You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

Tinea kruris adalah suatu infeksi jamur pada daerah pubis, sela paha,
bokong, dan kadang sampai perut bagian bawah, yang disebabkan oleh spesies
dermatofita. Penularan tinea kruris terjadi melalui beberapa cara, antara lain
melalui kontak langsung dari pasien ke orang lain, dan penyebaran tidak langsung
melalui kontak dengan benda-benda pribadi yang dipakai oleh pasien seperti
handuk, perlengkapan tidur, pakaian dalam dan kain sarung.Spesies ini mudah
berkembang bila terdapat faktor pencetus, misalnya suhu panas dan lembab,
kebersihan diri yang kurang baik, serta faktor predisposisi yang berasal dari tubuh
pejamu, antara lain hiperhidrosis, obesitas, diabetes melitus, dan gangguan
imunitas.1,2
Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar
anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan
penyakit yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah
genito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan
perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain.2
Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah
tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki
dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea
cruris. Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan
diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab.2
Dari data beberapa rumah sakit di Indonesia pada tahun 1998 didapatkan
persentase dermatomikosis terhadap seluruh kasus dermatosis bervariasi dari
2,93% (Semarang) sampai 27,6% (Padang). Di Jakarta menunjukkan tinea kruris
banyak terdapat pada golongan umur 25-45 tahun, yakni sebesar 31,6%, pasien
laki-laki 71,1%, dan berpendidikan rendah 78,9%. Penelitian tersebut juga

mendapatkan hubungan yang bermakna antara kejadian tinea kruris dengan


frekuensi ganti pakaian; persentase tinea kruris pada subyek yang berganti
pakaian 1x sehari 0,14%, sedangkan pada subyek yang berganti pakaian 2x sehari
hanya 0,01%. Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2008 terdapat
274 (7,02%) kasus baru dermatomikosis superfisialis, 58 kasus (21,16%)
diantaranya adalah tinea korporis dan 61 kasus (22,26%) adalah tinea kruris. Dari
segi usia, data dari beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa remaja
dan kelompok usia produktif adalah kelompok usia terbanyak menderita
dermatomikosis superfisialis dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih
muda atau lebih tua. Kemungkinan karena segmen usia tersebut lebih banyak
mengalami faktor predisposisi atau pencetus misalnya pekerjaan basah, trauma,
banyak berkeringat, selain pajanan terhadap jamur lebih lama.1,2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINEA KRURIS
Definisi
Dermatofitosis atau tinea adalah penyakit infeksi jamur superficial yang
menyerang kulit, rambut dan kuku yang disebabkan oleh suatu infeksi
dermatofita. Infeksi jamur dermatofita yang terjadi pada badan, tungkai dan
lengan, tetapi tidak termasuk lipat paha, tangan dan kaki disebut tinea korporis,
sedangkan tinea kruris adalah infeksi jamur dermatofita pada daerah kulit lipat
paha, daerah pubis, perineum dan perianal.1,2,3
Etiologi
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk
kedalam kelas fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu; Microsporum,
Trichopyton, dan Epidermophyton.3
Patogenesis
Jika kulit penjamu diinokulasi pada kulit yang sesuai, timbul beberapa
tingkatan dimana infeksi berlanjut yaitu periode inkubasi yang berlangsung
selama 1-3 minggu, periode refrakter dan periode involusi.4
Infeksi diawali dengan adanyakolonisasi hifa atau cabang-cabangnya
didalam jaringan keratin yang mati. Hifa in menghasilkan enzim keratolitik yang
kemudian berdifusi ke epidermis dan akhirnya menimbulkan reaksi inflamasi
akibat kerusakan keratinosis. Pertumbuhan jamur yang radial pada stratum
korneum mengakibatkan timbul lesi sirsinar dengan memberikan batas yang jelas
dan meninggi, yang disebut ringworm. Reaksi kulit semula berupa bercak atau
papul bersisik yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan.4

