You are on page 1of 17

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
Kebijakan pembiayaan kesehatan tahun 2000-2007 telah berhasil memperbaiki

pemerataan sosial ekonomi. Sebelum krisis, rumah sakit pemerintah maupun swasta
cenderung digunakan oleh kalangan masyarakat mampu. Sebagian besar masyarakat
miskin, belum atau bahkan tidak memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dikarenakan
oleh keterbatasan sumber daya. Dapat disimpulkan bahwa berbagai kebijakan Jaminan
pendanaan seperti Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan dan Askeskin berhasil
mengurangi hambatan bagi masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
rumah sakit maupun fasilitas kesehatan non-rumah sakit lainnya. Adanya program
perlindungan kesehatan bagi masyarakat (ASKESKIN, JAMKESMAS, dsb), mempunyai
arah positif menuju semakin terlindunginya kaum miskin dan kaum rentan-miskin terhadap
katastropik akibat pengeluaran kesehatan. Akan tetapi data tentang akses dan kualitas
kepelayanan dasar puskesmas) dan pelayanan rujukan (rumah sakit) serta pemerataan
sumber daya manusia, masih menunjukkan gejala ketidak merataan secara horizontal.
Jumlah rumah sakit dan dokter tidak terdistribusi secara merata di berbagai daerah dan
kualitas pelayanan juga masih berbeda-beda.
Keadaan ini perlu dipelajari oleh para pemimpin di sektor kesehatan. Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten dan Propinsi perlu untuk memahami bagaimana teori equity berjalan
di daerahnya. Konsepsi ini perlu dimiliki oleh kepala dinas kesehatan sebagai kompetensi
dasar untuk peningkatan kemampuan dalam mengolah data dalam rangka pengembangan
pemikiran untuk perencanaan strategis program kesehatan di daerahnya. Sebagai regulator
pemerintah harus menjadi wasit yang adil dalam
sistem pelayanan kesehatan di wilayahnya, harus menyediakan aturan-aturan dasar
yang tujuannya adalah untuk menjamin bahwa sistem bisa berjalan secara fair dan
melindungi masyarakat untuk mencapai status kesehatan masyarakat yang optimal.
Sebagai pemberi biaya, pemerintah harus menjamin bahwa layanan kesehatan yang
diperlukan oleh masyarakat dapat diakses oleh seluruh masyarakat, sehingga jika terjadi
barier ekonomi dari kelompok masyarakat yang miskin, maka pemerintah harus
1

bertanggung jawab untuk menyediakan dana dan atau membuat sistem supaya pelayanan
kesehatan dapat diakses oleh penduduk miskin dengan kualitas yang baik. Sebagai
pelaksana, maka pemerintah menyediakan layanan kesehatan bagi
masyarakat. Perlu diperhatikan perbedaan peran pemerintah antara sebagai
pelaksana dan sebagai regulator (Bossert, dkk, 1998): Pada saat sebagai pelaksana, tujuan
pemerintah adalah untuk mengupayakan efisiensi dan survival institusi pelayanan publik,
namun sebagai regulator tujuan tersebut bergeser menjadi menjamin kompetisi dan sistem
kompensasi mengarah ke pencapaian indikator kesehatan wilayah. Pada masa sebelum
krisis, rata-rata biaya kesehatan nasional adalah $12/kapita/tahun. Jumlah tersebut berasal
dari pemerintah dan non pemerintah. Yang nonpemerintah berasal dari: pengeluaran
langsung oleh rumah tangga yang dikenal dengan istilah out of pocket payment, dari
perusahaan swasta, yaitu untuk biaya kesehatan karyawannya, dan dari sistem asuransi
kesehatan.
Dalam rangka mengatasi masalah tersebut maka perlu dikembangkan suatu sistem
pembiayaan kesehatan yang sesuai dengan keadaan setempat. Sistem pembiayaan
merupakan manifestasi peran pemerintah sebagai pemberi biaya. Filosofi dasarnya adalah
pemerintah harus menjamn agar pelayanan kesehatan yang diperlukan oleh masyarakat
dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga jika terjadi hambatan ekonomi dari
kelompok masyarakat yang miskin, maka pemerintah harus bertanggung jawab
menghilangkan hambatan tersebut dengan menyediakan dananya.Yang menjadi masalah
untuk mencapai hal tersebut adalah bagaimana sistem pembiayaan harus dibangun, konsep
universal apa saja yang bisa diacu, adakah daerah lain atau negara lain yang dapat dijadikan
referensi. Untuk itu, dalam kegiatan pengembangan sistem pembiayaan perlu dinilai
kondisi ekonomi mikro daerah, kemauan politik para pengambil kebijakan dan keberadaan
infrastruktur yang lain pada dasarnya.
Dalam usaha mengembangkan manajemen kesehatan di era otonomi daerah, Sistem
pembiayaan kesehatan dan perhitungan biaya pelayanan kesehatan merupakan hal yang
relative penting dalam pelaksanaan desentralisasi. Daerah harus mampu melakukan
perhitungan dan penyusunan suatu sistem pembiayaan kesehatan mulai dari penyediaan
data yang berasal dari berbagai sumber hingga mobilisasi dana yang dibutuhkan untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.Untuk itu diperlukan adanya sistem alur
2

