Professional Documents
Culture Documents
REFRAKSI
DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH
AMELIA SHADRINA
030.10.025
LEMBAR PENGESAHAN
Long case dengan judul :
REFRAKSI
Pembimbing :
BAB I
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Agama
Alamat
Status
:
: Ny. T
: 56 tahun
: Perempuan
: Ibu Rumah Tangga
: Islam
: Jakarta Timur
Menikah
No.RM
: 01009353
II.
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien di poli mata RSUD Budhi
Asih tanggal 12 Desember 2015 pada pukul 10.00 WIB.
a. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan kedua mata buram dan sudah tidak nyaman dengan
kacamata yang digunakan.
b. Keluhan Tambahan
Saat melihat jauh kabur, lebih jelas ketika melihat dekat, merasa seperti ada
c.
melihat. Pasien juga mengatakan sering merasa silau saat melihat cahaya. Tidak
d.
e.
III.
ataupun asma.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan dikeluarga tidak ada yang mengalami gejala yang sama.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
: Sakit ringan
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 120/80mmHg
Nadi
: 80x/menit
Suhu
: 36,50C
Pernafasan
: 20x/menit
Status Oftalmologi
OD
1/60 S -10.50 1/60 CC
Ortoforia
Visus
Kedudukan Bola
OS
1/2/60 S -8.50 1/2/60 CC
Esotropia
Mata
4
Pergerakan Bola
Mata
Baik ke segala arah
Nistagmus (+)
Oedem
(-)
Nistagmus (+)
Oedem
(-)
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Entropion (-)
Entropion (-)
Ektropion (-)
Ektropion (-)
Trikiasis
Trikiasis
(-)
Distrikiasis (-)
Blefaritis
(-)
Ptosis
Oedem
(-)
Distrikiasis (-)
Blefaritis
(-)
(-)
Ptosis
(+)
(-)
Oedem
(-)
Palpebra Superior
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Entropion (-)
Entropion (-)
Ektropion (-)
Trikiasis
Palpebra Inferior
(-)
Trikiasis
Distrikiasis (-)
Blefaritis (-)
Hiperemis (-)
Folikel
(-)
Papil
(-)
Ektropion (-)
(-)
Distrikiasis (-)
Konjungtiva Tarsalis
Superior
Blefaritis (-)
Hiperemis (-)
Folikel
(-)
Papil
(-)
5
Lithiasis
(-)
Lithiasis
Membran (-)
Injeksi Konjungtiva (-)
(-)
Membran (-)
Injeksi Konjungtiva (-)
Injeksi Siliar
(-)
Injeksi Siliar
(-)
Kemosis
(-)
Kemosis
(-)
Subkonjungtiva bleeding
Konjungtiva Bulbi
(-)
Pterigium
(-)
Pingekuela
Hiperemis (-)
(-)
Folikel
(-)
Papil
(-)
Lithiasis
(-)
Membran (-)
Jernih
Dalam
Warna coklat
(-)
Pingekuela
(-)
Hiperemis (-)
Konjungtiva Tarsalis
Inferior
Kornea
COA
Iris
Folikel
(-)
Papil
(-)
Lithiasis
(-)
Membran (-)
Jernih
Dalam
Warna coklat
Sinekia (-)
Isokor
Sinekia (-)
Isokor
Reguler
Reguler
Pupil
Lensa
Vitreous Humor
Myopic Macular
Keruh
Degeneration (+)
6
12,3
TIO
11,0
Lensa :
OD
OS
Foto Fundus :
Retinometri :
OD
: 0,06
OS
: 0,06
IV.
RESUME
Pasien datang dengan keluhan kedua mata buram dan sudah tidak nyaman dalam
menggunakan kacamatanya. Pasien mengatakan merasa buram saat melihat jauh
namun lebih baik saat melihat dekat. Pasien juga mengatakan merasakan seperti ada
bayangan hitam yang berjalan-jalan pada saat pasien melihat.
Pasien memakai kacamata terakhir sudah 5 bulan, sebelumnya sudah pernah
menggunakan kacamata sekitar 5 tahun lalu dengan ukuran OD -11.00 dan OS -13.00
namun hanya digunakan selama satu bulan. Pasien juga mengatakan sering merasa
silau saat melihat cahaya lampu. Tidak ada keluhan mata merah, gatal, nyeri, ataupun
penglihatan seperti melihat kabut atau halo.