Jamur golongan dermatofita ini dapat menumbulkan infeksi ringan sampai


berat tergantung dari respon imun penderita. Kekebalan terhadap infeksi ini dapat
melibatkan mekanisme imunologis maupun non imunologis. Mekanisme
imunologis yang terpenting adalah adanya aktivitas imunitas selular, melalui
mekanisme hipersensitifitas tipe lambat, sedangkan mekanisme imunologis antara
lainmelibatkan adaanya asam lemak jenuhberantai panjang dikulit dan substansi
lain yang disebut sebagai serum inhibitory factor. Namun demikian bergantung
dari berbagai faktor dapat terjadi pula suatu resolusi spontan sehingga gejala
klinis menghilang atau jamur hidup persisten selama beberapa tahun dan kambuh
kembali. Radang dermatofitosis mempunyai kolerasi dengan reaktivitas kulit tipe
lambat. Derajatnya sesuai dengan sensitisasi oleh dermatofita dan sejalan pula
dengan derajat hipersensitivitas tipe lambat (HTL). HTL dimulai dengan
penangkapan antigen jamur oleh sel langerhans yang bekerja sebagai APC
(Antigen

Presenting

Cell)

yang

mampu

melakukan

fungsi

fagositosit,

memproduksi IL-1, mengekspresikan antigen, reseptor Fc dan reseptor C3. Sel


Langerhans berkumpul di dalam kulit membawa antigen kedalam pembuluh getah
bening dan menuju ke pembuluh getah bening dan mempertemukan dengan
limfosit yang spesifik. Selain oleh sel Langherhans, peran serupa dilakukan oleh
sel endotel pembuluh darah, fibroblast dan keratonitis. Limfosit T yang yang telah
aktif ini kemudian menginfiltrasi tempat infeksi dan melepaskan limfokin.
Limfokin inilah yang akan mengaktifkan makrofag sehingga mampu membunuh
jamur pathogen.4
Gejala Klinis
1. Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan
dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke
supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika
banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan
yang sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai

pakaian ketat, bertukar pakaian dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita
diabetes mellitus.5
2. Pemeriksaan Fisik
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan
sekunder. Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari
papula atau pustula. Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak
hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi.
Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran likenifikasi.
Manifestasi tinea kruris :
a. Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat
paha, dan proksimal dari abdomen bawah dan pubis
b. Daerah bersisik (skuama)
c. Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif
d. Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan
disertai likenifikasi
e. Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus
yang tersebar dan sedikit skuama
f. Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga
tampak kulit eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula
folikuler
g. Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis.5
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik
untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang
sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70%.

a. Pemeriksaan dengan sediaan basah

Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% kerok skuama dari bagian tepi lesi
dengan memakai scalpel atau pinggir gelas taruh di obyek glass tetesi KOH
10-15 % 1-2 tetes tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan lihat di
mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis
sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora)
pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium.
b. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium
saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyoticmycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan.
Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu.
c. Punch biopsi
Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya
dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc AcidSchiff, jamur akan
tampak merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur
akan tampak coklat atau hitam.
d. Lampu Wood
Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma
dimana akan tampak floresensi merah bata.5
Diagnosis dan Diagnosis Banding
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
dengan melihat gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi serta pemeriksaan
penunjang seperti yang telah disebutkan dengan menggunakan mikroskop pada
sediaan yang ditetesi KOH 10-20%, sediaan biakan pada medium Saboraud,
punch biopsi, atau penggunaan lampu wood.
Disamping penegakan diagnosis perlu diperhatikan hal-hal untuk
menyingkirkan dari kemungkinan diagnosis banding yang ada, yaitu;
6

a. Candidosis intertriginosa
Kandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida
biasanya oleh Candida albicans yang bersifat akut atau subakut dan dapat
mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki.Penyakit ini terdapat di seluruh
dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.3
Patogenesisnya dapat terjadi apabila ada predisposisi baik endogen maupun
eksogen. Faktor endogen misalkan kehamilan karena perubahan pH dalam
vagina,