pembiayaan kesehatan yang menggambarkan aliran keuangan, sumber-sumber biaya


kesehatan, mobilisasi dana serta pemanfaatannya. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
alur pembiayaan yang berasal dari bermacam sektor dan sumber.
Tujuan dari sistem pembiayaan kesehatan yang baik adalah untuk menjamin
masyarakat agar tidak terkendala dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan ketika
diperlukan dan tidak menjadi miskin ketika sakit. Sistem pembiayaan seperti ini adalah
system pembiayaan yang didasarkan pada mekanisme pengumpulan risiko (risk pooling).
Artinya sumber daya keuangan dikumpulkan dari orang yang sehat dan ketika orang masih
sehat untuk membiayai ketika sakit. Di duniadikenal berbagai jenis Pembiayaan Kesehatan
dengan metode pengumpulan risiko yaitu:
1. State funded systems
2. Social Health Insurance
3. Community Health Insurance
4. Voluntary Health Insurance

1.2 Tujuan
A. Tujuan Umum
mampu memahami Memahami konsep pembiayaan jaminan kesehatan dan
konsep system jaminan kesehatan untuk pengambilan kebijakan pelayanan dan
pendanaan kesehatan bagi masyarakat berdasarkan kepada pemerataan sosial
ekonomi, geografis, serta dampak katastropik kesehatan di Indonesia.
B. Tujuan Khusus
Setelah mahasiswa membaca makalah ini, mahasiswa mampu :
1. Jaminan Kesehatan Nasional JKN
2. Badan Jaminan Kesehatan Nasional
3. Pembiayaan kesehatan BPJS / JKN
4. Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia
1.3 Rumusan Masalah
A. Apa pengertian Jaminan Kesehatan Nasional JKN ?
B. Apa pengertian Badan Jaminan Kesehatan Nasional ?
C. Bagaimana pembiayaan BPJS / JKN ?
D. Bagaimana system pembiayaan kesehatan di Indonesia?

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ansuransi Kesehatan Sosial (Jaminan Kesehatan Nasional)
4

Sebelum membahas pengertian asuransi kesehatan sosial, beberapa pengertian yang


patut diketahui terkait dengan asuransi tersebut adalah:
Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari
peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi yang
menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004).
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan
Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Dengan demikian, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di
Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem
Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan
Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk
Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak. (Buku Pegangan Sosilaisasi Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional)
1. Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) berikut:
a. Prinsip kegotongroyongan
Gotongroyong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup
bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita.
Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu
peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau
yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini
terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk,
tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan
sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Prinsip nirlaba

Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial


(BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented).
Sebaliknya,

tujuan

utama

adalah

untuk

memenuhi

sebesar-besarnya

kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana


amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesarbesarnya untuk kepentingan peserta.
Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana
yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
c. Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan
jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah
pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
d. Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta
sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh
rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat
dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama
dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal
dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
e. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada
badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

f. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial


Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk
sebesar-besar kepentingan peserta.
6

