Professional Documents
Culture Documents
Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pihak yang melakukan proses pemantauan
dan pemeriksaan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut
diatas. Aktivitas pihak-pihak tersebut, dinilai lewat kinerja keuangannya yang
tercermin dalam laporan keuangan. Lebih lanjut dalam agency theory, pemilik
perusahaan membutuhkan auditor untuk memverifikasi informasi yang diberikan
manajemen kepada pihak perusahaan. Sebaliknya, manajemen memerlukan
auditor untuk memberikan legitimasi atas kinerja yang mereka lakukan (dalam
bentuk laporan keuangan), sehingga mereka layak mendapatkan insentif atas
kinerja tersebut. Disisi lain, kreditor membutuhkan auditor untuk memastikan
bahwa uang yang mereka kucurkan untuk membiayai kegiatan perusahaan,
benar-benar digunakan sesuai dengan persetujuan yang ada, sehingga kreditor
bisa menerima bunga atas pinjaman yang diberikan.
Pengawasan atau monitoring yang dilakukan oleh pihak independen memerlukan
biaya atau monitoring cost dalam bentuk biaya audit, yang merupakan salah
satu dari agency cost (Jensen dan Meckling, 1976). Biaya pengawasan
(monitoring cost) merupakan biaya untuk mengawasi
perilaku agent apakah agent telah bertindak sesuai kepentinganprincipal dengan
melaporkan secara akurat semua aktivitas yang telah ditugaskan kepada
manajer. Uraian tersebut diatas memberi makna bahwa auditor merupakan pihak
yang dianggap dapat menjembatani kepentingan pihak pemegang saham
(principal) dengan pihak manajer (agent) dalam mengelola keuangan
perusahaan (Setiawan, 2006) termasuk menilai kelayakan strategi manajemen
dalam upaya untuk mengatasi kesulitan keuangan perusahaan. Auditor
independen melakukan fungsi pengawasan atau monitoring atas pekerjaan
manajer melalui sebuah sarana yaitu laporan keuangan, sehingga auditor akan
melakukan proses audit terhadap kewajaran laporan keuangan yang terdiri dari
neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal dan laporan arus kas
termasuk catatan atas laporan keuangan yang kemudian akan memberikan
pendapat atas pekerjaan auditnya dalam bentuk opini audit. Auditor independen
melakukan pengawasan atau monitoringkarena manajer berkeinginan untuk
menyajikan laporan keuangan agar tampak lebih baik dari kondisi senyatanya
(Cosserat, 1999). Sejalan dengan pendekatan audit topdownholistic, auditor
berkewajiban untuk mengevaluasi resiko bisnis klien (Boynton, 2002).
Perusahaan yang mengalami financial distress memiliki resiko bisnis yang lebih
besar. Oleh karena itu, auditor akan mempertimbangkan rencana dan tindakan
stratejik yang dilakukan manajemen, khususnya rencana manajemen yang
terlalu optimistik (Hackenbrack dan Nelson, 1996).
Menurut Anthony dan Govindarajan (2005), teori agensi adalah hubungan atau
kontrak antara principal dan agent. Teori agensi memiliki asumsi bahwa tiap-tiap
individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga
menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent.
Agency Theory secara formal berasal pada awal tahun 1970, namun konsep di
balik itu memiliki sejarah panjang dan beragam. Di antaranya adalah pengaruh
teori properti-hak, ekonomi organisasi, hukum kontrak, dan filsafat politik,
termasuk karya Locke dan Hobbes. Sebagian ilmuwan penting terlibat dalam
periode formatif teori agensi di tahun 1970-an termasuk Armen Alchian, Harold
Demsetz, Michael Jensen, William Meckling, dan S.A. Ross.
Agency Theory menunjukkan bahwa, tenaga kerja tidak sempurna dan pasar
modal, manajer akan berusaha untuk memaksimalkan utilitas mereka sendiri
dengan mengorbankan para pemegang saham perusahaan. Agen memiliki
kemampuan untuk beroperasi sendiri dan mementingkan kepentingan pribadi
daripada kepentingan terbaik dari perusahaan hal ini disebabkan oleh informasi
yang bersifat asimetris (misalnya, manajer tahu lebih baik dari pemegang saham
apakah mereka mampu memenuhi tujuan pemegang saham) dan ketidakpastian
(misalnya, berbagai faktor memberikan kontribusi pada hasil-hasil akhir, dan
mungkin tidak jelas apakah agen langsung menyebabkan hasil yang diberikan,
positif atau negatif). Bukti perilaku manajerial mementingkan diri sendiri
termasuk konsumsi beberapa sumber daya perusahaan dalam bentuk
perquisites dan menghindari risiko posisi yang optimal, dimana manajer
menghindari risiko bypass peluang yang menguntungkan di mana pemegang
saham perusahaan akan lebih memilih untuk berinvestasi. Di luar investor
menyadari bahwa perusahaan akan membuat keputusan yang bertentangan
dengan kepentingan terbaik mereka. Oleh karena itu, investor memberikan
potongan harga dan mereka bersedia membayar perusahaan sekuritas.
