You are on page 1of 8

Anastesi spinal

Anestesia spinal (intratekal, intradural, subdural, subarakhnoid) ialah anestesi


regional dengan tindakan penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang
subarakhnoid. Larutan anestesi lokal yang disuntikan pada ruang subarachnoid
akan memblok konduksi impuls sepanjang serabut syaraf secara reversible.
Terdapat tiga bagian syaraf yaitu motor, sensori dan autonom. Motor
menyampaikan pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika di blok, otot akan
mengalami paralisis. Syaraf sensori akan menghantarkan sensasi seperti rabaan
dan nyeri ke sumsum tulang dan ke otak, sedangkan syaraf otonom akan
mengontrol tekanan darah, nadi, kontraksi usus dan fungsi lainnya yang diluar
kesadaran. Pada umumnya, serabut otonom dan nyeri adalah yang pertama kali
diblok dan serabut motor yang terakhir. Hal ini akan menimbulkan timbal balik
yang penting. Contohnya, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah yang
mendadak mungkin akan terjadi ketika serabut otonom diblok dan pasien
merasakan
sentuhan
dan masih
merasakan
sakit
ketika tindakan
pembedahan dimulai. Anestesi spinal merupakan pilihan anestesi pada daerah
dibawah umbilikus,misalnya repair hernia, ginekologi, operasi urogenital dan
operasi di daerah perineum dan genitalia.

Indikasi anestesi spinal adalah:

o Bedah ekstremitas bawah.


o Bedah panggul
o Tindakan sekitar rectum-perineum
o Bedah obstetric-ginekologi
o Bedah urologi
o Bedah abdomen bawah Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatric
biasanya dikombinasi dengan anesthesia umum ringan.
o Pasien lanjut usia dan pasien dengan penyakit sistemik seperti penyakit
pernafasan, hepar, renal dan gangguan endokrin (diabetes mellitus).

Kontra indikasi anesthesia spinal ada dua macam yakni relative dan
absolute.
Kontra indikasi absolute
Kontra indikasi relative
Pasien menolak
Infeksi pada tempat suntikan
Hipovolemia berat, syok
Koagulopati atau mendapat terapiantikoagulan

Tekanan intracranial meninggi


Fasilitas resusitasi minim
Kurang pengalaman atau / tanpa didampingi konsultan anesthesia
1. Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronis
Kelebihan pemakaian anestesi spinal diantaranya adalah biaya minimal, tidak
ada efek pada pernafasan, jalan nafas pasien terjaga, dapat dilakukan pada
pasien diabetes mellitus, perdarahan minimal, aliran darah splancnic meningkat,
terdapat tonusvisceral, jarang terjadi gangguan koagulasi. Sedangkan
kekurangan pemakaian anestesi spinal akan menimbulkan hipotensi, hanya
dapat digunakan pada operasi dengan durasi tidak lebih dari dua jam, bila tidak
aseptik akan menimbulkan infeksi dalam ruang subarachnoid dan meningitis,
serta kemungkinan terjadi postural headache.
Teknik Anestesia Spinal :

Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi
termudah. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa di pindah lagi,karena
perubahan posisi berlebihan dalam waktu 30 menit pertama akan menyebabkan
penyebaran obat. Jika posisinya duduk, pasien disuruh memeluk bantal, agar
posisi tulang belakang stabil, dan pasien membungkuk agar prosesus spinosus
mudah teraba. Jika posisinya dekubitus lateral, maka beri bantal kepala, agar
pasien merasa enak dan menstabilkan tulang belakang.

Tentukan tempat tusukan. Perpotongan antara garis yang menghubungkan


kedua krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-5. Untuk operasi
hernia ini, dilakukan tusukan pada L3-4. Tusukan pada L1-2 atau dia atasnya
berisiko trauma terhadap medulla spinalis.

Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alcohol.

Beri anestetik lokal pada tempat tusukan. Pada kasus ini diberikan obat
anestesi lokal bupivakain.

Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang


medial dengan sudut 10-30 derajad terhadap bidang horizontal ke arah cranial.

Jarum
lumbal
akan
menembus
kulit-subkutis-lig.supraspinosumlig.interspinosum-lig.flavum-ruang epidural-duramater-ruang sub arakhnoid. Kirakira jarak kulit-lig.flavum dewasa 6cm.