kegemukan

karena

banyak

keringat,

debilitas,

iatrogenik,

endokrinopati, penyakit kronis orang tua dan bayi, imunologik (penyakit


genetik). Faktor eksogen berupa iklim panas dan kelembapan, kebersihan
kulit kurang, kebiasaan berendam kaki dalam air yang lama menimbulkan
maserasi dan memudahkan masuknya jamur, kontak dengan penderita.3
Dapat mengenai daerah lipatan kulit, terutama ketiak, bagian bawah
payudara, bagian pusat, lipat bokong, selangkangan, dan sela antar jari; dapat
juga mengenai daerah belakang telinga, lipatan kulit perut, dan glans penis
(balanopostitis). Pada sela jari tangan biasanya antara jari ketiga dan keempat,
pada sela jari kaki antara jari keempat dan kelima, keluhan gatal yang hebat,
kadang-kadang disertai rasa panas seperti terbakar.3
Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang berbatas
tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas, berupa lentinglenting yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak
kemerahan, batas tegas, Pada bagian tepi kadang-kadang tampak papul dan
skuama. Lesi tersebut dikelilingi oleh lenting-lenting atau papul di sekitarnya
berisi nanah yang bila pecah meninggalkan daerah yang luka, dengan pinggir
yang kasar dan berkembang seperti lesi utama. Kulit sela jari tampak merah
atau terkelupas, dan terjadi lecet. Pada bentuk yang kronik, kulit sela jari
menebal dan berwarna putih.3
b. Erytrasma

Erytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang


disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum, ditandai lesi berupa
eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Gejala
klinis lesi berukuran sebesar milier sampai plakat. Lesi eritroskuamosa,
berskuama halus kadang terlihat merah kecoklatan. Variasi ini rupanya
bergantung pada area lesi dan warna kulit penderita. Tempat predileksi
kadang di daerah intertriginosa lain terutama pada penderita gemuk.
Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginose. Lesi
tidak menimbul dan tidak terlihat vesikulasi. Efloresensi yang sama berupa
eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan tanda khas dari eritrasma.
Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada perabaan terasa berlemak.
Pada pemeriksaan dengan lampu wood lesi terlihat berfluoresensi merah
membara (coral red).3
c. Psoriasis
Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan
residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan
skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan
lilin, Auspitz, dan Kobner. Tempat predileksi pada skalp, perbatasan daerah
tersebut dengan muka, ekstremitas ekstensor terutama siku serta lutut dan
daerah lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak eritema yang meninggi
(plak) dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada
stadium penyembuhan sering bagian di tengah menghilang dan hanya
terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti
mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi dapat lentikular, numular
atau plakat, dapat berkonfluensi.3
d. Dermatitis Seboroik
Dermatitis Seboroik merupakan penyakit inflamasi konis yang mengenai
daerah kepala dan badan. Prevalensi Dermatitis Seboroik sebanyak 1-5%
populasi.Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Penyakit ni dapat

mengenai bayi sampai orang dewasa. Umumnya pada bayi terjadi pada usia 3
bulan sedang pada dewasa pada usia 30-60 tahun. Kelainan kulit berupa
eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan dengan batas
kurang tegas. Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak
berskuama dan berminyak disertai eksudat dan krusta tebal.3
Penatalaksanaan
Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti
jamur topikal saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam
beberapa formulasi. Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70100% dan jarang ditemukan efek samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari
kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar batas lesi, dan
diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi menyembuh. Terapi
sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi topikal, intoleransi
dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih
dahulu interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi
hepar apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.
Pengobatan anti jamur untuk Tinea kruris dapat digolongkan dalam empat
golongan yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan
lainnya seperti siklopiros, tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan
menghambat enzim lanosterol 14 alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi
mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana struktur tersebut merupakan
komponen penting dalam dinding sel jamur. Golongan Alynamin menghambat
kerja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah squalene ke
ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel dan
menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut
mengakibatkan kerusakan membran sel sehingga ergosterol tidak terbentuk.
Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan sama dengan golongan
alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole. Pengobatan
tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:

Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:


1.Golongan Azol
a.Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)
Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris
karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat
pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel
jamur mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu
jika tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa.
Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari
selama 4 minggu. Tidakada kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan pada
pasien yang menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan
hinari kontak mata.
b.Mikonazole (icatin, Monistat-derm)
Mekanisme

kerjanya

dengan

selaput

dinding

sel

jamur

yang

rusak

akanmenghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel


jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%,
solution, lotio, bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada
anak sama dengan dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
c.Econazole (Spectazole)
Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit yaitu
menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu
permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan
dengan ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan
sebanyak 2 kali atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada
pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
d.Ketokonazole (Nizoral)

10

Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad


spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur
meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat
dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
e.Oxiconazole (Oxistat)
Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat
sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel
jamur mati. Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu.
Tersedia dalam bentk cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak
12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien
yang menunjukkan hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar.
f.Sulkonazole (Exeldetm)
Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik
tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan
kebocoran komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia
dalam bentuk cream 1% dan solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun
penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena
selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).
2.Golongan alinamin
a.Naftifine (Naftin)
Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin
yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga
menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine
dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk
1% cream dan lotion. Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4
kali sehari selama 2-4minggu).

