You are on page 1of 23

REFERAT

ANESTESI INHALASI

Oleh :
TIA SYALITA
1102011278

PEMBIMBING:
dr. Herman Pipih Nataamidjaya, Sp.An

KEPANITERAAN DEPARTEMEN ANESTESI


RSUD DR DRAJAT PRAWIRANEGARA SERANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
SERANG
2015

1. DEFINISI ANESTESI INHALASI


Obat anestesia inhalasi adalah obat anestesia yang berupa gas atau cairan mudah
menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien. Campuran gas atau uap obat anestesia
dan oksigen masuk mengikuti udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru, selanjutnya
mengalami difusi dari alveoli ke kapiler sesuai dengan sifat fisik masing-masing gas.
Anestesi inhalasi adalah obat yang paling sering digunakan pada anestesia umum.
Penambahan sekurang-kurangnya 1% anestetik volatil pada oksigen inspirasi dapat
menyebabkan keadaan tidak sadar dan amnesia, yang merupakan hal yang penting dari
anestesia umum. Bila ditambahkan obat intravena seperti opioid atau benzodiazepin, serta
menggunakan teknik yang baik, akan menghasilkan keadaan sedasi/hipnosis dan analgesi
yang lebih dalam. Kemudahan dalam pemberian (dengan inhalasi sebagai contoh) dan efek
yang dapat dimonitor membuat anestesi inhalasi disukai dalam praktek anestesia umum.
Tidak seperti anestetik intravena, kita dapat menilai konsentrasi anestesi inhalasi pada
jaringan dengan melihat nilai konsentrasi tidal akhir pada obat-obat ini. Sebagai tambahan,
penggunaan gas volatil anestesi lebih murah penggunaanya untuk anestesia umum. Hal yang
harus sangat diperhatikan dari anestesi inhalasi adalah sempitnya batas dosis terapi dan dosis
yang mematikan. Sebenarnya hal ini mudah diatasi,dengan memantau konsentrasi jaringan
dan dengan mentitrasi tanda-tanda klinis dari pasien.
Obat anestesi inhalasi biasanya dipakai untuk pemeliharaan pada anestesi umum, akan
tetapi juga dapat dipakai sebagai induksi, terutama pada pasien anak-anak. Gas anestesi
inhalasi yang banyak dipakai adalah isofluran dan dua gas baru lainnya yaitu sevofluran dan
desfluran. sedangkan pada anak-anak, halotan dan sevofluran paling sering dipakai.
Walaupun dari obat-obat ini memiliki efek yang sama (sebagai contoh : penurunan tekanan
darah tergantung dosis), namun setiap gas ini memiliki efek yang unik, yang menjadi
pertimbangan bagi para klinisi untuk memilih obat mana yang akan dipakai. Perbedaan ini
harus disesuaikan dengan kesehatan pasien dan efek yang direncanakan sesuai dengan
prosedur bedah.

Cara pemberian anestesi inhalan ada 3 macam, yaitu :


1. Open Drop
Penderita menghirup masker atau kain kasa yang ditetesi dengan obat anestesia

2. Semi Closed
Penderita menghirup obat anestesia dari suatu alat ( EMO,Mesin anestesi lain,dsb)
3. Closed System
Dengan suatu alat, obat anestesia yang dikeluarkan oleh penderita dapat dihirup
kembali. Sehingga cara ini menghemat pemakaian obat anestesia.

2. SEJARAH ANESTESI INHALASI


Sejak dahulu manusia telah mulai berusaha mengurangi ekstrakrasa sakit, tetapi tidak
mencapai hasil yang memuaskan. Dokumen tertua adalah tulisan dari Teodorico dr. Borgogni
pada abad ke-13, yaitu dengan spa yang disebut spons tidur atau slaapspoons, resepnya telah
dibuat oleh Nicolas Praerositus pada permulaan abad ke-12 dan obat ramuannya terkenal
dengan nama ypnoticon.
Keberhasilan oksida nitrat sebagai anestesi umum inhalansi pertama kali dicatat oleh
ahli kimia Inggris, Humphrey Davy, yang menerbitkan sebuah makalah tentang subjek pada
tahun 1800-an. Salah satu pemakaian oksida nitrat pertama yang sukses adalah ekstrak gas
gigi tanpa rasa sakit yang dilakukan oleh William Thomas Green Morton pada tahun 1846.
Selama tahun 1800-an, ada beberapa anestesi volatil yang telah digunakan untuk
kepentingan klinis akan tetapi mengandung gas-gas yang mudah terbakar, seperti dietil eter,
cyclopropane dan divinyl eter. Beberapa gas yang tidak mudah terbakar juga ada, seperti
kloroform dan trikloroetilen, namun gas-gas ini dihubungkan dengan kejadian keracunan
hepar (hepatotoksik) dan meracuni saraf (neurotoksik). Pada awal tahun 1930-an penelitian
tentang turunan dari zat kloroform yang mengandung halogen mengindikasikan bahwa zat
yang tidak mudah terbakar dapat dibuat dengan menggunakan bahan fluoride organik.
Kemajuan pengetahuan tentang kimia fluorin pada tahun 1940-an, menghasilkan
penggabungan molekul fluorin dengan biaya yang masih dapat diterima. Kemajuan tentang
fluorin pada awalnya didorong oleh ketertarikan terhadap peran fluorin dalam produksi bahan
bakar aviasi beroktan tinggi dan pengayaan uranium-235.
Kemajuan-kemajuan ini merupakan hal yang sangat penting bagi pengembangan
anestesi modern saat ini. Pada masa itu, setidaknya ada 46 senyaawa yang mengandung
fluorin disintesis oleh dr.Earl McBee dalam penelitian yang didukung oleh secret Manhattan
project dan oleh the mallinkrodt company. Walaupun tidak ada satupun dari zat ini yang

