You are on page 1of 23

PROFIL USAHA JASA KONVENSI (MICE) DI BALI

Ni Made Eka Mahadewi


Sekolah Tinggi Pariwisata Nusadua Bali

ABSTRACT

Convention business activities is emerging as a key sector of


tourism and leisure industries. As one of MICE destination in Indonesia,
Bali is still on the growth to be the MICE destination. The Bali
conference and meetings industry has develop not less than the last
decade. Interest in the industry has grown and competition has
intensified. Bali has 31.000 hotel’s rooms with 830 hotels include 106
stars hotels. There are only 36 hotels in Bali provide conference and
meeting facilities, include the Bali International Convention Center
(BICC).
According to the reference Boehme, to select the type of meeting
site, Bali offer hotels with resort facilities, downtown hotel and
convention center. The resort hotels and convention center criteria
located in Nusa Dua area, downtown hotel in Denpasar, and some hotels
in Kuta near the airport. According to the reference Cooper et al., there
are four points for a place categorized as a destination, namely attraction,
accessibilities, amenities, and ancillary services (4 A’s). According to
Getz, there are seven elements on criteria as MICE destination, namely
infrastructure, accommodation, transportation, attraction, catering, retail,
and recreation/entertainment. According to Morrison et al., to be a
MICE destination should have a Convention Visitor Bureau (CVB). Bali
is interesting place to be visited. It is determined by its tourist attractions.
This paper was motivated by the recognition that there is a lack of
empirical data on the characteristic of Bali as MICE destination. The
purpose of this paper were to (1)describe the key characteristic of MICE
destination and its implication on Bali, (2) describe the condition of the
growth convention business in Bali.

Keyword : MICE, destination, hotel/venue, CVB


PENDAHULUAN

Bali secara internasional diakui sebagai destinasi yang menarik


untuk dikunjungi (the most wanted destination) versi majalah TIMES
tahun 2003. Bali sebagai salah satu destinasi MICE di kawasan Asia
Pacific memiliki peluang yang besar untuk meraih pangsa pasar
wisatawan konvensi. Dengan lokasi yang terletak di antara Australia dan
daerah Asia Tenggara, bukan hal yang tidak mungkin Bali bersaing
untuk hal tersebut. Potensi geografis ini dapat menjadi kekuatan bagi
Bali, ditambah dengan budayanya yang kental dengan nuansa Hindu,
merupakan keunikan yang tidak dapat dinikmati didaerah manapun.
Bali secara keseluruhan memiliki 36 hotel yang memiliki fasilitas
yang layak untuk kegiatan konvensi (Bali MICE Guide Book 2003).
Wilayah Bali yang dikenal sebagai daerah yang banyak mendatangkan
wisatawan konvensi adalah Kotamadya Denpasar, Kabupaten Badung,
dan Kabupaten Tabanan. Di tiga daerah ini terdapat fasilitas penunjang
kelancaran kegiatan konvensi. Wilayah kotamadya Denpasar memiliki 5
hotel dengan fasilitas konvensi, kabupaten Tabanan hanya memiliki 1
buah hotel, dan kabupaten Badung terbanyak sejumlah 30 buah hotel
(termasuk 1 venue).
Sejumlah 36 hotel yang dianggap mampu menangani kegiatan
konvensi, sebagian hotel ada yang belum berperan aktif dalam
meningkatkan kegiatan konvensi. Secara keseluruhan, Bali memiliki
fasilitas kamar hotel yang tersedia 31.000 kamar dari 830 hotel dengan
106 hotel berbintang. Dari sejumlah hotel tersebut, sebanyak 4.500 kamar
berlokasi di kawasan BTDC.
DEFINISI KONVENSI (MICE)

Untuk di Indonesia, pengertian konvensi lebih sering disebut


dengan istilah MICE. Yoeti (2000:13) mengatakan bahwa MICE
merupakan suatu rangkaian kegiatan, dimana para pengusaha atau
professional berkumpul pada suatu tempat yang terkondisikan oleh suatu
permasalahan, pembahasan atau kepentingan yang sama. Sedangkan
Pendit (1999:25) mengatakan bahwa MICE adalah kegiatan konvensi,
perjalanan insentif dan pameran dalam industri pariwisata. MICE
singkatan dari Meeting, Incentive, Conference and Exhibition. Dalam
peristilahan Indonesia MICE diartikan sebagai Wisata Konvensi. Wisata
Konvensi baru berkembang setelah keluarnya UU No.9 tahun 1990
tentang Kepariwisataan. Pemerintah melalui Keputusan Menteri
Pariwisata Pos dan Telekomunikasi No. KM 108/HM.703/MPPT-91,
merumuskan bahwa :
Kongres, Konferensi atau Konvensi merupakan suatu kegiatan
berupa pertemuan sekelompok orang (negarawan, usahawan,
cendekiawan, dan sebagainya) untuk membahas masalah-
masalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama.