11

b. Terbinafin (Lamisil)
Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen
epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang
menghasilkan kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur.
Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin.
Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anak-anak. Digunakan selama
1-4 minggu
3.Golongan Benzilamin
a. Butenafine (mentax)
Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran
sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam
bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan.
Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4 kali sehari.
4.Golongan lainnya
a. Siklopiroks (Loprox)
Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi
DNA
b.Haloprogin (halotex)
Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 2-4
minggu dan dioleskan sebanyak 3 kali sehari.

c.Tolnaftate
Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4
minggu Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas
12

atau gagal dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang
digunakan dalam pengobatan tinea kruris:
a. Ketokonazole
Sebagai

turunan

imidazole,

ketokonazole

merupakan

obat

jamur

oral

yangberspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari selama


2-4 minggu.
b. Itrakonazole
Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang
berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat
sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen
penting pada selaput sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole
lebih baik daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah
perawatan. Dosis dewasa 200mg po selam 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan
100mg jika tidak ada perbaikan tetpi tidak boleh melebihi 400mg/hari.Untuk
anak-anak 5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini dikontraindikasikan pada
penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama dengan cisapride
karena berhubunngan dengan aritmia jantung.
c.Griseofulfin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan
mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya
dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg microsize (330-375
mg ultramicrosize) PO selama 2-4 minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau
20 mg microsize /kg/hari
c.Terbinafine
Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak
pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan: 12-20kg :62,5mg/hari

13

selama 2 minggu; 20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu; >40kg:250mg/ hari


selama 2 minggu
Edukasi dan Prognosis
Edukasi kepada pasien:

Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering


Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.
Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan

mengganti pakaian yang lembab.


Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat

seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari.


Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan
penderita harus segera dicuci dan direndam air panas.1,2
Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan

kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.1,2

TINEA KORPORIS
Defenisi
Tinea korporis merupakan suatu infeksi jamur Dermatofita pada kulit yang
disebut Dermatofitosis. Dermatofitosisi ini menyerang daerah kulit yang tidak
berambut (glabrous skin), misalnya pada wajah, badan, lengan, dan tungkai.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin.1

Epidemiologi
Tinea korporis merupakan infeksi yang umumnya sering dijumpai didaerah

14

yang panas, Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh
dunia

dan sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis. Tricophyton tonsuran

merupakan dermatofit yang lebih umum menyebabkan tinea kapitis, dan orang
dengan infeksi tinea kapitis antropofilik

akan berkembang menjadi

tinea

korporis.. Walaupun prevalensi tinea korporis dapat disebabkan oleh peningkatan


Tricophyton tonsuran, Microsporu canis merupakan organisme ketiga sekitar 14
% menyebabkan tinea korporis.3
Tinea korporis mungkin ditransmisikan secara langsung dari infeksi
manusia atau hewan melalui autoinokulasi dari reservoir, seperti kolonisasi
T.rubrum di kaki. Anak-anak lebih sering kontak pada zoofilik patogen seperti
M.canis pada kucing atau anjing. Pakaian ketat dan cuaca panas dihubungkan
dengan banyaknya frekuensi dan beratnya erupsi.3
Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi
mereka bisa berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis
prevalensinya sama antara pria dan wanita. Tinea korporis mengenai semua orang
dari semua tingkatan usia tapi prevalensinya lebih tinggi pada preadolescen. Tinea
korporis yang berasal dari binatang umumnya lebih sering terjadi pada anak-anak.
Secara geografi lebih sering pada daerah tropis daripada subtropis.3
Berdasarkan habitatnya dermatofit digolongkan sebagai antropofilik
(manusia), zoofilik (hewan), dan geofilik (tanah).Dermatofit yang antropofilik
paling sering sebagai sumber infeksi tinea, tetapi sumber yang zoofilik di
identifikasi (jika mungkin) untuk mencegah reinfeksi manusia.3
Etiologi
Tinea korporis dapat disebabkan oleh berbagai spesies dermatofit seperti
Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Variasi penyebabnya dapat
ditemukan berdasarkan spesies yang terdapat di daerah tertentu. Namun demikian
yang

