You are on page 1of 13

Teori agensi merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual

antara principals dan agents. Pihakprincipals adalah pihak yang memberikan


mandat kepada pihak lain, yaitu agent, untuk melakukan semua kegiatan atas
nama principals dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan (Jensen dan
Smith, 1984).
Tujuan dari teori agensi adalah pertama, untuk meningkatkan kemampuan
individu (baik prinsipal maupun agen) dalam mengevaluasi lingkungan dimana
keputusan harus diambil (The belief revision role). Kedua, untuk mengevaluasi
hasil dari keputusan yang telah diambil guna mempermudah pengalokasian hasil
antara prinsipal dan agen sesuai dengan kontrak kerja (The performance
evaluation role). Secara garis besar teori agensi dikelompokkan menjadi dua
(Eisenhardt,1989), yaitupositive agency research dan principal agent
research. Positve agent researchmemfokuskan pada identifikasi situasi dimana
agen dan prinsipal mempunyai tujuan yang bertentangan dan mekanisme
pengendalian yang terbatas hanya menjaga perilaku self serving agen. Secara
ekslusif, kelompok ini hanya memperhatikan konflik tujuan antara pemilik
(stockholder) dengan manajer. Sementara itu principal agent
researchmemfokuskan pada kontrak optimal antara perilaku dan hasilnya, secara
garis besar penekanan pada hubungan principal dan agent. Principal-agent
researchmengungkapkan bahwa hubungan agent-principal dapat diaplikasikan
secara lebih luas, misalnya untuk menggambarkan hubungan pekerja dan
pemberi kerja, lawyer dengan kliennya, auditor dengan auditee. Agency
theory tidak dapat dilepaskan dari kedua belah pihak diatas, baik
prinsipal maupun agen merupakan pelaku utama dan keduanya
mempunyai bargaining position masing-masing dalam menempatkan posisi,
peran dan kedudukannya. Prinsipal sebagai pemilik modal memiliki akses pada
informasi internal perusahaan sedangkan agen sebagai pelaku dalam praktek
operasional perusahaan mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja
perusahaan secara riil dan menyeluruh. Posisi, fungsi, situasi, tujuan,
kepentingan dan latar belakang prinsipal dan agen yang berbeda dan saling
bertolak belakang tersebut akan menimbulkan pertentangan dengan saling tarik
menarik kepentingan (conflict of interest) dan pengaruh antara satu sama
lain. Berkaitan dengan auditing, baik prinsipal maupun agen diasumsikan
sebagai orang yang memiliki rasionalitas ekonomi, dimana setiap tindakan yang
dilakukan termotivasi oleh kepentingan pribadi atau akan memenuhi
kepentingannya terlebih dahulu sebelum memenuhi kepentingan orang lain.
Teori keagenan mengatakan sulit untuk mempercayai bahwa manajemen
(agent) akan selalu bertindak berdasarkan kepentingan pemegang
saham (principal), sehingga diperlukan monitoring dari pemegang saham
(Copeland dan Weston,1992:20). Shareholder atau prinsipal mempekerjakan
agen untuk melaksanakan tugas termasuk pengambilan keputusan ekonomik,
dalam lingkungan yang tidak pasti seperti perusahaan dalam kondisi financial
distress. Agen sebagai seorang manajer akan mengambil keputusan untuk
melakukan berbagai strategi guna mempertahankan kelangsungan usaha
perusahaan. Disisi lain agen merupakan pihak yang diberikan kewenangan oleh
prinsipal berkewajiban mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan
kepadanya. Teori keagenan menyatakan bahwa dalam pengelolaan perusahaa
selalu ada konflik kepentingan (Brigham dan Gapenski,1996) antara (1) manajer
dan pemilik perusahaan (2) Manajer dan bawahannya, (3) Pemilik perusahaan
dan kreditor.

Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pihak yang melakukan proses pemantauan
dan pemeriksaan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut
diatas. Aktivitas pihak-pihak tersebut, dinilai lewat kinerja keuangannya yang
tercermin dalam laporan keuangan. Lebih lanjut dalam agency theory, pemilik
perusahaan membutuhkan auditor untuk memverifikasi informasi yang diberikan
manajemen kepada pihak perusahaan. Sebaliknya, manajemen memerlukan
auditor untuk memberikan legitimasi atas kinerja yang mereka lakukan (dalam
bentuk laporan keuangan), sehingga mereka layak mendapatkan insentif atas
kinerja tersebut. Disisi lain, kreditor membutuhkan auditor untuk memastikan
bahwa uang yang mereka kucurkan untuk membiayai kegiatan perusahaan,
benar-benar digunakan sesuai dengan persetujuan yang ada, sehingga kreditor
bisa menerima bunga atas pinjaman yang diberikan.
Pengawasan atau monitoring yang dilakukan oleh pihak independen memerlukan
biaya atau monitoring cost dalam bentuk biaya audit, yang merupakan salah
satu dari agency cost (Jensen dan Meckling, 1976). Biaya pengawasan
(monitoring cost) merupakan biaya untuk mengawasi
perilaku agent apakah agent telah bertindak sesuai kepentinganprincipal dengan
melaporkan secara akurat semua aktivitas yang telah ditugaskan kepada
manajer. Uraian tersebut diatas memberi makna bahwa auditor merupakan pihak
yang dianggap dapat menjembatani kepentingan pihak pemegang saham
(principal) dengan pihak manajer (agent) dalam mengelola keuangan
perusahaan (Setiawan, 2006) termasuk menilai kelayakan strategi manajemen
dalam upaya untuk mengatasi kesulitan keuangan perusahaan. Auditor
independen melakukan fungsi pengawasan atau monitoring atas pekerjaan
manajer melalui sebuah sarana yaitu laporan keuangan, sehingga auditor akan
melakukan proses audit terhadap kewajaran laporan keuangan yang terdiri dari
neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal dan laporan arus kas
termasuk catatan atas laporan keuangan yang kemudian akan memberikan
pendapat atas pekerjaan auditnya dalam bentuk opini audit. Auditor independen
melakukan pengawasan atau monitoringkarena manajer berkeinginan untuk
menyajikan laporan keuangan agar tampak lebih baik dari kondisi senyatanya
(Cosserat, 1999). Sejalan dengan pendekatan audit topdownholistic, auditor
berkewajiban untuk mengevaluasi resiko bisnis klien (Boynton, 2002).
Perusahaan yang mengalami financial distress memiliki resiko bisnis yang lebih
besar. Oleh karena itu, auditor akan mempertimbangkan rencana dan tindakan
stratejik yang dilakukan manajemen, khususnya rencana manajemen yang
terlalu optimistik (Hackenbrack dan Nelson, 1996).

Pengguna laporan keuangan akan mengambil keputusan ekonomi atas dasar


laporan keuangan auditan. Oleh karena itu, opini tentang kemampuan
perusahaan untuk melanjutkan usahanya merupakan informasi penting bagi
pengguna laporan keuangan. Opini going concern, yang secara jelas
menyebutkan adanya keraguan auditor akan kemampuan perusahaan untuk
melanjutkan usahanya merupakan signal bahwa perusahaan sedang
menghadapi masalah going concern, seperti masalah kesulitan keuangan.

Teori Keagenan (Agency Theory)

Menurut Anthony dan Govindarajan (2005), teori agensi adalah hubungan atau
kontrak antara principal dan agent. Teori agensi memiliki asumsi bahwa tiap-tiap
individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga
menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent.

Agency Theory menunjukkan bahwa perusahaan dapat dilihat sebagai suatu


hubungan kontrak (loosely defined) antara pemegang sumber daya. Suatu
hubungan agency muncul ketika satu atau lebih individu, yang disebut pelaku
(principals), mempekerjakan satu atau lebih individu lain, yang disebut agen,
untuk melakukan layanan tertentu dan kemudian mendelegasikan otoritas
pengambilan keputusan kepada agen. Hubungan utama agency dalam bisnis
adalah mereka (antara pemegang saham dan manajer dan) 1 (2) antara
debtholders dan pemegang saham. Hubungan ini tidak selalu harmonis,
memang, teori keagenan berkaitan dengan konflik agency, atau konflik
kepentingan antara agen dan pelaku. Hal ini memiliki implikasi untuk, antara
lain, tata kelola perusahaan dan etika bisnis. Ketika agency terjadi cenderung
menimbulkan biaya agency, yaitu biaya yang dikeluarkan dalam rangka untuk
mempertahankan hubungan agency yang efektif (misalnya, menawarkan bonus
kinerja manajemen untuk mendorong manajer bertindak untuk kepentingan
pemegang saham). Oleh karena itu, teori keagenan telah muncul sebagai model
yang dominan dalam literatur ekonomi keuangan, dan secara luas dibahas dalam
konteks etika bisnis.

Agency Theory secara formal berasal pada awal tahun 1970, namun konsep di
balik itu memiliki sejarah panjang dan beragam. Di antaranya adalah pengaruh
teori properti-hak, ekonomi organisasi, hukum kontrak, dan filsafat politik,
termasuk karya Locke dan Hobbes. Sebagian ilmuwan penting terlibat dalam
periode formatif teori agensi di tahun 1970-an termasuk Armen Alchian, Harold
Demsetz, Michael Jensen, William Meckling, dan S.A. Ross.

KONFLIK ANTARA MANAJER DAN PEMEGANG SAHAM

Agency Theory menimbulkan masalah mendasar dalam organisasi "perilaku


mementingkan diri sendiri. Manajer Sebuah perusahaan mungkin memiliki
tujuan-tujuan pribadi yang bersaing dengan tujuan untuk memaksimalkan
kekayaan pemilik pemegang saham. Karena manajer pemegang saham memiliki
hak untuk mengelola aset perusahaan, sebuah potensi konflik kepentingan
muncul antara dua kelompok.