2.2 Pengertian Badan Jaminan Kesehatan Sosian (BPJS)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum publik yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri dari BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
1. Mulai operasional
BPJS Kesehatan mulai opersional pada tanggal 1 Januari 2014.
2. Kelompok pesertan BPJS Kesehatan
Peserta BPJS Kesehatan ada 2 kelompok, yaitu :
a. PBI jaminan kesehatan.
PBI (Penerima Bantuan Iuran) adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir
miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang
iurannya dibayari pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan.
Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur
melalui peraturan pemerintah.
Yang berhak menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan lainnya adalah yang
mengalami cacat total tetap dan tidak mampu.
Cacat total tetap merupakan kecacatan fisik dan/atau mental yang
mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan.
Penetapan cacat total tetap dilakukan oleh dokter yang berwenang.
b. bukan PBI jaminan kesehatan.
Peserta bukan PBI jaminan kesehatan terdiri atas:
1. Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya
2. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya
3. Bukan pekerja dan anggota keluarganya
Penduduk Indonesia wajib menjadi anggota BPJS karena kepesertaan BPJS
Kesehatan bersifat wajib. Meskipun yang bersangkutan sudah memiliki Jaminan
Kesehatan lain. Ketika sakit dan harus berobat atau dirawat maka semua biaya yang
timbul harus dibayar sendiri dan kemungkinan bisa sangat mahal diluar kemampuan kita.
7

Seluruh penduduk Indonesia sudah harus menjadi peserta BPJS Kesehatan paling lambat
tahun 2019 seluruh penduduk Indonesia sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan yang
dilakukan secara bertahap.
2.3 Pembiayaan BPJS / JKN
Biaya kesehatan adalah Besarnya dana yg harus disediakan utk menyelengarakan dan
atau

memanfaatkan

berbagai

upaya

kesehatan

yg

diperlukan

oleh

perorangan,keluarga,kelompok dan masyarakat.


Biaya kesehatan, berasal :
a. Health provider(pemerintah,swasta);investment cost dan operational cost
b. Health consumer out of pocket
c. Profit ,income health provider
Sumber biaya kesehatan :
1.Anggaran pemerintah
a. biaya kesehatan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.
b. tidak ditemukan pelayanan kesehatan swasta.
2.Sebagian ditanggung masyarakat.
partisipasi masyarakat(+) dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dan waktu
memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan.
Macam biaya kesehatan :
Tergantung dari jenis dan kompleksitas pelayanan kesehatan yg diselenggarakan
dan atau yg dimanfaatkan.
a. Biaya pelayanan kedokteran,biaya yg dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan pelayanan kedokteran yakni yg tujuan utamanya untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan serta utk mencegah penyakit.
b. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat.
Sistem pelayanan kesehatan dengan asuransi.Banyak model pelayanan dan
pembiayaan kesehatan didunia,antara lain Managed Care. Dengan Managed Care
dimaksudkan sistem apa pun yang bertujuan memadukan fungsi pembiayaan melali
asuransi ,penyedian pelayanan kesehatan,dan sekaligus pengendalian biaya.
HMO(Health Maintenance Organization=organisasi pemeliharan kesehatan) adalah
8

salah satu bentuk Managed Care dan Indonesia memperkenalkan Jaminan


Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat.
Secara umum biaya kesehatan:
1. Penyedia pelayanan kesehatan (health provider) pemerintah atau swasta harus ada
dana utk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan
2. Pemakai jasa pelayanan (health consumer) pemakai jasa pelayanan harus ada dana
yang harus disediakan utk dapat memanfaatkan upaya kesehatan
Dua macam sistem pembiayaan pelayanan dokter keluarga
1. Fee for service,datang berobat bayar
2. Health insurance,datang berobat yang membayar pihak asuaransi (pihak ketiga)
Untuk pembiayaan tersebut diatas yang sesuai untuk pelayanan dokter
keluarga adalah asuransi kesehatan dan asuransi kesehatan untuk memperkecil
risiko

biaya

melakukan

risksharing

dengan

Penyelenggaraan

Pelayanan

Kesehatan(PPK) memelihara, meningkatkan, mencegah tidak jatuh sakit anggota


tanggungannya .
2.3.1 Iuran
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur
oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan
Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).
2.3.2 Pembayar Iuran
a. bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.
b. bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja dan
Pekerja.
c. bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja iuran
dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.
d. Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan
Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial,
ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.
2.3.3