lebih

umum

menyebabkan

tinea

korporis

adalah

T.rubrum,

T.mentagrophytes, dan M.canis.4

15

Patogenesis
Dermatofitosis bukanlah patogen endogen. Transmisi dermatofit kemanusia
dapat melalui 3 sumber masing-masing memberikan gambaran tipikal. Karena
dermatofit tidak memiliki virulensi secara khusus dan khas hanya menginvasi
bagian luar stratum korneum dari kulit.4,5
Lingkungan

kulit

yang

sesuai

merupakan

faktor

penting

dalam

perkembangan klinis dermatofitosis. Infeksi alami disebabkan oleh deposisi


langsung spora atau hifa pada permukaan kulit yang mudah dimasuki dan
umumnya tinggal di stratum korneum, dengan bantuan panas, kelembaban dan
kondisi lain yang mendukung seperti trauma, keringat yang berlebih dan maserasi
juga berpengaruh.4,5
Pemakaian bahan yang tidak berpori akan meningkatkan temperatur dan
keringat sehingga mengganggu fungsi barier stratum korneum. Infeksi dapat
ditularkan melalui kontak langsung dengan individu atau hewan yang terinfeksi,
benda-benda seperti pakaian, alat-alat dan lain-lain. Infeksi dimulai dengan
terjadinya kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya dalam jaringan keratin yang
mati. Hifa ini memproduksi enzim keratolitik yang mengadakan difusi ke dalam
jaringan epidermis dan merusak keratinosit.6,7
Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3 minggu respon
jaringan terhadap infeksi semakin jelas dan meninggi yang disebut ringworm,
yang menginvasi bagian perifer kulit. Respon terhadap infeksi, dimana bagian
aktif akan meningkatkan proses proliferasi sel epidermis dan menghasilkan
skuama. Kondisi ini akan menciptakan bagian tepi aktif untuk berkembang dan
bagian pusat akan bersih. Eliminasi dermatofit dilakukan oleh sistem pertahanan
tubuh (imunitas) seluler.
Pada masa inkubasi, dermatofit tumbuh dalam stratum korneum, kadangkadang disertai tanda klinis yang minimal. Pada carier, dermatofit pada kulit yang
normal dapat diketahui dengan pemeriksaan KOH atau kultur.
Gambaran Klinis

16

Tinea korporis bisa mengenai bagian tubuh manapun meskipun lebih sering
terjadi pada bagian yang terpapar. Pada penyebab antropofilik biasanya terdapat di
daerah yang tertutup atau oklusif atau daerah trauma.
Keluhan berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal didapatkan lesi bulla
yang berbatas tegas, pada tepi lesi tampak tanda radang lebih aktif dan bagian
tengah cenderung menyembuh. Lesi yang berdekatan dapat membentuk pola
gyrate atau polisiklik. Derajat inflamasi bervariasi, dengan morfologi dari eritema
sampai pustula, bergantung pada spesies penyebab dan status imun pasien. Pada
penyebab zoofilik umumnya didapatkan tanda inflamasi akut. Pada keadaan
imunosupresif, lesi sering menjadi lebih luas.
Tinea korporis dapat bermanifestasi sebagai gambaran tipikal, dimulai
sebagai lesi eritematosa, plak yang bersisik yang memburuk dan membesar,
selanjutnya bagian tengah dari lesi akan menjadi bentuk yang anular akan
mengalami resolusi, dan bentuk lesi menjadi anular. berupa skuama, krusta,
vesikel, dan papul sering berkembang, khususnya pada bagian tepinya. Kadangkadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi pada umumnya merupakan
bercak terpisah satu dengan yang lainnya.
Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya tidak terlihat
lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan
kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea korporis dan kruris.
Bentuk

khas

tinea

korporis

yang

disebabkan

oleh

Trichophyton

concentricum disebut tinea imbrikata. Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul
berwarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian
tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu
mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama
yang konsentris.
Infeksi dermatofit secara zoofilik atau geofilik lebih sering menyebabkan
respon inflamasi daripada yang disebabkan oleh mikroba antropofilik. Umumnya,
pasien HIV-positif atau imunokompromise bisa terlihat dengan abses yang dalam
dan meluas.

