You are on page 1of 20

Case Report Session

KEJANG DEMAM

Oleh:
Nidia Ramadhani

1010313099

Pembimbing:
Prof. dr. Darfioes Basir, Sp.A (K)
dr. Didik Hariyanto, Sp.A (K)

PERIODE KEPANITERAAN KLINIK


17 NOVEMBER 2014 11 JANUARI 2015
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL
PADANG
2014
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.1 Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan
demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf

pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan
tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang
demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara
umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah
terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.3 Anak yang
pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang demam. 1,3
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam. 2 Definisi ini menyingkirkan kejang yang
disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati.
Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf
pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya
infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 2
2. Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi.
Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya
kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan).
Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki. 3 Kejang demam
terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun. 1Menurut
IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun
hampir 2 - 5%.2,10
3. Klasifikasi
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15


menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk
umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 %
diantara seluruh kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.)

Kejang lama > 15 menit

2.)

Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum


didahului kejang parsial

3.)

Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

4. Faktor Risiko
Faktor risiko kejang demam pertama yang penting adalah demam.
Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau
saudara kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus,
anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah
kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi
atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah
18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,
temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam
dan riwayat keluarga epilepsi. 5,6
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya
gangguan neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat
epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih
dari satu kali kejang demam kompleks. 5,6
5. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku

untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu
adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi
paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi
sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang
terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah
ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium
(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl -). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel dari
sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a.
b.

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.


Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.

c.

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit


atau keturunan.9
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan

kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan


meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas

muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh


sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai
ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah
terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang
yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 oC atau lebih. Dari
kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya
tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang
yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat
disebkan

oleh

meningkatnya

aktivitas

otot

dan

selanjutnya

menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas


adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.9
6. MANIFESTASI KLINIS

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan


bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang
disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis,
otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot
menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan
klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau
rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau
tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas),
dan kulitnya kebiruan.1,9,10
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak
tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit
kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung
lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan
permanen dari otak.4
7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi
dalam keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.
b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal,
tanda peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6
c. Pemeriksaan Penunjang

1.) Pemeriksaan laboratorium


Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis

dehidrasi

disertai

demam.

Pemeriksaan

laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,


elektrolit dan gula darah.5
1.)

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk


menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada
bayi

kecil

seringkali

menyingkirkan

sulit

diagnosis

untuk

meningitis

menegakkan
karena

atau

manifestasi

klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan


pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan,
bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin.
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan
pungsi lumbal. 5
2.)

Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan
memprediksi

elektroensefalografi

berulangnya

kejang

(EEG)
atau

tidak

dapat

memperkirakan

kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh


karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih
dapat dilakukan pada keadaan kejang demam tidak khas
misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun atau kejang demam fokal.5
4.) Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed
tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging
(MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.5

8. DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan,
khususnya meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila
ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis
media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah
mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal. 2
9. PENATALAKSANAAN
a.

Penatalaksanaan saat kejang


Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu
pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam
keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang
adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan lahan
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat
diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal.
Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5
mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak
diatas usia 3 tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum
berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama
dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian
Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di
rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,30,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin
secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan
kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai
12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum

berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila


kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan
faktor resikonya.5
b. Pemberian obat pada saat demam
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli
di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
Dosis Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali
diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang,
asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama
pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam
asetilsalisilat tidak dianjurkan.2,3,5
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam
pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada
30% -60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5
mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup
tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang
cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin
dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
c. Pemberian Obat Rumat
1. Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan

rumat

diberikan

bila

kejang

demam

menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) ;


- Kejang lama > 15 menit

- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau


sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd,
cerebral palsy, retardasi mental, hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua
kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi
kurang dari 12 bulan, kejang demam 4 kali per tahun.5
2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari
efektif

dalam

menurunkan

risiko

berulangnya

kejang.

Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak


berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek
samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap
kasus

selektif

dan

dalam

jangka

pendek.

Pemakaian

fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku


dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini
adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama
yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40
mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per
hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1
tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.5
10. EDUKASI PADA ORANG TUA
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.
Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya
telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang
diantaranya :
a.

Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai


prognosis baik

b.

Memberitahukan cara penanganan kejang

c.

Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

d.

Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi


harus diingat adanya efek samping obat.4,5

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang


a.

Tetap tenang dan tidak panik.

b.

Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.

c.

Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala


miring.

Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.

Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan


sesuatu ke dalam mulut.
d.

Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

e.

Tetap bersama pasien selama kejang.

f.

Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang


telah berhenti.

g.

Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5


menit atau lebih .5

11.PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap
normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara
retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus,
dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau
kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam
tidak pernah dilaporkan.5,9
BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM
KEJANG

1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau


BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg =
10 mg

10

KEJANG
Diazepam
rektal
( 5 menit )
Di Rumah Sakit

KEJANG
Diazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(depresi pernapasan dapat terjadi)

KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20
mg/kgBB
Kecepatan 0,5 -1
mg/kgBB/menit
KEJANG
Transfer ke Ruang Rawat
Intensif

KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan
diberikan berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan
faktor resikonya.
2.

Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur


dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia
dan hipotensi.6

11

12

BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PENDERITA
Identitas Pasien
Nama lengkap
: GCZ
Anak ke
: 3 dari 3 bersaudara
Tanggal masuk
: 28 November 2014
Umur
: 1 tahun 2 bulan
Tanggal Keluar
Jenis kelamin
: Laki-laki
Keadaan pulang
Nama Ayah/Ibu
: N/A
Suku bangsa
: Indonesia
Alamat
: Gambok Muaro, Sijunjung
Alloanamnesis
Diberikan oleh

::-

: Ibu kandung pasien

13

Seorang anak laki-laki berumur 1 tahun 2 bulan dirawat di bangsal akut anak
RSUP. DR. M. Djamil Padang sejak tanggal 28 November 2014 dengan :
Keluhan Utama

: Kejang 2 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang


-

Demam sejak 2 hari yang lalu, demam tinggi, hilang timbul, tidak menggigil,

tidak berkeringat
Kejang 2 hari yang lalu, frekuensi satu kali, lamanya 5 menit, kejang seluruh
tubuh, mata melihat ke atas, anak sadar setelah kejang, ini merupakan kejang

episode pertama
Batuk sejak 2 hari yang lalu, batuk berdahak, batuk disertai pilek
Nafsu makan menurun sejak 2 hari yang lalu
Mual dan muntah tidak ada
Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada
Riwayat gigi berlubang tidak ada
Riwayat trauma kepala sebelumnya tidak ada
Buang air kecil warna dan jumlah biasa
Buang air besar warna dan konsistensi biasa
Anak telah dirawat di Puskesmas Gombok Muaro Sijunjung selama satu hari,
mendapat obat paracetamol dan sirup kotrimoksazol 2x1 sendok. Karena
belum ada perbaikan, anak kemudian dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil dengan
keterangan observasi febris hari ke-3

Riwayat Penyakit Dahulu


Anak tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Anak tidak pernah kejang sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang pernah menderita penyakit ini sebelumnya
Tidak ada keluarga yang pernah kejang sebelumnya
Riwayat Persalinan
Cara lahir
: Operasi Caesar
Tempat lahir : Di Rumah Sakit
Ditolong oleh : Dokter
Masa gestasi : Cukup bulan
Berat lahir
: 2900 gr
Panjang lahir : 46 cm
Saat lahir bayi langsung menangis kuat

14

Riwayat makanan dan minuman


- Bayi :
ASI
:Susu formula : 0 bulan - sekarang
Bubur susu : 6 bulan sekarang
Makanan biasa: 12 bulan sekarang
Kesan makanan dan minuman: kualitas dan kuantitas cukup
Riwayat Imunisasi :
-

BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis B

: umur 1 bulan
: umur 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
: saat lahir, umur 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
: umur 9 bulan
: saat lahir, umur 2 bulan, 6 bulan

Kesan: imunisasi dasar lengkap


Riwayat Keluarga
Nama Ibu
:N
Nama Ayah : A
Umur
: 38 th
Umur
: 38 th
Pendidikan
: SLTA
Pendidikan
: STM
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pekerjaan
: Wiraswasta
Penghasilan : Penghasilan : Rp 5.000.000,Perkawinan ke: 1
Perkawinan ke: 1
Penyakit yang pernah diderita : Penyakit yang pernah diderita : Riwayat Tumbuh Kembang:
-

Pertumbuhan gigi pertama


Tengkurap
Duduk
Berdiri
Berjalan
Bicara

: 7 bulan
: 2,5 bulan
: 8,5 bulan
: 11 bulan
: 12 bulan
: 10 bulan

Riwayat Perumahan dan Lingkungan


Rumah tempat tinggal : Permanen
Sumber air minum
: PDAM
Sampah
: diangkut petugas sampah setiap hari
Pekarangan rumah
: cukup luas
Kesan : higiene dan sanitasi lingkungan baik
Pemeriksaa Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Berat badan
Tinggi badan