Potensi konflik keagenan muncul setiap kali manajer perusahaan memiliki kurang
dari 100 persen dari saham biasa perusahaan. Jika suatu perusahaan adalah
kepemilikan tunggal yang dikelola oleh pemilik, manager pemilik akan
melakukan tindakan untuk memaksimalkan kesejahteraan sendiri. Manajerpemilik mungkin akan mengukur utilitas oleh kekayaan pribadi, tetapi mungkin
memikirkan pertimbangan lainnya, seperti hiburan dan perquisites, terhadap
kekayaan pribadi. Jika pemilik-manajer meninggalkan sebagian kepemilikan-nya
dengan menjual sebagian saham perusahaan kepada investor luar, maka akan
muncul potensi konflik kepentingan, yang disebut konflik keagenan. Sebagai
contoh, pemilik-manajer lebih memilih gaya hidup yang lebih santai dan tidak
bekerja keras untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham, karena
kurangnya kekayaan yang akan ditambahkan ke manajer-pemilik. Selain itu,
manajer-pemilik lebih memutuskan untuk mengkonsumsi perquisites, karena
beberapa manfaat dari biaya konsumsi akan ditanggung oleh para pemegang
saham external.
Ada dua posisi kunci untuk menghadapi konflik-konflik agency pemegang saham
dan manager. Pada keadaan ekstrim, manajer perusahaan bertindak sepenuhnya
berdasarkan perubahan harga saham. Dalam hal ini, biaya agen akan rendah
karena manajer memiliki insentif besar untuk memaksimalkan kesejahteraan
pemegang saham hal tersebut tentu akan sangat sulit, olehkarena itu, dalam
keadaan tersebut menyewa manajer berbakat di bawah ikatan kontrak karena
pendapatan perusahaan akan dipengaruhi oleh peristiwa ekonomi yang tidak
berada di bawah kendali manajerial. Pada keadaan ekstrim lainnya, pemegang
saham dapat memonitor setiap tindakan manajerial, tapi ini akan sangat mahal
dan tidak efisien. Solusi optimal terletak di antara ekstrim, di mana kompensasi
eksekutif terkait dengan kinerja, tetapi beberapa pemantauan juga dilakukan.
Selain pemantauan, mekanisme berikut ini mendorong para manajer untuk
bertindak dalam kepentingan pemegang saham : (1) insentif berbasis kinerja
rencana, (2) intervensi langsung oleh pemegang saham, (3) ancaman
penembakan, dan (4), ancaman pengambilan alihan.
Pengambilalihan secara tidak baik, yang terjadi ketika manajemen tidak ingin
menjual perusahaan, yang paling mungkin untuk mengembangkan saat saham
suatu perusahaan adalah dibawah nilai relatif terhadap potensi karena
pengelolaan yang tidak memadai. Dalam pengambilalihan secara tidak baik,
para manajer senior dari perusahaan yang diakuisisi biasanya diberhentikan, dan
mereka yang ditahan kehilangan kemerdekaan mereka sebelum terjadi akuisisi.
Ancaman dari disiplin pengambilalihan secara tidak baik mengubah perilaku
manajerial dan mendorong manajer berusaha untuk memaksimalkan nilai
pemegang saham.
untuk mengatur manajer dan mentransfer keuntungan dari kekayaan kreditor. Upaya investor tersebut
akan menjadi lebih sulit dengan adanya laporan keuangan yang konservatif. Konservatisme akuntansi
akan mendukung terciptanya kontrak yang efisien antara berbagai pihak, khususnya pihak investor dan
kreditor sebagai pengguna utama laporan keuangan (Juanda, 2007).
