dasarnya adalah reaksi alergi
terhadap virusnya. Biasanya unilateral. Berlangsung beberapa bulan. Biasanya timbul bila
pada kerusakan primer yang diberikan pengobatan dengan Iodium atau dalam pengobatan
dahulu pernah diberi kortikosteroid. Kekeruhan kornea tampak di lapisan dalam kornea,
di pinggirnya lebih tipis daripada bagian tengah. Sensibilitas kornea menurun. Hampir
tidak pernah disertai neovasklarisasi. Kadang-kadang sembuh dengan meninnggalkan
kekeruhan yang tetap.
IV. FAKTOR RESIKO
1. Blefaritis
2. Infeksi pada organ asesoria bulbi (seperti infeksi pada aparatus lakrimalis)
3. Perubahan pada barrier epitel kornea (seperti dry eyes syndrom)
4. Pemakaian contact lens
5. Lagoftalmos
6. Gangguan Neuroparalitik
7. Trauma
8. Pemakaian imunosupresan topikal maupun sistemik
V. ETIOLOGI KERATITIS
1. Bakteri
-
Diplokok pneumonia
Streptokok hemolotikus
Pseudomonas aerogenosa
Moraxella liquefaciens
Klebsiela pneumoniae
2. Virus
-
Herpes simpleks
Herpes zoster
Adenovirus
3. Jamur
-
Candida
Aspergilin
Nocardia.
4. Alergi
-
Terhadap tuberkuloprotein
injeksi perikornea.Sesudahnya baru terjadi infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna
kelabu, keruh, dan permukaan yang licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul
ulkus kornea yang dapat menyebar ke permukaan dalam stroma.
Pada peradangan yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris dan badan siliar
dengan melalui membran descement dan endotel kornea.Dengan demikian iris dan badan
siliar meradang dan timbulah kekeruhan di cairan COA, disusul dnegan terbentuknya
hipopion. Bila peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membran descement dapat
timbul tonjolan membran descement yang disebut mata lalat atau descementocele.
peradangan yang dipermukaan penyembuhan dapat berlangsung tanpa pembentukan jaringan
parut.Pada peradangan yang dalam penyembuhan berakhir dengan terbentuknya jaringan
parut yang dapat berupa nebula, makula, atau leukoma. Bila ulkusnya lebih mendalam lagi
dapat timbul perforasi yang dapat mengakibatkan endophtalmitis, panophtalmitis, dan
berakhir dengan ptisis bulbi.
Kekeruhan subepitelial dibawah lesi epitel (lesi hantu) sering terlihat semasa penyembuhan
penyakit epitel ini.1,4
VII.
GEJALA KLINIK
Pasien dengan keratitis pungtata superfisial biasanya datang dengan keluhan iritasi
ringan, adanya sensasi benda asing, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau
(fotofobia) . Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi biasanya pada daerah sentral.
Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik-titik abu-abu yang kecil. Keratitis epitelial
sekunder terhadap blefarokonjungtivitis stafilokokus dapat dibedakan dari keratitis pungtata
superfisial karena mengenai sepertiga kornea bagian bawah. Keratitis epitelial pada trakoma
dapat disingkirkan karena lokasinya dibagian sepertiga kornea bagian atas dan ada pannus.
Banyak diantara keratitis yang mengenai kornea bagian superfisial bersifat unilateral atau
dapat disingkirkan berdasarkan riwayatnya.1
Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut
nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah
dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea
bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar
dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi pada kornea
umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral pada kornea.
Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris
yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan
iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga berair mata namun tidak
disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea
yang purulen. KPS ini juga akan memberikan gejala mata merah, silau, merasa kelilipan,
penglihatan kabur.
Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda
yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari
struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan
sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan
kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan
dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada
kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda
yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon
terhadap pengobatan.
VIII.
DIAGNOSIS
Subyektif : Anamnesis
Dari anamnesis biasanya didapatkan gejala seperti :
fotofobia
penglihatan menurun karena kornea keruh akibat infiltrasi sel radang dan mengganggu
penglihatan apabila terletak di sentral
kadang kotor
Pada ulkus karena bakteri biasanya keluar discharge purulent. Sedangkan pada ulkus
karena virus disharge serous
Keratitis punctata superficial : penyebab adenovirus, infiltrat punctata, letak superficial
sentral atau parasentral
Keratitis bakteri (stafilokokus) : Erosi kecil-kecil terpulas fluoresein terutama pada
sepertiga bawah kornea
Keratitis virus biasanya disebabkan oleh herpes simplek.
Gejala : mata merah (injeksi siliar), fotofobia, mata berair, gangguan penglihatan
Tanda :
-
Disiformis
Pemeriksaan Oftalmologi
a. Pemeriksaan dengan Slit Lamp
b. Tes Placido
Yang diperhatikan adalah gambaran sirkuler yang direfleksi pada permukaan kornea
penderita. Bila bayangan di kornea gambaran sirkulernya teratur, disebut Placido (-),
pertanda permukaan kornea baik. Kalau gambaran sirkulernya tidak teratur, Placido (+)
berarti permukaan kornea tidak baik, mungkin ada infiltrat.
c. Tes Fluoresin
Untuk melihat lebar dan dalamnya ulkus pada kornea, yaitu dengan memasukkan
kertas yang mengandung fluoresin steril ke dalam sakus konjungtiva inferior setelah terlebih
dahulu diberi anestesi lokal, kemudian penderita disuruh mengedip beberapa waktu dan
kertas fluoresinnya dicabut. Pemeriksaan ini dapat juga menggunakan fluoresin tetes. Pada
tempat ulkus tampak berwarna hijau.