Pasal 14 Undang-undang ini menyebutkan “Usaha Jasa Konvensi,


Perjalanan Insentif dan Pameran meliputi jasa perencanaan, penyediaan
fasilitas, jasa pelayanan, jasa penyelenggaraan konvensi, perjalanan
insentif, dan pameran. Pada umumnya kegiatan konvensi berkaitan
dengan kegiatan usaha pariwisata lain, seperti transportasi, akomodasi,
hiburan (entertainment), perjalanan pra- dan pasca-konferensi (pre and
post convention tours).
Hildreth (1990:342) menyatakan :
A Meeting is planned communication encounter between two or
more persons for a common purpose.”
(Persidangan adalah suatu komunikasi terencana diantara dua orang atau
lebih untuk tujuan bersama). Ditambahkannya, menurut penjelasan dari
The Educational Institute of the American Hotel and Motel Association,
Meeting terdiri dari beberapa tipe, yaitu :
1. Break-out Session, adalah kelompok kecil yang dibentuk dari dari
sidang besar dengan maksud untuk membahas suatu topik.
2. Clinic, adalah sejenis lokakarya dimana stafnya menyediakan
kelompok kecil untuk dilatih dalam suatu subjek tertentu.
3. Colloqium, adalah sebuah acara dimana peserta yang menentukan isi
acara. Para pemimpin pertemuan membuat acara yang berkaitan
dengan masalah-masalah yang paling sering muncul. Biasanya
mempunyai tekanan yang seimbang dalam instruksi dan diskusi.
4. Concurrent Sessions, adalah sidang-sidang yang dijadwalkan pada
waktu yang bersamaan.
5. Conference, biasanya merupakan sidang umum dan diikuti oleh
kelompok-kelompok yang saling berhadapan, dengan tujuan untuk
merencanakan, mencari fakta dan mencari pemecahan atas masalah
organisasi dan anggotanya.
6. Congress, adalah jenis pertemuan yang umumnya digunakan di
Eropa, paling sering digunakan untuk sebuah konvensi.
7. Convention, merupakan sidang umum dan pertemuan komite untuk
memecahkan masalah-masalah umum; sebagai bentuk tradisional dari
pertemuan tahunan (annual meetings)
8. Forum, merupakan sebuah diskusi beregu yang terdiri dari para ahli
pada bidang tertentu dimana menyediakan kesempatan bagi peserta
untuk berpartisipasi, dipandu oleh seorang moderator.
9. Institute, merupakan sidang umum dan kelompok diskusi untuk
beberapa materi tertentu, biasanya merupakan pengganti pendidikan
formal dimana para staf menyediakan program pelatihan.
10. Lecture, sebuah presentasi formal yang dilakukan oleh seorang ahli,
terkadang diikuti oleh sesi tanya jawab.
11. Plenary Session, bentuk pertemuan bagi semua peserta
12. Seminar, bentuk pertemuan dari suatu kelompok untuk berbagi
pegalaman dalam suatu bidang tertentu, dibawah pimpinan diskusi
yang ahli.
13. Symposium, bentuk pertemuan dengan diskusi beregu/panel oleh para
ahli dalam bidangnya, yang diberikan kepada peserta dalam jumlah
besar, bentuk partisipasi peserta lebih kecil dari sebuah forum.
14. Workshop, bentuk sidang umum yang melibatkan peserta untuk
saling berbagi pengalaman, memperoleh pengetahuan,keahlian,dan
memecahkan masalah diantara bidang tertentu.
Kegiatan incentive menurut Pendit (1999:26) adalah suatu kegiatan
perjalanan yang diselenggarakan oleh suatu perusahaan untuk para
karyawan dan mitra usaha sebagai imbalan penghargaan atas prestasi
mereka dalam kaitan penyelenggaraan konvensi yang membahas
perkembangan kegiatan perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan
exhibition adalah suatu kegiatan untuk menyebarluaskan informasi dan
promosi yang ada hubungannya dengan penyelenggaraan konvensi atau
yang ada kaitannya dengan pariwisata.
Untuk menunjang kegiatan konvensi, oleh INCCA (Indonesia
Congress and Conference Association) ditetapkan 10 destinasi MICE di
Indonesia. Selain Bali, destinasi tersebut ada di
Jakarta,Jogjakarta,Bandung,Surabaya,Batam,Sumatera Utara, Sumatera
Barat,Menado dan Makasar. Penetapan ini untuk mengantisipasi trend
global bidang MICE yang disesuaikan dengan potensi daerah masing-
masing.