17

Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai asimptomatik atau gatal ringan.
Secara obyektif tipikal lesinya mulai sebagai makula eritematosa atau papul yang
menjalar dan berkembang menjadi anular, dan lesi berbatas tegas, skuama atau
vesikel, tepi yang berkembang dan healing center. Tinea korporis lebih sering
pada permukaan tubuh yang terbuka antara lain wajah, lengan dan bahu.6,7
Pemeriksaan Penunjang
Dalam patogenesisnya, jamur patogen akan menyebabkan kelainan pada
kulit sehingga atas dasar kelainan kulit inilah kita dapat membangun diagnosis.
Akan tetapi kadang temuan efloresensi tidak khas atau tidak jelas, sehingga
diperlukan pemeriksaan penunjang. Sehingga diagnosis menjadi lebih tepat.
Pemeriksaan mikroskopik langsung terhadap bahan pemeriksaan merupakan
pemeriksaan yang cukup cepat, berguna dan efektif untuk mendiagnosis infeksi
jamur.
Pemeriksaan KOH merupakan pemeriksaan tunggal yang paling penting untuk
mendiagnosis infeksi dermatofit secara langsung dibawah mikroskop dimana
terlihat hifa diantara material keratin.7
Diagnosis Banding
Bergantung variasi gambaran klinis, tinea korporis kadang sulit dibedakan
dengan beberapa kelainan kulit yang lainnya. Antara lain dermatitis kontak,
dermatitis numularis, dermatitis seboroik, ptiriasis rosea,dan psoriasis. Untuk
alasan ini, tes laboraturium sebaiknya dilakukan pada kasus dengan lesi kulit yang
tidak jelas penyebabnya.
Kelainan kulit pada dermatitis seboroik selain dapat menyerupai tinea
korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya dikulit
kepala, lipatan-lipatan kulit, misanya belakang telinga, daerah nasolabial dan
sebagainya. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit dari tempat predileksi,
yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, siku dan punggung. Kulit kepala berambut

18

juga sering terkena pada penyakit ini. Adanya lekukan lekukan pada kuku dapat
pula menolong untuk menentukan diagnosis.
Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas, tubuh
dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa
heral patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis.
Pemeriksaan laboratoriumlah yang dapat memastikan diagnosisnya.
Diagnosis
Diagnosis ditetapkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya atau
pemeriksaan sediaan langsung kerokan lesi dengan larutan KOH 20%, untuk
melihat elemen jamur dermatofit. Biakan jamur diperlukan untuk identifikasi
spesies jamur penyebab yang lebih akurat.
Diagnosis pasti digunakan melakukan pemeriksaan dengan menggunakan
mikroskop untuk mengidentifikasi adanya hifa dan spora untuk mengetahui
infeksi dermatofit. Infeksi dapat dikonfirmasi atau beberapa dari keadaan ini
diidentifikasi dari hasil positif kerokan oleh kultur jamur.

Penatalaksaan
Menghilangkan faktor predisposisi penting, misalnya mengusahakan daerah
lesi selalu kering dan memakai baju yang menyerap keringat.
A. Terapi topikal
Terapi direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit biasanya hidup
pada jaringan. Berbagai macam preparat imidazol dan alilamin tersedia dalam
berbagai formulasi. Dan semuanya

memberikan keberhasilan

terapi (70-

100%). Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari selama 2 minggu tergantung
agen yang digunakan. Topikal azol dan allilamin menunjukkan angka
perbaikan perbaikan klinik yang tinggi.
Berikut obat yang sering digunakan :

19

1. Topical azol terdiri atas :


A. Econazol 1 %
b.

Ketoconazol 2 %

c.

Clotrinazol 1%

d.

Miconazol 2% dll.

Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-alfa-dimetilase


pada pembentukan ergosterol membran sel jamur.
2. Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3
epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan
ergosterol membran sel jamur. yaitu aftifine 1 %, butenafin 1% Terbinafin
1% (fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang mampu bertahan hingga 7 hari
sesudah pemakaian selama 7 hari berturut-turut.
3. Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat
masuknya bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah
permeabilitas sel jamur merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal dan
fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta berspektrum luas.
4. Kortikosteroid topikal yang rendah sampai medium bisa ditambahkan pada
regimen anti jamur topikal untuk menurunkan gejala. Tetapi steroid hanya
diberikan pada beberapa hari pertama dari terapi.
B. Terapi sistemik
Pedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology
menyatakan bahwa obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat digunakan pada kasus
hiperkeratosis terutama pada telapak tangan dan kaki, lesi yang luas, infeksi
kronis, pasien imunokompromais, atau pasien tidak responsif maupun intoleran
terhadap OAJ topikal.
1. Griseofulvin
Obat ini berasal dari penicillium griceofulvum dan masih dianggap baku
emas