KEBIASAAN MEMENTINGKAN DIRI SENDIRI

Agency Theory menunjukkan bahwa, tenaga kerja tidak sempurna dan pasar
modal, manajer akan berusaha untuk memaksimalkan utilitas mereka sendiri
dengan mengorbankan para pemegang saham perusahaan. Agen memiliki
kemampuan untuk beroperasi sendiri dan mementingkan kepentingan pribadi
daripada kepentingan terbaik dari perusahaan hal ini disebabkan oleh informasi
yang bersifat asimetris (misalnya, manajer tahu lebih baik dari pemegang saham
apakah mereka mampu memenuhi tujuan pemegang saham) dan ketidakpastian
(misalnya, berbagai faktor memberikan kontribusi pada hasil-hasil akhir, dan
mungkin tidak jelas apakah agen langsung menyebabkan hasil yang diberikan,
positif atau negatif). Bukti perilaku manajerial mementingkan diri sendiri
termasuk konsumsi beberapa sumber daya perusahaan dalam bentuk
perquisites dan menghindari risiko posisi yang optimal, dimana manajer
menghindari risiko bypass peluang yang menguntungkan di mana pemegang
saham perusahaan akan lebih memilih untuk berinvestasi. Di luar investor
menyadari bahwa perusahaan akan membuat keputusan yang bertentangan
dengan kepentingan terbaik mereka. Oleh karena itu, investor memberikan
potongan harga dan mereka bersedia membayar perusahaan sekuritas.
Potensi konflik keagenan muncul setiap kali manajer perusahaan memiliki kurang
dari 100 persen dari saham biasa perusahaan. Jika suatu perusahaan adalah
kepemilikan tunggal yang dikelola oleh pemilik, manager pemilik akan
melakukan tindakan untuk memaksimalkan kesejahteraan sendiri. Manajerpemilik mungkin akan mengukur utilitas oleh kekayaan pribadi, tetapi mungkin
memikirkan pertimbangan lainnya, seperti hiburan dan perquisites, terhadap
kekayaan pribadi. Jika pemilik-manajer meninggalkan sebagian kepemilikan-nya
dengan menjual sebagian saham perusahaan kepada investor luar, maka akan
muncul potensi konflik kepentingan, yang disebut konflik keagenan. Sebagai
contoh, pemilik-manajer lebih memilih gaya hidup yang lebih santai dan tidak
bekerja keras untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham, karena
kurangnya kekayaan yang akan ditambahkan ke manajer-pemilik. Selain itu,
manajer-pemilik lebih memutuskan untuk mengkonsumsi perquisites, karena
beberapa manfaat dari biaya konsumsi akan ditanggung oleh para pemegang
saham external.

Pada sebagian besar perusahaan publik bersekala besar, konflik kantor


berpotensi cukup signifikan karena para manajer perusahaan sendiri umumnya
hanya sebagian kecil dari saham biasa. Oleh karena itu, maksimalisasi kekayaan
pemegang saham dapat disubordinasi untuk berbagai macam tujuan manajerial
lainnya. Misalnya, manajer mungkin memiliki tujuan yang mendasar untuk
memaksimalkan ukuran perusahaan. Dengan membuat sebuah, perusahaan
besar cepat berkembang, eksekutif meningkatkan status mereka sendiri,
menciptakan lebih banyak kesempatan untuk manajer tingkat rendah sampai
menengah dan gaji, dan meningkatkan keamanan kerja mereka karena suatu
pengambilalihan cenderung tidak ramah. Akibatnya, manajemen incumbent
dapat melakukan diversifikasi dengan mengorbankan para pemegang saham
yang dapat dengan mudah mendiversifikasi masing-masing portofolio hanya
dengan membeli saham di perusahaan lain.

Manajer dapat didorong untuk melakukan tindakan terbaik demi kepentingan


pemegang saham melalui insentif, hambatan, dan hukuman. Bagaimanapun juga
metode ini efektif hanya jika pemegang saham dapat mengamati semua
tindakan yang diambil oleh manajer. Masalah moral mengambil untung semata,
dimana agen mengambil tindakan tidak teramati dalam diri mereka untuk
kepentingan-pribadi, yang berasal dari kelayakan bagi pemegang saham untuk
memantau semua tindakan manajerial. Untuk mengurangi masalah moral
mengambil untung semata, pemegang saham harus menanggung biaya agen.

BIAYA DARI KONFLIK PEMEGANG SAHAM-MANAJEMEN

Biaya Agency didefinisikan sebagai biaya yang ditanggung oleh pemegang


saham untuk mendorong manajer dalam memaksimalkan kesejahteraan
pemegang saham daripada berperilaku mementingkan diri sendiri. Gagasan
biaya agen mungkin dihubungkan dengan Jurnal pada makalah yang berjudul
Journal of Finance pada tahun 1976 oleh Michael Jensen dan William Meckling,
yang menyarankan bahwa tingkat utang perusahaan dan tingkat manajemen
ekuitas baik dipengaruhi oleh keinginan untuk mengendalikan biaya kantor. Ada
tiga jenis utama dari biaya agen: (1) pengeluaran untuk memantau kegiatan
manajerial, seperti biaya audit; (2) pengeluaran untuk struktur organisasi dengan
cara yang membatasi perilaku manajerial yang tidak diinginkan, seperti
menunjuk anggota luar dewan direksi atau restrukturisasi bisnis perusahaan unit
dan hirarki manajemen, dan (3) biaya kesempatan yang dapat terjadi ketika
pemegang saham-dikenakan pembatasan, seperti persyaratan untuk suara
pemegang saham pada permasalahan tertentu, membatasi kemampuan manajer
untuk mengambil tindakan yang meningkatkan kekayaan pemegang saham.