Siallagan dan Machfoedz (2006) dalam perspekif teori keagenan menyatakan bahwa agen yang risk
averse dan yang cenderung mementingkan dirinya sendiri akan mengalokasikan resources (berinvestasi)
yang tidak meningkatkan nilai perusahaan. Permasalahan agensi ini akan mengindikasikan bahwa nilai
perusahaan akan naik apabila pemilik perusahaan bisa mengendalikan perilaku manajemen agar tidak
menghamburkan resources perusahaan, baik dalam bentuk investasi yang tidak layak, maupun dalam
bentuk shirking (kelalaian). Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk
memahami corporate governance. Teori keagenan (agency theory) menjelaskan adanya pemisahan antara
kepemilikan dan pengelolaan suatu perusahaan dapat menimbulkan masalah keagenan (agency
problems), yaitu ketidak sejajaran kepentingan antara principal (pemilik/pemegang saham) dan agent
(manajer). Masalah keagenan ini dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan
untuk menyelaraskan (alignment) berbagai kepentingan. Mekanisme monitoring yang efektif dalam
pengelolaan perusahaan (corporate governance mechanism) yaitu; (a) memperbesar kepemilikan saham
perusahaan oleh manajemen (managerial ownership), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang
saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer, (b) kepemilikan saham oleh investor
institusional karena dianggap sebagai sophisticated investor dengan jumlah kepemilikan yang cukup
signifikan dapat memonitor manajemen, dan (c) melalui peran monitoring oleh dewan direksi (board of
directors).
Konservatisme akuntansi
Konservatisme didefinisikan sebagai reaksi kehati-hatian (prudent) terhadap ketidakpastian, ditujukan
untuk melindungi hak-hak dan kepentingan pemegang saham (shareholders) dan pemberi pinjaman
(debtholders) yang menentukan sebuah verifikasi standar yang lebih tinggi untuk mengakui goodnews
daripada badnews (Lara, et.al, 2005) Konservatisme merupakan salah satu prinsip yang digunakan dalam
akuntansi. Akuntansi konservatif yaitu merupakan sikap yang diambil oleh akuntan dalam menghadapi dua
atau lebih alternatif dalam penyusunan laporan keuangan. Apabila lebih dari satu alternatif tersedia maka
sikap konservatif ini cenderung memilih alternatif yang tidak akan membuat aktiva dan pendapatan terlalu
besar (Baridwan, 2002:14). Wolk et.al, (2001:144) mendefinisikan konservatisme akuntansi sebagai usaha
untuk memilih metoda akuntansi berterima umum yang (a) memperlambat pengakuan revenues, (b)
mempercepat pengakuan expenses, (c) merendahkan penilaian aktiva, dan (d) meninggikan penilaian
utang.
Secara tradisional, konservatisme dalam akuntansi dapat diterjemahkan melalui pernyataan tidak
mengantisipasi keuntungan, tetapi mengantisipasi semua kerugian (Bliss, 1924 dalam Watts, 2003a).
Konservatisme dalam akuntansi ini mengimplikasikan adanya persyaratan verifikasi yang asimetris antara
pengakuan laba dan rugi. Semakin tinggi tingkat perbedaan dalam verifikasi yang disyaratkan untuk
pengakuan laba versus pengakuan rugi, maka semakin tinggi tingkat konservatisme akuntansinya (Watts,
2003a).
Watts (2003a) menyatakan penerapan akuntansi konservatif dapat memberikan manfaat bagi perusahaan
yaitu sebagai berikut:
1) Membatasi manajer dalam berperilaku oportunistik;
Laporan keuangan berfungsi untuk memberikan informasi kepada investor tentang kinerja manajemen
yang akan mempengaruhi keputusan investor dalam investasi dan keputusan dalam hal kesejahteraan
manajemen.
Kondisi tersebut dapat membuat manajemen mempengaruhi angka-angka dalam laporan keuangan untuk
memaksimalkan kepentingannya. Prinsip konservatisme akuntansi dapat membatasi perilaku oportunistik
dari manajemen.
2) Meningkatkan nilai perusahaan;
Konservatisme dapat meningkatkan nilai perusahaan karena akan membatasi opportunistic payment
kepada manajer (dalam bentuk bonus) dan juga kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.
3) Mengurangi potensi tuntutan hukum (litigation);
Tuntutan hukum mendorong perkembangan konservatisme karena tuntutan hukum banyak muncul pada
saat laba dan aktiva dicatat terlalu tinggi. Adanya potensi tuntutan hukum akibat pencatatan yang
overstatement, membuat manajemen dan auditor terdorong untuk melaporkan laba dan aktiva yang
konservatif.
4) Mentaati peraturan;
Peraturan yang dibuat oleh penyusun standar akuntansi juga memberikan insentif kepada perusahaan
untuk menerapkan akuntansi konservatif seperti pengakuan secara historical cost ketika terjadi kenaikan
harga sepanjang tahun, atau penterapan metoda penilaian persediaan comwill pada kondisi harga yang
fluktuatif.