: 9,5 kg
: 75 cm

15

Kesadaran
Nadi
Nafas
Suhu
Edema
Ikterus

: Sadar
: 103 x/menit
: 26 x/menit
: 37,3 0C
: Tidak ada
: Tidak ada

BB/U
TB/U
BB/TB
Status gizi
Anemis
Sianosis

: 87,96 %
: 96,15 %
: 93,13 %
: Gizi baik
: Tidak ada
: Tidak ada

Kulit
: teraba hangat, turgor baik
Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Kepala
: bentuk bulat, lingkar kepala 46 cm (normocephal skala
Nellhauss)
Rambut
: hitam, tidak mudah rontok
Mata
: konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Telinga
: tidak ditemukan kelainan
Hidung
: tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Mulut dan bibir : mukosa mulut dan bibir basah
Leher
: JVP sukar dinilai, kaku kuduk tidak ada
Thoraks :
Paru :
Inspeksi : normochest, simetris kiri dan kanan
Palpasi
: sukar dinilai
Perkusi : sukar dinilai
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : irama teratur, bising jantung tidak ada
Abdomen :
Inspeksi : distensi tidak ada
Palpasi
: supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung
: tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin
: status pubertas A1 P1 G1
Ekstremitas
: akral hangat, perfusi baik
reflek fisiologis +/+ normal, reflek patologis: -/Pemeriksaan labor
Darah :
Hb
: 11,2 gr/dl
Leukosit
: 7700 / mm3
Hitung jenis : 0/0/0/20/76/4
Trombosit : 285.000/mm3
Ht
: 33%

16

Diagnosis Kerja
Kejang Demam Simpleks
Common cold
Th/
-

MB 1000 kkal
Diazepam 3x1,5 mg p.o
Paracetamol 4x100 mg p.o

Follow up
Sabtu, 29-11-2014
S/ - Kejang tidak ada
-

Demam ada
Batuk pilek masih ada
Sesak nafas tidak ada
Mual dan muntah tidak ada
Buang air kecil dan buang air besar biasa

O/ Keadaan umum : sakit sedang


Kesadaran
: sadar
Nadi
: 110 x/i
Nafas
: 24x/i
Suhu
: 37,80C
Kulit
: teraba hangat
Mata
: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thorax
:
Cor
: irama teratur, bising tidak ada
Pulmo
: suara nafas vesikular, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik
A/ Kejang demam simpleks perbaikan
Th/
-

MB 1000 kkal
Diazepam 3x1,5 mg p.o
Paracetamol 4x100 mg p.o

DISKUSI

17

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki usia 1 tahun 2 bulan dengan


keluhan utama kejang 2 hari yang lalu. Dari riwayat penyakit sekarang didapatkan
demam sejak 2 hari yang lalu, demam tinggi, hilang timbul, tidak menggigil, tidak
berkeringat. Kejang 2 hari yang lalu, frekuensi satu kali, lamanya 5 menit,
kejang seluruh tubuh, mata melihat ke atas, anak sadar setelah kejang, ini
merupakan kejang episode pertama. Batuk sejak 2 hari yang lalu, batuk berdahak,
batuk disertai pilek. Nafsu makan menurun sejak 2 hari yang lalu. Sebelumnya
anak telah dirawat di Puskesmas Gombok Muaro Sijunjung selama satu hari,
mendapat obat paracetamol dan sirup kotrimoksazol 2x1 sendok. Karena belum
ada perbaikan, anak kemudian dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil dengan keterangan
observasi febris hari ke-3.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, pasien sadar, nadi 103x/menit, nafas 26x/menit, suhu 37,30C. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tidak adanya kaku kuduk, rangsangan meningeal,
refleks patologis menunjukkan penyebab kejang demam pada pasien tidak
disebabkan proses intrakranial walaupun hal ini harus dipastikan lebih lanjut
dengan pemeriksaan pungsi lumbal.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hb: 11,2 gr/dl, leukosit:
7.700/mm3, hitung jenis: 0/0/0/20/76/4, trombosit: 285.000/mm3, ht: 33%. Anak
didiagnosis dengan kejang demam simpleks dan common cold dan diberikan
terapi diazepam 3x1,5 mg p.o dan paracetamol 4x100 mg p.o.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran.


Media Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.

18

3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006.


Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2.
FKUI. Jakarta.

19

You might also like