OD
1/60 S -10.50 1/60 CC
Ortoforia
Nistagmus (+)
Dalam batas normal
Keruh
Shadow test (+)
Trigoid (+), Stafiloma
Postikum (+), Myopi
Visus
Kedudukan Bola Mata
Pergerakan Bola Mata
Palpebra Superior
Lensa
Funduskopi
Degeneration (+)
V.
OS
1/2/60 S -8.50 1/2/60 CC
Esotropia
Nistagmus (+)
Ptosis (+)
Keruh
Shadow test (+)
Trigoid (+), Stafiloma
Postikum (+), Myopi
Degeneration (+)
DIAGNOSIS KERJA
Miopia Tinggi ODS + Myopic Degeneration
Nistagmus ODS
8
Ptosis OS
Esotropia OS
Ambliopia ODS
Katarak Imatur ODS
VI.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan bedah: Phacoemulsifikasi + IOL OD
Kaca Mata Jauh
Asthenof Eye Drop 4x1 tetes ODS
Noormafit 1x1
Catarlent Eye Drop 3x1 tetes OS
VII.
PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam
: Ad bonam
: Dubia ad malam
: Dubia ad bonam
BAB II
ANALISA KASUS
Pada pasien ini didapatkan beberapa diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
oftamologi pada pasien.
1. Pada pasien mengeluh kedua mata buram dan sudah tidak nyaman dalam menggunakan
kacamatanya. Pasien mengatakan merasa buram saat melihat jauh namun lebih baik saat
melihat dekat. Hal ini dapat diakibatkan oleh adanya suatu kelainan dari media refraksi
yang dapat berupa myopia, dimana sinar-sinar sejajar yang datang seharusnya difokuskan
tepat di retina tetapi pada pasien terdapat pemfokusan cahaya didepan dari retina yang
mengakibatkan pasien menjadi rabun jauh atau buram saat melihat jauh. Selain itu adanya
kekeruhan dari media refraksi (lensa) juga dapat menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan penurunan dari tajam penglihatan. Maka dari itu harus dilakukan
pemeriksaan tajam penglihatan atau visus.
2. Dari anamnesis pasien juga mengatakan bahwa merasakan seperti ada bayangan hitam
yang berjalan-jalan pada saat pasien melihat. Hal ini dapat merupakan suatu manifestasi
yang timbul akibat terdapatnya gangguan dari media refraksi. Sehingga dibutuhkan
pemeriksaan funduskopi dan pemeriksaan lainnya. Keluhan biasanya timbul akibat adanya
Muscae volitantes atau terlihat bintik hitam berterbangan di depan mata yang disebabkan
degenerasi vitreus.
3. Pasien mengatakan bahwa pasien memakai kacamata terakhir sudah 5 bulan, sebelumnya
sudah pernah menggunakan kacamata sekitar 5 tahun lalu dengan ukuran OD -11.00 dan
OS -13.00 namun hanya digunakan selama satu bulan. Ukuran kacamata awal yang sudah
termasuk kedalam myopia tinggi menunjukkan bahwa kemungkinan pasien mengalami
myopia sudah sejak lama. Kacamata hanya digunakan selama satu bulan yang berarti
kedua mata yang sudah terjadi myopia tinggi tidak diberikan suatu penatalaksanaan yang
baik sehingga kedua mata terus melakukan akomodasi. Akomodasi yang dilakukan secara
terus-menerus lama kelamaan dapat mengakibatkan bola mata yang semakin panjang yang
pada akhirnya akan semakin memperparah derajat miopinya.
4. Pada pemeriksaan oftamologi didapatkan visus OD 1/60 S -10.50 1/60 CC, sedangkan OS
1/2/60 S -8.50 1/2/60 CC. Ini menunjukkan bahwa pada pasien terdapat kelainan refraksi
berupa High myopia ODS dikarenakan lensa koreksinya > 6 dioptri sesuai klasifikasi
myopia berdasarkan derajat beratnya. Pada pasien didapatkan visus atau tajam penglihatan
belum mencapai normal setelah dikoreksi bisa disebabkan karena adanya kelainan media
refraksi seperti kekeruhan lensa yang disebabkan karena katarak imatur ODS ataupun
adanya amblyopia pada kedua mata pasien yaitu suatu keadaan mata dimana tajam
penglihatan tidak mencapai optimal walaupun sudah dikoreksi kelainan refraksinya.
