You are on page 1of 13

IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN SIDAT (Anguilla sp.

)
DI BALAI LAYANAN USAHA PRODUKSI PERIKANAN
BUDIDAYA (BLUPPB) KARAWANG, JAWA BARAT

ARTIKEL ILMIAH PRAKTEK KERJA LAPANG


PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN

Oleh :
FAISAL SETIAWAN
SURABAYA - JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015

IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN SIDAT (Anguilla sp.)


DI BALAI LAYANAN USAHA PRODUKSI PERIKANAN
BUDIDAYA (BLUPPB) KARAWANG, JAWA BARAT

Artikel Ilmiah Praktek Kerja Lapang sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Perikanan dan Kelautan pada Program Studi Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlannga

Oleh :
FAISAL SETIAWAN
NIM. 141211132031

Mengetahui,

Menyetujui

Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan


Universitas Airlangga,

Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Drh. Hj. Sri Subekti, B.S.,DEA.


NIP. 19520517 197803 2 001

Dr. Gunanti Mahasri, Ir.,M.Si.


NIP. 196900912 198603 2 001

Identifikasi Ektoparasit Pada Ikan Sidat (Anguilla sp.) di Balai Layanan Usaha
Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang,
Faisal Setiawan dan Gunanti Mahasri. 2015. 14 hal
Abstak
Ikan sidat merupakan salah satu jenis ikan ekonomis tinggi di pasar internasional
misalnya Jepang, Hongkong, Jerman dan Italia, sehingga ikan ini memiliki potensi sebagai
komoditas ekspor dari non migas. Seiring berkembangnya usaha budidaya ikan sidat terdapat
masalah yang menghambat perkembangan usaha ini, salah satu masalah tersebut adalah
timbulnya penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit.
Ektoparasit adalah parasit yang dapat hidup di luar tubuh induk semang seperti pada
permukaan tubuh, sirip dan insang. Infeksi ektoparasit dapat menjadi salah satu faktor
pendukung adanya infeksi sekunder oleh bakteri, jamur dan virus. Sebelum melakukan
pencegahan dan pengobatan ektoparasit perlu diketahui jenis ektoparasit yang menyerang
agar dapat dilakukan secara tepat dan efektif.
Tujuan dari Praktrek Kerja Lapang ini adalah untuk mengetahui metode identifikasi
ektoparasit pada ikan sidat dan mengetahui jenis ektoparasit yang menyerang ikan sidat.
Metode kerja yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini yaitu metode deskriptif
dengan pengambilan data meliputi data primer dan sekunder. Pengambilan data dilakukan
dengan cara observasi, wawancara, partisipasi aktif dan studi pustaka. Praktek Kerja Lapang
dilaksanakan di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang,
Jawa Barat pada tanggal 12 Januari hingga 12 Februari 2015.
Hasil Praktek Kerja Lapang yang telah dilakukan, mengidentifikasi ektoparasit pada
ikan sidat dengan metode natif yaitu scraping pada permukaan tubuh dan preparat insang
pada filamen insang. Parasit yang ditemukan pada pemeriksaan ikan sidat adalah Trichodina
sp., Dactylogyrus sp., Lernaea sp. dan Oodinium sp. dengan prevalensi masing masing 4%,
16%,4% dan 8%.
Kata Kunci : ikan sidat, identifikasi ektoparasit, BLUPPB Karawang Jawa Barat.

Ectoparasites Identification of Eel (Anguilla sp.) in Business Service Center for