pada

pengobatan

infeksi

dermatofit

genus

Trichophyton,

Microsporum, Epidermophyton. Berkerja pada inti sel, menghambat mitosis


pada stadium metafase.
2. Ketokonazol

20

Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik,


termasuk golongan imidazol. Absorbsi optimum bila suasana asam.
3. Flukonazol
Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun
absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.
4) Itrakonazol
Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas, bersifat
fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun
jamur dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat diminum bersama
dengan makanan.
5. Amfosterin B
Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh Streptomyces
nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah akan menghambat
pertumbuhan jamur, protozoa dan alga. Digunakan sebagai obat pilihan pada
pasien dengan infeksi jamur yang membahayakan jiwa dan tidak sembuh
dengan preparat azol.
Prognosis
Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan
tingkat kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau
allilamin atau dengan menggunakan anti jamur sistemik.

BAB III
LAPORAN KASUS

21

3.1 Identitas Pasien


Nama

: ES

Umur

: 32 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Kristen Protestan

Suku/Bangsa

: Batak

Pendidikan

: S1

Pekerjaan

: Guru

Status Pekawinan

: Belum Menikah

Tanggal Pemeriksaan

: 26 November 2015

3.2 Anamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama: Gatal-gatal pada lipatan paha dan perut
Pasien laki laki berusia 32 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSUD
Embung Fatimah Batam dengan keluhan gatal diseluruh lipatan paha
kanan dan kiri, menjalar hingga keperut, paha kanan dan bokong. Keluhan
dirasakan sejak 7 tahun yang lalu dan awalnya berupa kemerahan pada
kulit dengan luas sebesar uang logam didaerah lipatan paha. Pasien tidak
mengeluhkan adanya nyeri, gatal dirasakan setiap saat dan lebih banyak
dirasakan pada saat sedang berkeringat, menurut pengakuan pasien, bila
terasa gatal pasien selalu meggaruk. Karena sering digaruk, bercak
kemudian bertambah luas sampai ke bokong. Pasien sebelumnya sudah
berobat ke klinik namun keluhan tidak berkurang, riwayat alergi makanan
sebelumnya disangkal, riwayat penyakit diabetes militus dan alergi lainnya
disangkal.

22

Riwayat Penyakit Terdahulu


Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan yang sama seperti
yang dialami saat ini. Tidak ada riwayat alergi (makanan, obat-obatan),
tidak ada riwayat atopi.
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama pada kelurga pasien
disangkal
c. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah pernah berobat sebelumnya ke klinik, tapi keluhan tidak
berkurang
d. Riwayat Hygine :
Pasien mandi 2x sehari dengan air PAM dan menggunakan sabun
Pasien mengganti pakaian setiap hari
Pasien menggunakan handuk dan pakaian sendiri, tidak bercampur dengan
orang lain
3.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi
: 75x/menit
Suhu
: 36,5C
Pernapasan
: 22x/menit
Status Dermatologis
Lokasi
: kedua lipatan paha, paha kanan, perut, dan bokong
Distribusi
: terlokalisir dan simetris
Bentuk
: khas
Susunan
: polisiklis
Batas
: tegas
Ukuran
: plakat
Efloresensi
: plak eritem, plak hiperpigmentasi dengan skuama halus
disertai likenifikasi.

23

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Tidak Dilakukan
3.5 Diagnosis Banding
Tinea Corporis e.c Tinea Cruris
Kandidiasis
Eritrasma
Psoriasis Intertriginosa
Dermatitis Seboroik

24

3.6.

Diagnosis Kerja
Tinea Korporis e.c Tinea Kruris

3.7.

Penatalaksanaan
Medikamentosa:
Ketoconazole tablet 1x1
Ceterizine tablet 1x1
Ketokonazole krim 2x1

Non-medikamentosa:
menjaga daerah lesi tetap kering terhhindar dari keringan dan kelembaban.
bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti pakaian yang

telah lembab.
jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan luka dan akan

menyebabkan infeksi.
Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat

seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari atau setiap habis berkeringat.
Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk harus dipakai
secara pribadi tanpak digunakan juga oleh orang lain.

3.8.