5. Pada pemeriksaan oftamologi juga didapatkan kedudukan bola mata kiri yang esotropia,
hal ini dapat diakibatkan oleh myopia tinggi dimana pada keadaan myopia memiliki
pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau kedudukan konvergensi
yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini
menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esotropia. Pada pasien juga
didapatkan adanya nistagmus, nistagmus dapat terjadi pada myopia tinggi oleh karena
adanya rotasi okuler dalam upaya memfiksasi gambar tepat pada retina dan
mempertahankan pandangan yang jelas.
6. Pada pemeriksaan oftalmologi lainnya didapatkan lensa keruh tetapi kekeruhannya masih
belum mencapai keseluruhan lensa dan terdapat shadow test (+) sehingga pada pasien juga
didapatkan katarak imatur ODS.
7. Pada foto fundus didapatkan adanya gambaran tigroid, stafiloma postikum, dan myopic
degeneration. Hal ini diakibatkan karena pada miopi tinggi seluruh lapisan fundus yang
tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan
koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid. Pemanjangan dari aksis bola
10
mata, yang disebut staphyloma posterior, timbul akibat penipisan sclera. Karena sklera
tidak memberikan dukungan yang memadai bagi bola mata pada miopia patologi, mata
memanjang kearah posterior dan semua lapisan bola mata pada kutub posterior mengalami
perubahan degeneratif yang semakin bertambah seiring berjalannya waktu.
8. Pada penatalaksanaan diberikan beberapa terapi :
a. Penatalaksanaan bedah Fakoemulsifikasi + IOL OD
Pada mata yang mengalami katarak imatur dilakukan tindakan pembedahan berupa
fakoemulsifikasi dan pemasangan lensa intraokuler. Tindakan pembedahan dilakukan
pada mata kanan karena masih memiliki kemungkinan tingkat keberhasilan yang lebih
baik daripada mata kiri.
b. Asthenof Eye Drop 4x1 tetes ODS
Asthenof eye drop memiliki komposisi Vitamin A palmitate 1000 IU dan
Oxymetazoline hydrochloride 0,25 mg. dimana Vitamin A dapat membantu menjaga
kesehatan mata dan dapat mencegah pembentukan radikal bebas yang dapat merusak
sel retina dan lensa. Sedangkan Oxymetazoline hydrochloride 0,25 mg digunakan
sebagai dekongestan dengan mekanisme kerja membatasi respon vaskuler setempat
dengan cara vasokonstriksi.
c. Noormafit 1x1
Digunakan sebagai vitamin mata yang dapat menjaga kesehatan mata.
d. Catarlent eye drop 3x1 tetes OS
Catarlent eye drop memiliki komposisi CaCl2 anhidrat 0,075 gram, Kalium Iodida
0,075 gram, Natrium Tiosulfat 0,0075 gram, dan Fenulmerkuri nitrat 0,3 mg. Obat
tetes ini biasa digunakan untuk penyakit katarak, tetapi obat ini tidak dapat untuk
menyembuhkan katarak.
8. Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah ad bonam karena kelainan refraksi tidak akan
mengancam jiwa. Ad fungsionam adalah dubia ad malam dikarenakan fungsi penglihatan
walaupun tetap memakai kacamata tidak dapat kembali normal atau menjadi 6/6
dikarenakan terjadinya amblyopia serta adanya degenerasi myopic pada pasien, selain itu
juga terdapat katarak imatur pada pasien. Sedangkan ad sanationam dubia ad bonam
dikarenakan angka kekambuhan masih dapat meningkat seiring dengan peningkatan usia,
jika usia makan meningkat akan juga terjadi penambahan dari kacamata bacanya.
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I.
MIOPIA6
Definisi
Miopia merupakan suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang
berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina, pada kondisi mata yang
tidak berakomodasi. Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan terletak di depan
makula lutea.
12
Miopia refraktif :
Miopia stasioner
Miopia progresif
d. Berdasarkan umur :
Juvenile-Onset Myopia (JOM) : JOM didefinisikan sebagai miopia dengan onset antara
7-16 tahun yang disebabkan terutama oleh karena pertumbuhan sumbu aksial dari bola
mata yang fisiologis. Esophoria, astigmatisma, prematuritas, riwayat keluarga dan kerja
berlebihan yang menggunakan penglihatan dekat merupakan faktor-faktor risiko yang
dilaporkan oleh berbagai penelitian.