Cabut stilet maka cairan serebrospinal akan menetes keluar.

Pasang spuit yang berisi obat, masukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik)


diselingi aspirasi sedikit, untuk memastikan posisi jarum tetap baik.

Obat-Obatan Yang Dipakai


v Atropin sulfat
o Farmakodinamika
Atropin merupakan antimuskarinik. Atropin memblok asetilkolin endogen
maupun eksogen, tetapi hambatannya jauh lebih besar pada eksogen. Kepekaan
reseptor muskarinik terhadap anti muskarinik berbeda antar organ. Pada dosis
kecil (sekita 0,25 mg) dapat menekan sekresi air liur, mucus bronkus dan
keringat. Pada dosis yang lebih besar (0,5 1 mg) baru terlihat dilatasi pupil,
gangguan akomodasi dan penghambatan N.Vagus sehingga terjadi takikardi.
Pada dosis sekitar 0,3 mg dapat merangsang N.vagus sehingga frekunesi denyut
jantung berkurang. Perangsangan respirasi sebagai akibat dari dilatasi bronkus.
Pada dosis yang besar atropin malah dapat menyebabkan depresi nafas,delirium
dll. Pada saluran nafas dapat bekerja sebagai pengurang secret hidung, mulut,
faring dan bronkus. Sehingga penggunaan pada premedikasi anestesi
mengurangi resiko aspirasi.
o Indikasi
Antidotum keracunan antikolinesterase dan keracunan kolinergik yang ditandai
dengan gejala muskarinik
Medikasi praanestesi
Menghambat motilitas usus dan lambung
o Efek samping
Mulut kering
Gangguan miksi
Meteorisme
Sindrom demensia pada orang tua
Alergi atropine namun jarang ditemukan
Muka memerah

v Bunascan Spinal 0,5% Heavy


Bunascan Spinal 0,5% Heavy merupakan nama dagang, isinya adalah
bupivacaine HCL 5mg/ml dan dextrose 80mg/ml. Pada pasien ini, diberikan
Bunascan Spinal 0,5% Heavy 10mg.

o Farmakodinamik :
Anestesi lokal adalah obat yang digunakan untuk mencegah rasa nyeri dengan
memblok konduksi sepanjang serabut saraf secara reversible. Obat menembus
saraf dalam bentuk tidak terionisasi (lipofilik), tetapi saat di dalam akson
terbentuk beberapa molekul terionisasi, dan molekul-molekul ini memblok kanal
Na+, serta mencegah pembentukan potensial aksi. Anestesi lokal dapat
menekan jaringan lain yang dapat dieksitasi (miokard) bila konsentrasi dalam
darah cukup tinggi, namun efek sistemik utamanya mencakup system saraf
pusat. Pada konsentrasi darah yang dicapai dengan dosis terapi, terjadi
perubahan konduksi jantung, eksitabilitas, refrakteritas, kontraktilitas dan
resistensi vaskuler perifer yang minimal. Kontraktilitas miokardium ditekan dan
terjadi vasodilatasi perifer, mengakibatkan penurunan curah jantung dan
tekanan darah arteri. Absorpsi sistemik anestetik lokal juga dapat
mengakibatkan perangsangan dan atau penekanan sistem saraf pusat.
Rangsangan pusat biasanya berupa gelisah, tremor dan menggigil, kejang,
diikuti depresi dan koma, akhirnya terjadi henti napas. Fase depresi dapat terjadi
tanpa fase eksitasi sebelumnya.
o Farmakokinetik :
Kecepatan absorpsi anestetik lokal tergantung dari dosis total dan konsentrasi
obat yang diberikan, cara pemberian, dan vaskularisasi tempat pemberian, serta
ada tidaknya epinefrin dalam larutan anestetik. Bupivacaine mempunyai awitan
lambat (sampai dengan 30 menit) tetapi mempunyai durasi kerja yang sangat
panjang,sampai dengan 8 jam bila digunakan untuk blok syaraf. Lama kerja
bupivacaine lebih panjang secara nyata daripada anestetik lokal yang biasa
digunakan. Juga terdapat periode analgesia yang tetap setelah kembalinya
sensasi.
o Efek samping :
Penyebab utama efek samping kelompok obat ini mungkin berhubungan dengan
kadar plasma yang tinggi, yang dapat disebabkan oleh overdosis, injeksi
intravaskuler yang tidak disengaja atau degradasi metabolik yang lambat.
Sistemik
:
Biasanya
berkaitan
dengan
sistem
saraf
pusat
dan
kardiovaskular seperti hipoventilasi atau apneu, hipotensi dan henti jantung.
SSP : Gelisah, ansietas, pusing, tinitus, dapat terjadi penglihatan kabur atau
tremor, kemungkinan mengarah pada kejang. Hal ini dapat dengan cepat diikuti

