Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Nabiel
G99141153
Cempaka Irawati
G99141154
Cendy Nindra B.
G99141155
Ratna Prabawati N.
G99141157
Pembimbing :
dr. Teguh Prakosa, Sp.OG (K)
Kata kunci: perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, retensi sisa plasenta
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan post partum (Hemorhagic Post Partum) adalah suatu keadaan perdarahan
yang terjadi paska melahirkan, dimana pada keadaan tersebut terjadi kehilangan darah lebih
dari 500 ml setelah melahirkan pervagina atau kehilangan 1000 ml darah pada saat
melahirkan dengan operasi caesar.
Insidensi perdarahan post partum pada negara maju sekitar 5% dari persalinan,
sedangkan pada negara berkembang bisa mencapai 28% dari persalinan dan menjadi masalah
utama dalam kematian ibu bisa mencapai 28% dari persalinan dan menjadi masalah utama
dalam kematian ibu. Penyebabnya 90% dari atonia uteri, 7% robekan jalan lahir sisanya
dikarenakan retensio plasenta dan gangguan pembekuan darah (Parisaei, et al 2014)
Di Indonesia diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan. Setiap
tahunnya paling sedikit 128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai meninggal.
Perdarahan pasca persalinan terutama perdarahan postpartum primer merupakan perdarahan
yang paling banyak menyebabkan kematian ibu. Perdarahan postpartum primer yaitu
perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran (Faisal, 2013).
Menurut Kementrian Kesehatan RI tiga faktor utama kematian ibu melahirkan adalah
perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi (11%). Anemia dan kekurangan energi
kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya perdarahan dan infeksi
yang merupakan faktor utama kematian ibu. Menurut data WHO, diberbagai negara paling
sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya
berkisar antara kurang dari 10% sampai hampir 60%.
Menurut WHO, Negara yang berkembang memiliki angka kematian ibu 25%
kematian ibu itu disebabkan oleh perdraahan postpartum. Terhitung lebih dari 100.000
kematian maternal petahun. Menurut buletin American collage of Obstretician and
gynecologists menempatkan perkiraan 140.000 kematian ibu pertahun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perdarahan Postpartum
Atonia Uteri
Retensio Plasenta
Sisa plasenta
Laserasi jalan lahir
Kelainan darah
: 50% - 60%
: 16% - 17%
: 23% - 24%
: 4% - 5%
: 0,5% - 0,8%
No
oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.
Diagnosis Perdarahan Post Partum
Diagnosis perdarahan post partum dapat digolongkan berdasarkan tabel berikut ini :
Gejala dan Tanda yang
Diagnosis
.
1.
selalu ada
yanng kadang ada
- Uterus tidak berkontraksi - Syok
-
dan lembek
Perdarahan
setelah
anak
Atonia Uteri
segera
lahir
(Perdarahan
Pascapersalinan
2.
3.
Jalan
Lahir
4.
Robekan
traksi lebih
- inversio uteri akibat
tarikan
- perdarahan lanjutan
- Plasenta atau sebagian Uterus
berkontraksi Tertinggalnya
selaput
(mengandung tetapi
tinggi
5.
lengkap
- Perdarahan segera
- Uterus tidak teraba
- Lumen vagina terisi
massa
- Tampak tali pusat (jika
6.
perdarah
terlambat
Endometriosis
atau sisa plasenta
perdarah sekunder
- Perdarahan bervariasi
7.
dan berbau
- Perdarahan segera
- Nyeri perut berat
- Syok
- Nyeri tekan perut
Robekan
dinding
Uterus
(Ruptur
Uteri)
Partus lama
Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar,
potonngan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus
menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi
dan potongan plasenta dikeluarkan.
- Bentuk perdarahan :
a. Perdarahan pasca partus berkepanjangan sehingga pengeluaran lochea disertai
membrannya.
Sub involusio uteri karena infeksi dan menimbulkan perdarahan
terlambat.