Dengan tidak adanya upaya pemegang saham untuk mengubah perilaku


manajerial, biasanya akan ada kehilangan sebagian kekayaan pemegang saham
karena tindakan manajerial tidak pantas. Di sisi lain, biaya agen akan berlebihan
jika pemegang saham berusaha untuk memastikan bahwa setiap tindakan
manajerial sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Oleh karena itu,
jumlah optimal biaya agen yang harus ditanggung oleh pemegang saham
ditentukan dalam "konteks biaya biaya-manfaat agen harus ditingkatkan
selama setiap dolar yang dihabiskan meningkatkan hasil setidaknya kenaikan
dolar dalam kekayaan pemegang saham.

MEKANISME UNTUK MENGHADAPI KONFLIK ANTARA MANAJER DAN PEMEGANG


SAHAM

Ada dua posisi kunci untuk menghadapi konflik-konflik agency pemegang saham
dan manager. Pada keadaan ekstrim, manajer perusahaan bertindak sepenuhnya
berdasarkan perubahan harga saham. Dalam hal ini, biaya agen akan rendah
karena manajer memiliki insentif besar untuk memaksimalkan kesejahteraan
pemegang saham hal tersebut tentu akan sangat sulit, olehkarena itu, dalam
keadaan tersebut menyewa manajer berbakat di bawah ikatan kontrak karena
pendapatan perusahaan akan dipengaruhi oleh peristiwa ekonomi yang tidak
berada di bawah kendali manajerial. Pada keadaan ekstrim lainnya, pemegang
saham dapat memonitor setiap tindakan manajerial, tapi ini akan sangat mahal
dan tidak efisien. Solusi optimal terletak di antara ekstrim, di mana kompensasi
eksekutif terkait dengan kinerja, tetapi beberapa pemantauan juga dilakukan.
Selain pemantauan, mekanisme berikut ini mendorong para manajer untuk
bertindak dalam kepentingan pemegang saham : (1) insentif berbasis kinerja
rencana, (2) intervensi langsung oleh pemegang saham, (3) ancaman
penembakan, dan (4), ancaman pengambilan alihan.

Sebagian besar perusahaan publik kini memberlakukan kinerja saham, dimana


saham yang diberikan kepada eksekutif berdasarkan kinerja seperti yang
didefinisikan oleh tindakan keuangan seperti laba per saham, imbal hasil aset,
imbal hasil ekuitas, dan perubahan harga saham. Jika kinerja perusahaan berada
di atas target kinerja, manajer perusahaan mendapatkan lebih banyak saham.
Jika kinerja di bawah target, mereka menerima lebih sedikit dari 100 persen
saham. rencana kompensasi insentif berbasis kinerja seperti saham, dirancang
untuk memenuhi dua tujuan. Pertama, mereka menawarkan insentif eksekutif
untuk mengambil tindakan yang akan meningkatkan kesejahteraan pemegang
saham. Kedua, rencana ini membantu perusahaan menarik dan
mempertahankan manajer yang memiliki kepercayaan diri untuk risiko masa
depan keuangan mereka pada kemampuan mereka sendiri yang harus mengarah
pada kinerja yang lebih baik.

Peningkatan persentase saham biasa di perusahaan Amerika dimiliki oleh


investor institusional seperti perusahaan asuransi, dana pensiun, dan reksadana.
Manajer keuangan institusional memiliki pengaruh, jika mereka memilih, untuk
menggunakan pengaruh yang cukup besar atas operasi perusahaan.
Kelembagaan investor dapat mempengaruhi manajer sebuah perusahaan dalam
dua cara utama. Pertama, mereka dapat bertemu dengan manajemen
perusahaan dan menawarkan saran-saran mengenai operasi perusahaan. Kedua,
pemegang saham institusional dapat mensponsori proposal untuk dipilih di
dalam rapat umum pemegang saham tahunan, bahkan jika proposal ini
ditentang oleh manajemen. Meskipun proposal pemegang saham yang
disponsori tersebut nonbinding dan melibatkan isu-isu di luar operasi sehari-hari,
hasil suara ini jelas mempengaruhi pendapat manajemen.

