You are on page 1of 8

PENDAHULUAN

Postmodern adalah pendekatan atau terapi yang bertujuan untuk menciptakan sebuah
konteks di mana konseli dapat menciptakan cerita baru yang menyoroti wujud kebiasaan
mereka (Corey, 2009). Corey juga menjelaskan bahwa pada pendekatan ini konselor
menyediakan kesempatan bagi konseli untuk mendekonstruksi cerita dominan yang mereka
bawa pada saat konseling. Konseli didorong untuk menuliskan kembali cerita tersebut dengan
melihat masa lalu mereka dan menuliskan kembali masa depan mereka (Corey, 2009).
Konselor postmodern melihat konseli sebagai seorang ahli pada kehidupannya sendiri.
Konselor bukan sebagai ahli tetapi mengambil peran pada rasa ingin tahu, ketertarikan, dan
kepedulian konseli dalam hubungan konseling. Konselor dan konseli bersama-sama
menetapkan secara jelas, spesifik, realistis, dan tujuan penuh arti secara individu yang akan
memandu proses konseling (Corey, 2009).
Pendekatan konselor dengan membantu konseli menuliskan cerita masa
depannya, menunjukkan bahwa pendekatan ini lebih banyak fokus pada masa depan
konseli. Berbeda dengan pendekatan tradisional yang banyak menganalisa dari masa lalu
konseli.
Berdasarkan hal tersebut, kami berpendapat bahwa pendekatan ini baik digunakan
pada konseling karir dalam membantu konseli menentukan pilihan karir masa depan.
Hal tersebut didukung oleh Patton (2005) yang menunjukkan bahwa pendekatan postmodern,
yaitu pendekatan pembelajaran konstruktivistik memberikan kesempatan bagi konseli untuk
mengeksplorasi diri mereka, dan menggunakan narasi karir subjektif untuk membuat
hubungan antara masa lalu dan sekarang, dan membuat rencana masa depan konseli. Ia
menunjukkan

bahwa

dengan

menggunakan

pendekatan

postmodern

(pendekatan

konstruktivis), sehubungan dengan pendidikan karir dapat mengkonsep kembali dengan


tujuan untuk memberikan dukungan seumur hidup pada individu dalam mengelola
pembelajaran dan berkarir. Dengan begitu, makalah ini membahas mengenai pendekatan
postmodern yang digunakan dalam konseling karir.
ANALISIS
Menurut Corey (2005), kita telah memasuki dunia postmodern di mana kebenaran dan
realitas sering dipahami sebagai sudut pandang yang dibatasi oleh konteks sejarah dan bukan
sebagai objek, fakta-fakta kekal. Ia menerangkan bahwa modernis lebih percaya pada realitas
independen dari setiap percobaan untuk mengamatinya. Orang mencari konselor untuk
mengatasi masalah mereka yang telah menyimpang terlalu jauh dari beberapa norma objektif.

Sebaliknya, postmodernis percaya pada realitas subjektif yang tidak ada proses observasi
independen.
Paham postmodern yang merupakan perspektif terapeutik dalam pandangan
postmodern, yang menekankan realitas konseli apakah akurat atau rasional, adalah
konstruksional sosial. Postmodernisme berpendapat bahwa realitas dibangun oleh pengamat
(konstruktivisme), atau kelompok (konstruksionisme sosial) (DAndrea dalam Hansen, J. T,
2002). Corey (2005) mengatakan bahwa konstruksional sosial realitas didasarkan pada
penggunaan bahasa dan sebagian besar fungsi dan situasi di mana orang hidup dibangun
secara sosial.
Pada pemikirannya, postmodern menggunakan bahasa ke dalam cerita untuk
menceritakan kisah, dan masing-masing kisah-kisah ini benar bagi orang yang
mengatakannya. Setiap orang yang terlibat dalam suatu situasi memiliki perspektif tentang
realitas (Corey, 2005).
Kenneth Gergen (dalam Corey, 2005) mulai menekankan cara-cara di mana orangorang membuat makna dalam hubungan sosial. Selain itu, Berger dan Luckman (dalam
Corey,