Diagnosis
a. Untuk mengkaji adanya sisa plasenta perlu dilakukan palpasi uterus.
Tindakan penanganan
a.
b.
c.
d.
Pasang infus
Berikan antibiotik adekuat
Berikan uterotonika : oksitosin/metergin
Tindakan definitif : kuretase dan diperiksakan Sp.OG
presentasi
muka
dan
occipitoposterior
Kelahiran bokong
Ekstrasksi forceps yang sukar
Dystocia bahu
Anomali congenital, seperti hydrocephalus.
Laserasi derajat kedua merupakan luka robekan yang lebih dalam, luka ini
terutama mengenai garis tengah dan melebar sampai corpus perineum. Acapkali
musculus peirneus transverses turut terobek dan robekan dapat turun tapi tidak
mencapai sphincter recti. Biasanya robekan meluas ke atas disepanjang mukosa
vagina dan jaringan submukosa. Keadaan ini menimbulkan laserasi yang berbentuk
segitiga ganda dengan dasar pada fourcheffe, salah satu apex pada vagina dan apex
lainnya di dekat rectum.
Klasifikasi Robekan Jalan Lahir & Perinium
a. Vagina
Perlukaan vagina sering terjadi sewaktu :
1.
Melahirkan janin dengan cunam.
2.
Ekstraksi bokong
3.
Ekstraksi vakum
4.
5.
menjadi robekan pada vagina bagian atas, sehingga sebagian serviks uteri dan
sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan ini dapat memanjang dan
melintang.
b. Perlukaan Vulva
Perlukaan vulva terdiri atas 2 jenis yaitu :
a. Robekan Vulva
Perlukaan vulva sering dijumpai pada waktu persalinan. Jika diperiksa
dengan cermat, akan sering terlihat robekan. Robekan kecil pada labium
minus, vestibulum atau bagianbelakang vulva. Jika robekan atau lecet
hanya kecil dan tidak menimbulkan perdarahan banyak, tidak perlu
dilakkan tindakan apa-apa. Tetapi jika luka robekan terjadi pada pembuluh
darah, lebih-lebih jika robekan terjadi pada pembuluh darah di daerah
klitoris, perlu dilakukan penghentian perdarahan dan penjahitan luka
robekan. Luka-luka robekan diahit dengan catgut secara terputus-putus
ataupun secara jelujur. Jika luka robekan terdapat di sekitar orifisium
uretra atau diduga mengenai vesika urinaria, sebaiknya sebelum dilakukan
b.
c. Serviks Uteri
Bibir serviks uteri merupakan jaringan yang mudah mengalami
perlukaan saat persalinan karena perlukaan itu portio vaginalis uteri pada
seorang multipara terbagi menjadi bibir depan dan belakang. Robekan serviks
dapat menimbulkan perdarahan banyak khususnya bila jauh ke lateral sebab di
tempat terdapat ramus desenden dari arateria uterina. Perlukaan ini dapat
terjadi pada persalinan normal tapi lebih sering terjadi pada persalinan dengan
tindakan tindakan pada pembukaan persalinan belum lengkap. Selain itu
penyebab lain robekan serviks adalah persalinan presipitatus. Pada partus ini
kontraksi rahim kuat dan sering didorong keluar dan pembukaan belum
lengkap. Diagnose perlukaan serviks dilakukan dengan speculum bibir serviks
dapat di jepit dengan cunam atromatik. Kemudian diperiksa secara cermat
sifat- sifat robekan tersebut. Bila ditemukan robekan serviks yang memanjang,
maka luka dijahit dari ujung yang paling atas, terus ke bawah. Pada perlukaan
serviks yang berbentuk melingkar, diperiksa dahulu apakah sebagian besar
dari serviks sudah lepas atau tidak. Jika belum lepas, bagian yang belum lepas
itu dipotong dari serviks, jika yang lepas hanya sebagian kecil saja itu dijahit
lagi pada serviks. Perlukaan dirawat untuk menghentikan perdarahan.
d. Korpus uteri
Perlukaan yang paling berat pada waktu persalinan ialah robekan uterus.