Aquaculture Production (BSCAP) Karawang, West Java.
Faisal Setiawan dan Gunanti Mahasri. 2015. 14 p
Abstract
Eel (Anguilla sp.) is one of fishes species with high economic value in international
markets such as Japan, Hongkong, Germany and Italy, so that has potential for exports of
non-oil sector. As the development of the cultivation of eels there are problems that hinder
the development of this business, one such problem is the emergence of diseases caused by
ectoparasites.
Ectoparasites are parasites that can live outside the body like on the surface of the
body, fins and gills. Ectoparasites infection may be one contributing factor to secondary
infection by bacteria, fungi and viruses. Before doing prevention and treatment of
ectoparasites need to know the type of ectoparasites that attack to be carried out promptly
and effectively.
The purpose of the Field Work Practice (PKL) is to find a method of identification
ectoparasites on eel and know the type of ectoparasites that attack eel.
The working methods used in Field Work Practice This is descriptive method with
data collection covering primary and secondary data. Data collection was done by
observation, interview, active participation and literature. Practice Field Work carried out at
Business Service Center for Aquaculture Production (BSCAP) Karawang, West Java on 12th
January to 12th February 2015.
Results of Field Work Practice that has been done, ectoparasite identification on eel
with native methods are scraping the surface of the body and preparations gills on the gill
filaments. Parasite that is found on examination eel is Trichodina sp., Dactylogyrus sp.,
Lernaea sp. and Oodinium sp. with a prevalence of 4%, 16%, 4% and 8%
.
Keywords : eel, ectoparasites identification, BLUPPB Karawang Jawa Barat.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan sidat merupakan salah satu jenis ikan berekonomis tinggi di pasar Internasional
seperti Jepang, Hongkong, Jerman dan Italia sehingga ikan ini memiliki potensi sebagai
komoditas ekspor (Affandi, 2005). Ikan ini memiliki nilai gizi yang tinggi seperti vitamin A,
B1, B2, B6, C, D, protein, DHA, EPA dan beberapa mineral lainnya (Rovara, 2010). Dari
kandungan gizi tersebut membuat permintaan ikan sidat sangat tinggi. Menurut data statistik
ekspor hasil perikanan oleh Pusat Data, Statistik dan Informasi Sekretariat Jendral,
Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia (2012), Indonesia telah mengekspor ikan
sidat sebesar 6.082 ton dengan nilai 11.749.262 US dollar. Produksi tersebut belum bisa
memenuhi permintaan pasar internasional akibat tingginya konsumsi ikan sidat setiap
tahunnya dan produksi ikan sidat terjadi penurunan tiap tahunnya (Rosalina, 2014).
Berdasarkan sejarah perkembangan budidaya ikan sidat di Indonesia, kendala yang
mengakibatkan produksi budidaya ikan sidat menurun adalah munculnya wabah penyakit
yang berakibat pada kematian ikan sidat di tambak (Hajji, 2014).
Kondisi lingkungan yang buruk dapat mengakibatkan ikan sidat mengalami stress,
sehingga ikan sidat akan lebih mudah terserang penyakit. Hal ini diakibatkan karena sistem
kekebalan pada ikan sidat menurun dan akhirnya menyebabkan kematian pada ikan sidat
(Aqza, 2013). Menurut Richard (2009), salah satu patogen yang menyerang ikan sidat adalah
ektoparasit.
Infestasi ektoparasit dapat menyebabkan infeksi primer. Infeksi primer akibat
ektoparasit dapat menyebabkan infeksi sekunder sehingga bakteri dan virus dapat
menginfeksi ikan sidat sehingga dapat memperparah kondisi ikan dan mempercepat
terjadinya kematian. (Mahasri dan Kismiyati, 2011).
Penyakit ektoparasit pada ikan sidat memerlukan penanganan yang tepat. Penanganan
ektoparasit yang salah dapat mengakibatkan resistensi parasit, kematian pada ikan sidat yang
terserang dan dapat menghambat proses budidaya, sehingga diperlukan penanganan yang
baik dan benar.

Tujuan
Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah untuk mengetahui
metode identifikasi ektoparasit pada ikan sidat (Anguilla sp.) dan mengetahui jenis
ektoparasit yang menyerang ikan sidat (Anguilla sp.) di Balai Layanan Usaha Produksi
Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, Jawa Barat.

Manfaat
Manfaat pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mahasiswa mendapat
gambaran secara langsung tentang lingkungan kerja lapangan yang sebenarnya mengenai
identifikasi ektoparasit pada ikan sidat serta meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan

dalam bidang perikanan khususnya identifikasi ektoparasit pada ikan sidat di Balai Layanan
Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, Jawa Barat

Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang


Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan , Balai
Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, Jawa Barat pada
tanggal 12 Januari 20 Februari 2015. Metode kerja yang digunakan dalam Praktek Kerja
Lapang ini adalah metode deskriptif yakni dengan melakukan pengamatan langsung
sehingga diperoleh data primer dan sekunder. Pengambilan data dilakukan dengan partisipasi
aktif, wawancara dan observasi.