PERTUMBUHAN KEGIATAN MICE

Hoyle et al. (1989:4) menyatakan pertumbuhan usaha


konvensi dan pertemuan (Meeting and Convention) sampai tahun 1960-
an masih identik dengan hotel. Pada Bali kegiatan konvensi mulai
tumbuh dan berkembang semenjak tahun 1990-an, ketika PATA
Conference dibuka di kawasan Nusa Dua, saat itu masih kawasan
tersebut masih dalam tahap pembukaan. Saat ini para perencana
pertemuan dan konvensi (meeting planner) memiliki banyak alternatif
untuk memilih tempat penyelenggaraan yang lebih sesuai dengan
kebutuhan konsumennya (Hoyle et.al., 1989:4-5). Boehme (1999:18)
menyebutkan, untuk melaksanakan kegiatan pertemuan dapat dipilih
tempat-tempat sebagai berikut: (1)Hotel dengan segala kriteria hotel,
seperti downtown hotel, airport hotel,(2)Fasilitas Kawasan Wisata
(Resort Facility),(3)Kawasan Permainan Golf (Golf Resort),(4)Fasilitas
Permainan (Gaming Facility),(5)Kapal Pesiar (Cruise Ship),
(6)Universitas atau sekolah-sekolah (College or university facility),
(7)Pusat Konvensi (Convention center),(8) Pusat Konferensi (Conference
centers).
Hoyle et.al. (1989:9) menilai pertumbuhan industri jasa yang
menangani pertemuan dan konvensi dipengaruhi oleh beberapa faktor
sebagai berikut,(1) Asosiasi Perencana Pertemuan (Meeting Planner
Association),(2)Industri Penerbangan (the airline industry),(3)Akomodasi
(the lodging industri),(4) Tempat Konvensi (convention center),(5)Biro
Konvensi (convention bureau),(6)Tempat Konferensi (conference
center),(7)Alat/fasilitas yang berteknologi (meeting technology),
(8)Petugas yang menangani kegiatan pertemuan (ground handles).
Lebih jelasnya disebutkan oleh Hoyle (1989:5), khusus untuk
menangani sebuah konvensi seorang meeting planner harus selalu
memperhatikan faktor-faktor berikut.
1. Kemudahan menuju kota dari tempat penyelenggaraan
2. Efisiensi dalam setiap pelaksanaan tugas saat konvensi
berlangsung
3. Mengetahui kondisi dan tempat penyelenggaraan dengan baik
4. Kualitas pelayanan yang memuaskan dari FB facilities dan teknisi
audiovisual.

METODOLOGI
Kegiatan penelitian dilakukan terhadap Bali. Teknik
pengumpulan data yang digunakan antara lain melalui studi pustaka
(literature review), daftar pertanyaan,wawancara terstruktur dan
observasi. Studi pustaka digunakan untuk membandingkan antara konsep
dan teori usaha jasa konvensi dengan kenyataannya pada Bali. Instrumen
yang digunakan berupa checklist atau daftar pertanyaan yang ditujukan
kepada narasumber. Narasumber diberikan kesempatan memberikan data
dan tanggapan atas profil usaha jasa konvensi di Bali. Narasumber dalam
penelitian ini adalah mereka yang ahli pada bidang usaha jasa konvensi.
Pihak narasumber berasal dari kalangan professional, pejabat
pemerintah (Dinas Pariwisata Daerah Tingkat I Propinsi Bali), perencana
pertemuan (meeting planner) dari pihak hotel maupun usaha wisata, para
Professional Congress Organizer (PCO), pengelola bandara Ngurah Rai
dan pengelola wisata insentif. Selain observasi langsung, kegiatan
penelitian dilakukan melalui telepon dan surat, sesuai acuan Black dan
Grant. Analisa data menggunakan statistik deskriptif, menjelaskan
bagaimana data dikumpulkan dan ditulis sedemikian rupa kedalam
penulisan ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bali MICE Guide Book 2003, menyebutkan ada 36 hotel