Robekan ini dapat terjadi pada waktu kehamilan atau pada waktu persalianan,
namun yang paling sering terjadi ialah robekan ketika persalinan. Mekanisme
terjadinya robekan uterus bermacam-macam. Ada yang terjadi secara spontan,
dan ada pula yang terjadi akibat ruda paksa. Lokasi robekan dapat korpus uteri
atau segmen bawah uterus. Robekan bisa terjadi pada tempat yang lemah pada
dinding uterus misalnya pada parut bekas operasi seksio sesarea atau bekas
miomektomi. Robekan bisa pula terjadi tanpa ada parut bekas operasi, apabila
segmen bawah uterus sangat tipis dan regang karena janin megalami kesulitan
untuk melalui jalan lahir. Robekan uterus akibat ruda paksa umumnya terjadi
pada persalinana buatan , misalnya pada ekstrasi dengan cunam atau pada
versi dan ekstrasi. Dorongan Kristeller bila tidak dikerjakan sebagaimana
mestinya dapat menimbulkan robekan uterus. Secara anatomi robekan uterus
dapat dibagi dalam dua jenis yaitu:
Robekan inkomplet, yakni robekan yang mengenai endometrium dan
mengenai
endometrium,
Ruptura uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun janin oleh karena
itu tindakan pencegahan sangat penting dilakukan setiap ibu bersalin yang
disangka akan mengalami distosia, karena kelainan letak janin, atau pernah
mengalami tindakan operatif pada uterus seperti seksio sesarea, memektomi
dan lain-lain, harus diawali dengan cermat. Hal ini perlu dilakukan agar
tindakan dapat segera dilakukan jika timbul gejala-gejala ruptura uteri
membakar, sehingga ruptura uteri dicegah terjadinya pada waktu yang tepat.
Pertolongan yang tepat untuk ruptura uteri adalah laporotomi sebelumnya
penderita diberi trasfusi darah atau sekurang-kurangnya infus cairan garam
fisiologik/ringer laktat untuk mencegah terjadinnya syok hipovolemik.
Umumyna histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam rongga
perut dikeluarkan. Penjahitan luka robekan hanya dilakukan pada kasus-kasus
khusus, dimana pinggir robekan masih segar dan rata, serta tidak terlihat
adanya tanda-tanda infeksi dan tidak terdapat jaringan yang rapuh dan
nekrosis. Histerorofi pada ibu-ibu yang sudah mempunyai cukup anak
dianjurkan untuk dilakkan pula tubektomi pada kedua tuba (primary), sedang
bagi ibu-ibu yang belum mempunyai anak atau belum merasa lengkap
keluarganya dianjurkan untuk orang pada persalinan berikutnya untuk
dilakukan seksio sesaria primer.
f. Robekan Perineum
Karena beberapa faktor baik secara maternal maupun dari fakto bayi
saat persalinan, dapat menyebabkan terjadinya robekan pada perinium.
Robekan pada perinium dapat dibagi menjadi 3 derajat atau tingkatan, yaitu:
i. Tingkat I
Robekan terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai
kulit perineum
ii. Tingkat II
Robekan mengenai selaput lendir vagina tetapi tidak mengenai otot
sfingerani.
iii. Tingkat III
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani
iv. Tingkat IV
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa
rectum.
Penatalaksanaan
Robekan perineum yang melebihi tingkat satu harus dijahit. Hal ini
dapat dilakukan sebelum plasenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan
plasenta harus dilakukan secara manual, tetapi lebih baik tindakan itu ditunda
sampai plasenta lahir. Pasien dianjurkan untuk berbaring dalam posisi litotomi
dilakukan pembersihan luka dengan cairan antiseptic dan luas robekan
ditentukan dengan seksama.