Good Corporate governance (GCG);
Definisi Good Corporate Governance sesuai dengan Surat Keputusan Menteri BUMN No Kep-117/MMBU/2002 tanggal 31 Mei 2002 tentang penerapan praktik GCG pada BUMN adalah:
Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilainilai
etika.
Definisi ini menekankan pada keberhasilan usaha dengan memperhatikan akuntabilitas yang berlandaskan
pada peraturan perundangan dan nilai-nilai etika serta memperhatikan stakeholders yang tujuan jangka
panjangnya adalah untuk mewujudkan dan meningkatkan nilai pemegang saham.
Ada empat unsur penting dalam corporate governance yang merupakan prinsip-prinsip dalam corporate
governance, yaitu (FCGI) :
1) Fairness (Keadilan);
Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas
dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.
Penetapan tanggung jawab dewan komisaris, direksi, kehadiran komisaris independen dan komite audit,
serta penyajian informasi (terutama laporan keuangan) dengan pengungkapan penuh merupakan
perwujudan dari prinsip keadilan/kewajaran ini.
2) Transparency (Transparansi);
Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat diperbandingkan
yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan
3) Accountability (Akuntabilitas);
Menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan
kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris (dalam
Two Tiers System). Realisasi dari prinsip ini dapat berupa pendirian dan pengembangan komite audit yang
dapat mendukung terlaksananya fungsi pengawasan dewan komisaris, juga perumusan yang jelas
terhadap fungsi audit internal. Khusus untuk bidang akuntansi, penyiapan laporan keuangan yang sesuai
dengan standar akuntansi yang berlaku serta diterbitkan tepat waktu juga jelas merupakan perwujudan dari
prinsip akuntabilitas ini.
4) Responsibility (Pertanggungjawaban);
Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai
sosial. Prinsip tanggung jawab ini juga berhubungan dengan kewajiban perusahaan untuk mematuhi
semua peraturan dan hukum yang berlaku, termasuk juga prinsip-prinsip yang mengatur tentang
penyusunan dan penyampaian laporan keuangan perusahaan.
Adanya komisaris independen dalam struktur organisasi perusahaan yang biasanya beranggotakan dewan
komisaris yang berasal dari luar perusahaan berfungsi untuk menyeimbangkan dalam pengambilan
keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak
lain yang terkait. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring
agar tercipta perusahaan yang good governance.
Boediono (2005) menyatakan bahwa komposisi dewan komisaris merupakan jumlah keanggotaan yang
berasal dari luar perusahaan (outside directors) terhadap keseluruhan jumlah anggota dewan. Komisaris
independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan
komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya
yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi
kepentingan perusahaan (Wardhani (2008).
Penelitian Sebelumnya
Lara et al (2005) melakukan penelitian mengenai hubungan board of directors characteristics dengan
konservatisme akuntansi dengan sampel perusahaan-perusahaan di Spanyol. Penelitian mereka
menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki dewan yang kuat sebagai mekanisme corporate
governance mensyaratkan tingkat konservatisme yang lebih tinggi daripada perusahaan dengan dewan
yang lemah. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa persyaratan adanya konservatisme
akuntansi akan lebih mengurangi dampak yang disebabkan oleh risiko litigasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Pehman dan Zhang (2000) dan Basu (1997) dalam Dewi (2004)
mengungkapkan bahwa konservatisme akuntansi akan menghasilkan kualitas laba yang rendah dan
kurang relevan sehingga tidak berguna bagi pengguna laporan keuangan seperti investor. Namun, hal
tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Watts (1993) yang menyatakan bahwa
eksistensi konservatisme penting dalam laporan keuangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Mayangsari dan Wilopo (2002) sesuai dengan model Feltham-Ohlson
(1996) membuktikan bahwa prinsip konservatif memiliki value relevance, artinya dengan menggunakan
prinsip konservatif laporan keuangan yang disajikan juga dapat menunjukkan nilai pasar perusahaan.
Jadi, dengan akuntansi konservatif, untuk menilai suatu perusahaan tidak cukup dengan earnings saja
tetapi juga dibutuhkan nilai buku aktiva operasi perusahaan. Selain itu, hasil penelitian mereka juga
menunjukkan bahwa semakin konservatif penerapan prinsip akuntansi maka semakin tinggi pula
pertumbuhan perusahaan tersebut dan semakin kecil kemungkinan manajemen perusahaan melakukan
manajemen laba.