Hasil dan Pembahasan


Teknik Identifikasi Ektoparasit
Persiapan Wadah Karantina
Wadah karantina yang digunakan adalah berupa akuarium yang digunakan untuk ikan
sakit dengan ukuran 90x50x40 cm dan ikan sidat yang sakit diletakkan pada bak karantina.
Wadah karantina terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan sikat atau kain kasar.
Tujuan pembersihan wadah karantina ini adalah agar semua kotoran yang menempel pada
bagian dinding baik yang berada pada bagian sudut maupun sisi wadah dapat mudah
dihilangkan. Setelah dibersihkan, wadah karantina dibilas dengan air dan air bilasan tersebut
dibuang agar semua sisa kotoran dapat hilang. Setelah bersih dari kotoran, wadah kemudian
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan atau dikeringkan menggunakan kain. Selanjutnya
wadah karantina diisi dengan air yang mengalir dari tendon dan diberi aerasi selama satu hari
agar kandungan chlorine pada air tersebut turun. Kemudian wadah tersebut diberi hitter
(pemanas air) agar suhu air optimal.

Persiapan Alat dan Bahan


Persiapan alat dan bahan untuk mendukung proses identifikasi ektoparasit pada ikan
sidat di laboratorium. Berikut alat-alat yang digunakan beserta fungsinya dapat dilihat pada
tabel berikut.
No
1
2
3
4
5
6
7

Alat
Baskom
Mikroskop
Obyek glass dan cover
glass
Pipet tetes
Kantong plastik
Pisau scapel, gunting,
pinset
Hand Glove dan Masker

Fungsi
Untuk wadah ikan yang diperiksa
Alat pengamatan preparat secara mikrokospis
Tempat untuk mengamati preparat pada
mikroskop
Untuk mengambil larutan dalam skala kecil
Sebagai media pengangkut sampel ikan dari
kolam budidaya menuju laboratorium
Sebagai alat bedah dan mengambil parasit

Untuk safety pada proses pengamatan dan


pemeriksaan ikan
8
Buku Identifikasi Penyakit Untuk mempermudah identifikasi penyakit
Ikan
yang menyerang ikan
(Sumber: Lab Kesehatan Ikan BLUPPB Karawang, 2015)

Sedangkan bahan yang digunakan dalam proses identifikasi ektoparasit adalah seperti
benih ikan sidat stadia Glass eel dan elver yang diambil dari kolam pendederan ikan sidat
serta ikan sidat stadia silver eel yang diambil dari kolam pembesaran di BLUPPB Karawang
serta bahan aquades.

Pengambilan Sampel di Lapangan


Pengambilan sampel dilakukan di unit budidaya ikan sidat BLUPPB Karawang
dengan menggunakan seser atau jaring. Hasil tangkapan sampel kemudian dipindah ke
wadah karantina yang sudah diisi dengan air dan aerasi. Sampel ikan yang digunakan dalam
pemeriksaan ektoparasit adalah ikan sidat (Anguilla sp.). selama PKL , jumlah sampel yang
diambil yaitu 5 ekor stadia glass eel berukuran 2-5 cm, 10 ekor stadia elver berukuran 7- 10
cm, dan 10 ekor stadia silver eel berukuran 20-30cm.