Pembayaran Iuran

Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan


persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal
tertentu (bukan penerima upah dan PBI).
Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan
iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut
setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10
setiap bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran
dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN
dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran
yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja.
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib
membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10
(sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat
dilakukan diawal.
BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai
dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan
pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada
Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak
diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan
dengan pembayaran Iuran bulan berikutnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran diatur dengan
Peraturan BPJS Kesehatan.

2.3.4

Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan


BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama
dengan Kapitasi. Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS
Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBGs.
10

Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua Fasilitas Kesehatan


dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan
pembayaran berdasarkan Kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk
melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.
Semua Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS
Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan
gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan
tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan.
BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak
menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan
tarif yang berlaku di wilayah tersebut.
2.3.5

Penanggungjawaban BPJS Kesehatan


BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang
diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim
diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan
berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan
di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran,
Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang
diberikan. Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang
bersifat non medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan
kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya
dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih
antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar
akibat peningkatan kelas perawatan, yang disebut dengan iur biaya (additional
charge). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS
Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan
pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai
11

dengan 31 Desember). Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan
kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni
tahun berikutnya.
Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui
media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak
yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun
berikutnya.
2.4

Sistem Pembiayaan Kesehatan Indonesia


Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem yaitu:
1. Fee for Service ( Out of Pocket )
Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan
layanan, dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada
pemberi pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit)
mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang diberikan, semakin
banyak yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang diterima.
Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem
pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Dari laporan World Health
Organization di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia masih
bergantung pada sistem, Fee for Service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti
sistem Health Insurance (WHO, 2009). Kelemahan sistem Fee for Service
adalah terbukanya peluang bagi pihak pemberi pelayanan kesehatan (PPK) untuk
memanfaatkan hubungan Agency Relationship , dimana PPK mendapat imbalan
berupa uang jasa medik untuk pelayanan yang diberikannya kepada pasien yang
besar-kecilnya ditentukan dari negosiasi. Semakin banyak jumlah pasien yang
ditangani, semakin besar pula imbalan yang akan didapat dari jasa medik yang
ditagihkan ke pasien. Dengan demikian, secara tidak langsung PPK didorong
untuk meningkatkan volume pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan
imbalan jasa yang lebih banyak.
2. Health Insurance

12

Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak
ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem
health insurance ini dapat berupa system kapitasi dan system Diagnose Related
Group (DRG system).
Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan
kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta untuk
pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagi PPK
dengan system kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu lembaga
kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di muka
sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unit cost)
tertentu. Salah satu lembaga di Indonesia adalah Badan Penyelenggara JPKM
(Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Masyarakat yang telah menajdi
peserta akan membayar iuran dimuka untuk memperoleh pelayanan kesehatan
paripurna dan berjenjang dengan pelayanan tingkat pertama sebagai ujung
tombak yang memenuhi kebutuhan utama kesehatan dengan mutu terjaga dan
biaya terjangkau.
Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh
dengan system kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan
melihat diagnosis penyakit yang dialami pasien. PPK telah mendapat dana dalam
penanganan pasien dengan diagnosis tertentu dengan jumlah dana yang berbeda
pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana yang diberikan ini, jika dapat
dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien, sisa dana akan menjadi
pemasukan bagi PPK.
Kelemahan

dari

system

Health

Insurance

adalah

dapat

terjadinya

underutilization dimana dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas yang


diberikan kepada pasien untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Selain
itu, jika peserta tidak banyak bergabung dalam system ini, maka resiko kerugian
tidak dapat terhindarkan. Namun dibalik kelemahan, terdapat kelebihan system
ini berupa PPK mendapat jaminan adanya pasien (captive market), mendapat
kepastian dana di tiap awal periode waktu tertentu, PPK taat prosedur sehingga