berbintang 5 dan 4, dan 1 venue yang dianggap mampu menangani
kegiatan konvensi secara internasional. Sedangkan Basis Informasi
Meeting Venue Kotamadya Denpasar dan Badung memberikan informasi
tempat konvensi yang juga ditujukan untuk wisatawan domestik.
Terdapat 40 hotel yang berfasilitas meeting room di Kotamadya
Denpasar. Dari kategori lokasi terdapat 50% (20 hotel) terletak di
Denpasar dan 50% lainnya di Sanur. Dari kategori klasifikasi hotel,
terdapat 29% (12 hotel) adalah Hotel Melati III; 24% (10 hotel) adalah
Hotel melati II; 5 hotel (13%) adalah hotel Melati I; 8% (3 hotel) adalah
Hotel Bintang 2; 5 hotel (13%) adalah hotel Bintang 3; 5% (21 hotel)
adalah Hotel Bintang 4; 8%(3hotel) adalah hotel Bintang 5.
Di Kabupaten Badung terdapat 73 hotel yang menyediakan
fasilitas meeting room. Dari 73 hotel , sebanyak 64% (47 hotel) terletak
di Kuta; 21% (15 hotel)di Nusa Dua; 8% (6 hotel) di Tanjung Benoa dan
7% (5 hotel) terletak di Jimbaran. Dari sisi klasifikasi hotel, terdapat 32%
(23 hotel) adalah Hotel Bintang 5; 25%(18 hotel) adalah Hotel Bintang 4,
16% (12 hotel) adalah hotel bintang 3; 15% (11 hotel)adalah Hotel Melati
III; 8%(6 hotel) adalah hotel boutique; 3% (2 hotel) adalah Hotel Melati
II; 1% (1 hotel) adalah hotel bintang 2.
Dari sisi perkembangan dalam menangani kegiatan konvensi, Bali
dapat dikatakan mampu bersaing untuk merebut peluang dalam
penyelenggaraan konvensi. Pada tahun 1999 hampir sebagian dari total
kegiatan MICE seluruh Indonesia dilaksanakan di Bali. Sejumlah 247
kegiatan yang ada di Indonesia, sebanyak 168 kegiatannya
diselenggarakan di Bali. Perkembangan kegiatan usaha jasa MICE yang
dilakukan oleh pihak hotel ditunjukkan oleh Tabel 1 berikut :

Tabel 1
Perkembangan Kegiatan Usaha Jasa MICE pada hotel-hotel di
Bali
(Tahun 1999-2001)

Tahun Jumlah Jumlah Jumlah Peserta


Hotel Event
Nasional Internasional Total
1999 16 146 3.772 5.751 9.523
2000 14 339 22.602 6.792 29.394
2001 14 405 31.257 5.417 36.674
Sumber : Diparda Propinsi Bali (2004)

Sementara untuk pengumpulan data perkembangan kegiatan


pelaksanaan usaha jasa konvensi, dari sekian banyak hotel di Bali, rata-
rata hanya 15 hotel yang rajin menyetorkan laporan kegiatan konvensinya
(lihat Tabel 1). Sampai dengan tahun 2004, sumber data untuk tahun
2003 belum diperoleh gambaran perkembangan tahun 2002-2003.

Bali mempunyai pengalaman dalam menangani konvensi dan


event nasional maupun internasional, dan karenanya berpeluang dalam
meraih manfaat dari MICE. Tabel 2 menunjukkan kwantitas
penyelenggaraan konvensi nasional dan internasional yang
diselenggarakan di Bali periode tahun 1997-2002. Pada tahun 1999
hampir sebagian dari total kegiatan MICE seluruh Indonesia
dilaksanakan di Bali. Sejumlah 247 kegiatan yang ada di Indonesia,
sebanyak 168 kegiatannya diselenggarakan di Bali.

Tabel 2
Jumlah Penyelenggaraan Konvensi Nasional dan Internasional di
Bali
Tahun 1997 – 2002 (kali)

Tahun Nasional Internasional Total


1997 32 164 196
1998 35 156 191
1999 4 164 168
2000 9 204 217
2001 15 190 205
2002 9 75 83
Rata-rata 17 159 177
Sumber : Dinas Pariwisata Propinsi Bali (2003)