Prognosis
Baik bila kebersihan dan kelembababn kulit selalu dijaga

25

BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis tinea korporis e.c tinea kruris pada kasus ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan bahwa
pasien adalah seorang laki-laki berumur 32 tahun. Berdasarkan kepustakaan yang
ada disebutkan bahwa tinea kruris ini menyerang orang usia produktif. Anamnesis
didapatkan keluhan utama pasien adalah timbulnya rasa gatal di bagian lipat paha
kanan dan kiri, dimana gatal dirasakan sejak 7 tahun yang lalu yang berawal dari
kulit kemerahan, karena serelalu digaruk-garuk maka penyebaran lesinya semakin
meluas hingga kedaerah bokong dan sekitaran anus. Status dermatologis adalah
tampak makula hiperpigmentasi dengan adanya skuama halus, berbatas tegas,
berukuran plakat, dan bentuk teratur. Dilihat dari bentuk lesi, didapatkan bahwa
skuama banyak terdapat di pinggir-pinggir lesi yang menandakan tepi lebih aktif
lesi ini adalah central healing. Gatal dirasakan setiap saat, tapi gatal lebih berat
dirasakan jika saat berkeringat, tidak ada keluhan bahwa beraktifitas banyak,
istirahat atau saat suasana dingin memperberat gatal. Jika kronis atau menahun
maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama
diatasnya dan disertai likenifikasi.1,2,3
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk lebih memastikan
diagnosis tinea kruris dapat dilakukan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan
kepustakaan, disarankan untuk melakukan pemeriksaan Pemeriksaan dengan
sediaan basah yaitu dengan alkohol 70% kerok skuama dari bagian tepi lesi
dengan memakai scalpel atau pinggir gelas taruh di obyek glass tetesi KOH
10-15 % 1-2 tetes tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan lihat di
mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis
sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora)
pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium. Pemeriksaan
26

kultur dengan Sabouraud, pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan


klinis pada medium saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan
cyclohexamide

(mycobyotic-mycosel)

untuk

menghindarkan

kontaminasi

bakterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur biasanya antara 3-6


minggu. Pemeriksaan Punch biopsy digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis namun sensitifitasnya dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan
Peridoc AcidSchiff, jamur akan tampak merah muda atau menggunakan
pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau hitam. Pemeriksaan
Lampu Wood, penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan
adanya eritrasma dimana akan tampak floresensi merah bata.4,5
Diagnosis banding dari tinea kruris ini berupa Candidosis intertriginosa,
Erytrasma, Psoriasis dan Dermatitis Seboroik.3
Tujuan dari pengobatan pada pasien ini adalah untuk memperpendek
perjalanan penyakit dan mengurangi gejala klinis yang ada, yaitu dengan
pemberian ketokonazole krim yang digunakan dengan cara mengoleskan didaerah
lesi dua kali sehari, dan ketoconazole tablet diminum satu kali sehari,juga
diberikan cetirizine tablet diminum satu kali sehari.5
Pasien menjaga daerah lesi tetap kering terhhindar dari keringan dan
kelembaban. Bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti pakaian
yang telah lembab. Jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan luka dan
akan menyebabkan infeksi. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat
menyerap keringat seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari atau setiap habis
berkeringat. Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk harus
dipakai secara pribadi tanpak digunakan juga oleh orang lain.4

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiederkehr, Michael. (2014). Medscape: TINEA CRURIS. Avaible


from:http://books.google.co.id/books?
id=NwaOhFlUGK0C&printsec=frontcover&dq=
rob68QWUl4KIDw&ved=0CCIQ6AEwAg#v=. [Accessed: 4Mei 2015]
2. Better

Health

Channel.

(2015).

TINEA.Avaible

from:http://books.google.co.id/jhbsavx_jbLB6AEwAg#v=onepage.
[Accessed: 4mei 2015]
3. Djuanda, Adhi. (2010). ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN.
Edisi keenam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
4. Jeffrey, C. (2014). Cutaneous Fungal Infection.
Avaible from:
http://books.google.co.id/jhbsavx_7629754279. [Accessed: 4 mei 2015]
5. Wirya Duarsa. Dkk.: Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. 2010.
6. Budimulja, U. sunoto. Dan Tjokronegoro. Arjatmo. : Penyakit Jamur.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2008.
7. Budimulja, U.: Infeksi Jamur. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta. 2004.

28

You might also like