Pada robekan perineum tingkat dua, setelah di beri anestesi local otototot diafragma urogenetalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan
kemudian
luka
pada
vagina
dan
kulit
perineum
ditutup
dengan
lebar
Minta asisten memberikan tekanan pada fundus dengan lembut untuk
robekan.
Tutup robekan serviks dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut
kromik atau poliglokolik 0 yang dimulai pada apeks(tepi atas robekan)
yang seringkali menjadi sumber pendarahan.
Jika bagian panjang bibir serviks robek, jahit dengan jahitan jelujur
dengan lidokain.
Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus
berkontraksi.
Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
Jika robekan perinium panjang dan dalam, inspeksi untuk memastikan
sama ) jika semua tepi robekan dapat dilihat, tetapi hal tersebut jarang terjadi.
Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus berkontraksi.
Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
Untuk melihat apakah spingter ani robek.
jika robek ).
Selubung fasia disekitar sfingter kuat dan tidak robek jika ditarik dengan
klem.
Jahit sfingter dengan dua atau tiga jahitan putus-putus menggunakan
benang 2-0.
Oleskan kembali larutan antiseptik kearea yang dijahit.
Periksa anus dengan jari yang memakai sarung tangan untuk memastikan
penjahitan rektum dan sfingter dilakukan dengan benar. Selanjutnya, ganti sarung
e.
Inversio Uteri
Uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri,
dapat secara mendadak atau terjadi perlahan.
Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus
uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali
ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Sebab
inversio uteri yang tersering adalah kesalahan dalam memimpin kala III, yaitu
menekan fundus uteri terlalu kuat dan menarik tali pusat pada plasenta yang belum
terlepas insersinya. Menurut perkembangannya inversio uteri dibagi dalam beberapa
tingkat :
PENATALAKSANAAN
90% kasus inversio uteri disertai dengan perdarahan yang masif dan life
threatening.
Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya renjatan vasovagal dan perdarahan maka
perdarahan hebat
Salah satu tehnik reposisi adalah dengan menempatkan jari tangan pada fornix
posterior, dorong uterus kembali kedalam vagina, dorong fundus kearah umbilikus
dan memungkinkan ligamentum uterus menarik uterus kembali ke posisi semula .
keposisi normal.
Setelah reposisi berhasil, tangan dalam harus tetap didalam dan menekan fundus uteri.
Berikan oksitosin dan setelah terjadi kontraksi , tangan dalam boleh dikeluarkan
ditentukan apakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan
lahir. Jika plasenta belum lahir (retensio plasenta), segera dilakukan tindakan untuk
mengeluarkannya.
Manajemen aktif kala III
Manjemen aktif kala III terdiri atas intervensi yang direncanakan untuk mempercepat
pelepasan plasenta dengan meningkatkan kontraksi rahim dan untuk mencegah persalinan
perdarahan pasca persalinan dengan menghindari atonia uteri, komponennya adalah :
a. Memberikan obat uterotonika dalam waktu dua menit setelah kelahiran bayi
b. Menjepit dan memotong tali pusat segera setelah melahirkan
c. Melakukan penegangan tali pusat terkendali sambil secara bersamaan melakukan
tekanan terhadap rahim melalui perut
Beberapa faktor yang mempengaruhi Perdarahan Postpartum Primer
a. Umur
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau dari 35 tahun
merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat
mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun
fungsi reproduksi wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia
diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan
dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya
komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar.
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan
pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal
yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia
30-35 tahun.
b. Pendidikan
Wanita dengan pendidikan lebih tinggi cenderung untuk menikah pada usia
yang lebih tua, menunda kehamilan, mau mngikuti KB, dan mencari pelayanan
antenatal dan persalinan. Selain itu mereka juga tidak akan mencari pertolongan dukun
bayi bila hamil dan atau bersalin dan juga dapat memilih makanan yang bergizi.