2005)

juga

dikenal

sebagai

orang

pertama

yang

menggunakan

istilah

konstruksionisme sosial, dan itu menandakan pergeseran penekanan dalam sistem keluarga
individu dan psikoterapi.
Berkaitan dengan paham pendekatan postmodern, yaitu konstruksionisme sosial,
terdapat dalam teori konseling karir yang dikenal sebagai teori Savickas, dan disebut sebagai
konseling karir konstruksi untuk merancang kehidupan. Pandangan teori ini adalah bahwa
karir individu berpotensi sebagai bagian sentral dari hidupnya, dan menekankan pada
identifikasi cara di mana individu tersebut ingin masuk ke dalam karir hidupnya. Fokusnya
adalah pada pilihan karir, adaptasi, dan pengembangan sebagai proses yang terintegrasi.
Empat konsep inti yang ditekankan adalah struktur hidup, kepribadian karir, kemampuan
beradaptasi karir dan tema kehidupan (Savickas dalam Maree, J. G, 2010).
Savickas juga menjelaskan bahwa teori karir konstruksi menggunakan paradigma
naratif untuk mengubah empat dimensi teoritis tersebut dalam prakteknya, dan terdiri dari
strategi konseling karir konstruktivis, serta metode yang mendorong konseli untuk kembali
menulis hidup dan cerita karir mereka (Savickas dalam Maree, J. G, 2010). Dengan
menggunakan paradigma narasi tersebut, maka teori tersebut menggunakan teknik narasi
dapat diterapkan untuk mengubah struktur hidup, kepribadian karir, dan kemampuan
beradaptasi pada karir konseli, serta tema kehidupannya.

Tujuan umum dari konseling karir naratif pada pendekatan postmodern itu sendiri
adalah untuk membantu konseli membuat cerita kisah hidup mereka sendiri dan menjadikan
sebuah pendekatan yang cocok untuk membantu konseli mengeksplorasi makna pribadi dan
menemukan tujuannya (Maree, J. G, 2010). Dengan begitu, pendekatan ini baik
digunakan pada konseling karir dengan menggunakan narasi. Narasi itu sendiri
merupakan salah satu teknik dalam pendekatan postmodern yang terkenal, yaitu Narrative
Therapy.
Pada teknik narasi, peran cerita membentuk realitas dalam membangun dan
membentuk apa yang dilihat, rasakan, dan lakukan. Cerita tumbuh dari percakapan dalam
konteks sosial dan budaya. Tetapi konseli tidak berperan sebagai korban patologis yang tidak
memiliki harapan dan menyedihkan, melainkan muncul sebagai pemenang yang berani
menceritakan cerita hidup yang dimiliki. Cerita tidak hanya mengubah individu yang
bercerita, tetapi juga mengubah konselor yang istimewa menjadi bagian pada saat proses
berlangsung (Monk dalam Corey, 2005).
Teknik narasi yang dibangun menurut Corey (2009) adalah seputar asumsi yang
hanya digambarkan meliputi eksternalisasi, pemetaan dampak, dekonstruksi, kerjasama
menuliskan cerita alternatif, beberapa jenis pertanyaan, dan membangun penonton sebagai
saksi pada munculnya cerita yang disukai.
Pendekatan postmodern baik digunakan pada konseling karir dalam membantu
konseli menentukan pilihan karir masa depan. Seperti yang dinyatakan oleh Norman C.
Gysbers, Mary J. Heppner, dan Joseph A. Johnston (2009), dari hasil penelitian mereka
menggunakan pendekatan ini dan teknik narasi dalam konseling karir dapat membantu
konselor dalam mengumpulkan informasi, pemahaman, dan hipotesa dari perilaku konseli,
serta membantu konseli mengembangkan dan melaksanakan perencanaan yang akan
dilakukan di masa depan dalam menentukan pilihan karirnya. Mereka memahami dan
menafsirkan kumpulan informasi dan perilaku konseli yang diamati selama konseling karir
dengan menggunakan konsep-konsep dari konsep tradisional dan baru dan munculnya
konseptualisasi postmodern pada perkembangan karir. Mereka menggunakaan teori
postmodern konstruktivisme dan konstruksionisme sosial yang berfokus pada narasi untuk
mengidentifikasi tema karir hidup yang digunakan oleh konseli untuk mengatur pikiran,
perasaan, dan ide-idenya.
Begitu juga dengan Patton (2005) yang dalam penelitiannya menggunakan
pendekatan postmodern (pendekatan konstruktivis) menggunakan teknik narasi, sehubungan
dengan pendidikan karir dapat membantu konseli mengkonsep kembali dengan tujuan untuk