Pemeriksaan Ektoparasit pada Ikan Sidat di Laboratorium


Proses identifikasi ektoparasit dilakukan dengan menentukan bagian tubuh ikan yang
terinvestasi parasit, kemudian dilakukan dengan pengamatan. Menurut Kabata (1985) dalam
Husniyah (2011), pengamatan parasit dibagi menjadi dua yaitu makroskopis atau
pengamatan secara langsung pada ektoparasit yang berukuran besar dan mikroskopis atau
pengamatan menggunakan mikroskop pada ektoparasit yang berukuran kecil. Menurut
Mahasri dkk (2014) metode yang digunakan untuk pemeriksaan ektoparasit berukuran
mikroskopis adalah dengan metode natif yang terdiri dari pemeriksaan scrapping kulit dan
preparat insang. Scrapping kulit adalah pengambilan lendir, sel epitel dan parasit yang
menempel pada permukaan tubuh ikan. Proses scrapping dilakukan pada bagian lateral
tubuh, sirip belakang dan bagian pangkal tubuh. Kemudian hasil dari scraping diletakkan
pada obyek glass dan ditetesin dengan aquadest steril, selanjutnya preparat tersebut ditutup
menggunakan cover glass dan diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100x dan
400x.
Hasil Identifikasi Parasit
Proses identifikasi parasit dilakukan pada ikan sidat yang diperoleh dari kolam
pendederan dan pembesaran ikan sidat di BLUPPB Karawang. Secara keseluruhan ikan
tersebut terserang oleh ektoparasit ketika dilakukan pengamatan,
Ikan yang diambil untuk sampel adalah ikan yang diambil secara acak dan
menunjukkan gejala klinis seperti : gerakannya melemah, berenang secara tidak normal,
terdapat lesi dan haemoraghe pada tubuh ikan, warna tubuh ikan pucat, ikan terlihat tidak
nafsu makan dan bentuk tubuhnya kurus.
Jumlah sampel yang diperiksa selama PKL adalah 25 ekor ikan sidat dalam kondisi
hidup. Dari jumlah ikan yang diperiksa, sebanyak 8 ekor ikan sidat yang terinfestasi parasit.
Hasil pemeriksaan terhadap ikan sidat yang diujikan di Laboratorium Kesehatan Ikan
BLUPPB Karawang Selama 30 hari, diperoleh tabel hasil pemeriksaan berisi data tentang

jumlah ikan yang diujikan, jenis parasit yang menginfeksi dan jumlah ektoparasit yang
ditemukan selama kegiatan Praktek Kerja Lapang.
Jumlah
Sampel

25 ekor

Ikan
Sakit
(ekor)
1

Insang

Jenis
Parasit yang
Ditemukan
Trichodina sp.

Insang

Dactylogyrus sp.

16

Kulit

Lernaea sp.

Insang

Oodinium sp.

3,5

Predileksi

Parasit

Pravelensi
(%)

Intensitas

10

10

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa sampel ikan sidat yang diujikan
ditemukan berbagai jenis parasit telah menginfeksi ikan sidat tersebut. Parasit Trichodina sp.
yang ditemukan paling banyak menyerang ikan sidat. Namun, selama kegiatan, parasit
Oodinium sp. ditemukan dengan jumlah intensitas yang tinggi pada insang ikan sidat.
Ektoparasit lain yang ditemukan namun dalam jumlah yang sedikit adalah Dactylogyrus sp.
sedangkan Lernaea sp. sangat jarang ditemukan menginfeksi ikan sidat yang diujikan.
Gyrodactylus sp dan Pseudodactylogyrus sp. tidak ditemukan sama sekali menyerang ikan
sidat yang diujikan selama kegiatan Praktek Kerja Lapang.

Cara Pencegahan dan Pengendalian Ektoparasit


Pengendalian penyakit pada ikan terdiri dari 3 tindakan yaitu pencegahan,
penyembuhan dan pemusnahan (eradikasi) (Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan,
2010). Dalam mengendalikan penyakit, pencegahan merupakan tindakan yang tepat karena
tidak menimbulkan efek samping seperti tindakan yang ditimbulkan oleh pengobatan.
Tindakan pencegahan tidak memerlukan biaya yang besar sehingga dapat menghemat
pengeluaran atau dapat memperkecil kerugian akibat kematian ikan secara total. Tindakan
pencegahan dilakukan pada sebelum dimulai kegiatan pemeliharaan ikan atau pada saat
tanda - tanda serangan penyakit mulai terlihat untuk mencegah meluasnya penyakit.
Berikut upaya pengendalian penyakit secara keseluruhan menurut Direktorat Kesehatan
Ikan dan Lingkungan (2010): (1). Persiapan lahan/wadah budidaya yang baik seperti
pengeringan, pengapuran pembalikan tanah dasar dll. (2). Desinfeksi semua wadah dan
peralatan sebelum dan selama proses produksi. (3). Menjaga kualitas air pemeliharaan tetap
pada kondisi optimal untuk kehidupan ikan yang dibudidayakan. (4). Melakukan penebaran
dengan padat tebar yang sesuai untuk mengurangi terjadi kontak antar ikan secara langsung
dan untuk menghindari kanibalisme. (5). Menghidari masuknya binatang-binatang pembawa
penyakit seperti burung dan siput. (6). Seleksi induk dan benih dengan cara menggunakan
benih yang sehat dan telah tersetifikasi. (7). Pemberian immonostimulan dan vitamin C
untuk meningkatkan ketahanan tubuh ikan secara rutin selama pemeliharaan. (8). Vaksinasi
terhadap induk dan benih untuk meningkatkan kekebalan ikan.
Tindakan pengobatan merupakan tindakan yang perlu dilakukan apabila tindakan
pencegahan tidak memberikan hasil yang signifikan. Menurut Direktorat Kesehatan Ikan dan