secara pasti teruji manfaatnya pada manusia, beberapa zat ini memiliki kedekatan struktur
dengan zat yang saat ini kita kenal dengan nama halotan. Fluorin adalah halogen yang
memiliki berat atom yang paling rendah. Penggantian gas halogen lain pada molekuk eter
dengan fluorin, akan menghasilkan penurunan titik didih, peningkatan stabilitas, dan secara
umum, mengurangi toksisitas. Ion fluoride juga mengurangi hidrokarbobon yang mudah
terbakar dari kerangka molekul eter.
Pada tahun 1951, halotan disintesis dan di uji coba secara luas kepada hewan oleh
Suckling di laboratorium ICI di Inggris. Halotan diperkenalkan pada praktek klinik pada
tahun 1956 dan secara cepat meluas pemakaiannya, dikarenakan sifatnya yang tidak mudah
terbakar dan memeliki solubilitas yang rendah terhadap jaringan. Halotan relatif memiliki
ketajaman (pungency) yang rendah dan potensi yang tinggi, sehingga dapat diberikan pada
konsentrasi insipirasi yang tinggi untuk menghasilkan anestesia. Halotan terbukti dapat
diterima melalui jalur inhalasi baik pada orang dewasa maupun pada anak-anak. Keuntungan
lain yang dimiliki halotan adalah insiden nausea dan muntah yang lebih rendah dari gas-gas
volatil pendahulunya.
Antara tahun 1959 dan 1966, Terrel dan para koleganya di ohio medical products
(sekarang baxter) mensintesis lebih dari 700 senyawa senyawa ke 347 dan 469 secara
berturut-turut adalah metil etil eter enfluran dan isofluran yang di-halogenasi dengan fluorin
dan clron. Uji coba klinis dari enfluran dan isofluran dilaksanakan hampir secara paralel,
melibatkan baik relawan manusia dan studi pada pasien. Bertahun-tahun kemudian, beberapa
senyawa yang dilakukan oleh terrel diperiksa ulang. Salah satu senyawa, yaitu senyawa ke
653, sangat sulit untuk di sintesis karena sifatnya yang mudah meledaksehingga tidak
mungkin untuk memberikannya pada pasien dangen alat vaporizer standar. Bagaimanapun
juga, senyawa ini secara utuh terhalogenisasi oleh fluoran, sehingga dipredikis memiliki
solubilitas yang rendah pada darah. Setelah masalah sintesis dan pemberian pada pasien dapat
dipecahkan, senyawa ini kemudian diperkenalkan dengan nama desfluran, dan mulai
digunakan pada praktek klinik pada tahun 1993.
Senyawa lain yang di jelaskan pada awal tahun 1970 oleh Wallin dan para koleganya
di travenol laboratoriesyang sedang mengevaluasi isopropil eter terfluorinisasi. Salah satu
senyawa ini memiliki potensi menjadi agen anestetik, yang sekarang kita kenal dengan nama
sevofluran. Seperti dersfluran, senyawa ini memiliki solubilitas yang rendah karena adanya
fluoronasi dari molekul eter.

Perbedaan yang paling penting antara dua anestetik baru, yaitu sevofluran dan
desfluran, dengan isofluran, adalah pada farmakokinetiknya. Keduanya memiliki solubilitas
pada darah yang rendah, sehingga meningkatkan bersihan dari tubuh dan mudahnya mengatur
kedalaman anestesi. Karakteristik dari kedua obat inilah yang membuat mereka sesuai untuk
anestesi ambulatori pada praktik anestesi modern.
Dalam praktek anestesiogi masa kini, obat-obatan anestetik inhalasi yang umum
digunakan untuk praktek klinik ialah N2O, halotan, enfluran, isofluran, desfluran, dan
sevofluran. Obat-obatan lain sudah ditinggalkan, karena efek sampingnya yang tidak
dikehendaki, misalnya :
1. Eter

kebakaran, peledakan, sekresi bronkus berlebihan, mual

munatah, kerusakan hepar, baunya yang merangsang.


2. Kloroform

aritmia, kerusakan hepar.

3. Etil-klorida

kebakaran, peledakan, deresi jantung, indeks

terapi yang sempit, dan mudah dirusak kapur soda.


4. Triklor-etilen :

dirusak kapur soda, bradi-aritmia, mutagenik

5. Metoksifluran :

toksis terhadap ginjal, kerusakan hepar dan

kebakaran.

3. FARMAKOKINETIK ANESTESI INHALASI


Dalamnya anestesi bergantung pada kadar anestetik di sistem saraf pusat, dan kadar
ini ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi transfer anestetik dari alveoli paru ke
darah dan dari darah ke jaringan otak. Kecepatan induksi bergantung pada kecepatan
dicapainya kadarefektif zat anestetik di otak, begitu pula masa pemulihan setelah pemberian
obat dihentikan. Membrane alveoli dengan mudah dapat dilewati zat anestetik secara difusi
dari alveoli ke aliran darah dan sebaliknya. Tetapi, bila ventilasi alveoli terganggu, misalnya
pada emfisema paru, pemindahan anestetik akan terganggu pula.5,6
Faktor yang menentukan kecepatan transfer anestetik di jaringan otak ditentukan oleh:
A.
B.
C.
D.
E.