Adult-Onset Myopia (AOM) : AOM dimulai pada usia 20 tahun.
a. Youth-onset myopia miopia yang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun
b. Early adult onset myopia miopia yang terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun
c. Late adult onset myopiamyopia yang terjadi setelah usia 40 tahun
Kerja mata yang berlebihan pada penglihatan dekat merupakan faktor risiko dari
perkembangan miopia.
e. Klasifikasi secara klinik :
1. Miopia kongenital
13
Myopia kongenital biasanya ada sejak lahir, namun biasanya baru didiagnosis pada usia 2-3
tahun. Kebanyakan kelainan refraksi yang terjadi unilateral dan jarang bilateral. Anak dapat
sering memicingkan mata untuk melihat lebih jelas titik jauh. Myopia kongenital kadang
berkaitan dengan anomali kongenital lainnya seperti katarak, microthalmos, aniridia,
megalokornea, dan pemisahan retina kongenital. Koreksi dini miopia kongenital disarankan.
2. Miopia simplek
Miopia simpleks adalah jenis yang paling sering terjadi. Jenis ini dianggap sebagai kelainan
fisiologis tanpa berkaitan dengan penyakit mata lain.
Gejala subjektif
penurunan visus untuk jarak jauh adalah keluhan utama miopia
Sering memicingkan mata mungkin dikeluhkan oleh orang tua pasien dengan anak miopia.
Gejala objektif
Esotropia
Segmen anterior selalu dalam dan berkedudukan konvergensi oleh karena pasien miopia
memiliki pungtum remotum yang dekat sehingga menimbulkan keluhan astenopia
konvergensi.
Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai cresen
myopia (myopiaic crescent) yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior
fundus mata miopia, sklera oleh koroid.
Kelainan refraksi: miopia simplek biasa terjadi antara usia 5 -10 tahun dan akan terus naik
sampai usia 18 - 20 tahun. Miopia simplek kelainan refraksinya biasanya tidak melebihi 6-8
D.
3. Miopia patologik
14
Miopia patologi/ degeneratif/ progresif, seusai dengan namanya, adalah kelainan progresif
yang cepat dimulai dari usia 5-10 tahun dan menghasilkan miopia yang berat pada dewasa muda
dan biasanya berkaitan dengan perubahan degeneratif pada mata.
Etiologi
Belum ada hipotesis yang dapat menjelaskan etiopatologis dari miopia patologis secara
memuaskan. Namun, diketahui bahwa hal ini berhubungan dengan genetik dan proses
pertumbuhan secara general.
Gejala klinis
Gejala subjektif :
1. Defek pada visus. Terdapat penurunan fungsi penglihatan karena biasanya kelainannya
berat. Pada tahap lanjut, penurunan visus tidak dapat terkoreksi karena terdapat perubahan
degeneratif.
2. Muscae volitantes yaitu terlihat bintik hitam berterbangan di depan mata yang disebabkan
degenerasi vitreus.
3. Night blindness dapat dikeluhkan yang disebabkan kelainan miopia yang sangat berat
dengan perubahan degeneratif signifikan.
Gejala objektif:
1. Mata yang menonjol. Mata yang mengalami pemanjangan adalah bagian posterior.
Bagian anterior bola mata biasanya normal.
2. Kornea terlihat besat
3. COA dalam
4. Pupil terlihat sedikit membesar dan reaksi terhadap cahaya lambat
5. Pemeriksaan funduskopi:
Aqueous humor: dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan atau degenerasi yang
terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam aqueous humor.
15
Papil saraf optik: terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat lebih pucat
yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh lingkaran
papil, sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi
yang tidak teratur.
Makula: berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan perdarahan
subretina pada daerah makula.
Retina bagian perifer: berupa degenerasi sel retina bagian perifer.
Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat
penipisan retina ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai
fundus tigroid.
Diagnosis
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan cara refraksi subjektif dan objektif, setelah
diperiksa adanya visus yang kurang dari normal tanpa kelainan organik. Cara subyektif ini
penderita aktif menyatakan kabur terangnya saat di periksa. Pemeriksaan dilakukan guna
mengetahui derajat lensa negatif yang diperlukan untuk memperbaiki tajam penglihatan sehingga
menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan terbaik. Alat yang digunakan adalah kartu
Snellen, bingkai percobaan dan sebuah set lensa coba.