memberikan dukungan seumur hidup, serta mengelola pembelajaran dan berkarir. Dengan
begitu, pendekatan ini membantu konseli menuliskan cerita masa depannya, sehingga
pendekatan ini lebih banyak fokus pada masa depan konseli.
Pendekatan postmodern menggunakan teknik narasi pada konseling karir,
secara efektif dapat membantu konseli dalam permasalahan terkait dengan karir.
Seperti Pamelia E. Brott (2001) yang meneliti tentang seorang konseli yang memiliki
permasalahan karir dan menginginkan bantuan konselor pada konseling karir. Terlihat jelas
dalam cerita tersebut bahwa konselor menggunakan teknik narasi dengan pendekatan
postmodern dalam konseling karirnya, yaitu melihat kisah hidup masa lalu konseli hingga
saat ini, dan kemudian fokus kepada masa depan konseli yang diinginkannya.
Pada pendekatan postmodern sendiri, konselor melakukan eksplorasi bersama konseli
pada dampak permasalahan terhadap dirinya dan bagaimana mereka mengambil tindakan
untuk mengurangi dampak tersebut. Melalui penggunaan pertanyaan yang menantang konseli
untuk memisahkan diri dari masalah identitas, konselor membantu konseli dalam menuliskan
kembali cerita mereka dan membangun alur cerita yang lebih menarik. Sangat penting bahwa
cerita yang ditulis dalam konteks konseling diangkat dalam dunia sosial di mana konseli
tinggal (Corey, 2009).
Pendekatan ini bersifat kolaboratif dalam konseling, sehingga konseli merupakan
agen utama dalam memutuskan kapan mereka telah mencapai tujuan dan kapan mereka siap
untuk mengakhiri hubungan konseling, yaitu dengan format waktu yang efektif dan berakhir
ketika konseli menemukan solusi yang efektif (Corey, 2009).

PENUTUP
Pendekatan postmodern merupakan pendekatan yang dilakukan pada saat konseling
dengan menggunakan bahasa ke dalam cerita untuk menceritakan kisah konseli. Kisah-kisah
tersebut diyakini benar atas apa yang konseli katakan, di mana konseli terlibat dalam suatu
situasi yang memiliki perspektif tentang realitas. Konstruksional sosial merupakan paham
postmodern yang merupakan perspektif terapetik dalam pandangan postmodern, yang
menekankan realitas konseli apakah akurat atau rasional.
Salah satu pendekatan postmodern yang terkenal adalah narrative therapy. Teknik ini
efektif digunakan dalam konseling karir, dengan melihat kisah hidup masa lalu konseli
hingga saat ini, dan kemudian fokus kepada masa depan yang diinginkan konseli.
Proses konseling tersebut meliputi eksternalisasi, pemetaan dampak, dekonstruksi, kerjasama

menuliskan cerita alternatif, beberapa jenis pertanyaan, dan membangun penonton sebagai
saksi pada munculnya cerita yang disukai.

Lampiran: Contoh Penanganan Kasus Menggunakan Teknik Narasi


Agar lebih jelas mengenai proses konseling karir dengan pendekatan postmodern
menggunakan teknik narasi, dapat diperhatikan pada contoh kasus konseli yang ditulis oleh
Pamelia E. Brott (2001) berikut:
Raynelle sudah bercerai, ia seorang ibu Hispanik 48 tahun dari tiga anak perempuan
(rentang usia, 18-27 tahun). Dia saat ini bekerja sebagai asisten perawat di fasilitas perawatan
perumahan (yaitu, panti jompo). Putri tengah Raynelle, yang telah tinggal bersamanya dan
berbagi biaya selama 5 tahun terakhir, memiliki rencana untuk pindah ke kota lain untuk
mengambil pekerjaan dengan penghasilan lebih baik di industri komputer. Situasi ekonomi
Raynelle akan menjadi kritis (yaitu, dia tidak akan mampu memenuhi tagihan bulanan) tanpa
seseorang untuk berbagi beban. Raynelle telah datang untuk konseling karir "untuk mencari
apa yang saya akan lakukan untuk memenuhi kebutuhan .... saya perlu pekerjaan dengan gaji
yang lebih baik, dan saya ingin Anda untuk membantu saya menemukan satu."