Sehingga hal tersebut dapat berhubungan dengan tingkat kejadian paska persalinan.
c. Paritas
Paritas merupakan faktor resiko yang mempengaruhi perdarahan postpartum
primer. Pada paritas yang rendah dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam
menghadapi persalinan sehingga ibu tidak mampu dalam menangani komplikasi yang
terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Sedangkan semakin sering wanita
mengalami kehamilan dan melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus semakin lemah
sehingga besar resiko komplikasi kehamilan.
d. Jarak antar kehamilan
Jarak antar kehamilan adalah waktu sejak kelahiran sebelumnya sampai
terjadinya kelahiran berikutnya. Jarak antar kelahiran yang terlalu dekat dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan.
Menurut penelitian yuniarti proporsi kasus dengan jarak antar kelahiran kurang
dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam
keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan terjadinya perdarahan pasca
persalinan.
e. Riwayat Persalinan Buruk
Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan
dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus
waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung.
Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsia dan
preeklampsia, sectio caesaria, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah
mengalami perdarahan antepartum dan post partum.
f. Anemia
Menurut WHO anemia pada ibu hamil adalah kondisi dengan kadar
hemoglobulin (Hb) dalam darahnya kurang dari 11,0 gr%.
Volume darah ibu hamil bertambah lebih kurang sampai 50% yang
menyebabkan konsentrasi sel darah merah mengalami penurunan. Bertambahnya sel
darah merah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma darah sehingga terjadi
pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah plasma 30%, sel darah 18% dan
hemoglobulin 19%. Keadaan ini tidak normal bila konsentrasi turun terlalu rendah yang
menyebabkan hemoglobulin sampai <11 gr%.
Pemeriksaan dan pengawasan hemoglobulin
dapat
dilakukan
dengan
Prognosis
Untuk menentukan prognosis tergantung dari gejala klinis, banyaknya
volume darah yang keluar, serta lama nya perdarahan. Bila didapati gejala-gejala
seperti perubahan tanda vital yang drastis bahkan memasuki fase shock akan
memperburuk prognosis, tetapi dengan pengetahuan dan penanganan yang cepat
kematian dapat dihindari sehingga prognosis lebih baik. Prognosis perdarahan
lambat biasanya lebih buruk karena diluar pantauan ahli kandungan dan penanganan
yang lambat.
BAB III
STATUS PENDERITA
A. ANAMNESIS
Tanggal 4 April 2011
1. Identitas Penderita
Nama
: Ny. Sh
Umur
: 25 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
Agama
: Islam
Alamat
Status Perkawinan
: Kawin
Tanggal Masuk
: 3 Maret 2015
No.CM
: 01292460
Berat badan
: 45
Tinggi Badan
: 154
2. Suami
HPMT
: 16-06-2014
HPL
: 23-03-2015
UK
: -
Nama
: Tn. RS
Umur
: 28 tahun
Pendidikan
: STM
Pekerjaan
: Swasta
3. Keluhan Utama
Pasien merupakan kiriman dari Puskesmas dengan keterangan perdarahan post
partum dan riwayat pengeluaran plasenta >15 menit.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang P1A0, 25 tahun, datang rujukan dari puskesmas gajahan,
dengan
: Disangkal
Riwayat Hipertensi
: Disangkal
: Disangkal
Riwayat DM
: Disangkal
Riwayat Asma
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
Riwayat Operasi
: Disangkal
Riwayat Mondok
: Disangkal
Riwayat Hipertensi
: Disangkal
: Disangkal
Riwayat DM
: Disangkal
Riwayat Asma
: Disangkal
: Disangkal
7. Riwayat Fertilitas
Riwayat infertililitas (-)
8. Riwayat Obstetri
Baik
9. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Teratur, pertama kali periksa ke Puskesmas pada usia kehamilan 1 bulan.
Selanjutnya melakukan ANC di Puskesmas.