Dalam upaya peningkatan pelayanan bidang usaha jasa konvensi,


kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan dalam upaya peningkatan
kunjungan wisatawan konvensi ke Bali (Diparda Bali,2004) disampaikan
sebagai berikut :
1. Pembangunan sarana dan prasarana usaha jasa MICE untuk
menampung kegiatan-kegiatan konvensi yang berskala nasional dan
internasional
2. Melakukan upaya-upaya promosi melalui :
a. Penyebarluasan informasi melalui media internet
b. Penyebarluasan brosur, booklet, leaflet dan lain sebagainya
3. Bersama-sama dengan asosiasi pariwisata ikut berpartisipasi pada
konvensi dan bursa/pameran pariwisata internasional seperti : PATA,
WTM, BTL, ITB Berlin, JATA, CITM, ATF, TATA dan sebagainya.
4. Menyelenggarakan event-event pariwisata internasional di Bali antara
lain :
a. PATA Annual Conference , Nusa Dua,13-17 April 2003
b. WTO Think Tank Conference, Nusa Dua, 2003
c. ASEAN Europe Monetary Ministerial Meeting , Nusa Dua, 2003
d. Konferensi PBB tentang Money Laundry & Terorism, Nusa Dua
2003
e. KTT ASEAN, Nusa Dua 2003
f. PrepCon for The Commision for The Conservation &
Management of Highly Migratory Fish Stocks in The Western &
Central Pacific, Kartika Plaza Kuta, 19-23 April 2004
g. The Fourth Congress of Asian Pacific Society of Atherosclerosis
and Vascular Diseases, Nusa Dua, 6-9 May 2004
5. Melakukan pembinaan terhadap usaha jasa MICE yaitu dengan
mengadakan Kursus dan Diklat Dasar serta Lanjutan dalam
pengelolaan usaha jasa MICE, yang pesertanya terdiri dari
manajemen/karyawan yang bergerak di bidang usaha jasa MICE
(September 2000 dan 2001, Juni 2004)
6. Melakukan pengawasan dan penertiban terhadap usaha jasa MICE
yang melanggar ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Prasarana usaha jasa konvensi Bali yang dituntut oleh pasar
MICE, menurut Profesional Congress Organizer/PCO, Daniels (2003),
ada 4 hal penting yang perlu mendapat perhatian semua pihak, yaitu :
a. Fasilitas Bandara Udara, yang mempunyai hubungan internasional
(international connecticity), dengan sistem yang modern dan up to
date, meningkatkan sistem keimigrasian dan bea cukai yang lancar,
efisisen dan relatif terbuka
b. Efisiensi Sistem Transportasi Darat ; jalan-jalan umum di Bali masih
dianggap belum aman dan efisien sehingga waktu perjalanan wisata
diantara atraksi dan tempat konvensi dapat terganggu
c. Sistem Penunjang Kesehatan (Medical Support System); Rumah Sakit
dan klinik di Bali masih belum memiliki standard internasional dalam
membantu penanganan wisatawan konvensi, serta kemampuan
emergency response petugas perlu ditingkatkan.
d. Sistem Telekomunikasi; perlu mendapat perhatian kemudahan bagi
pengguna mobile phone, sistem telepon lokal dan tele conferencing,
fasilitas wide band dan wireless dengan Simoultaneous Interpreting
System (SIS) masih kurang memenuhi syarat.

Bali sebagai Destinasi MICE, dalam pengembangannya ada


beberapa masalah terkait yang berhubungan dengan upaya pemasaran
wisata MICE. Semone (2003), Daniels (2003) dan Jennifer Seabrook,
Event Organizer dari Meeting First, Melbourne Australia (2004),
menyatakan hal-hal sebagai berikut:
a. Promosi untuk wisata MICE masih sangat kurang
b. Belum ada Convention Visitor Beaureu/CVB
c. Tidak ada subsidi pemerintah yang merangsang pasaran wisata MICE
d. Tidak ada pendekatan yang pro-aktif dari pemerintah dan industri
pemasar usaha jasa konvensi ke pasar MICE, yang sebenarnya dapat
dilakukan melalui: sponsored inspection,MICE Familirization Trips,
Sponsored Event, promosi pada pameran wisata MICE diluar negeri
e. Perhatian yang kurang dari penyelenggara kegiatan konvensi Bali
terhadap keanggotaan bidang MICE seperti ICCA, SITE dan
sebagainya
f. Kurangnya perhatian terhadap fasilitas, aksesibilitas untuk
mendatangkan bisnis yang baru terwujud 5-7 tahun mendatang
g. Regulasi berlebihan yang dapat memperlemah daya saing pemasaran
wisata MICE, sistem baru dianggap tidal populer untuk diberlakukan
(VOA/Visa On Arrival), dan hal ini dianggap menghambat untuk
mendatangkan wisatawan konvensi ke Bali.

Pada Bali sebagai Destinasi MICE, peluang hotel sangat besar dalam
bisnis ini. Daniels (2003) menyatakan, hotel dengan kualitas yang tinggi
sangat diperlukan dalam bisnis konvensi, terutama dalam penanganan
wisatawan konvensi internasional.