rasa mengantuk sampai tidak sadar dan henti napas. Efek SSP lain yang
mungkin timbul adalah mual, muntah, kedinginan, dan konstriksi pupil.
Kardiovaskuler : Depresi miokardium, penurunan curah jantung, hambatan
jantung, hipotensi, bradikardia, aritmia ventrikuler, meliputi takikardia
ventrikuler dan fibrilasi ventrikuler, serta henti jantung.
Alergi : Urtikaria, pruritus, eritema, edema angioneuretik (meliputi edema laring),
bersin, episode asma, dan kemungkinan gejala anafilaktoid (meliputi
hipotensiberat).
Neurologik : Paralisis tungkai, hilangnya kesadaran, paralisis pernapasan dan
bradikardia (spinal tinggi), hipotensi sekunder dari blok spinal, retensi
urin,inkontinensia fekal dan urin, hilangnya sensasi perineal dan fungsi
seksual;anestesia persisten, parestesia, kelemahan, paralisis ekstremitas
bawah dan hilangnya kontrol sfingter, sakit kepala, sakit punggung, meningitis
septik, meningismus, lambatnya persalinan, meningkatnya kejadian persalinan
dengan forcep, atau kelumpuhan saraf kranial karena traksi saraf pada
kehilangan cairanserebrospinal.

v Ketopain 30 mg sebagai analgesik


o Farmakodinamik
Ketorolac tromethamine merupakan suatu analgesik non-narkotik. Obat ini
merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik
yang lemah dan anti-inflamasi. Ketorolac tromethamine menghambat sintesis
prostaglandin dan dapat dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena
tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiat.
o Farmakokinetik
Ketorolac tromethamine diserap dengan cepat dan lengkap setelah pemberian
intramuskular dengan konsentrasi puncak rata-rata dalam plasma sebesar 2,2
mcg/ml setelah 50 menit pemberian dosis tunggal 30 mg. Waktu paruh terminal
plasma 5,3 jam pada dewasa muda dan 7 jam pada orang lanjut usia (usia ratarata 72 tahun). Lebih dari 99% Ketorolac terikat pada konsentrasi yang beragam.
Farmakokinetik Ketorolac pada manusia setelah pemberian secara intramuskular
dosis tunggal atau multipel adalah linear. Kadar steady state plasma dicapai
setelah diberikan dosis tiap 6 jam dalam sehari. Pada dosis jangka panjang tidak
dijumpai perubahan bersihan. Setelah pemberian dosis tunggal intravena,
volume distribusinya rata-rata 0,25 L/kg. Ketorolac dan metabolitnya (konjugat
dan metabolit para-hidroksi) ditemukan dalam urin (rata-rata 91,4%) dan sisanya
(rata-rata 6,1%) diekskresi dalam feses. Pemberian Ketorolac secara parenteral
tidak mengubah hemodinamik pasien.
o Indikasi

Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri


akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac tidak
boleh lebih dari lima hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan
segera setelah operasi. Harus diganti ke analgesik alternatif sesegera mungkin,
asalkan terapi Ketorolac tidak melebihi 5 hari. Ketorolac tidak dianjurkan untuk
digunakan sebagai obat prabedah obstetri atau untuk analgesia obstetri karena
belum diadakan penelitian yang adekuat mengenai hal ini dan karena diketahui
mempunyai efek menghambat biosintesis prostaglandin atau kontraksi rahim
dan sirkulasi fetus.
o Kontra indikasi
Pasien yang sebelumnya pernah mengalami alergi dengan obat ini, karena ada
kemungkinan sensitivitas silang.
Pasien yang menunjukkan manifestasi alergi serius akibat pemberian Asetosal
atau obat anti-inflamasi nonsteroid lain.
Pasien yang menderita ulkus peptikum aktif.
Penyakit serebrovaskular yang dicurigai maupun yang sudah pasti.
Diatesis hemoragik termasuk gangguan koagulasi.
Sindrom polip nasal lengkap atau parsial, angioedema atau bronkospasme.
Terapi bersamaan dengan ASA dan NSAID lain.
Hipovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain.
Gangguan ginjal derajat sedang sampai berat (kreatinin serum >160 mmol/L).
Riwayat asma.
Pasien pasca operasi dengan risiko tinggi terjadi perdarahan atau hemostasis
inkomplit, pasien dengan antikoagulan termasuk Heparin dosis rendah (2.500
5.000 unit setiap 12 jam).
Terapi bersamaan dengan Ospentyfilline, Probenecid atau garam lithium.
Selama kehamilan, persalinan, melahirkan atau laktasi.
Anak < 16 tahun.
Pasien yang
vesikulobulosa.