Lingkungan (2010) ada beberapa hal harus diperhatikan dalam hal pengobatan adalah
sebagai berikut : (1). Dosis dan waktu pengobatan harus tepat (sesuai dengan petunjuk yang
tertera dalam label). (2). Pengobatan dapat diaplikasikan langsung kepada ikan atau melalui
pakan harus menggunakan obat yang sudah terdaftar.
1. Trichodina sp.
Trichodina sp. termasuk ektoparasit golongan ciliata yang menyerang benih ikan air
tawar, air payau dan air laut. parasit ini menginvestasi kulit, sirip dan insang. Gejala klinis
ikan terserang Trichodina sp. adalah tubuhnya berwarna keputih-putihan atau putih keabuabuan (Mahasri dan Kismiyati, 2011). Usaha pengendalian parasit ini adalah adalah
mempertahankan suhu air lebih dari 29oC dan memindahkan ikan yang terinfeksi parasit ke
air yang bebas parasit sebanyak 2-3 kali dengan interval 2-3 hari (Direktorat Kesehatan Ikan
dan Lingkungan, 2010).
Pengobatan parasit ini pada ikan yang terinfestasi adalah dengan merendam ikan yang
sakit ke dalam larutan garam 30 ppm dan larutan asam asetat dengan perbandingan 1:500
atau larutan formalin sebanyak 15 ppm (Mahasri dan Kismiyati, 2011). Menurut Direktorat
Kesehatan Ikan dan Lingkungan (2010) pengobatan Trichodina sp. bisa dilakukan dengan
merendam ikan kedalam larutan kupri sulfat (CuSO4) dengan dosis 0,5-1,0 ppm selama 5-7
hari dengan aerasi yang kuat dan air harus diganti setiap hari atau larutan Acriflavin pada
dosis 0,6 ppm selam 24 jam dan diulang setiap dua hari sekali.
2. Dactylogyrus sp.
Dactylogyrus sp. termasuk cacing insang yang bersifat obligat parasistik dan berkembang
secara bertelur. Cacing ini menyerang semua jenis ikan air tawar terutama benih ikan. Fase
infektif pada cacing ini terjadi pada saat Onchomiracidium. Gejala klinis ikan terserang
Dactylogyrus sp. adalah ikan berenang di permukaan air dan filamen insang menonjol keluar
dari tutup insangnya (Bendryman dan Mahasri, 2014). Usaha pengendalian cacing ini adalah
mempertahankan suhu air lebih dari 29oC dan mengurangi kadar bahan organik terlarut atau
meningkatan (Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, 2010).
Pengobatan cacing ini pada ikan yang terinfestasi adalah dengan merendam ikan yang
sakit ke dalam larutan Kalium Permanganat (PK) dengan dosis 5-10 ppm selama 30 menit
atau larutan formalin dengan dosis 50-100 ppm selama 3 jam (Bendryman dan Mahasri,
2014). Menurut Baker (2007) pengobatan penyakit cacing ini adalah merendam ikan dengan
organophosphate trichlorfon sebesar 20mg/L dan larutan formalin 125-250 ppm selama 60
menit.
3. Lernaea sp.
Lernaea sp. adalah parasit yang dikenal sebagai cacing jangkar (anchor worm). Parasit
ini menyerang semua ikan air tawar terutama ikan yang masih berukuran benih. Gejala klinis
ikan yang terserang penyakit ini adalah terlihat adanya parasit yang menempel pada tubuh
ikan dan dilihat secara makrokospis. Usaha pengendalian parasit ini adalah melakukan
pengendapan dan penyaringan air masuk; pemusnahan ikan yang terinfestasi dan