DESTINASI MICE

Bali dinyatakan daerah yang menarik untuk dikunjungi. Cooper


et.al. (1993:81) dalam Tourism Principles and Practice, menyebutkan
destinasi adalah pusat dari segala fasilitas dan pelayanan yang telah
disiapkan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. Disebutkannya sebuah
wilayah dapat dikatakan sebagai destinasi, jika pada tempat atau wilayah
tersebut sudah terdapat 4 (empat) ‘A’, yaitu (1)Atraksi (Attraction)
seperti alam yang menarik, kebudayaan daerah yang menawan, seni
pertunjukan,(2)Aksesibilitas (Accessibilities) seperti transportasi lokal,
terminal,(3)Amenitas atau fasilitas (Amenities) seperti tersedianya
akomodasi, rumah makan,agen perjalanan,(4)Ancillary services, yaitu
bentuk dari wadah organisasi pariwisata, seperti dmo (destination
marketing/management organization), cvb (convention and visitor
bureau).

Sedangkan menurut Mill et.al. (1985:201) destinasi dinyatakan


memiliki kombinasi elemen yang interdependen. Destinasi oleh Mill et
al. terdiri dari atraksi, fasilitas, infrastruktur, transportasi, dan
keramahtamahan (attraction,facilities,infrastructure, transportation and
hospitality).

Bali adalah salah satu destinasi MICE di kawasan Asia Pacifik.


Getz (1991:45), dalam bukunya “Festivals, Special Event and Tourism”,
memberikan gambaran industri MICE dilihat dari sisi Supply. Getz
menyatakan ada 7 (tujuh) elemen dalam sebuah destinasi MICE. Adapun
ketujuh elemen tersebut adalah (1)infrastruktur (infrastructure),
(2)akomodasi(accomodation), (3)transportasi(transportation),
(4)atraksi(attraction), (5)katering(catering), (6)pedagang
pengecer(retail), (7)sarana rekreasi atau hiburan (recreation or
entertainment). Gambar 1 oleh Getz, dapat diketahui kebutuhan apa
yang perlu ditingkatkan dalam destinasi MICE.
Rekreasi dan
Infrastruktur Akomodasi Transportasi Atraksi Katering Retail Hiburan

Elemen dari event

Atraksi Mutlak Atraksi Permanen Event


- Iklim - Taman Hiburan Program dan Event pada - Mega Event
- Pemandangan - Taman Kota atraksi permanen: - event Regional
- Budaya - Pameran - Program Perjalanan
- Keramah- - Fasilitas budaya - Kegiatan bisnis Atraksi
tamahan - Layanan - Event Olahraga - Atraksi lokal /
Masyarakat - Event Pendidikan aktivitas wisata
- Pusat Konvensi - Event Keagamaan - Atraksi selama
- Fasilitas olahraga - Event Politik perjalanan
dan rekreasi - Festifal Masyarakat
- Fasilitas Belajar

Kesan dan citra pariwisata

Gambar 1 Tipologi Pariwisata Event


(Getz, Festivals, Special Event and Tourism,1991:45)

Dari ketujuh elemen tersebut, dikaitkan dengan kegiatan pada


sebuah destinasi MICE, wisatawan yang datang dapat menikmati 3
bagian elemen atraksi berikutnya , yaitu Ambient Attraction, Permanent
Attraction, dan event. Getz menyatakan,puas dan tidaknya peserta
kegiatan event, dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu (1)Faktor Pelayanan
Mutlak (essential services), dimana peserta kegiatan merasa aman dan
sehat (safety and health), tersedia makanan dan minuman yang sesuai
dengan selera mereka (food and beverages), kemudahan komunikasi
(communication), merasa nyaman (comfort), tersedia informasi yang
dibutuhkan selama di destinasi (information), dan ada kemudahan
(accessibility),(2)Faktor Keuntungan yang bisa diperoleh dengan
melakukan kontak dengan orang lain (generic benefit), antara lain mereka
mendapatkan hal yang nyata, sejati, tidak berpura-pura (authenticity),
ritual, bertukar pendapat dan saling membutuhkan (belonging and
sharing), permainan (games), bersama-sama dalam pertunjukan seni
(spectacle),(3)Faktor keuntungan yang merupakan target yang memang
mestinya harus diperoleh oleh mereka sebagai pengunjung dalam suatu
kegiatan (targeted benefits), yaitu berupa keunikan destinasi yang dapat
dilihat langsung (uniqueness), barang-barang dagangan (merchandise),
hiburan (entertainment), dan dapat melakukan aktivitas (activities).
Gambar 2 menunjukkan pandangan peserta event terhadap
keinginan mereka terhadap event yang dilaksanakan.
Pada sisi lain, acuan yang dikemukakan oleh Cooper et.al.,Mill
et.al. dan Getz,. faktor atraksi merupakan daya tarik besar bagi
wisatawan konvensi untuk menikmati Bali (Mahadewi:2004). Sedangkan
dari sisi kepuasan, wisatawan konvensi menyatakan faktor kenyamanan
adalah faktor yang mutlak dengan penilaian yang tinggi. Sebagai sebuah
destinasi, Bali dinilai cukup tinggi memberikan kepuasan bagi wisatawan
konvensi. Pengaruh kepuasan wisatawan konvensi ini sejumlah 89%
terhadap destinasi. Penelitian yang dilakukan oleh Boehme, menyatakan
hotel adalah hal utama dipentingkan dalam mendatangkan wisatawan
konvensi. Pada Bali sebagai destinasi MICE, wisatawan konvensi menilai
bahwa hotel dengan segala fasilitasnya mendapat penilaian yang
signifikan mempengaruhi kepuasan (Mahadewi:2004).
Pelayananan Mutlak (Essential services)