Kelarutan zat anestetik


Kadar anestetik dalam udara yang dihirup pasien (tekanan parsial anestetik)
Ventilasi paru
Aliran darah paru
Perbedaan antara tekanan parsial anestetik di darah arteri dan di darah vena

A. Kelarutan anestetik dalam darah


Kelarutan ini dinyatakan sebagai koefisien partisi darah/gas (), yaitu
perbandingan antara kadar anestetik dalam darah dengan kadarnya dalam udara
inspirasi pada saat dicapai keseimbangan. Anestetik yang sukar larut (N 2O,
desfluran, dan sevofluran) koefisien partisinya sangat rendah, sedangkan koefisien
partisi dietileter dan metoksifluran yang mudah larut, sangat tinggi. Ketika
berdifusi dalam darah, anestetik yang sukar larut, hanya membutuhkan sedikit
molekul untuk menaikkan tekanan parsialnya sehingga tekanan parsial gas di
dalam darah segera naik dan induksi anesthesia terjadi lebih cepat. Sebaliknya
untuk anestetik yang mudah larut, diperlukan jumlah yang lebih banyak untuk
menaikkan tekanan parsial di darah sehingga timbulnya induksi lebih lama.

Gambar 1. Kelarutan anestetik


B. Kadar anestetik dalam udara inspirasi
Tekanan parsial
Tekanan parsial adalah proporsi yang menggambarkan kadar suatu gas
yang berada dalam suatu campuran gas, misalnya kadar anestetik inhalasi dalam
campuran gas yang dihirup oleh pasien (udara inspirasi). Tekanan parsial suatu
anestetik dalam udara inspirasi dapat diatur besarnya dengan suatu vaporizer atau
alat lainnya
Kadar anestetik dalam campuran gas yang dihirup menentukan tekanan
maksimum yang dicapai di alveoli maupun kecepatan naiknya tekanan parsial di
arteri. Kadar anestetik yang tinggi akan mempercepat transfer anestetik ke darah,
sehingga akan meningkatkan kecepatan induksi anesthesia. Tekanan parsial N 2O

dalam arteri mencapai 90% tekanan parsial dalam udara yang dihirup setelah 20
menit, sedangkan untuk eter dicapai sesudah 20jam. Untuk mempercepat induksi,
anestetik yang tingkat kelarutannya sedang (enfluran, isofluran, halotan)
dikombinasikan dengan anestetik yang sukar larut (N 2O) dengan cara
meninggikan dulu tekanan parsial dalam udara yang dihirup. Setelah induksi
dicapai, tekanan parsial dalam udara inspirasi diturunkan untuk mempertahankan
anesthesia.
C. Ventilasi paru
Hiperventilasi mempercepat masuknya gas anestesi ke sirkulasi dan
jaringan, tetapi hal ini hanya nyata pada anestetik yang mudah larut dalam darah
(halotan, dietileter).
D. Kecepatan aliran darah paru
Bertambah cepat aliran darah paru bertambah cepat pula pemindahan
anestetik dari udara inspirasi ke darah. Namun, hal itu akan memperlambat
peningkatan tekanan darah arteri sehingga induksi anesthesia akan lebih lambat
khususnya oleh anegestik dengan tingkat kelarutan sedang dan tinggi, misalnya
halotan dan isofluran.
E. Perbedaan tekanan parsial anestetik dalam arteri dan vena
Perbedaan kadar anestetik di darah arteri dan vena terutama bergantung
pada ambilan anestetik oleh jaringan. Darah vena yang kembali ke paru
mengandung anestetik yang lebih sedikit daripada darah arteri. Semakin besar
perbedaan kadar anestetik, maka keseimbangan dalam jaringan otak akan semakin
lama tercapai.
Ambilan anestetik oleh jaringan ditentukan oleh factor yang sama dengan
mempengaruhi transfer anestetik dari paru ke darah, terutama koefisien partisi
darah : jaringan. Tekanan parsial dalam jaringan juga meningkat bertahap sampai
dicapai keseimbangan. Pada fase induksi, perbedaan kadar arteri-vena sangat
dipengaruhi oleh banyaknya perfusi suatu jaringan. Di otak, jantung, hati, ginjal
yang perfusinya sangat baik, kadar anestetik awal dalam darah vena rendah sekali
sehingga perbedaan kadar anestetik dalam arteri vena sangat besar, makan
keseimbangan kadar anestetik dalam darah arteri akan tercapai dengan lambat.