pengeringan dasar kolam yang diikuti dengan pengapuran (Direktorat Kesehatan Ikan dan
Lingkungan, 2010).
Untuk pengobatan parasit ini pada ikan yang terinfestasi adalah memberikan obat
Dimilin (diflubenzuron) yang diaplikasikan pada kolam dengan dosis 0,01-0,03 ppm.
Kemudian perendaman dengan kalium permangat (KMnO4) dengan dosis 30 ppm selama 20
menit. Perendaman dengan KMnO4 dilakukan dua kali sehari selama lebih dari lima hari
(Baker, 2007). Menurut Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan (2010) pengobatan
penyakit lernaeasis dapat dilakukan dengan perendaman larutan formalin pada 250 ppm
selama 15 menit; larutan abate pada dosis 1 ppm (untuk aplikasi akuarium) dan 1,5 ppm
(untuk aplikasi kolam) serta larutan Dichlorvos 0,2 mg/L selama 24 jam setiap minggu
selama 4 minggu berturut-turut.
4. Oodinium sp.
Oodinium sp. adalah parasit yang menyebabkan penyakit velvet pada ikan. Oodinium sp.
merupakan protozoa yang berflagella, menyerang pada ikan air tawar, payau dan laut. organ
yang sering terinfestasi adalah kulit, insang dan sirip. Gejala klinis ikan yang terserang
penyakit ini adalah ikan yang terinfestasi akan berenang di atas permukaan air. Jika parasit
ini menyerang kulit akan terlihat berwarna keemasan, berkarat atau putih kecoklatan
(Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, 2010). Usaha pengendalian cacing ini adalah
mempertahankan suhu air lebih dari 29oC dan memindahkan populasi ikan yang terinfestasi
ke air yang bebas parasit sebanyak 2-3 kali dengan interval 2-3 hari (Direktorat Kesehatan
Ikan dan Lingkungan, 2010).
Pengobatan parasit ini pada ikan yang terinfestasi adalah merendamkan ikan yang
terinfestasi dalam larutan asam asetat 1:500; larutan formalin dengan perbandingann 1:400.
Selain menggunakan formalin dapat menggunakan bahan seperti Methilen Blue, NaCl,
KMnO4 serta CuSO4 dengan dosis sama dengan formalin (Bendryman dan Mahasri, 2014).
Menurut Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan (2010) pengobatan parasit ini adalah
dengan merendamkan ikan kedalam larutan air galam (1-10 ppm), kemudian dipindahkan ke
air yang bebas parasit dan diulang setiap 2-3 hari.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Metode Pemeriksaan ektoparasit yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan
BLUPPB Karawang adalah pemeriksaan dengan metode natif dengan prosedur
pemeriksaan meliputi persiapan wadah karantina, persiapan alat dan bahan,
pengambilan sampel di lapangan serta mengidentifikasi ektoparasit di Laboratorium
Kesehatan Ikan BLUPPB.

2. Ektoparasit yang teridentifikasi menyerang ikan sidat yaitu Trichodina sp.,


Dactylogyrus sp., Lernaea sp., Oodinium sp., sedangkan ektoparasit yang paling
banyak menyerang ikan sidat adalah Dactylogyrus sp.
Saran
1. Perlu adanya alat pemanas air (hitter) pada kolam pendederan untuk mengontrol suhu air
ketika pada musim hujan dan perbaikan pada atap kolam pendederan karena terdapat
kebocoran sehingga air hujan dapat masuk kedalam kolam. Dalam kondisi ini dapat
menurunkan suhu air dalam kolam. Suhu yang turun akan dapat menimbulkan kondisi
stress pada ikan dan penyakit mudah masuk,
2. Meminimalisir penggunaan obat kimia yang berlebih. Penggunaan bahan kimia dapat
menimbulkan residu pada ikan tersebut. Lebih baik mengganti air secara total,
menaikkan suhu air kolam dan membersihkan kolam secara teratur