- Keamanan dan kesehatan - Kenyamanan


- Makanan & minuman - Informasi
- Kommunikasi - Aksesibilitas

Faktor Keuntungan melalui kontak dengan


orang lain (Generic Benefit)
- Otentik - Permainan
- Ritual - Pertunjukan seni
- Bertukarpikiran

Keuntungan Target
(Targeted benefits)
- Keunikan
- Dagang/toko bebas bea
- Hiburan
- Aktivitas

Gambar 2 Persepektif Pengunjung terhadap Produk Festival dan Event


(Getz, Donald, Festivals, Special Events and Tourism, 1991:199)

Penelitian yang dilakukan oleh Morison et.al. (1997), yang


berjudul Convention and Visitor Bureaus in the USA, A Profile of
Bureaus,Bureau Executive, and Budgets, mengemukakan dalam sebuah
destinasi MICE, sebuah Convention Visitor Beaurau (CVB) diperlukan
untuk memudahkan pelayanan informasi. CVB dikatakan dapat sebagai
“pembangun destinasi” (destination developers) dengan fungsi sebagai
katalis dan fasilitator bagi pengembangan kegiatan industri. Disampaikan
bahwa CVB merupakan sarana bagi wisatawan yang membutuhkan
pelayanan informasi tentang destinasi yang dituju. Informasi yang
diinginkan dapat berupa informasi hotel, prosedur penanganan reservasi.
CVB juga dapat bertindak sebagai wadah khusus yang menangani
kegiatan MICE, memberikan program pelatihan bagi tenaga bidang
MICE, dan bekerjasama dengan asosiasi lain yang menjadi anggotanya.
Secara umum, CVB dapat dikatakan mempunyai 5 fungsi dasar yaitu :

1. Sebagai “Penggerak Ekonomi (economic driver)”, yang melalui CVB,


kegiatan MICE dapat memberikan kontribusi perubahan ekonomi,
baik dari segi pendapatan maupun tenaga kerja bidang usaha jasa
konvensi
2. Sebagai “Pemasar Produk Destinasi (Community marketer)”, bahwa
CVB dapat sebagai tenaga penghubung yang menghubungkan
destinasi dengan atraksi yang dimiliki, serta fasilitas di destinasi
MICE kepada pasar wisata MICE
3. Sebagai “Koordinator Industri (industry coordinator)”, yaitu CVB
mempunyai kewajiban untuk memperkenalkan destinasinya untuk
kepentingan kepariwisataan dan industri-industrinya.
4. Sebagai “Perwakilan Antar Organisasi Pariwisata (quasi-public
representative)”, dimana CVB bertindak sebagai wadah yang
membawahi kegiatan MICE, menghindari terjadinya kegiatan yang
tanpa melalui asosiasi ini
5. Sebagai “Pembangun Destinasi (builder of community pride)”, bahwa
CVB bertindak sebagai simbol pembangun destinasi, melalui kegiatan
MICE.
Pernyataan hasil penelitian yang dilakukan oleh Morrisson et.al.,
pada Bali adalah tidak didukung. Bali sebagai destinasi MICE belum
mempunyai sebuah conventionbureau. Selama ini, kegiatan pelaksanaan
konvensi dilakukan oleh perusahaan atau usaha jasa konvensi secara
pribadi. Promosi dilakukan oleh pihak pemerintah, Bali Tourism Board,
dan perusahaan konvensi sendiri. Tidak melalui asosiasi convention
bureau. Informasi yang diperoleh dari pihak meeting planner, mereka
pihak travel agent, hotel, meeting planner,PCO,PEO maupun EO (event
organizer), termasuk pemerintah (Diparda),untuk memenangkan bisnis
dapat dilakukan dengan orientasi G2G (Government to government ) atau
B2B (business to business). Bagi Bali, justru kerjasama G2B lebih
banyak terjadi pada Bali, karena event-event international penanganan
berhadapan dengan pihak penyelenggara dari pemerintah, seperti
PATA,APEC, WTO Think Tank, KTT ASEAN, dan sebagainya.
Pelaksanaan model B2B biasanya lebih berorientasi pada kegiatan
event/exhibition atau trade show, seperti Bali Fashion Week, Pameran
Dagang atau Travel Mart.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Untuk mengetahui dan lebih meningkatkan usaha jasa konvensi pada