Di masa lalu, kemungkinan manajemen sebuah perusahaan besar digulingkan


oleh pemegang saham yang begitu jauh merupakan ancaman kecil. Ini benar

karena kepemilikan sebagian besar perusahaan sangat luas, dan kontrol


manajemen mengenai mekanisme suara begitu kuat, sehingga hampir tidak
mungkin bagi pemegang saham pembangkang untuk mendapatkan suara yang
diperlukan untuk menghapus manajer. Dalam beberapa tahun terakhir,
bagaimanapun, kepala petugas eksekutif di American Express Co, General
Motors Corp, IBM, dan Kmart semua mengundurkan diri di tengah-tengah oposisi
institusional dan spekulasi bahwa keberangkatan mereka terkait dengan kinerja
operasi perusahaan mereka yang rendah.

Pengambilalihan secara tidak baik, yang terjadi ketika manajemen tidak ingin
menjual perusahaan, yang paling mungkin untuk mengembangkan saat saham
suatu perusahaan adalah dibawah nilai relatif terhadap potensi karena
pengelolaan yang tidak memadai. Dalam pengambilalihan secara tidak baik,
para manajer senior dari perusahaan yang diakuisisi biasanya diberhentikan, dan
mereka yang ditahan kehilangan kemerdekaan mereka sebelum terjadi akuisisi.
Ancaman dari disiplin pengambilalihan secara tidak baik mengubah perilaku
manajerial dan mendorong manajer berusaha untuk memaksimalkan nilai
pemegang saham.

eori keagenan (agency theory)


Istilah agen dalam hal ini, adalah pihak manajemen/direksi perusahaan, yang mendapat mandat hak
mengelola perusahaan dari pihak pemilik ( principal ). Kebanyakan perusahaan-perusahaan yang go public
di manage oleh pihak professional yang bukan sebagai pemegang saham mayoritas. Kendatipun dalam
kenyataannya ada kepemilikan saham oleh pihak manajemen/direksi, porsinya relative kecil dan
kebanyakan diperoleh dari kebijakan saham bonus.
Banyak manfaat dari penyerahan mandat pengelolaan perusahaan kepada pihak professional diluar pihak
pemilik perusahaan, yaitu :
1. Pengelolaan perusahaan akan lebih efisien, karena dikendalikan oleh orang-orang yang akhli pada
bidangnya masing-masing.
2. Penanganan permasalahan perusahaan yang bersifat komplek akan lebih mudah bagi jajaran direksi
yang professional, bila dibandingkan dengan penanganan oleh pemegang saham mayoritas walau beserta
keluarganya.
3. Kesinambungan eksistensinya perusahaan lebih terjamin, karena sangat kecil kemungkinan perusahaan
dapat hidup permanen, dibawah kendali seorang pemilik setelah diwariskan kepada anak dan cucunya,
karena pihak pewarisnya belum tentu berbakat seperti pendahulunya.
4. Pemegang saham oleh pihak masyarakat ( publik ) tidak akan mungkin secara perseorangan berposisi
sebagai pemegang saham mayoritas, dan bila sebagai institusi yang menguasai sebagian besar saham
suatu perusahaan, akan lebih tepat berposisi sebagai dewan komisaris.
Kerja sama antara pihak agen dan principal dalam hal ini, sebenarnya sangat mulia dan akan saling
menguntungkan, apabila masing-masing pihak mentaati komitmen yang telah disepakati sebagaimana
tertuang dalam kontrak kerja.
Dari pihak agen, dalam hal ini dituntut agar mencurahkan kemampuan profesionalnya demi peningkatan
nilai perusahaan yang dikelolanya. Sedangkan dari pihak principal sebagai pemilik perusahaan,
berkewajiban memberikan balas jasa/fee kepada pihak agen dalam jumlah yang realistis dan adil serta
pasti.
Bila kriteria tersebut telah dipenuhi, maka kecil kemungkinan bagi pihak agen untuk merekayasa informasi
keuangan perusahaan yang di kelolanya sebagaimana kita kenal dengan istilah asimetri informasi.
Jika pihak agen merasa haknya tidak sesuai dengan pengorbanan jasanya sebagai agen dan tidak ada
kepastian tentang jumlah fee yang akan diperoleh baik menyangkut besarnya maupun waktunya, maka
akan ada kemungkinan mereka melakukan manajemen laba, alokasi sumber daya dan dana perusahaan
yang kurang bermanfaat bagi peningkatan nilai perusahaan, dan praktek lainnya yang bermuara pada
keuntungan yang relatif lebih besar bagi pihak agen sendiri.
Teori agensi menyatakan bahwa apabila terdapat pemisahan antara pemilik sebagai principal dan manajer
sebagai agen yang menjalankan perusahaan maka akan muncul permasalahan agensi karena masingmasing pihak tersebut akan selalu berusaha untuk memaksimalisasikan fungsi utilitasnya (Jensen dan
Meckling, 1976). Agen memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan prinsipal, sehingga
menimbulkan adanya asimetri informasi yaitu suatu kondisi adanya ketidakseimbangan perolehan
informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi dengan pihak pemegang saham dan
stakeholder sebagai pengguna informasi.
Konservatisme dapat dijelaskan dari perspektif teori keagenan. Teori tersebut menyatakan perusahaan
merupakan nexus of contract yakni tempat bertemunya kontrak antar berbagai pihak yang berpotensi
menimbulkan konflik kepentingan. Konflik tersebut tercermin dari kebijakan dividen, pendanaan, dan
kebijakan investasi (Jensen and Meckling 1976). Ketiga kebijakan tersebut dapat digunakan oleh investor