DAFTAR PUSTAKA
Afandi, M. 2013. Aplikasi Pakan Komersil yang Disubstitusi Tepung Silase Daun Mengkudu
dengan Inokulasi Khamir Laut sebagai Pakan Ikan Sidat (Anguilla bicolor). Skripsi.
Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan. Universitas Hang Tuah. Surabaya. 50 hal.
Affandi, R. 2005. Strategi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Sidat, Anguilla spp. di Indonesia.
Jurnal Iktiologi Indonesia, V : 77-81.
Alifuddin, M. A., Priyono dan A. Nurfatimah. 2002. Inventarisasi Parasit pada Ikan Hias
yang Dilalulintaskan di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. Jurnal
Akuakultur Indonesia I : 123-127.
Alifuddin, M., Y. Hadiroseyani dan I. Ohoiulun. 2003. Parasit Pada Ikan Hias Air Tawar
(Ikan Cupang, Gapi dan Rainbow). Jurnal Akuakultur Indonesia, 2 : 1-8 .
Aoyama, J. 2009. Life History and Evolution of Migration in Catadromous Eels (Genus
Anguilla). Aqua-BioScience Monographs Japan, II. pp. 1-42.
Arief, M., D. K. Pertiwi dan Y. Cahyoko. 2011. Pengaruh Pemberian Pakan Buatan, Pakan
Alami, dan Kombinasinya terhadap Pertumbuhan, Rasio Konservasi Pakan dan
Tingkat Kelulushidupan Ikan Sidat (Anguilla bicolor). Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan, III. hal. 61-65.
Bachtiar, N., N. Harahap dan H. Riniwati. 2013. Strategi Pengembangan Pemasaran Ikan
Sidat (Anguilla bicolor) di Unit Pengelola Perikanan Budidaya (UPPB) Desa Deket,
Kecamatan Deket, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. APi Student Journal
Universitas Brawijaya, I. hal. 29-36.
Baker, D. G. 2007. Flynn`s Parasites of Laboratory Animals, Second Edition. Blackwell
Publishing. United States of Amerika. pp. 78-93
Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, Profil Balai
Layanan Usaha Produksi Perikanan (BLUPPB). Karawang. 35 hal.
Bendryman, S. S. dan G. Mahasri. 2014. Buku Ajar Parasit dan Penyakit Ikan (Trematodiasis
dan Cestodiasis) Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Global
Persada Pers. Surabaya. hal. 21-27.
Bruijs, M. C. M. and C. M. F. Durif. 2009. Silver Eel Migration and Behaviour. Spawning
Migration of the European Eel. pp. 65-95.