Dewi (2004) melakukan penelitian mengenai pengaruh konservatisme laporan keuangan terhadap
earnings response coefficient pada perusahaan manufaktur dan non-manufaktur (kecuali perbankan) dari
tahun 1996 hingga 2000, menemukan bukti bahwa akrual diskresioner dengan konservatisme laporan
keuangan berhubungan signifikan tetapi lemah. Sedangkan hubungan earnings response coefficient
dengan konservatisme laporan keuangan, khususnya bahwa earnings response coefficient laporan yang
optimis lebih besar dibandingkan earnings response coefficient laporan yang konservatif. Hasil pengujian
juga menunjukkan bahwa earnings response coefficient laporan yang cenderung persisten optimis lebih
tinggi dibandingkan earnings response coefficient laporan yang cenderung persisten konservatif.
Widya (2005) melakukan penelitian dengan judul "analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan
perusahaan terhadap akuntansi konservatif. Dalam penelitiannya, Widya menggunakan struktur
kepemilikan, kos politis, kontrak utang dan pertumbuhan sebagai variabel bebas. Sedangkan variabel
terikatnya adalah konservatisme. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi struktur
kepemilikan, besarnya kos politis dan pertumbuhan penjualan merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi pilihan perusahaan terhadap akuntansi konservatif. Semakin besar konsentrasi struktur
kepemilikan perusahaan terhadap modal, serta semakin besar kos politis yang dikeluarkan perusahaan,
maka perusahaan tersebut cenderung untuk memilih strategi akuntansi konservatif. Disisi lain, penelitian
tersebut menunjukkan bahwa leverage bukan merupakan faktor yang mempengaruhi pilihan perusahaan
terhadap akuntansi konservatif.
Ahmed dan Duellman (2007) menguji mengenai karakteristik dewan terhadap konservatisme akuntansi
menemukan bukti bahwa inside directors berhubungan negatif signifikan dengan konservatisme akuntansi
yang diukur dengan ukuran akrual, sedangkan outside directors berhubungan positif. Ukuran dewan
menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan konservatisme akuntansi yang diukur dengan ukuran
akrual, sedangkan kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol berhubungan
negatif dan tidak signifikan.
Wardhani (2008) meneliti pengaruh karakteristik board of directors sebagai bagian dari implementasi
corporate governance terhadap praktek konservatisme. Wardhani (2008) menggunakan dua ukuran
konservatisme yaitu ukuran akrual dan nilai pasar, sedangkan board of directors mencakup independensi
dari komisaris, kepemilikan perusahaan oleh komisaris dan direksi, dan keberadaan komite audit. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap tingkat konservatisme dengan menggunakan ukuran akrual. Melalui ukuran pasar, penelitian
menunjukkan bahwa semakin besar proporsi komisaris independen dan kepemilikan institusional maka
semakin mendorong penggunaan prinsip akuntansi konservatisme.
Wardhani (2008) menyatakan bahwa konservatisme akuntansi dalam perusahaan diterapkan dalam
tingkatan yang berbeda-beda. Salah satu faktor yang sangat menentukan tingkatan konservatisme dalam
pelaporan keuangan suatu perusahaan adalah komitmen manajemen dan pihak internal perusahaan
dalam memberikan informasi yang transparan, akurat, dan tidak menyesatkan bagi investornya. Hal
tersebut merupakan suatu bagian dari implementasi good corporate governance.
Dewan komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan terutama dalam
pelaksanaan good corporate governance. Menurut FCGI (2001) dalam Pramesti (2008), dewan komisaris
merupakan inti dari corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi
perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas.
Menurut Lafond dan Rouchowdhury (2007), kepemilikan manajerial merupakan presentase kepemilikan
saham perusahaan oleh direktur perusahaan dibandingkan dengan jumlah saham perusahaan yang
beredar secara keseluruhan.
Hubungan antara kepemilikan manajerial dan konservatisme terjadi pada saat perusahaan akan
melakukan investasi yang akan berpengaruh terhadap laba perusahaan. Hal ini disebabkan konservatisme
akuntansi akan membuat perusahaan lebih mengakui kerugian dan menunda pengakuan keuntungan yang
dapat berpengaruh terhadap penilaian kinerja manajer.
Ahmed dan Duellman (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh insider ownership dan independen
board director terhadap konservatisme akuntansi. Kepemilikan saham perusahaan oleh pihak insider
diharapkan dapat mengurangi masalah keagenan antara manajer dan pemegang saham. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa persentase kepemilikan insider berpengaruh negatif terhadap konservatisme
akuntansi. Independen board directorberpengaruh signifikan terhadap konservatisme akuntansi dengan
size, leverage, dan institusional ownership sebagai variabel kontrol.