Tehnik pemeriksaan :
1. Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter (minimal 5 meter), jika
kurang dari 5 meter akan terjadi akomodasi.
2. Pada mata dipasang bingkai percobaan/trial frame dan satu mata ditutup dengan occlude,
didahului dengan mata kanan.
3. Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar dan diteruskan sampai
huruf terkecil yang masih dapat terbaca.
4. Lensa sferis negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan menjadi
lebih baik ditambahkan kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat terbaca huruf pada
baris terbawah.
16
Cara Obyektif
Cara objektif ini dinilai keadaan refraksi mata dengan cara mengamati gerakan bayangan
cahaya dalam pupil yang dipantulkan kembali oleh retina dengan menggunakan retinoskop. Pada
saat pemeriksaan retinoskop tanpa sikloplegik, pasien harus menatap jauh. Mata kiri diperiksa
dengan mata kiri, mata kanan dengan mata kanan dan jangan terlalu jauh arahnya dengan poros
visual mata.Jarak pemeriksaan biasanya meter dan dipakai sinar yang sejajar atau sedikit
divergen berkas cahayanya. Bila sinar yang terpantul dari mata dan tampak di pupil bergerak
searah dengan gerakan retinoskop, tambahkan lensa plus. Terus tambah sampai tampak hampir
diam atau hampir terbalik arahnya. Keadaan ini dikatakan point of reversal (POR), sebaliknya
bila terbalik tambahkan lensa minus sampai diam. Nilai refraksi sama dengan nilai POR
dikurangi dengan ekivalen dioptri untuk jarak tersebut, misalnya untuk jarak meter dikurangi 2
dioptri.
Cara pemeriksaan subyektif dan obyektif biasanya dilakukan pada setiap pasien. Cara ini
sering dilakukan pada anak kecil dan pada orang yang tidak kooperatif, cukup dengan
pemeriksaan objektif.
Tatalaksana
Penatalaksanaan miopia adalah dengan menjatukan sinar sejajar yang masuk ke mata untuk
difokuskan tepat pada retina. Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan cara :
1.
(cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung akan menyebar.
Pengobatan pasien dengan miopia adalah memberikan kacamata sferis negatif terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal.
17
2.
Cara operasi
3.
Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung diablasi dengan tembakan sinar
excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang teknik ini digunakan pada kelainan miopi
yang lebih dari - 12 dioptri.
18
Orthokeratology
Metode reversibel nonbedah dengan memakai lensa kontak rigid gas permeabel saat malam.
Metode ini dapat dipertimbangkan untuk koreksi miopia hingga -5D dan dapat digunakan untuk
pasien usia kurang dari 18 tahun.
Komplikasi
a.
Ablasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D (- 4,75)D sekitar 1/6662. Sedangkan pada
(- 5) D (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (-10) D resiko ini menjadi
1/148. Dengan kata lain penambahan faktor resiko pada miopia rendah tiga kali sedangkan
miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.
b.
19
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2% serat
kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan, namun proses ini
akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan dengan hilangnya struktur
normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters).
Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan vitreus sehingga kehilangan kontak dengan
retina. Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan
retina. Vitreusdetachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi
akibat memanjangnya bola mata.
c.
Miopic makulopaty
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler pada mata
yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapang pandang berkurang.Dapat juga terjadi
perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan kurangnya lapangan pandang.Miopia
vaskular koroid/degenerasi makular miopik juga merupakan konsekuensi dari degenerasi
makular normal, dan ini disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah
sentral retina.
d.
Glaukoma
Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang 4,2%, dan
pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres akomodasi dan
konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula.
e.
Skotoma
Komplikasi timbul pada miopia derajat tinggi. Jika terjadi bercak atrofi retina maka akan
timbul skotoma (sering timbul jika daerah makula terkena dan daerah penglihatan sentral
menghilang). Vitreus yang telah mengalami degenerasi dan mencair berkumpul di muscae
volicantes sehingga menimbulkan bayangan lebar diretina yang sangat menggangu pasien dan
menimbulkan kegelisahan. Bayangan tersebut cenderung berkembang secara perlahan dan
selama itu pasien tidak pernah menggunakan indera penglihatannya dengan nyaman sampai
akhirnya tidak ada fungsi penglihatan yang tersisa atau sampai terjadi lesi makula berat atau
ablasio retina
20
copolymer
sedangkan
lensa
kontak
keras
disusun
dari
PMMA
Definisi
Katarak imatur termasuk dalam golongan katarak senilis. Katarak senilis merupakan
katarak yang paling sering mengenai umur lebih dari 50 tahun. Pada stadium katarak imatur,
lensa berwarna putih keabuan tetapi masih ada korteks yang jernih sehingga tampak bayangan
iris (iris shadow). Pada beberapa pasien, lensa bisa menjadi bengkak oleh karena hidrasi yang
terus menerus. Keadaan ini disebut katarak intumensen.