10. Riwayat Haid
-
Menarche
: 14 tahun
Lama menstruasi
: 5-6 hari
Siklus menstruasi
: 30 hari
Tensi
: 120/70 mmHg
Nadi
: 88 x / menit
: 36,30C
Kepala
: Mesocephal
Mata
THT
Leher
Thorax
: Gld.Mammae
dalam
batas
normal,
areola
mammae
hiperpigmentasi (+)
Cor
Inspeksi
: IC tidak tampak
Palpasi
Perkusi
: Pengembangan dada ka = ki
Palpasi
Perkusi
: Sonor/Sonor
Palpasi
Perkusi
Akral dingin
-
2. Status Obstetri
Inspeksi
Kepala
: Mesocephal
Mata
Wajah
Leher
Thorax
: Glandula
mammae
hipertrofi
(+),
aerola
mammae
hiperpigmentasi (+)
Abdomen
Oedema
-
akral dingin
-
Pemeriksaan Dalam :
Genital:
Inspekulo : v/u tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio livid, oue
terbuka, tampak laserasi di vagina di jam 7 ukuran 2x1 cm, darah (+)
discharge (-)
VT
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah tanggal 3 Maret2015
Hemoglobin
: 12,4 gr/dl
Eritrosit
: 3,92 x 106/ uL
Hematokrit
: 33 %
Antal Leukosit
: 28 x 103/uL
Antal Trombosit
: 235 x 103/uL
Golongan Darah
:B
Bleeding Time
: 14,2 detik
Clotting Time
: 31,2 detik
GDS
: 178 mg/dL
2. USG
Tampak uterus membesar, terdapat gambaran massa amorf intra uterine.
Kesan menyokong gambaran sisa plasenta.
D. KESIMPULAN
P1A0, 25th, datang rujukan dari puskesmas Gajahan dengan keterangan Primipara
dengan retensi sisa plasenta.
Dari pemeriksaan abdomen didapatkan supel, NT (-), TFU setinggi pusat, kontraksi
(+)
VT:
Ins : OUE terbuka, tampak laserasi di vagina d jam 07.00 ukuran 2 x 1, darah (+),
discharge (-)
VT: v/u tenang, dinding vagina laserasi di jam 07.00, portio lunak, utuh, darah (+)
discharge (-)
E. DIAGNOSIS
Perdarahan post partum dini e/c laserasi jalan lahir + retensi sisa plasenta +
leukosistosis + hiperglikemia
F. PROGNOSIS
Dubia
G. TERAPI
Repair jalan lahir
Pro kuretase jika KU baik
Inform consent
: T = 110/80 mmHg
N = 86x/menit
Mata
Thorax
Abdomen
: Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat, kontraksi (+)
Genital
: Perdarahan (-)
Lochia (+)
Diagnosa
Terapi
: 13,2 gr/dl
Eritrosit
: 4,11 x 106/ uL
Hematokrit
: 36 %
Antal Leukosit
: 31,7x 103/uL
Antal Trombosit
: 245 x 103/uL
O: Keadaan umum
Tanda vital
: T = 110/80 mmHg
N = 86x/menit
Mata
Thorax
Abdomen
: Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat, kontraksi (+)
Genital
: Perdarahan (-)
Lochia (+)
Diagnosa
Terapi
: T = 110/80 mmHg
N = 86x/menit
Mata
Thorax
Abdomen
: Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat, kontraksi (+)
Genital
: Perdarahan (-)
Lochia (+)
Diagnosa
Terapi
: 12,0 gr/dl
Eritrosit
: 3,60 x 106/ uL
Hematokrit
: 32 %
Antal Leukosit
: 24,4x 103/uL
Antal Trombosit
: 240 x 103/uL
: T = 110/80 mmHg
N = 88x/menit
Mata
Thorax
Abdomen
: Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat, kontraksi (+)
Genital
: Perdarahan (-)
Lochia (+)
Diagnosa
Terapi
: 12 gr/dl
Eritrosit
: 3.85 x 106/ uL
Hematokrit
: 34%
Antal Leukosit
: 23,3 x 103/uL
Antal Trombosit
: 242 x 103/uL
: T = 110/80 mmHg
N = 80x/menit
Mata
Thorax
Abdomen
: Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat, kontraksi (+)
Genital
: Perdarahan (-)
Lochia (+)
Diagnosa
: post repair jalan lahir + post kuretase a/i retensi sisa plasenta +
leukositosis
Terapi
: T = 100/70 mmHg