Pada fase pemeliharaan, anestetik akan terus didistribusikan ke berbagai jaringan


dan umumnya tergantung dari kelarutan anestetik dalam darah.
4. FARMAKODINAMIK ANESTESI INHALASI
Dasar dari terjadinya stadium anesthesia adalah adanya perbedaan kepekaaan
berbagai bagian SSP terhadap anestetik. Sel-sel substantia gelatinosa di kornu dorsalis
medulla spinalis peka sekali terhadap anestetik. Penurunan aktivitas neuron di daerah ini
menghambat transmisi sensorik dari rangsang nosiseptik, inilah yang menyebabkan
terjadinya tahap analgesia. Stadium II terjadi akibat aktivitas neuron yang kompleks pada
kadar anestetik yang lebih tinggi di otak. Aktifitas ini antara lain berupa penghambatan
berbagai

neuron

inhibisi

bersamaan

dengan

dipermudahnya

penglepasan

neurotransmitter eksitasi. Selanjutnya, depresi hebat pada jalur naik di system aktivasi
reticular dan penekanan aktivitas reflex spinal menyebabkan pasien masuk ke stadium
III. Neuron di pusat napas dan pusat vasomotor relative tidak peka terhadap anestesi
kecuali pada kadar yang sangat tinggi. Apa yang menyebabkan perbedaan kepekaan
berbagai bagian SSP ini masih perlu diteliti.
Konsentrasi Alveolar Minimum (KAM)
Konsentrasi alveolar minimum atau minimum alveolar concentration (MAC)
anestetik inhalasi adalah konsentrasi alveolar yang dapat menghambat gerakan pada 50%
pasien terhadap stimulus standar seperti insisi bedah. MAC merupakan ukuran yang
berguna karena merefleksikan tekanan parsial anestetik di otak, sehingga dapat
membandingkan secara langsung potensi setiap anestetik sekaligus memberikan standar
baku untuk penelitian. Meskipun demikian, nilai MAC tetap saja hanya merupakan
angka statistikal belaka pada saat menangani pasien; masing-masing pasien merupakan
individu yang unik dan oleh karena itu memerlukan pendekatan yang bersifat individual
pula, misalnya pada saat menentukan dosis induksi. 5,6
Tabel 1. Berbagai sifat anestesi inhalasi

Berdasarkan kemasannya, obat anestesia umum inhalasi ada 2 macam, yaitu :


1. Obat anestesia umum inhalasi yang berupa cairan yang mudah menguap.7
a. Derivat halogen hidrokarbon.
- Halothan
- Trikhloroetilen
- Khloroform
b. Derivat eter.
- Dietil eter
- Metoksifluran
- Enfluran
- Isofluran
2. Obat anestesia umum yang berupa gas.7
a. Nitrous oksida (N2O)
b. Siklopropan

5. FARMAKOLOGI KLINIK ANESTESI INHALASI


5.1 HALOTAN

Halotan berbentuk cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah


terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen, tidak
iritatif dan mudah rusak bila terkena cahaya, tetapi stabil disimpan memakai botol
warna gelap. 3,7,8
Dosis
Dosis untuk induksi inhalasi adalah 2-4%, dosis untuk induksi anak

1.5

2%. Pada induksi inhalasi kedalaman yang cukup terjadi setelah 10 menit.
Dosis untuk pemeliharaan adalah 1 2%, dan dapat dikurangi bila digunakan
juga N2O atau narkotik. Pemeliharaan pada anak 0.5 2%. Waktu pulih sadar
sekitar 10 menit setelah obat dihentikan.3,7,8
Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, dan Eliminasi
Obat anestesi inhalasi di absorbsi di paru, setelah itu di distribusikan ke
seluruh tubuh.Metabolisme obat anestesi inhalasi secara oksidasi dan reduksi di
dalam reticulum endoplasma hepar.
Eliminasi sebagian besar secara ekshalasi lewat paru, sebagian kecil
melalui urin. Hasil metabolism sebagian besar diekskresi lewat urin sebagian
kecil diekskresi lewat paru.3,7,8

Efek Farmakologi
Terhadap SSP
Menimbulkan depresi pada SSP di semua komponen otak. Depresi pusat
kesadaran menimbulkan hipnotik, depresi pada pusat sensorik menimbulkan
khasiat analgesia dan depresi pada pusat motorik menimbulkan kelemahan otot.
Tingkat depresinya bergantung pada dosis yang diberikan.
Terhadap pembuluh darah otak menyebabkan vasodilatasi, sehingga aliran
darah otak meningkat, oleh karena itu tidak dipilih untuk anestesi pada
kraniotomi.

Peningkatan

tekanan

intracranial

dapat

diturunkan

dengan

hiperventilasi. 3,7,8
Terhadap sistem Kardiovaskular
Pada system kardiovaskular tergantung dosis, tekanan darah menurun
akibat depresi pada otot jantung, makin tinggi dosisnya depresi makin berat. Pada

bayi, halotan menurunkan curah jantung karena turunnya kontraktilitas


miokardium dan menurunnya laju jantung.
Halotan dapat menyebabkan Ventrikel Ekstra Sistole (VES), Ventrikel
Takikardia (VT) dan Ventrikel Fibrilasi (VF). 3,7,8
Terhadap sistem respirasi
Pada konsentrasi tinggi, menimbulkan depresi pusat nafas, sehingga pola
nafas menjadi cepat dan dangkal, volume tidal dan volume nafas semenit
menurun dan menyebabkan dilatasi bronkus.3,7,8
Terhadap ginjal
Halotan pada dosis lazim secara langsung akan menurunkan aliran darah
ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus, tetapi efek ini hanya bersifat sementara dan
tidak mempengaruhi autoregulasi aliran darah ginjal. 3,7,8
Terhadap hati
Pada konsentrasi 1,5 vol%, halotan akan menurunkan aliran darah pada
lobules sentral hati sampai 25-30%. Penurunan aliran darah pada lobulus sentral
ini menimbulkan nekrosis sel pada sentral hati yang diduga sebagai penyebab dari
hepatitis post-halothane. Kejadian ini akan lebih bermanifes, apabila diberikan
halotan berulang dalam waktu yang relatif singkat.