Etiologi
1. Herediter, berperan dalam insiden, onset, umur, dan maturasi katarak senilis pada keluarga
yang berbeda
2. Radiasi ultraviolet
3. Faktor diet : defisiensi protein tertentu, asam amino, vitamin (riboflavin, vitamin E, vitamin
C)
4. Merokok : mengakibatkan akumulasi molekul 3 hidroksikinurinin berpigmen dan kromofor
yang dapat menyebabkan warna kekuningan. Sianat pda rokok menyebabkan karabamilasi
dan denaturasi protein lensa.
Gejala Klinik
Gambaran klinis yang dirasakan pasien katarak pada umumnya berupa :
1
Silau. Salah satu gangguan penglihatan yang terjadi dini pada katarak adalah rasa silau atau
3
4
5
akibat indeks refraktif yang bervariasi sebagai hasil dari proses kekeruhan lensa.
Halo berwarna.
Bintik hitam di depan mata
Pandangan kabur, distorsi gambar, dan pandangan berkabut dapat terjadi pada stadium awal
katarak.
Tanda Klinik
Beberapa pemeriksaan yang diperlukan untuk melihat tanda dari katarak :
1. Pemeriksaan tajam penglihatan. Dapat bervariasi mulai dari 6/9 sampai hanya persepsi
cahaya tergantung pada lokasi dan maturitas katarak.
22
2. Iluminasi oblik. Dapat memperlihatkan warna lensa di daerah pupil yang bervariasi dari
setiap jenis katarak.
3. Tes iris shadow. Ketika cahaya disinarkan ke pupil, akan terbentuk bayangan berbentuk
bulan sabit di tepi pupil pada lensa yang keruh keabuan, selama masih ada korteks yang
jernih diantara kekeruhan dan tepi pupil.
4. Pemeriksaan oftalmoskop langsung. Pada media tanpa kekeruhan akan tampak reflex fundus
yang berwarna kuning kemerahan, sedangkan pada lensa dengan kekeruhan parsial akan
tampak bayangan hitam yang berlawanan dengan cahaya kemerahan tersebut pda area yang
keruh.
5. Pemeriksaan slit-lamp. Pemeriksaan dengan slit lamp dilakukan dengan dilatasi pupil.
Pemeriksaan ini memberikan gambaran mengenai morfologi kekeruhan. Pengelompokkan
berdasarkan konsistensi nucleus penting dalam parameter ekstraksi lensa teknik
phacoemulsifikasi.
23
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan dari anamnesis dan pemeriksaan oftamologi terutama pemeriksaan visus
pada pasien ini, maka dapat disimpulkan bahwa diagnosis pada pasien ini adalah myopia
tinggi ODS dengan Myopic Degeneration, amblyopia ODS, nistagmus ODS, ptosis OS,
dan esotropia OS. Pada pasien juga terdapat katarak imatur ODS dari pemeriksaaan
didapatkan lensa keruh dan shadow test (+).
Maka dari itu penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah, asthenof eye
drop 4 x 1 tetes ODS, noormafit tab 1x1 tab, dan catarlent eye drop 3x1 tetes OS, serta
rencana pembedahan dengan metode phacoemulsifikasi + IOL OD.
24
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas H, Sidarta. Kelainan refraksi dan koreksi penglihatan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2004.
2. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta: EGC.
2009.
3. Sherwood l. Human Physiology from Cells to System. Ed. 7. Canada : Brooks/Cole.
2010. Page 198-9.
4. Mancil GL. Optometric clinical practice guideline care of patient with Presbiopia.
America optometric Association. Reviewed 2010. P. 1-36
5. Sidarta I. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 2013.
6. Olujic, SM, 2012. Etiology and Clinical Presentation of Astigmatism. Dalam: Advances
in
Ophtalmology;
edited
by
Rumelt
S.
PP:
167
190.
Available
at:
25