Setelah menyaring singkat dan mengambil kumpulan informasi, konselor


memperkenalkan jalur kehidupan sebagai "suatu kegiatan yang bisa kita lakukan sehingga
saya bisa mengenal lebih banyak tentang kisah hidup Anda, yang dapat membantu kita
melihat kisah hidup masa depan Anda dengan pekerjaan yang berpenghasilan baik."Sebagai
kertas koran ditempatkan di depan klien, konselor melanjutkan, "Garis hidup yang dapat
membantu Anda untuk memberitahu bab masa lalu dan sekarang dalam cerita Anda, persepsi
Anda tentang kehidupan Anda saat ini, dan diri Anda dalam varietas peran kehidupan."
Wajah Raynelle berseri-seri dengan senyum lebar ketika konselor membuka kontainer
yang berisi pensil warna. "Apa warna yang harus saya gunakan?",pertanyaan pertama
Raynelle`s. "Setiap warna yang cocok untuk anda", respons konselor. "Di mana saya harus
mulai? ",pertanyaan Raynelle berikutnya. Konselor menyarankan bahwa garis horizontal
ditarik melalui tengah kertas dan meminta Raynelle untuk menandai" X "di sisi kiri dengan
tanggal lahir dan kemudian menandai dan" X "di sisi kanan dengan tanggal saat ini. Raynelle
memilih pensil ungu, "warna favorit saya", katanya, dan menarik garis di kertas, menandai
"X" dengan tanggal kelahirannya, dan "X" dengan tanggal saat ini. Konselor kemudian
meminta Raynelle mempertimbangkan berapa banyak dari garis hidupnya yang akan
mewakili sewaktu dia telah menghabiskan waktu sejak lahir sampai lulus dari SMA. Raynelle
meneliti kertas dan akhirnya menarik garis vertikal di garis horisontal kira-kira seperempat
dari jarak dari tanggal lahir "X" untuk saat ini "X" dan menulis tahun kelulusan nya.
Konselor meminta. "Raynelle, ceritakan bagaimana Anda memutuskan di mana harus
menempatkan garis itu." Raynelle menjawab, "Yah, tampaknya hampir menjadi 50 tahun,
sekitar seperempat dari hidup saya dihabiskan di sekolah."
Konselor memilih untuk memulai proses co-konstruksi dengan tahun-tahun yang
dihabiskan di sekolah dengan mengajukan pertanyaan Raynelle tentang apa yang dia ingat
pada berbagai tingkat kelas (yaitu, SD, SMP, SMA) dan menulis notasi pada kertas koran
tentang kenangan ini. Raynelle mendesah panjang, lalu mengambil pensil ungu, menarik
bintang di atas tanggal kelulusan, dan mulai berbicara tentang betapa bangganya dia ketika ia
menerima ijazah SMA-nya. Setelah ia mulai kisahnya tentang kelulusan, dia dengan mudah
pindah bolak-balik melintasi garis hidup, mencatat beberapa peristiwa: gagal dalam tes
sejarah di SMA; Ibu Hansen, "Siapa guru terbaik Anda?"; Kelvin, pacar pertamanya; dan
diejek oleh teman-teman sekelasnya di kelas tiga karena dia tidak bisa menjawab pertanyaan
guru di kelas. Raynelle merubah warna pensil ketika dia membuat notasi dan menjelaskan
kepada konselor, "Saya pikir warna terlihat seperti apa yang saya ingat." Warna-warna
termasuk warna favorit Raynelle, ungu, serta orange, hitam, coklat, merah, dan hijau. Seperti
Raynelle menceritakan kisahnya, konselor bertanya tentang orang-orang yang ingat dan
meminta konseli untuk menulis nama di kertas koran. Sebagai dialog dikembangkan,
konselor dan konseli setuju pada kata-kata "titik tinggi" untuk menunjukkan momen berkilau
dan "titik rendah" untuk menunjukkan momen. Ketika Raynelle tidak mengambil pensil
warna lain, konselor menyarankan, "Kami telah melihat bab dari kisah hidup Anda yang
menyebabkan Anda lulus dari sekolah tinggi Judul apa yang akan Anda berikan untuk bab
ini dari garis hidup Anda?" alis Raynelle itu menjadi berkerut, dan konselor tetap diam.
Setelah jeda yang panjang, Raynelle mengatakan "Wah, saya tidak tahu judul yang baik ...
tapi melihat tulisan ini tampak seperti me, my self, dan I ... tidakkah bahwa apa yang mereka
ajarkan di kelas bahasa Inggris" Konselor bertanya. "Mengapa Anda memilih 'me, my self,
dan I'?" "Yah, aku terutama berbicara tentang apa yang saya lakukan .... Saya tidak tahu ....
Ini satu-satunya hal jawaban yangbisa msaya pikirkan," jawaban Raunelle. Konselor
melanjutkan, "Mengapa Anda tidak menulis bahwa judul di atas bagian dari garis hidup yang
mengarah ke kelulusan Anda, dan jika Anda ingin mengubahnya nanti, itu ok." Raynelle
mengambil pensil ungu dan menulis "Me, Myself, dan I " sepanjang notasi garis hidup yang
dia selesaikan.