Penggunaan Klinik
Halotan

digunakan

terutama

sebagai

komponen

hipnotik

dalam

pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, halotan juga mempunyai


efek analgetik ringan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak yang
tidak kooperatif, halotan digunakan untuk induksi bersama-sama dengan N 2O
secara inhalasi.
Untuk mengubah cairan halotan menjadi uap, diperlukan alat penguap
(vaporizer) khusus halotan, misalnya fluotec, halomix, copper kettle, dragger dan
lain-lainnya. 3,7,8
5.2 ENFLURAN

Enfluran adalah obat anestesi inhalasi yang bebentuk cair, tidak mudah
terbakar, tidak berwarna, tidak iritatif, lebih stabil dibandingkan halotan, induksi lebih
cepat dibanding halotan, tidak terpengaruh cahaya dan tidak bereaksi dengan logam.
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3%
bersama dengan N2O.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara 12,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.

Absorbsi Dan Distribusi, Metabolism, Dan Eliminasi


Setelah diabsorbsi dari paru ke dalam darah, enfluran akan didistribusikan ke
seluruh tubuh. Kelarutan enfluran dalam lemak lebih rendah dibandingkan halotan.
Ekskresi melalui paru dan sebagian kecil melalui urin.
Efek Farmakologik
Terhadap SSP
Pada dosis tinggi menimbulkan twitching (tonik-klonik) pada otot muka dan
anggota gerak. Hal ini terutama dapat terjadi bila pasien mengalami hipokapnia.
Kejadian ini bisa dihindari dengan mengurangi dosis obat dan mencegah terjadinya
hipokapnia. Obat ini tidak dianjurkan pemakaiannya pada pasien yang mempunyai
riwayat epilepsy walaupun pada penelitian terbukti bahwa enfluran tidak
menimbulkan bangkitan epilepsi. Walaupun menimbulkan vasodilatasi serebral, tetapi
pada dosis kecil dapat dipergunakan untuk operasi intrakranial karena tidak
menimbulkan peningkatan tekanan intracranial.
Terhadap system Kardiovaskular
Enfluran menimbulkan depresi kontraktilitas miokard, disritmia jarang terjadi,
tidak meningkatkan sensitifitas miokard terhadap katekolamin. Hipotensi dapat terjadi
akibat menurunnya curah jantung.
Terhadap respirasi
Pada system respirasi tidak meningkatkan sekresi bronchial dan ludah, tidak
meningkatkan iritabilitas faring dan laring. Frekuensi nafas meningkat tetapi ventilasi
semenit berkurang karena volume tidal yang menurun.

Terhadap ginjal
Enfluran menurunkan aliran darah ginjal, menurunkan laju filtrasi glomerolus
dan akhirnya menurunkan diuresis. Harus berhati-hati menggunakan enfluran pada
pasien yang mempunyai gangguan fungsi ginjal.
Terhadap hati
Terjadi gangguan fungsi hati yang ringan setelah pemakaian enfluran yang
sifatnya reversible.
Terhadap uterus
Menimbulkan depresi tonus otot uterus, namun respon uterus terhadap
oksitosin tetap baik selama dosis enfluran rendah.
Terhadap otot
Meningkatkan relaksasi, tapi untuk laparotomi masih perlu penambahan
pelumpuh otot.
Penggunaan Klinik
Sama seperti halotan. Untuk mengubah cairan enfluran menjadi uap,
diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus enfluran.
5.3 ISOFLURAN
Isofluran adalah obat anestesi isomer dari enfluran, merupakan cairan tidak
berwarna dan berbau tajam, menimbulkan iritasi jalan nafas jika dipakai dengan
konsentrasi tinggi menggunakan sungkup muka. Tidak mudah terbakar, tidak
terpengaruh cahaya dan proses induksi dan pemulihannya relatif cepat dibandingkan
dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada saat ini tapi masih lebih lambat
dibandingkan dengan sevofluran
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3%
bersamasama dengan N2O.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan konsentrasinya berkisar antara 12,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.2,3,7
Pada pasien yang mendapat anestesi isofluran kurang dari 1 jam akan sadar
kembali sekitar 7 menit setelah obat dihentikan. Sedangkan pada tindakan 5-6jam,
kembali sadar sekitar 11 menit setelah obat dihentikan.