N = 80x/menit
Mata
Thorax
Abdomen
: Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat, kontraksi (+)
Genital
: Perdarahan (-)
Lochia (+)
Diagnosa
: post repair jalan lahir + post kuretase a/i retensi sisa plasenta +
leukositosis
Terapi
BAB IV
ANALISIS
Perdarahan Post Partum Primer yaitu perdarahan paska persalinan yang terjadi dalam
24 jam pertama kelahiran. Pasien ini datang sebelum 24 jam paska persalinan sehingga dapat
digolongkan sebagai perdarahan post partum primer. Penyebab utama perdarahan postpartum
primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio
uteri. Pasien datang ke VK RSUD Dr.Moewardi dalam keadaan sisa plasenta tertinggal di
dalam setelah dilakukan manual plasenta oleh bidan di Puskesmas Gajahan. Sewaktu suatu
bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan
keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan postpartum yang terjadi segera
jarang disebabkan oleh retensi potongan-potonngan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera
setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang,
uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan. Maka dari itu, dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi untuk melihat bagian dalam uterus, tampak uterus membesar dan
terdapat gambaran massa amorf intra uterine sehingga kesan menyokong gambaran sisa
plasenta. Terdapat beberapa etiologi dari retensi sisa plasenta ini, antara lain pemijatan uterus
pada saat plasenta belum terlepas, tindakan pengeluaran plasenta dengan cara Brandt Andew
Karena cara menekan dan mendorong uterus yang terlalu dalam pada saat menarik tali pusat
saat melahirkan plasenta. Tertinggalnya plasenta atau selaput janin yang menghalangi
kontraksi uterus sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka. Sewaktu suatu
bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara
efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.
Untuk penegakan diagnosis, dapat dilakukan dengan memeriksa kontraksi uterus. Jika
terdapat perdarahan dengan indikasi sisa plasenta, uterus berkontraksi tetapi tinggi tetapi
fundus uteri tidak berkurang. Untuk mengkaji adanya sisa plasenta perlu dilakukan penilaian
klinik yaitu dengan memeriksa kelengkapan plasenta dan dilakukan pemeriksaan inspekulo.
Pada pemeriksaan inspekulo, tampak laserasi grade II pada vagina. Perdarahan pasca
persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh reobekan serviks
atau vagina. Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi
banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan
jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum,
vagina, serviks, dan robekan uterus. Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering
dari perdarahan pasca persalinan. Perdarahan pada umumnya terjadi pada luka robek yang
kecil dan superfisial, akan tetapi jika robekan lebar dan dalam, terlebih jika mengenai
pembuluh darah dapat menimbulkan perdarahan yang hebat. Jika robekan tidak ditangani
dengan semestinya dapat terjadi infeksi bahkan dapat timbul septikemi. Kemudian segera
dilakukan reparasi jalan lahir dengan penjahitan hingga perdarahan berhenti dan robekannya
menyatu kembali.