mempunyai

riwayat

sindrom

Steven-Johnson

atau

ruam

Pemberian neuraksial (epidural atau intratekal).


Pemberian profilaksis sebelum bedah mayor atau intra-operatif jika hemostasis
benar-benar dibutuhkan karena tingginya risiko perdarahan.
o Dosis

Ketorolac ampul ditujukan untuk pemberian injeksi intramuskular atau bolus


intravena. Dosis untuk bolus intravena harus diberikan selama minimal 15 detik.
Ketorolac ampul tidak boleh diberikan secara epidural atau spinal. Mulai
timbulnya efek analgesia setelah pemberian IV maupun IM serupa, kira-kira 30
menit, dengan maksimum analgesia tercapai dalam 1 hingga 2 jam. Durasi
median analgesia umumnya 4 sampai 6 jam. Dosis sebaiknya disesuaikan
dengan keparahan nyeri dan respon pasien. Lamanya terapi : Pemberian dosis
harian multipel yang terus-menerus secara intramuskular dan intravena tidak
boleh lebih dari 2 hari karena efek samping dapat meningkat pada penggunaan
jangka panjang.
Dewasa
Ampul : Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 1030
mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah.
Dosis harian total tidak boleh lebih dari 90 mg untuk orang dewasa dan 60 mg
untuk orang lanjut usia, pasien gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya
kurang dari 50 kg. Lamanya terapi tidak boleh lebih dari 2 hari. Pada seluruh
populasi, gunakan dosis efektif terendah dan sesingkat mungkin. Untuk pasien
yang diberi Ketorolac ampul, dosis harian total kombinasi tidak boleh lebih dari
90 mg (60 mg untuk pasien lanjut usia, gangguan ginjal dan pasien yang berat
badannya kurang dari 50 kg).
o Efek Samping :.
Efek samping di bawah ini terjadi pada uji klinis dengan Ketorolac IM 20 dosis
dalam 5 hari. Insiden antara 1 hingga 9% : Saluran cerna : diare, dispepsia, nyeri
gastrointestinal, nausea. Susunan Saraf Pusat : sakit kepala, pusing, mengantuk,
berkeringat.
v Ondansetron

o Farmakologi
Ondansetron adalah suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang dapat
menekan mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi.
Mekanisme kerjannya diduga langsung mengantagonisasi reseptor 5-HT yang
terdapat pada chemoreseptor trigger zone didaerah postrema otak dan mungkin
juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansetron mempercepat pengosongan
lambung, bila kecepatan basal rendah. Tetapi waktu transit saluran cerna
memanjang sehingga dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Ondansetron
dometabolisme di hati.
o Indikasi
Ondansetron digunakan untuk mencegah mual dan muntah yang berhubungan
dengan operasi dan pengobatan kanker dengan radiografi dan sitostatika. Dosis
yang digunakan 0,1-0,2 mg/Kg IV.

o Efek samping
Keluhan biasanya dapat ditoleransi dengan baik. Keluhan yang umum ditemukan
adalah konstipasi. Gejala lain dapat berupa sakit kepala, mengantuk, gangguan
saluran cerna.
o Kontraindikasi

Hipersensitivitas merupakan kontraindikasi penggunaan ondansetron. Obat ini


sebaiknya tidak digunakan pada ibu hamil dan menyusui karena kemungkinan
disekresikan ke dalam ASI. Pasien dengan penyakit hatimudah mengalami
intoksikasi.

You might also like