Efek Farmakologi
Terhadap sistem saraf pusat
Efek depresinya terhadap SSP sesuai dengan dosis yang diberikan. Isofluran
tidak menimbulkan kelainan EEG seperti yang ditimbulkan oleh enfluran. Pada dosis
anestesi tidak menimbulkan vasodilatasi dan perubahan sirkulasi serebrum serta
mekanisme autoregulasi aliran darah otak tetap stabil. Kelebihan lain yang dimiliki
oleh isofluran adalah penurunan konsumsi oksigen otak. Sehingga dengan demikian
isofluran merupakan obat pilihan untuk anestesi pada kraniotomi, karena tidak
berperngaruh pada tekanan intrakranial, mempunyai efek proteksi serebral dan efek
metaboliknya yang menguntungkan pada tekhnik hipotensi kendali.
Terhadap sistem kardiovaskular
Efek depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah lebih ringan dibanding
dengan obat anesetesi volatil yang lain. Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil
selama anestesi. Dengan demikian isofluran merupakan obat pilihan untuk obat
anestesi pasien yang menderita kelainan kardiovaskuler.
Terhadap sistem respirasi
Isofluran juga menimbulkan depresi pernafasan yang derajatnya sebanding
dengan dosis yang diberikan.
Terhadap otot rangka
Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi pusat motorik pada
serebrum, sehingga dengan demikian berpotensiasi dengan obat pelumpuh otot non
depolarisasi. Walaupun demikian, masih diperlukan obat pelumpuh otot untuk
mendapatkan keadaan relaksasi otot yang optimal terutama pada operasai laparatomi.
Terhadap ginjal
Pada dosis anestesi, isofluran menurunkan aliran darah ginjal dan laju fitrasi
glomerulus sehingga produksi urin berkurang, akan tetapi masih dalam batas normal.
Toksisitas pada ginjal tidak terjadi.
5.4 SEVOFLURAN
Sevofluran dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif,
tidak berbau, stabil di tempat biasa (tidak perlu tempat gelap), dan tidak terlihat
adanya degradasi sevofluran dengan asam kuat atau panas. Obat ini tidak bersifat
iritatif terhadap jalan nafas sehingga baik untuk induksi inhalasi. Proses induksi dan

pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada
pada saat ini.
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 3,0-5,0%
bersama-sama dengan N2O.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara
2,0-3,0%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.
Efek Farmakologi
Terhadap sistem saraf pusat
Efek depresinya pada SSP hampir sama dengan isofluran. Aliran darah otak
sedikit meningkat sehingga sedikit meningkatkan

tekanan intrakranial. Laju

metabolisme otak menurun cukup bermakna sama dengan isofluran. Tidak pernah
dilaporkan kejadian kejang akibat sevofluran.
Terhadap sistem kardiovaskuler
Sevofluran relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia. Tahanan vaskuler dan
curah jantung sedikit menurun, sehingga tekanan darah sedikit menurun. Pada 1,2-2
MAC sevofluran menyebabkan penurunan tahanan vaskuler sistemik kira-kira 20%
dan tekanan darah arteri kira-kira 20%-40%. Curah jantung akan menurun 20% pada
pemakaian sevofluran lebih dari 2 MAC. Dibandingkan dengan isofluran, sevofluran
menyebabkan penurunan tekanan darah lebih sedikit.
Sevofluran tidak atau sedikit meyebabkan perubahan pada aliran darah
koroner. Sevofluran menyebabkan penurunan laju jantung. Penelitian-penelitian
menyebutkan bahwa penurunan laju jantung tidak sampai menyebabkan bradikardi.
Terhadap sistem respirasi
Menimbulkan depresi pernapasan dan dapat memicu bronkhospasme.
Terhadap otot rangka
Efeknya terhadap otot rangka lebih lemah dibandingkan dengan isofluran.
Relaksasi otot dapat terjadi pada anestesi yang cukup dalam dengan sevofluran.
Proses induksi, laringoskopi dan intubasi dapat dikerjakan tanpa bantuan obat
pelemas otot.
Terhadap hepar dan ginjal

Sevofluran menurunkan aliran darah ke hepar paling kecil dibandingkan


dengan enfluran dan halotan. Ada beberapa bukti, sevofluran menurunkan aliran darah
ke ginjal, tetapi tidak ada bukti hal ini menyebabkan gangguan fungsi ginjal pada
manusia.
5.5 DESFLURAN
Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya
sama dengan isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan dengan agen
volatile yang lain. Memerlukan alat penguap khusus (TEC-6). 3,7,8
Dosis
Untuk induksi, disesuaikan dengan kebutuhan.
Efek Farmakologi
Terhadap system Kardiovaskular
Menurunkan resistensi vascular sistemik, menyebabkan turunnya tekanan
darah. Peningkatan konsentrasi desfluran dengan cepat menyebabkan peningkatan
tekanan darah, laju jantung, dan katekolamin. Keadaan ini bisa dikurangi dengan
memberikan klonidin, fentanil, atau esmolol. Desfluran tidak meningkatkan aliran
darah koroner.
Terhadap sistem respirasi
Menyebabkan menurunnya volume tidal dan meningkatnya frekuensi nafas
sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan CO2. Desfluran bersifat iritatif,
sehingga tidak ideal untuk induksi.
Penggunaan Klinik
Desfluran

digunakan

terutama

sebagai

komponen

hipnotik

dalam

pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, desfluran juga mempunyai


efek analgetik yang ringan dan relaksasi otot ringan.
5.6 N2O (NITROGEN OKSIDA)