13

mengurangi terjadinya multidrug dan multidiagnose. Dan system ini akan


membuat PPK lebih kea rah preventif dan promotif kesehatan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan dengan sistem
kapitasi dinilai lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan
dibandingkan sistem pembayaran berdasarkan layanan (Fee for Service) yang
selama ini berlaku. Namun, mengapa hal ini belum dapat dilakukan sepenuhnya
oleh Indonesia? Tentu saja masih ada hambatan dan tantangan, salah satunya
adalah sistem kapitasi yang belum dapat memberikan asuransi kesehatan bagi
seluruh rakyat tanpa terkecuali seperti yang disebutkan dalam UU No. 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sampai saat ini,
perusahaan asuransi masih banyak memilah peserta asuransi dimana peserta
dengan resiko penyakit tinggi dan atau kemampuan bayar rendah tidaklah
menjadi target anggota asuransi. Untuk mencapai terjadinya pemerataan, dapat
dilakukan universal coverage yang bersifat wajib dimana penduduk yang
mempunyai resiko kesehatan rendah akan membantu mereka yang beresiko
tinggi dan penduduk yang mempunyai kemampuan membayar lebih akan
membantu mereka yang lemah dalam pembayaran. Hal inilah yang masih
menjadi pekerjaan rumah bagi sistem kesehatan Indonesia.
Memang harus kita akui, bahwa tidak ada sistem kesehatan terutama dalam
pembiayaan pelayanan kesehatan yang sempurna, setiap sistem yang ada pasti
memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun sistem
pembayaran pelayanan kesehatan ini harus bergerak dengan pengawasan dan
aturan dalam suatu sistem kesehatan yang komprehensif, yang dapat mengurangi
dampak buruk bagi pemberi dan pencari pelayanan kesehatan sehingga dapat
terwujud sistem yang lebih efektif dan efisien bagi pelayanan kesehatan di
Indonesia.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
14

a. Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat
agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
b. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem
asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat
yang layak.
c. Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional : Prinsip kegotongroyongan, Prinsip
nirlaba, Prinsip kepesertaan bersifat wajib, Prinsip dana amanat, dan Prinsip hasil

pengelolaan Dana Jaminan Sosial


d. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum publik yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri dari BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
e. Mulai operasional BPJS Kesehatan mulai opersional pada tanggal 1 Januari 2014.
f. Kelompok pesertan BPJS Kesehatan : PBI jaminan kesehatan dan bukan PBI
jaminan kesehatan
g. Biaya kesehatan, berasal : Health provider(pemerintah,swasta);investment cost dan
operational cost, Health consumer out of pocket, dan Profit ,income health provider
h. Pembayaran Iuran Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan
berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah
nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI).
i. Cara pembayaran fasilitas BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi.
j. BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin
kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang
berlaku di wilayah tersebut.
k. BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang
diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim
diterima lengkap.
l. Sistem Pembiayaan Kesehatan Indonesia : Fee for Service ( Out of Pocket ) dan
Health Insurance
3.2 Saran

15

Semoga dengan terciptanya tugas makalah ini dapat memberikan pemahaman yang
lebih mengenai JKN dan BPJS. oleh karena itu pembaca diharapkan dapat
memberikan kritik dan sarannya terhadap makalah ini demi sempurnanya makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

16

BUKU PEGANGAN SOSIALISASI Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem


Jaminan Sosial Nasional
(http://www.depkes.go.id/resources/download/jkn/buku-pegangansosialisasi-jkn.pdf)

SUBSISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN (http://www.google.co.id/url?


sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=0
CDsQFjAE&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload
%2F1110000142-family-medicine
%2Ffmd175_slide_subsistem_pembiayaan_kesehatan.pdf&ei=CPlmVYf
LsqVuASJqoLoBg&usg=AFQjCNH3Kk3bWtDfHmaKFLdLmcLlq1yKMw)

World Health Organization 2009 JPKM (http://siskes-dan-manjbencana.blogspot.com/2011/02/sistem-pembiayaan-kesehatanindonesia.html)

17

You might also like