untuk mengatur manajer dan mentransfer keuntungan dari kekayaan kreditor. Upaya investor tersebut
akan menjadi lebih sulit dengan adanya laporan keuangan yang konservatif. Konservatisme akuntansi
akan mendukung terciptanya kontrak yang efisien antara berbagai pihak, khususnya pihak investor dan
kreditor sebagai pengguna utama laporan keuangan (Juanda, 2007).
Siallagan dan Machfoedz (2006) dalam perspekif teori keagenan menyatakan bahwa agen yang risk
averse dan yang cenderung mementingkan dirinya sendiri akan mengalokasikan resources (berinvestasi)
yang tidak meningkatkan nilai perusahaan. Permasalahan agensi ini akan mengindikasikan bahwa nilai
perusahaan akan naik apabila pemilik perusahaan bisa mengendalikan perilaku manajemen agar tidak
menghamburkan resources perusahaan, baik dalam bentuk investasi yang tidak layak, maupun dalam
bentuk shirking (kelalaian). Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk
memahami corporate governance. Teori keagenan (agency theory) menjelaskan adanya pemisahan antara
kepemilikan dan pengelolaan suatu perusahaan dapat menimbulkan masalah keagenan (agency
problems), yaitu ketidak sejajaran kepentingan antara principal (pemilik/pemegang saham) dan agent
(manajer). Masalah keagenan ini dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan
untuk menyelaraskan (alignment) berbagai kepentingan. Mekanisme monitoring yang efektif dalam
pengelolaan perusahaan (corporate governance mechanism) yaitu; (a) memperbesar kepemilikan saham
perusahaan oleh manajemen (managerial ownership), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang
saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer, (b) kepemilikan saham oleh investor
institusional karena dianggap sebagai sophisticated investor dengan jumlah kepemilikan yang cukup
signifikan dapat memonitor manajemen, dan (c) melalui peran monitoring oleh dewan direksi (board of
directors).
Konservatisme akuntansi
Konservatisme didefinisikan sebagai reaksi kehati-hatian (prudent) terhadap ketidakpastian, ditujukan
untuk melindungi hak-hak dan kepentingan pemegang saham (shareholders) dan pemberi pinjaman
(debtholders) yang menentukan sebuah verifikasi standar yang lebih tinggi untuk mengakui goodnews
daripada badnews (Lara, et.al, 2005) Konservatisme merupakan salah satu prinsip yang digunakan dalam
akuntansi. Akuntansi konservatif yaitu merupakan sikap yang diambil oleh akuntan dalam menghadapi dua
atau lebih alternatif dalam penyusunan laporan keuangan. Apabila lebih dari satu alternatif tersedia maka
sikap konservatif ini cenderung memilih alternatif yang tidak akan membuat aktiva dan pendapatan terlalu
besar (Baridwan, 2002:14). Wolk et.al, (2001:144) mendefinisikan konservatisme akuntansi sebagai usaha
untuk memilih metoda akuntansi berterima umum yang (a) memperlambat pengakuan revenues, (b)
mempercepat pengakuan expenses, (c) merendahkan penilaian aktiva, dan (d) meninggikan penilaian
utang.
Secara tradisional, konservatisme dalam akuntansi dapat diterjemahkan melalui pernyataan tidak
mengantisipasi keuntungan, tetapi mengantisipasi semua kerugian (Bliss, 1924 dalam Watts, 2003a).
Konservatisme dalam akuntansi ini mengimplikasikan adanya persyaratan verifikasi yang asimetris antara
pengakuan laba dan rugi. Semakin tinggi tingkat perbedaan dalam verifikasi yang disyaratkan untuk
pengakuan laba versus pengakuan rugi, maka semakin tinggi tingkat konservatisme akuntansinya (Watts,
2003a).
Watts (2003a) menyatakan penerapan akuntansi konservatif dapat memberikan manfaat bagi perusahaan
yaitu sebagai berikut:
1) Membatasi manajer dalam berperilaku oportunistik;
Laporan keuangan berfungsi untuk memberikan informasi kepada investor tentang kinerja manajemen
yang akan mempengaruhi keputusan investor dalam investasi dan keputusan dalam hal kesejahteraan
manajemen.