d. Tes Fistel / Siedel Test
Pada pemeriksaan adanya fistel pada ulkus kornea, setelah pemberian fluoresin, bola
mata harus ditekan sedikit untuk melepaskan fibrinnya dari fistel, sehingga cairan COA dapat
mengalir keluar melalui fistel, seperti air mancur pada tempat ulkus dengan fistel tersebut.
e. Pemeriksaan visus
f. Pemeriksaan bakteriologik, dari usapan pada ulkus kornea
Harus dilakukan pemeriksaan hapusan langsung, pembiakan, dan tes resistensi. Dari
pemeriksaan hapusan langsung dapat diketahui macam kuman penyebabnya.
g. Bila banyak monosit diduga akibat virus :
juga obatnya yang tepat guna, dengan demikian pengobatan menjadi lebih terarah.
h. Sensibilitas kornea
IX.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan diberikan tergantung organisme penyebab, misalnya antibiotik, antijamur,
dan anti virus. Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secepatnya, tapi bila hasil
laboratorium sudah menentukan organisme penyebab, pengobatan dapat diganti. Untuk virus
dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir.Untuk bakteri gram positif pilihan
pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat
diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga diindikasikan
jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan
bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu : natamisin, amfoterisin atau fluconazol. Selain itu
obat yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. Terkadang, diperlukan lebih dari satu
macam pengobatan. Terapi bedah laser terkadang dilakukan untuk menghancurkan sel yang
tidak sehat, dan infeksi berat membutuhkan transplantasi kornea. Obat tetes mata atau salep
mata antibiotik, anti jamur dan antivirus biasanya diberikan untuk menyembuhkan keratitis,
tapi obat-obat ini hanya boleh diberikan dengan resep dokter.
Medikamentosa lain diberikan dengan tujuan mengatasi gejala yang ditimbulkan oleh
penyulit misalnya, untuk melindungi mata dari cahaya terang, benda asing dan bahan iritatif
lainnya, maka pasien dapat menggunakan kacamata. Untuk megurangi inflamasi dapat
diberikan steroid ringan. Untuk mata kering diberikan air mata buatan. Pemberian air mata
buatan yang mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik,
meningkatkan viskositas, dan memperpanjang waktu kontak kornea dengan lingkungan luar.
Pemberian tetes kortikosteroid pada KPS ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan
mencegah terbentuknya jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan
subjektif seperti fotobia namun pada umumnya pada pemeberian steroid dapat menyebabkan
kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang infeksi dari virus jika memang
etiologi dari KPS tersebut adalah virus.
Dapat pula dianjurkan diet dengan gizi yang seimbang, suplementasi vitamin A,C,E,
serta antioksidan lainnya.
X.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling ditakutkan adalah penipisan perforasi kornea yang dapat
mengakibatkan endopthalmitis dan hilangnya penglihatan dan terbentuk sikatrik. Ada 3 jenis
sikatrik kornea,yaitu:
Nebula
XI.
Makula
Lekoma
PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada virulensi organisme, lokasi dan perluasan ulkus kornea,
vaskularisasi dan deposit kolagen, diagnosis awal dan terapi tepat dapat membantu
mengurangi komplikasi. Keratitis pungtata superficial penyembuhan biasanya berlangsung
baik meskipun tanpa pengobatan. Imunitas tubuh merupakan hal yang penting dalam kasus
ini karena diketahui reaksi imunologik tubuh pasien sendiri yang memberikan respon
terhadap virus ataupun bakteri.
XII.
PENCEGAHAN
Pemakaian lensa kontak harus menggunakan cairan desinfektan pembersih yang steril
untuk membersihkan lensa kontak. Air keran tidak steril dan tidak boleh digunakan untuk
membersihkan lensa kontak. Jangan terlalu sering memakai lensa kontak. Lepas lensa kontak
bila mata menjadi merah dan timbul iritasi. Ganti lensa kontak bila sudah waktunya diganti.
Cuci tempat lensa kontak dengan air panas, dan ganti tempat lensa kontak tiap 3 bulan karena
organisme dapat terbentuk di tempat kontak lensa itu.
Makan makanan bergizi dan memakai kacamata pelindung ketika bekerja atau
bermain di tempat yang potensial berbahaya bagi mata. Kacamata dengan lapisan anti
ultraviolet dapat membantu mengurangi pajanan.
DAFTAR PUSTKA
1. Ilyas, Sidarta : Anatomi dan Fisiologi mata dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI, Edisi 3, 2008. Hal 1-12.
2. Ilyas, Sidarta : Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2009.
3. Riordan Paul Eva, et al : Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta : EGC, edisi
17, 2009 : hal 126-143.
4. Kanski JJ. Retinal Vascular Disorders in Clinical Ophthalmology: A Systematic
Approach. 3rd Edition. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd, 1994. Hal 152-200.
5. Vaughan, Daniel G et al. 2002. Oftalmologi Umum edisi-14. Jakarta: Widya Medika. Hal: 129
152
6. Vaughan & Asbury's (2008) General Ophthalmology, 17th edn., United States of America:
McGraw-Hill.
7. Kaye SB, Lynas C, Patterson A, Risk JM, McCarthy K, Hart CA. Evidence for herpes simplex
viral latency in the human cornea, Bri Ophthalmol 1991; 75: 195200