N2O adalah anestesi lemah dan harus diberikan dengan konsentrasi besar (lebih
dari 65%) agar efektif. Paling sedikit 20%atau 30% oksigen harus diberikan sebagai
campuran, karena konsentrasi N2O lebih besar dari 70-80% dapat menyebabkan

hipoksia. N2O

tidak

dapat

menghasilkan anestesia yang adekuat kecuali

dikombinasikan dengan zat anestesi yang lain, meskipun demikian, karakteristik


tertentu membuatnya menjadi zat anestesi yang menarik, yaitu koefisien partisi darah /
gas yang rendah, efek anagesi pada konsentrasi subanestetik, kecilnya efek
kardiovaskuler yang bermakna klinis, toksisitasnya minimal dan tidak mengiritasi
jalan napas sehingga ditoleransi baik untuk induksi dengan masker.
Efek anestesi N2O dan zat anestesi lain bersifat additif, sehingga pemberian
N2O dapat secara substansial mengurangi jumlah zat anestesi lain yang seharusnya
digunakan. Pemberian N2O akan menyebabkan peningkatan konsentrasi alveolar dari
zat anestesi lain dengan cepat, oleh karana sifat efek gas kedua dan efek
konsentrasi dari N2O. Efek konsentrasi terjadi saat gas diberikan dengan konsentrasi
tinggi. Semakin tinggi konsentrasi gas diinhalasi, maka semakin cepat peningkatan
tekanan arterial gas tersebut. 3,7,8
Absorpsi, Distribusi Dan Eliminasi
Absorbsi dan eliminasi nitorus oksida relatif lebih cepat dibandingkan
dengan obat anestesi inhalasi lainnya, hal ini terutama disebabkan oleh koefisien
partisi gas darah yang rendah dari N 2O. total ambilan N2O oleh tubuh manusia diteliti
oleh Severinghause. Pada menit pertama, N2O (75%) dengan cepat akan diabsorbsi
kira-kira 1.000 ml/menit. Setelah 5 menit, tingkat absorbsi turun menjadi 600
ml/menit, setelah 10 menit turun menjadi 350 ml/menit dan setelah 50 menit tingkat
absorbsinya kira-kira 100 ml/menit, kemudian pelan-pelan menurn dan akhirnya
mencapi nol. Konsentrasi N2O yang diabsorbsi tergantung antara lain oleh konsentrasi
inspirasi gas, ventilasi alveolar dan ambilan oleh sirkulasi, seperti koefisien partisi
darah/gas dan aliran darah (curah jantung).
N2O akan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Konsentrasi di jaringan
adalah berbanding lurus dengan perfusi per unit volume dari jaringan, lamanya
paparan dan koefisien partisi darah / jaringan zat tersebut. Jaringan dengan aliran
darah besar/banyak seperti otak, jantung, hati dan ginjal akan menerima N 2O lebih
banyak sehingga akan menyerap volume gas yang lebih besar. Jaringan lain dengan
suplai darah sedikit seperti jaringan lemak dan otot menyerap hanya sedikit N 2O,
ambilan dan penyerapan yang cepat menyebabkan tidak terdapatnya simpanan N 2O
dalam jaringan tersebut sehingga tidak menghalangi pulihnya pasien saat pemberian

N2O dihentikan.N2O dieliminasi melalui paru-paru dan sebagian kecil diekskresikan


melalui kulit.
Efek Farmakologi
Terhadap sistem saraf pusat
Berkhasiat analgesia dan tidak mempunyai khasiat hipnotik. Khasiat
analgesianya relatif lemah akibat kombinasinya dengan oksigen. Pada konsentrasi
25% N2O menyebabkan sedasi ringan. Peningkatan konsentrasi menyebabkan
penurunan sensasi perasaan khusus seperti ketajaman, penglihatan, pendengaran,
rasa, bau dan diikuti penurunan respon sensasi somatik seperti sentuhan, temperatur,
tekanan dan nyeri. Penurunan perasaan membuat agen ini cocok untuk induksi
sebelum pemberian agen lain yang lebih iritatif. N2O menghasilkan analgesi sesuai
besarrnya dosis. N2O 50% efek analgesinya sama dengan morfin 10 mg. Bukti
menunjukkan bahwa N2O memiliki efek agonis pada reseptor opioid atau
mengaktifkan sistem opioid endogen. Area pusat muntah pada medula tidak
dipengaruhi oleh N2O kecuali jika terdapat hipoksia.
Nitrous oksida tidak mengikuti klasifikasi stadium anestesi dari guedel
dalam kombinasinya dengan oksigen dan sangat tidak mungkin mencoba memakai
nitrous oksigen tanpa oksigen hanya karena ingin tahu gambaran stadium anestesi
dari guedel. Efeknya terhadap tekanan intrakranial sangat kecil bila dibandingkan
dengan obat anestesi yang lain.
Dalam konsentrasi lebih dari 60%, N2Odapat menyebabkan amnesia,
walaupun masih diperlukan penelitian yang lebih lanjut.
Terhadap susunan saraf otonom, nitrous oksida merangsang reseptor alfa
saraf simpatis, tetapi tahanan perifer pembuluh darah tidak mengalami perubahan.3,7,8
Terhadap sitem kardiovaskuler
Depresi ringan kontraktilitas miokard terjadi pada rasio N 2O : O2 = 80% :
20%. N2O tidak menyebabkan perubahan laju jantung dan curah jantung secara
langsung. Tekanan darah tetap stabil dengan sedikit penurunan yang tidak bermakna.
Terhadap sistem respirasi