Perdarahan post partum yang terjadi pada psaien ini dapat disebabkan oleh 2 hal, yaitu
retensi sisa plasenta dan laserasi jalan lahir. Setelah dilakukan repair jalan lahir, sudah tidak
terlihat perdarahan per vaginam. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan uterus setinggi 2 jari
di bawah pusat dengan kontraksi (+). Lalu dilakukan cek laboratorium darah lengkap dan
didapatkan antal leukosit sebesar 28 x 103/uL. Kemudian dilakukan pemeriksaan ulang 2 jam
kemudian didapatkan perburukan dengan antal leukosit sebesar 31,7 x 103/uL. Oleh karena
pasien mengalami leukositosis, diputuskan untuk memperbaiki keadaan umum pasien hingga
antal leukosit < 20 x 103/uL baru dapat dilakukan kuretase. Pasien diberikan injeksi
ceftriaxon dan metronidazol sebagai antibiotik adekuat spectrum luas. Keadaan leukositosis
dapat disebabkan infeksi pada jalan lahir. Infeksi dapat terjadi jika robekan tidak ditangani
dengan semestinya. Pada pasien ini, paska persalinan, pasien langsung dirujuk ke RSDM
tanpa dilakukan reparasi jalan lahir sebelumnya di puskesmas yang bersangkutan, sehingga
pembuluh darah terbuka terlalu lama dan kemungkinan besar terjadi infeksi.
Dalam perawatan hari kedua, pasien cek laboratorium darah ulang, lalu didapatkan
antal leukosit sebesar 24,4x 103/uL. Keadaan ini belum memenuhi syarat untuk kuretase,
sehingga terapi masih dilanjutkan. Kemudian pada hari ketiga 23,3 x 103/uL. Terjadi
perbaikan keadaan umum pada pasien, lalu direncanakan untuk dilakukan kuretase hari ini.
Keadaan umum pasien baik, dan pada pemeriksaan mata dan thorax dalam batas normal.
Pada pemeriksaan abdomen teraba tinggi fundus uteri setinggi 2 jari diatas pusat, tidak
terdapat nyeri tekan. Jam 12 lalu dilakukan kuretase dengan anestesi TIVA. Perdarahan pada
kuretase sebanyak + 100cc. Setelah dilakukan kuretase, terapi injeksi antibiotik spectrum luas
masih dilanjutkan untuk memperbaiki keadaan leukositosis pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson JM. Prevention and management of postpartum hemorrhage. American Academy
of Family Physician 2012;75:875-82.
Beckmann CRB et al. Obstetrics and gynecology. 6th ed. USA; Lippincott Williams and
Wilkins: 2012.p.133-8.
Belfort M, Saade G, Foley M, Phelan J, Dildy G. Critical care obstetric. 5th ed. UK; WileyBlackwell:2013.p.309-20.
Berghella V et al. Obstetric: Evidence based guideline. London; Informa UK Ltd:
2012.p.180-2.
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetrical
hemmorrhage. In: Williams Obstetric. 23rd Ed. McGrawHill Medical, New York,
2012.
Crawford JT, Tolosa JE. Abnormal third stage of labor. In: Berghella V. Obstetric evidence
based guidelines. Series in Maternal Fetal Medicine. Informa healthcare, UK, 2013.
Hofmeyr GJ, Neilson JP, Alfirevic Z, Crowther CA, Gulmezoglu AM, Hodnett ED, Gyte
GML, Duley L. A cochrane pocketbook. Pregnancy and childbirth. John Wiley and
Son Ltd. The Cochrane Collaboration. 2013.
Thorp JM, Jr. Clinical aspects of normal and abnormal labor. In: Creasy RK, Resnik R, Iams
JD, Lockwood CJ, Moore TR. Creasy and Resniks maternal fetal medicine.
Principles and practice. 6th Ed. Saunders elsevier, 2012. p 691 717.
Leduc D, senikas V, Lalonde AB. Activemanagement of the third stage of labour: prevention
and treatment of postpartum hemorrhage. SOGC Clinical Practice Guideline. JOGC,
Oktober 2014. p 980 93.
Lynch CB et al. A textbook of postpartum hemorrhage. Federation of Obstetrics and
Gynecological Societies of India edition. New Delhi; Jaypee Brothers Medical
Publishers: 2013.p.11-69.
Moore, Hacker. 2012. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates.
WHO, Managing Complications in Pregnancy and Childbirth : Guide for Midwiwes and
doctor . Geneva, WHO 2013.