Natrium lauril eter sulfat (SLES), P8.50 per 500 ml
Natrium klorida atau garam beryodium, P13.50 per 500 gm pak Cocodiethanolamide (CDEA), P72.50 per 500 ml Etil alkohol, P54.50 per 500 ml Pewarna yang larut dalam air, P35 per 400 gm pak Benzalkonium klorida, P109.50 per 500 ml DEGREASER, P30 per 120 ml Fragrance (pewangi), P161.40 per 120 ml Air suling atau air ionisasi, P14.19 per liter 330 ml botol PET, P5.50/pc
Dalam deterjen terdapat beberapa bahan penyusun, di antaranya:
1. Surfaktan Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai gugus yang berbeda yaitu hidrofilik (suka air), gugus yang tertarik pada senyawa polar dan hidrofobik (suka lemak), gugus yang tertarik pada senyawa non polar, (Gambar 3). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan air. Surfaktan berfungsi menghilangkan atau mengendapkan kotoran dalam larutan dan sebagai pengemulsi (Timurti Betty Cahya dkk. 2009). Secara garis besar, terdapat empat kategori surfaktan, yaitu : a. Anionik : Surfaktan yang gugus hidrofilnya bermuatan negatif (dapat tertarik kearah medan listrik positif). Contoh: Alkyl Benzena Sulfonate (ABS), Linear Alkyl Benzene Sulfonate (LAS). Surfaktan jenis ini biasa digunakan untuk deterjen, sabun mandi dan kosmetik (cleansing agent untuk kulit wajah). b. Kationik
: Surfaktan yang gugus hidrofilnya bermuatan positif (dapat
tertarik ke arah medan listrik negatif) dan gugus hidrofilnya adalah senyawa amino quarternary nitrogen. Contoh: lauril, alkil, dan dialkilamina. Surfaktan jenis ini biasanya digunakan sebagai bahan anti korosi dan sanitizer serta pelembut tekstil.
c. Non ionik
: Surfaktan yang gugus hidrofilnya tidak bermuatan.
Contoh: alkohol etoksilat (synperonic), alkil fenol etoksilat. Jenis surfaktan non ionik ini dapat juga digunakan untuk deterjen, tetapi biasanya digunakan untuk pelapis furniture d. Amphoterik : Surfaktan yang mempunyai dua gugus hidrofil yang bermuatan positif (basa) dan bermuatan negatif (asam). Contoh: coco amidopropyl betaine yang merupakan surfaktan pada sampo. Surfaktan yang digunakan pada deterjen adalah jenis surfaktan anionik yaitu LAS (Linier Alkil Benzena Sulfonat). Surfaktan anionik dalam deterjen ini berfungsi sebagai zat pembasah yang akan masuk ke dalam ikatan antara serat kain dan kotoran yang menyebabkan kotoran menjadi menggulung sehingga menjadi besar dan akhirnya terlepas dari serat kain. 2. Builder (pembentuk) Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci surfaktan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air. Selain itu builder juga dapat membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah dilepas. Contoh dari builder, antara lain: a. Fosfat : Sodium Tri Poly Phosphate (STPP) b. Asetat :Nitril Tri Acetate (NTA), Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA) c. Silikat : Zeolit d. Sitrat : Asam sitrat Builder yang biasa dimanfaatkan di dalam deterjen adalah fosfat dalam bentuk senyawaan Sodium Tri Poly Phospate (STPP). Fosfat mempunyai fungsi penting dalam deterjen yaitu sebagai softener air. Fosfat juga mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion Ca2+ dan Mg2+. Karena aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci deterjen meningkat. Fosfat tidak bersifat racun, bahkan sebaliknya fosfat merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan oleh mahluk hidup. Namun dalam jumlah yang terlalu banyak, fosfat juga dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di dalam badan air, sehingga badan air kekurangan oksigen akibat dari pertumbuhan algae (phytoplankton) berlebih yang merupakan makanan dari bakteri. Populasi bakteri yang berlebihan ini akan menggunakan oksigen dalam air yang suatu saat akan menyebabkan terjadinya kekurangan oksigen di badan air dan pada akhirnya justru membahayakan kehidupan mahluk hidup dan sekitarnya. 3. Filler (pengisi) Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas berat jenis dari deterjen. Contoh filler yang biasa digunakan adalah natrium sulfat. 4. Additives (aditif) Aditif adalah bahan tambahan untuk pembuatan produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelembut, pemutih dan pewarna yang tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Aditif ditambahkan juga untuk mengkomersialkan produk. Contoh aditif, antara lain: enzim, boraks, natrium klorida dan Carboxy Methy cellulose (CMC) digunakan agar kotoran yang telah dibawa oleh deterjen ke dalam larutan tidak kembali lagi ke bahan cucian pada waktu mencuci (anti redeposisi).