Budiharjo, A. 2010. Komposisi Jenis Larva Sidat (Anguilla spp.) yang Bermigrasi ke Muara
Sungai Progo, Yogyakarta. Berk. Penel. Hayati, 15. hal.121-126.
Chino, N. and T. Arai. 2010. Habitat Use and Habitat Transitions in the Tropical Eel,
Anguilla bicolor bicolor. Environment Biology Fish Japan, 89. pp. 571-578.
Deelder, C. L. 1984. Synopsis of Biological Data on The Eel. FAO Fisheries Synopsis
Rome, 80. pp. 1-73.
Dou, S. and K. Tsukamoto. 2003. Observations on The Nocturnal Activity and Feeding
Behaviour of Anguilla japonica Glass Eels Under Laboratory Conditions.
Enviromental Biology of Fishes Netherlands, 67. pp. 389-395.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (DJPBKKP).
2012. Ikan Sidat dan Manfaatnya.
http://www.djpb.kkp.go.id/berita.php/id=701. 20 September 2014. 1 hal.
Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010.
Buku Saku Pengendalian Penyakit Ikan. Direktorat Kesehatan Ikan dan
Lingkungan. Jakarta. hal. 21-63.
Departemen Kelautan dan Perikanan Pusat Karantina Ikan . 2011. Laporan Pemantauan
HPI/HPIK Stasiun Karantina Ikan Kelas I Hang Nadim-Batam Tahun 2009. Stasiun
Karantina Ikan Kelas I Hang Nadim Batam. Batam. hal. 4-23.
Fahmi, M. dan R. Hirnawati. 2010. Keragaman Ikan Sidat Tropis (Anguilla sp.) di Perairan
Sungai Cimandiri, Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Prosiding Forum Inovasi Teknologi
Akuakultur : 1-7.
Hajji, F. T. Y., 2014. Teknik Budidaya Ikan Sidat (Anguilla sp.) di Balai Layanan Usaha
Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang. Praktek Kerja Lapang.
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya. 72 hal.
Husniyah, A., 2011. Identifikasi Ektoparasit Pada Komuditas Perikanan di Biotech Agro
Jombang, Jawa Timur. Praktek Kerja Lapang. Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga. Surabaya. 68 hal.
Knopf, K. 2006. The Swimbladder Nematode Anguillicola crassus in The European eel
Anguilla Anguilla and The Japanese eel Anguilla japonica: differences in
Susceptibility and Immunity Between a Recently Colonized Host and The Original
Host. Journal of Helminthology. Berlin, Germany : 1-9.
Knopf, K. and R. Lucius. 2008. Vaccination of Eels (Anguilla japonica and Anguilla
Anguilla) against Anguillicola crassus with irradiated L3, Parasitology. Cambridge
University Perss. United Kingdom : 1-9.
Leatherland, J. F. and Woo, P.T.K. 2010. Fish Diseases and Disorder, Volume 2: Noninfection Disosorders, Second Edition. CAB International. London. pp. 182-200.
Mahasri, G. dan Kismiyati. 2011. Buku Ajar Parasit dan Penyakit Ikan I (Ilmu Penyakit
Protozoa Pada Ikan dan Udang) Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas
Airlangga. Global Persada Pers. Surabaya. hal. 8-62.
Mahasri, G., Kismiyati., A. Manan. dan P. D. Wulansari. 2014. Buku Petunjuk Praktikum
Parasit dan Penyakit Ikan. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga..
Surabaya. hal. 31-32.
Noga, E. J. 2010. Fish Disease Diagnosis and Treatment. Wiley-Blackwell. United States of
Amerika. pp. 129-152.
Popielarczyk, R., S. Robak and K. A. Siwicki. 2012. Infection of European Eel, Anguilla
anguilla (L.), with The Nematode Anguillicolodes crassus (Kuwahara, Niimi et

Itagaki, 1974) In Polish Waters Polish Journal Of Veterinary Sciences Vol. 15, No.2
: 1-6.
Prasetya, N., S. Subekti. dan Kismiyati. 2013. Prevalensi Ektoparasit yang Menyerang Benih
Ikan Koi (Cyprynus carpio) Di Bursa Ikan Hias Surabaya. Jurnal Ilmiah Perikanan
dan Kelautan Vol. 5 No.1. Surabaya : 1-4.
Sasal, P., H. Taraschewski. and P. Valade.. 2008. Parasite Comunities in Eels of The Island
of Reunion (Indian Ocean): A Lesson in Parasite Introduction, Journal Parasitol Res.
Springer-Velag : 1-8.
Schweid, R., 2009. Eel. Reaktion Book. London. pp. 137-159
Sugeha, H. Y., Rochmadini dan S. Sulandari. 2006. Study On The Morphology and Genetic
Characters Of Tropical Freshwater Eels In Indonesian Waters. Prosiding Seminar
Nasional Ikan IV. Jatiluhur : 1-9.
Woo, P.T.K. 2006. Fish Diseases and Disorders, volume 1: Protozoan and Metazoan
Infection Second Edition. CAB International. London. pp. 417-565.
Zheila, P. R. N. 2013. Prevalensi dan Intensitas Trichodina sp. Pada Benih Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) di desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan.
Paper. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh
November. Surabaya. hal.1-11.
Zulkarnain, M. N. F. 2011. Identifikasi Parasit Yang Menyerang Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei) di Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakakan, Kabupaten
Gresik, Jawa Timur. Praktek Kerja Lapangan. Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga. Surabaya. 66 hal.

You might also like