Kondisi tersebut dapat membuat manajemen mempengaruhi angka-angka dalam laporan keuangan untuk
memaksimalkan kepentingannya. Prinsip konservatisme akuntansi dapat membatasi perilaku oportunistik
dari manajemen.
2) Meningkatkan nilai perusahaan;
Konservatisme dapat meningkatkan nilai perusahaan karena akan membatasi opportunistic payment
kepada manajer (dalam bentuk bonus) dan juga kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.
3) Mengurangi potensi tuntutan hukum (litigation);
Tuntutan hukum mendorong perkembangan konservatisme karena tuntutan hukum banyak muncul pada
saat laba dan aktiva dicatat terlalu tinggi. Adanya potensi tuntutan hukum akibat pencatatan yang
overstatement, membuat manajemen dan auditor terdorong untuk melaporkan laba dan aktiva yang
konservatif.
4) Mentaati peraturan;
Peraturan yang dibuat oleh penyusun standar akuntansi juga memberikan insentif kepada perusahaan
untuk menerapkan akuntansi konservatif seperti pengakuan secara historical cost ketika terjadi kenaikan
harga sepanjang tahun, atau penterapan metoda penilaian persediaan comwill pada kondisi harga yang
fluktuatif.
Good Corporate governance (GCG);
Definisi Good Corporate Governance sesuai dengan Surat Keputusan Menteri BUMN No Kep-117/MMBU/2002 tanggal 31 Mei 2002 tentang penerapan praktik GCG pada BUMN adalah:
Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilainilai
etika.
Definisi ini menekankan pada keberhasilan usaha dengan memperhatikan akuntabilitas yang berlandaskan
pada peraturan perundangan dan nilai-nilai etika serta memperhatikan stakeholders yang tujuan jangka
panjangnya adalah untuk mewujudkan dan meningkatkan nilai pemegang saham.
Ada empat unsur penting dalam corporate governance yang merupakan prinsip-prinsip dalam corporate
governance, yaitu (FCGI) :
1) Fairness (Keadilan);
Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas
dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.
Penetapan tanggung jawab dewan komisaris, direksi, kehadiran komisaris independen dan komite audit,
serta penyajian informasi (terutama laporan keuangan) dengan pengungkapan penuh merupakan
perwujudan dari prinsip keadilan/kewajaran ini.
2) Transparency (Transparansi);
Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat diperbandingkan
yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan
3) Accountability (Akuntabilitas);
Menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan
kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris (dalam

Two Tiers System). Realisasi dari prinsip ini dapat berupa pendirian dan pengembangan komite audit yang
dapat mendukung terlaksananya fungsi pengawasan dewan komisaris, juga perumusan yang jelas
terhadap fungsi audit internal. Khusus untuk bidang akuntansi, penyiapan laporan keuangan yang sesuai
dengan standar akuntansi yang berlaku serta diterbitkan tepat waktu juga jelas merupakan perwujudan dari
prinsip akuntabilitas ini.
4) Responsibility (Pertanggungjawaban);
Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai
sosial. Prinsip tanggung jawab ini juga berhubungan dengan kewajiban perusahaan untuk mematuhi
semua peraturan dan hukum yang berlaku, termasuk juga prinsip-prinsip yang mengatur tentang
penyusunan dan penyampaian laporan keuangan perusahaan.
Adanya komisaris independen dalam struktur organisasi perusahaan yang biasanya beranggotakan dewan
komisaris yang berasal dari luar perusahaan berfungsi untuk menyeimbangkan dalam pengambilan
keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak
lain yang terkait. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring
agar tercipta perusahaan yang good governance.
Boediono (2005) menyatakan bahwa komposisi dewan komisaris merupakan jumlah keanggotaan yang
berasal dari luar perusahaan (outside directors) terhadap keseluruhan jumlah anggota dewan. Komisaris
independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan
komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya
yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi
kepentingan perusahaan (Wardhani (2008).
Penelitian Sebelumnya
Lara et al (2005) melakukan penelitian mengenai hubungan board of directors characteristics dengan
konservatisme akuntansi dengan sampel perusahaan-perusahaan di Spanyol. Penelitian mereka
menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki dewan yang kuat sebagai mekanisme corporate
governance mensyaratkan tingkat konservatisme yang lebih tinggi daripada perusahaan dengan dewan
yang lemah. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa persyaratan adanya konservatisme
akuntansi akan lebih mengurangi dampak yang disebabkan oleh risiko litigasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Pehman dan Zhang (2000) dan Basu (1997) dalam Dewi (2004)
mengungkapkan bahwa konservatisme akuntansi akan menghasilkan kualitas laba yang rendah dan
kurang relevan sehingga tidak berguna bagi pengguna laporan keuangan seperti investor. Namun, hal
tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Watts (1993) yang menyatakan bahwa
eksistensi konservatisme penting dalam laporan keuangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Mayangsari dan Wilopo (2002) sesuai dengan model Feltham-Ohlson
(1996) membuktikan bahwa prinsip konservatif memiliki value relevance, artinya dengan menggunakan
prinsip konservatif laporan keuangan yang disajikan juga dapat menunjukkan nilai pasar perusahaan.
Jadi, dengan akuntansi konservatif, untuk menilai suatu perusahaan tidak cukup dengan earnings saja
tetapi juga dibutuhkan nilai buku aktiva operasi perusahaan. Selain itu, hasil penelitian mereka juga
menunjukkan bahwa semakin konservatif penerapan prinsip akuntansi maka semakin tinggi pula
pertumbuhan perusahaan tersebut dan semakin kecil kemungkinan manajemen perusahaan melakukan
manajemen laba.
Dewi (2004) melakukan penelitian mengenai pengaruh konservatisme laporan keuangan terhadap
earnings response coefficient pada perusahaan manufaktur dan non-manufaktur (kecuali perbankan) dari

