You are on page 1of 3

PENDAHULUAN

Asma adalah penyakit yang menyerang saluran pernafasan yang bisa menyerang siapa saja.
Menurut KEMENKES (2008) , 100 hingga 150 juta orang di dunia menderita asma, jumlah
ini diperkirakan akan meningkat sebanyak 18.000 kasus setiap tahunnya. Setiap negara di
dunia memilki kejadian kasus asma yang berbeda-beda.[1]
Sedangkan menurut RISKESDAS (2007) di Indonesia prevalensi penderita asma
diperkirakan masih sangat tinggi. Bedasarakan depkes persentase penderita asma di indonesia
sebesar 5,87% dari keselurahan penduduk Indonesia. Dimana masih banyak penderita asma
yang belum mendapatkan perawatan dokter[3].Hal itu membuat angka kematian karena
penyakit asma tergolong tinggi di Indonesia.
Asma adalah penyakit yang menyerang saluran pernafasan manusia, Arif ( 2009), asma
adalah penyakit yang menyerang bronkus dan bronkiolus dimana terjadi saluran paru-paru
tersebut menjadi sensitif, bronkus dan bronkiolus adalah percabangan dari trakea[4]. Bronkus
kanan bercabang menjadi tiga bronkiolus dan bronkus kiri bercabang menjadi dua bronkiolus
yang masing-masingnya bermuara ke alveolus.
Menurut KEMENKES (2008), asma adalah inflamasi abnormal bersifat kronik pada saluran
nafas yang menyebabakan hipersensitif bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai
dengan gejala berulang seperti menggigil, batuk, sesak nafas dan berat di dada, biasanya
terjadi pada malam atau dini hari yang bersifat reversible baik denganatautanpapengobatan.
[2]
Prevalensi asma dalam kehamilan di Indonesia sekitar 3,7 4 %. Hal ini membuat asama
menjadi salah satu permasalahan yang biasa ditemukan dalam kehamilan. (6)
ASMA PADA KEHAMILAN
Patofisiologi
Asma ialah penyakit kronis saluran pernapasan. Peningkatan respons inflamasi menyebabkan
obstruksi reversibel akibat kontraksi otot polos bronkus, hipersekresi mukus, dan edema
mukosa pada saluran pernapasan. Adanya iritan, infeksi virus, aspirin, udara dingin, dan
olahraga dapat menstimulasi respons inflamasi ini. Terjadi aktivasi sel mast oleh sitokin
mediates bronkokonstriksi akibat pelepasan histamin, prostaglandin D, dan leukotriens.
Gejala Klinik
Penilaian secara subjektif tidak dapat secara akurat menentukan derajat asma. Gejala klinik
bervariasi dari wheezing ringan sampai bronkokonstriksi berat. Pada keadaan ringan hipoksia

dapat dikompensasi hiperventilasi, ditandai dengan PO2 normal, penurunan PCO2, dan
alkalosis respirasi. Namun, bila bertambah berat akan terjadi kelelahan yang menyebabkan
retensi CO2 akibat hiperventilasi, ditandai dengan PCO2 yang kembali normal. Bila terjadi
gagal napas, ditandai asidosis, hiperkapnea, adanya pernapasan dalam, takikardi, pulsus
paradoksus, ekspirasi memanjang, penggunaan otot asesoris pernapasan, sianosis sentral
sampai gangguan kesadaran. Keadaan ini bersifat reversible dan dapat ditoleransi. Namun
pada kehamilan sangat berbahaya akibat adanya penurunan kapasitas residu.
Analisis gas darah merupana penilaian objektif oksigenasi maternal, ventilasi, keseimbangan
asam basa. Pemeriksaan fungsi paru merupakan penanganan rutin pada semua pasien asma
kronis dan akut.
Pengaruh kehamilan terhadap asma
Tidak ada bukti klinik pengruh kehamilan terhadap asma ataupun pengruh asma terhadap
kehamilan. Studi perspektif terhadap ibu hamil dengan asma tidak didapatkan perbedaan
kelompok yang mengalami perbaikan, menetap, atau memburuk. Namun, ada hubungan
antara keadaan asma sebelum hamil dan morniditasnya pada kehamilan. Pada asma ringan
13% mengalami serangan pada kehamilan, pada asma sedang 26%, dan pada asma berat
50%. Sebanyak 20% dari ibu dengan asma ringan dan sedang mengalami serangan
intrapartum, serta peningkatan resiko serangan 18x lipat setelah persalinan dengan seksio
sesarea jika dibandingkan dengan persalinan pervaginam.
Luaran Kehamilan
Terdapat komplikasi preeklampsia 11%, IUGR 12%, dan prematuritas 12% pada kehamilan
dengan asma. Komplikasi ini bergantung pada derajat penyakit asma. Status asmatikus dapat
menyebabkan gagal napas, pneumotoraks, pneumomediastinum, kor pulmonale akut, dan
aritmia jantung. Mortalitas meningkat pada penggunaan ventilasi mekanik.
Pada semua asma bert hipoksia janin dapat terjadi sebelum hipoksia pada ibu terjadi. Gawat
janin terjadi akibat penurunan sirkulasi uteroplasenter dan venous return maternal.
Peningkatan pH (alkali) menyebabkan pergeseran ke kiri kurva disosiasi oksihemoglobin.
Hipoksemia maternal menyebabkan penurunan aliran darah pada tali pusat, peningkatan
resistensi vaskular pulmonar dan sistemik, dan penurunan cardiac output.
Obat-obat antiasma yang biasa digunakan tidak memiliki efek samping teratogenik. Risiko
pada anak untuk terkena asma bervariasi antara 6 30% bergantung pada faktor herediter
dari ibu dan ayah atopik atau penderita asma.
Penanganan Asma Kronis

Menurut National Asthma Education and Prevention Program Expert Panel, 1997,
penanganan yang efektis asma kronis pada kehamilan harus mencakup hal-hal berikut
-

Penilaian objektif fungsi paru dan kesejahteraan janin


Menghindari / menghilangkan faktor presipitasi lingkungan
Terapi farmakologik
Edukasi pasien

Penanganan Asma Akut


Penanganan asma akut pada kehamilan sama dengan nonhamil, tetapi hospitality treshold
lebih rendah. Dilakukan penanganan aktif dengan hidrasi intravena, pemberian masker
oksigen, supaya PO2 > 60 mmHg dan saturasi O2 95%. Juga perlu dilakukan pemeriksaaan
analisis gas darah, pengukuran FEV1, PEFR, pulse oximetry, dan fetal monitoring.
Penanganan lini pertama adalah beta adrenergik agonis (subkutan< peroral, inhalasi) loading
doase 4-6 mg/kgBB/jam sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma sebesar 10-20 ug/ml.
Obat ini akan mengikat reseptor spesifik permukaan sel dan mengaktifkan adenilil siklase
untuk meningkatkan cAMP intrasel dan relaksasi otot polos bronkus. Dan kortikosteroid
metilprednisolon 40-60 mg IV tiap 6 jam. Terapi selanjutnya bergantung pada pemantauan
respon hasil terapi, bila PEFR < 70% baseline setelah 3x pemberian beta agonis, perlu
observasi di rumah sakit.
Asma berat yang tidak berespons terhadap terapi dalam 30-60 menit dimasukkan dalam
kategori status asmatikus. Penanganan aktif, di ICU dan intubasi dini, serta penggunaan
ventilasi mekanik pada keadaan kelelahan, retensi CO2, dan hipoksemia akan memperbaiki
morbiditas dan mortalitas.

You might also like