Bali sebagai destinasi MICE, perlu diperhatikan hal-hal berikut.
a. Sesuai acuan dari Boehme (1999:18), Hotel dengan segala
fasilitasnya, merupakan kriteria para perencana pertemuan
(meeting planner) untuk menetapkan sebuah tempat digunakan
sebagai tempat pertemuan. Bagi pihak hotel, dapat digunakan
acuan untuk lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan
bidang usaha jasa konvensi. Hal ini pada Bali dapat lebih
diperhatikan standard dan kualitas layanan yang diberikan pihak
hotel penyelenggara kegiatan pertemuan.
b. Sesuai dengan acuan Getz (1991:45), faktor pelayanan mutlak
(ambient attraction) berupa kenyamanan diperlukan untuk
berlangsungnya kegiatan konvensi di destinasi. Bali nyaman
sebagai destinasi MICE, perlu mendapat perhatian semua pihak.
Para penyelenggara pertemuan (meeting planner) menyatakan,
Bali nyaman adalah hal yang menjadi patokan mereka untuk
mendatangkan wisatawan konvensi. Bagi pemerintah dan
masyarakat Bali, dapat lebih meningkatkan kenyamanan bagi
wisatawan konvensi yang didatangkan oleh para penyelenggara
pertemuan.
c. Sesuai acuan Cooper et al. (1993:81) dan penghargaan dunia atas
keberhasilan Bali sebagai destinasi menarik, Bali sebagai
destinasi MICE memiliki karakteristik atraksi wisata yang
menarik. Hal ini sebagai faktor utama yang patut untuk tetap
dipertahankan dan ditingkatkan. Atraksi wisata yang menarik bagi
sebuah destinasi MICE, dapat lebih ditujukan untuk wisatawan
insentif. Wisatawan insentif adalah wisatawan yang dibiayai
perjalanannya oleh perusahaan, merupakan kombinasi kegiatan
perjalanan bisnis dan bersenang-senang. Wisatawan jenis ini
dapat menikmati budaya daerah yang dituju, mengeluarkan uang,
dan banyak mempunyai waktu luang untuk menikmati atraksi
wisata Bali.
d. Sesuai konsep Morrison et al., pada sebuah destinasi yang
mendatangkan wisatawan konvensi perlu ada sebuah Convention
Visitor Bureau (CVB). Pada Bali sebagai destinasi MICE belum
ada CVB. Perlu dikaji lebih lanjut kebutuhan pentingnya sebuah
CVB bagi Bali.
e. Sesuai acuan Mill et al. (1985:201) dan Getz (1991:45), dalam
mendatangkan wisatawan konvensi, para meeting planner melihat
infastruktur destinasi MICE untuk menunjang kegiatannya. Pada
Bali, faktor infrastruktur perlu untuk dikaji lebih lanjut.
2. Pertumbuhan kegiatan MICE pada Bali, menunjukkan tingkat jumlah
kegiatan yang tinggi pada tahun 2000, dan mengalami penurunan
pada tahun 2002. Penurunan disebabkan kondisi keamanan dan
kenyamanan pada tahun tersebut tidak baik. Pada sisi lain, pihak
hotel sebagai salah satu meeting planner dan penyedia meeting venue,
belum dapat secara terbuka memberikan informasi perkembangan
usaha jasa konvensi mereka. Hal ini ditunjang oleh bukti yang
ditunjukkan oleh data Diparda, pihak hotel belum sepenuhnya
memberikan laporan mereka kepada pemerintah daerah. Pihak hotel
diharapkan mampu memberikan sumbangsaran melalui laporan
perkembangan usaha mereka.
3. Tulisan ini dominan mengacu pada studi pustaka dan pengumpulan
informasi melalui narasumber. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut,
untuk menghasilkan data dan informasi perkembangan MICE dari
pihak usaha jasa konvensi yang lain. Usaha jasa konvensi tersebut
adalah : Biro Perjalanan Wisata yang menangani bidang MICE, usaha
jasa boga, transportasi, pusat belanja, pusat hiburan, PCO, PEO
maupun EO (event organizer).

Daftar Pustaka

Mahadewi, NME, 2004, Faktor-faktor yang Menentukan Kepuasan


Wisatawan Konvensi terhadap Bali sebagai Destinasi MICE, Tesis,
Universitas Udayana Bali

You might also like