Proses co-konstruksi dilanjutkan dengan garis hidup Raynelle dengan menjumlahkan


babdari dia lulus hingga saat ini. Bersama konselor dan klien mendiskusikan poin tingginya,
titik rendah, dan cerita orang; dan Raynelle memberi judul bagian dari garis hidup
"Raynelles Highs dan Lows." Konselor dipindai di garis hidup, dia mulai bertanya-tanya
tentang tema konseli dan meminta konseli apakah dia melihat setiap tema dalam garis
hidupnya. Raynelle mengidentifikasi kesempatan yang hilang, melakukan apa yang benar,
dan keluarga pertama; ini dibahas (misalnya, pertanyaan apa, mengapa, bagaimana), dan
kemudian mencatat masing-masing di bawah kertas koran.
Selembar kertas koran ditempatkan di atas meja, dan konselor memperkenalkan konsep
peran kehidupan dengan memberikan deskripsi masing-masing: keluarga, mahasiswa,
pekerja, rekreasi, dan masyarakat. Raynelle diminta untuk memberikan contoh dari setiap
peran dari garis hidup, dan contoh-contoh ini dicatat pada satu setengah dari kertas koran
yang kedua. Konselor meminta konseli untuk menggambar lingkaran pada paruh kedua kertas
koransejumlah waktu yang ia sedang habiskan di setiap peran hidup. Lingkaran terbesarnya
pekerja; lingkaran kira-kira setengah ukuran peran pekerja tertarik untuk mewakili peran
keluarga; dan dua lingkaran sekitar setengah ukuran peran keluarga diidentifikasi sebagai
peran masyarakat, dan rekreasi, dengan komentar, "Saya melihat keterlibatan saya dengan
gereja baik sebagai rekreasi dan masyarakat." Tidak ada lingkaran ditarik untuk peran
mahasiswa, sehingga konselor bertanya, "Tidak ada peran mahasiswa untuk Anda?" Raynelle
menjawab, "Astaga, tidak. Saya bukan mahasiswa lagi .... Saya harus bekerja. "Konselor
kemudian meminta Raynelle untuk mengidentifikasi tema yang dilihatnya dalam peran
hidupnya. Ini termasuk membuat memenuhi kebutuhan dalam peran pekerjanya, memenuhi
kebutuhan keluarga dalam peran keluarganya, dan berpartisipasi secara aktif di dalam gereja
untuk peran masyarakat dan rekreasi. Tema tercatat di bagian bawah kertas koran.
Pada akhir sesi, konselor meminta konselinya, "Melihat kisah hidup Anda, sejauh mana
Anda bergerak ke arah yang diinginkan?" Raynelle bingung dan menjawab, "Apa yang Anda
maksud? Wah, ternyata saya sudah melakukan apa yang harus saya lakukan untuk apa yang
saya dapatkan."Konselor terikat komentar ini kembali ke masalah asli yang diajukan
Raynelle: "Ketika Anda datang hari ini, kau bilang kau ingin mencari apa yang Anda akan
lakukan untuk memenuhi kebutuhan. Kami telah mengambil dan melihat kisah hidup Anda
sejauh ini, dan sedang mulai bertanya-tanya apakah Anda akan tertarik dalam membangun
bab masa depan untuk kisah hidup Anda."Senyum cerah datang di wajah Raynelle, dan dia
menyatakan, "Ya, saya ingin melakukan itu." Konselor bertanya, "Apa yang Anda maksud
dengan 'itu'? Raynelle cepat menjawab, "Seperti kau bilang, bergerak ke arah yang saya
sukai."
Dalam sesi mendatang, konselor menggunakan identifikasi tema untuk memulai proses
dekonstruksi dengan konseli. Sebagai contoh, salah satu peluang Raynelle terjawab tidak
menjadi perawat yang ia telah rencanakan untuk lakukan, karena dia hamil ketika ia lulus dari
sekolah tinggi. Ia memilih untuk tidak melanjutkan pelatihannya di perguruan tinggi.
Raynelle mulai membangun masa depannya,bab kisah hidup sebagai arah yang diinginkan
nya. Dia "dihuni" bab masa depannya, "Apa Ibu Hansen Akan Pikirkan Tentang Aku
Akhirnya Menjadi Perawat."
Berbagai teknik penilaian tambahan digunakan bersama Raynelle. Semacam kartu,
berdasarkan nilai-nilai Raynelle itu, dibuat oleh konselor pada kartu indeks, dan Raynelle
diminta untuk berbicara melalui nilai-nilai dari 10 daftar teratas, dia di urutan
peringkat,Myers-Briggs Type Indicator (Myers & Myers, 1993 dalam Brott, P. E., 2001)
diberikan untuk mengidentifikasi tipe kepribadian Raynelle dan pengaruhnya terhadap peran
hidupnya, dan Self-Directed Search (Holland, 1974dalam Brott, P. E., 2001) diberikan untuk
memperluas judul kerja Raynelle yang berhubungan dengan perawat.