Pengaruh terhadap sistem pernapasan minimal. N2O tidak mengiritasi epitel


paru sehingga dapat diberikan pada pasien dengan asma tanpa meningkatkan resiko
terjadinya spasme bronkus. Perubahan laju dan kedalaman pernapasan (menjadi
lebih lambat dan dalam) lebih disebabkan karena efek sedasi dan hilangnya
ketegangan.
Terhadap sistem gastrointestinal
N2O tidak mempengaruhi tonus dan motilitas saluran cerna. Distensi dapat
terjadi akibat masuknya N2O ke dalam lumen usus. Pada gangguan fungsi hepar,
N2O tetap dapat digunakan.
Terhadap ginjal
N2O tidak mempunyai pengaruh yang signifikan pada ginjal maupun pada
komposisi urin.
Penggunaan Klinik
Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari anestesia
umum inhalasi dan selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan
N2O : O2 = 70 : 30 (untuk pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan
tunjangan oksigen yang lebih banyak), atau 50 : 50 (untuk pasien yangberesiko
tinggi). Oleh karena N2O hanya bersifat analgesia lemah, maka dalam
penggunaannya selalu dikombinasikan degnan obat lain yang berkhasiat sesuai
dengan target trias anestesia yang ingin dicapai.

6. PERBEDAAN ANESTETIK INHALASI


Perbandingan anestetik inhalasi baik secara fisik kima maupun secara klinik
farmakologi dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.
Tabel 1. Perbandingan sifat fisik dan kimia anestetik inhalasi
Anesetetik

Nitrous

inhlasi

Oksida

Berat molekul

44

Halotan

Enfluran

Isofluran

Desfluran

197

184

184

168

Sevoflura
n
200

Titik didih (oC) -68

50-50,2

56,6

48,5

22,8-23,5

58,5

Tekanan

243-244

172-174,5

238-240

669-673

160-170

uap 5200

(mmHg 20oC)
Bau

Manis

Organik

Eter

Eter

Eter

Eter

Turunan eter

Bukan

Bukan

Ya

Ya

Ya

Ya

Pengawet

Perlu

0,47

2,4

1,9

1,4

0,42

0,65

Stabil

Tidak

Stabil

Stabil

Stabil

Tidak

104-105

0,75

1,63-1,70

1,15-1,20

6,0-6,6

1,80-2,0

Koef.

Partisi

darah/gas
Dengan kapur
soda 40oC
MAC
37oC
usia

30-55

tahun (tekanan
760 mmHg)

Tabel 2. Farmakologi klinik anestetik inhalasi


Anestetik

Nitrous

Halotan

Sevofluran

inhalasi
CO

-*

--*

HR

++*

BP

-*

--*

--*

--

Kontraktilitas

-*

---*

--*

--*

--

SVR

--

PVR

TIK

++

++

CBF

++

Kejang
Aliran Darah

--

--

++

++

Hepar
RR
VT

Oksida

Isofluran/

Enfluran

PaCO2
0
+
++
*=Dose Dependent; 0=No Change; -=Decrease; +=Increase

Desfluran

CO=cardiac output; HR=heart rate; BP=blood preasure; SVR=systemic vasculer resistence;


PVR=pulmonary vasculer resistance; TIK=tekanan intrakranial; CBF=cerebral blood flow;

RR=respiratory rate; VT=volume tidal

KESIMPULAN
Anestesia inhalasi yang sempurana adalah yang (a) masa induksi dan masa
pemulihannya singkat dan nyaman, (b) peralihan stadium anestesinya terjadi cepat, (c)
relaksasi ototnya sempurna, (d) berlangsung cukup aman, dan (e) tidak menimbulkan efek
toksik atau efek samping yang berat dalam dosis anestetik yang lazim.3
Dalam melakukan tindakan anestesi yang perlu dimonitor selama operasi adalah
tingkat kedalaman anestesi, efektivitas kardiovaskuler dan efisiensi perfusi jaringan (tekanan
darah, nadi, Saturasi oksigen, MAP, EKG, suhu)3
Faktor yang mempengaruhi kecepatan transfer anestesik jaringan ke otak ditentukan
oleh (1) kelarutan zat anestetik, (2) kadar anestetik dalam udara yang dihirup oleh pasien atau
disebut tekanan parsial anestetik, (3) ventilasi paru, (4) aliran darah paru , dan (5) perbedaan
antara tekanan parsial anestetik di darah arteri dan di darah vena. 5,6

DAFTAR PUSTAKA
1. Barash, Paul G.; Cullen, Bruce F.; Stoelting, Robert K.Clinical Anesthesia 5th edition.
Lippincott Williams & Wilkins. 2006
2. Mangku, Gde.; Senapathi, Tjokorda Gde Agung Senaphati. Ilmu Anestesi dan
Reanimasi. Jakarta : Indeks Jakarta. 2010
3. Latief, Said A.; Suryadi, Kartini A,; Dachlan, M. Ruswan. Petunjuk Praktis
Anestesiologi Edisi 3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007
4. Soenarjo; Jatmiko, Heru Dwi. Anestesiologi. Semarang : Ikatan Dokter Spesialis
Anestesi dan Reanimasi. 2010.
5. Gunawan, Sulistia Gan. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Gaya Baru. 2007
6. Katzung, Bertram G. Basic and Clinical Pharmacology 10 th edition. Singapore : Mc
Graw Hill Lange. 2007
7. Tjay Tan H.; Rahardja Kirana. Obat Obat Penting : Kasiat, Penggunaan dan Efek
Efek Sampingnya Edisi 6. Jakarta : PT Elex Media Komputindo Gramedia. 2010

You might also like