tahun 1996 hingga 2000, menemukan bukti bahwa akrual diskresioner dengan konservatisme laporan
keuangan berhubungan signifikan tetapi lemah. Sedangkan hubungan earnings response coefficient
dengan konservatisme laporan keuangan, khususnya bahwa earnings response coefficient laporan yang
optimis lebih besar dibandingkan earnings response coefficient laporan yang konservatif. Hasil pengujian
juga menunjukkan bahwa earnings response coefficient laporan yang cenderung persisten optimis lebih
tinggi dibandingkan earnings response coefficient laporan yang cenderung persisten konservatif.
Widya (2005) melakukan penelitian dengan judul "analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan
perusahaan terhadap akuntansi konservatif. Dalam penelitiannya, Widya menggunakan struktur
kepemilikan, kos politis, kontrak utang dan pertumbuhan sebagai variabel bebas. Sedangkan variabel
terikatnya adalah konservatisme. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi struktur
kepemilikan, besarnya kos politis dan pertumbuhan penjualan merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi pilihan perusahaan terhadap akuntansi konservatif. Semakin besar konsentrasi struktur
kepemilikan perusahaan terhadap modal, serta semakin besar kos politis yang dikeluarkan perusahaan,
maka perusahaan tersebut cenderung untuk memilih strategi akuntansi konservatif. Disisi lain, penelitian
tersebut menunjukkan bahwa leverage bukan merupakan faktor yang mempengaruhi pilihan perusahaan
terhadap akuntansi konservatif.
Ahmed dan Duellman (2007) menguji mengenai karakteristik dewan terhadap konservatisme akuntansi
menemukan bukti bahwa inside directors berhubungan negatif signifikan dengan konservatisme akuntansi
yang diukur dengan ukuran akrual, sedangkan outside directors berhubungan positif. Ukuran dewan
menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan konservatisme akuntansi yang diukur dengan ukuran
akrual, sedangkan kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol berhubungan
negatif dan tidak signifikan.
Wardhani (2008) meneliti pengaruh karakteristik board of directors sebagai bagian dari implementasi
corporate governance terhadap praktek konservatisme. Wardhani (2008) menggunakan dua ukuran
konservatisme yaitu ukuran akrual dan nilai pasar, sedangkan board of directors mencakup independensi
dari komisaris, kepemilikan perusahaan oleh komisaris dan direksi, dan keberadaan komite audit. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap tingkat konservatisme dengan menggunakan ukuran akrual. Melalui ukuran pasar, penelitian
menunjukkan bahwa semakin besar proporsi komisaris independen dan kepemilikan institusional maka
semakin mendorong penggunaan prinsip akuntansi konservatisme.
Wardhani (2008) menyatakan bahwa konservatisme akuntansi dalam perusahaan diterapkan dalam
tingkatan yang berbeda-beda. Salah satu faktor yang sangat menentukan tingkatan konservatisme dalam
pelaporan keuangan suatu perusahaan adalah komitmen manajemen dan pihak internal perusahaan
dalam memberikan informasi yang transparan, akurat, dan tidak menyesatkan bagi investornya. Hal
tersebut merupakan suatu bagian dari implementasi good corporate governance.
Dewan komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan terutama dalam
pelaksanaan good corporate governance. Menurut FCGI (2001) dalam Pramesti (2008), dewan komisaris
merupakan inti dari corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi
perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas.
Menurut Lafond dan Rouchowdhury (2007), kepemilikan manajerial merupakan presentase kepemilikan
saham perusahaan oleh direktur perusahaan dibandingkan dengan jumlah saham perusahaan yang
beredar secara keseluruhan.

Hubungan antara kepemilikan manajerial dan konservatisme terjadi pada saat perusahaan akan
melakukan investasi yang akan berpengaruh terhadap laba perusahaan. Hal ini disebabkan konservatisme
akuntansi akan membuat perusahaan lebih mengakui kerugian dan menunda pengakuan keuntungan yang
dapat berpengaruh terhadap penilaian kinerja manajer.
Ahmed dan Duellman (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh insider ownership dan independen
board director terhadap konservatisme akuntansi. Kepemilikan saham perusahaan oleh pihak insider
diharapkan dapat mengurangi masalah keagenan antara manajer dan pemegang saham. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa persentase kepemilikan insider berpengaruh negatif terhadap konservatisme
akuntansi. Independen board directorberpengaruh signifikan terhadap konservatisme akuntansi dengan
size, leverage, dan institusional ownership sebagai variabel kontrol.

You might also like