Sebelum mengakhiri layanan konseling dengan Raynelle, konselor memperkenalkan peta


gol. Raynelle dan konselor bersama-sama memandang rencana (yaitu, pekerjaan dengan
penghasilan lebih baik), hambatan (misalnya, pertumbuhan anak, biaya pelatihan), dan
jembatan (misalnya, panti jompo sponsor untuk pelatihan, mengambil asrama), saat ia mulai
membangun bab masa depan untuk kisah hidupnya. Melalui pendekatan bertingkat, Raynelle
mampu meninjau kisah hidupnya dari masa lalunya, sampai sekarang, dan ke masa depan
dalam arah yang diinginkannya.

DAFTAR PUSTAKA
Brott, P. E. (2001). The storied approach: a postmodern perspective for career counseling. The Career
Development Quarterly; Jun 2001, 49, 4, ProQuest pg. 304.
Corey, Gerald. (2009). Case approach to counseling and psychotherapy.(8thed). United States of
America: Thomson Brooks/Cole.
Corey, Gerald. (2005). Theory and practice of counseling and psychotherapy.(8thed). United States of
America: Brooks/Cole.
Gysbers, N. C., Heppner, M. J., & Johnston, J. A. (2009). Career counseling: contexts, processes, and
techniques. (3rded). Alexandria: American Counseling Association.
Hansen, J. T. (2002). Postmodern implications for theoretical integration of counseling approaches.
Journal of counseling and development, Summer 2002, Vol.80.
Maree, J. G. (2010). Brief overview of the advancement of postmodern approaches to career
counseling. Jornal of Psycology in Afrika 2010, 20 (3), 361-368.
Patton, Wendy. (2005). A postmodern approach to career education: what does it look like?.
Perspecktive in Education 23(1): pp.21-28.

You might also like