Professional Documents
Culture Documents
2.1
yang baru yang sederajat dan sama tinggi kedudukannya dengan Mahkamah
Agung (MA). Menurut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 pasca Perubahan Keempat (Tahun 2002), dalam struktur
kelembagaan Republik Indonesia terdapat (setidaknya) 9 (sembilan) buah organ
negara yang secara langsung menerima kewenangan langsung dari UndangUndang Dasar. Kesembilan organ tersebut adalah
Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah,
Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Badan Pemeriksa Keuangan,
Presiden,
Wakil Presiden,
Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi,
Komisi Yudisial.
Di samping kesembilan lembaga tersebut, terdapat pula beberapa lembaga
atau institusi yang datur kewenangannya dalam UUD, yaitu:
Tentara Nasional Indonesia,
Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Pemerintah Daerah,
Partai Politik.
Selain itu, ada pula lembaga yang tidak disebut namanya, tetapi disebut
fungsinya, namun kewenangan dinyatakan akan diatur dengan undang-undang,
yaitu: bank central yang tidak disebut namanya Bank Indonesia, dan komisi
4
pemilihan umum yang juga bukan nama karena ditulis dengan huruf kecil. Baik
Bank
Indonesia
maupun
Komisi
Pemilihan
Umum
yang
sekarang
Bahkan
hakim
konstitusi
secara
administratif
diangkat
dan
2.2
kecuali undang-undang menentukan lain. Hal ini berlaku secara universal dan
berlaku di semua lingkungan peradilan. Dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UUMK) menentukan
secara khusus bahwa sidang Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum, kecuali
Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Keterbukaan sidang ini merupakan salah
satu bentuk social control dan juga bentuk akuntabilitas Hakim. Transparansi dan
akses publik secara luas yang dilakukan MK dengan membuka, bukan hanya
sidang tetapi juga proses persidangan yang dapat dilihat atau dibaca melalui
transkripsi, berita acara dan putusan yang dipublikasikan lewat dunia maya.
Tersedianya salinan putusan dalam bentuk hard copy yang dapat diperoleh
pihak Pemohon dan Termohon setelah sidang pembacaan putusan yang dilakukan
dalam sidang yang terbuka untuk umum merupakan interpretasi MK terhadap
keterbukaan dan asas sidang terbuka untuk umum tersebut serta sebagai
pelaksanaan Pasal 14 UU MK.
negara
yang
melakukan
kekuasaan
kehakiman
yang
merdeka
untuk
dari
bukunya
Prof
Jimly
Asshidiqie
Sengketa
Kewenangan
dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Penjelasan atas ayat (2)
tersebut menyatakan bahwa yang dimaksud dengan sederhana adalah pemeriksaan
dan penyelesaian perkara dialakukan dengan acara yang efisien dan efektif
sedangkan biaya murah adalah biaya perkara yang dapat terpikul oleh raktyat.
Dalam hukum acara MK tidak dikenal adanya biaya perkara yang
dibebankan pada pemohon atau termohon. Semua biaya yang menyangkut
persidangan di MK dibebankan pada biaya negara. Menurut Prof. Jimly, ketentuan
mengenai biaya perkara dibebankan pada negara alasannya adalah bahwa proses
peradilan di lingkungan MK pada pokoknya bukanlah mengadili kepentingan
8
Mahkamah tidak imparsial bahkan tidak adil. Dalam peradilan biasa hal demikian
pun dapat dijadikan alasan untuk membatalkan putusan yang telah dijatuhkan.
bersikap pasif saja, tetapi sekaligus harus bersikap aktif. Hal ini karena
karakteristik khusus perkara konstitusi yang kental dengan kepentingan umum
ketimbang kepentingan perorangan telah menyebabkan proses persidangan tidak
dapat diserahkan hanya pada inisiatitif pihak-pihak. Mekanisme constitutional
control harus digerakkan pemohon dengan satu permohonan dan dalam hal
demikian hakim bersikap pasif dan tidak boleh secara aktif melakukan inisiatif
untuk menggerakkan mekanisme MK memeriksa perkara tanpa diajukan dengan
satu permohonan. Maka sekali permohonan tersebut didaftar dan mulai diperiksa,
disebabkan adanya kepentingan umum yang termuat didalamnya secara langsung
maupun tidak langsung akan memaksa hakim untuk bersikap aktif dalam proses
dan tidak menguntungkan proses hanya pada inisiatif pihak-pihak, baik dalam
rangka menggali keterangan maupun bukti-bukti yang dianggap perlu untuk
membuat jelas dan terang hal yang diajukan dalam permohnan tersebut.
tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara
yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas melainkan
wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Dengan kata lain bahwa Mahkamah
dianggap mengetahui hukum yang diperlukan. Mahkamah tidak dapat menolak
memeriksa, mengadili dan memutus setiap perkara yang diajukan dengan alasan
bahwa hukum nya tidak ada atau hukumnya kurang jelas.
10