Professional Documents
Culture Documents
EKSHUMASI
SI
ISLAM
TAS
BA
FAK
UL
TA
S
RA
N
UN G
ND
UN I
VE
R
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Stase Ilmu Kedokteran Kehakiman RS
Bhayangkara Sartika Asih
T
K EDOK
Disusun oleh:
Galih Trissekti
12100114002
Serly Sriwahyuni
12100114001
12100114024
Preseptor:
Andri Andrian Rusman, dr., M.Kes, Sp.F
EKSHUMASI
1.1 Pendahuluan
Ekshumasi atau penggalian kubur/jenazah kadang kala perlu dilakukan,
karena kecurigaan terhadap kematian seseorang mungkin baru timbul setelah
penguburan dilakukan, atau memang secara sengaja dilakukan penguburan untuk
menghilangkan jejak kejahatan. Bila penyidik dalam rangkaian penyidikannya
memerlukan bantuan dokter untuk melakukan pemeriksaan terhadap jenazah yang
telah dikubur, maka dokter wajib melaksanakan pemeriksaan tersebut.1
Ekshumasi dilakukan bila adanya pelaporan tentang telah tejadinya
pembunuhan yag terlambat disampaikan kepada penyidik, masalah buta hukum,
masalah transportasi serta anggapan yang tidak tepat tentang pemeriksaan mayat
guna kepentingan peradilan.2
1.2 Definisi
Ekshumasi berasal dari Bahasa latin yang artinya berasal dari tanah. Hal
tersebut dapat diartikan sebagai pengangkatan jenazah dari berbagai jenis
kuburan.3
Ekshumasi dapat dilakukan apabila terdapat syarat berikut :
a. Identifikasi
Adanya pengaduan dugaan tindak kriminal atau tujuan sipil setelah
pasien dikubur.4
b. Penyebab kematian
Diduga adanya kesalah pada identifikasi, sehingga ekshumasi bisa
dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian.4
c. Second autopsy
Apabila pada autopsy pertama didapatkan hasil yang ambigu atau tidak
sesuai, maka ekshumasi dapat dilakukan.4
1.3 Syarat-syarat
1. Surat-surat lengkap disertai visum et repertum dari kepolisian.5
2. Syarat-syarat teknis yaitu sebelum menggali harus dibuat rencana kerja oleh
karena teknik menggali kuburan variasinya ditentukan dari jenis kasus dan
sebab kematian.5
3. Syarat-syarat medis dan non medis sebagai berikut :
a. Syarat medis5
i. Menyediakan alat-alat pemeriksaan toksikologi, seperti potpot plasti, sarung tangan, alat-alat pemeriksaan PA, alat
otopsi, dll
ii. Menyediakan alat-alat pembersih seperti sapu, kuas, sikat
gigi, deterjen
iii. Membawa lem aibon untuk merekatkan gigi-gigi yang
sudah diotopsi ke rahang jenazah
iv. Tersedia tukang untuk menggali
v. Tersedia cangkul untuk menggali (tidak boleh memakai
linggis/garpu tanah)
b. Syarat non medis5
i. Tersedia tukang untuk menggali
ii. Tersedia cangkul untuk menggali (tidak boleh memakai
linggis/garpu tanah)
c. Syarat teknis5
Yaitu pengamanan dengan radius 10 meter dikelilingi tambang,
tujuannya :
Untuk pengamanan pemeriksaan
Tidak membuka rahasia kepada umum
Menjauhi gangguan-gangguan yang mungkin timbul dari
masyarakat yang ingin tahu
1.3 Dasar Hukum
KUHAP pasal 1352
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan
penggalian mayat, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud
Pasal 133 ayat 2 dan pasal 134 ayat 1 undang-undang ini.
KUHP pasal 2222
Barang siapa dengan sengaja mencegah menghalangi-halangi atau
mengagalkan pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara
paling lama 9 bulan atau pidana benda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
Adanya cacat pada tubuh korban misalnya : Adanya luka perut, pada
kulit, penyakit-penyakit lainnya.
perlu dibawa
kelengkapan untuk pemeriksaan histopatologi dan toksikologi; yaitu botolbotol atau kantung plastik serta bahan fiksasi atau pengawet untuk sediaan
yang perlu diambil.
g) Selama pemeriksaan sebaiknya di foto, khususnya bila ditemukan
kelainan, hal ini untuk lebih mudah mengingat kembali akan kasusnya,
sewaktu dokter membuat laporan hasil pemeriksaan atau visum et
repertum.
1.7 Identifikasi Tulang
Salah satu permasalahan dalam identifikasi tulang adalah menentukan
lamanya kematian. Pengetahuan untuk menentukan lamanya kematian dalam
tahun, puluhan tahun, atau bahkan abad dapat membantu petugas penyidik.
Pada kenyataannya, sisa kerangka yang ditemukan dari jaman primitif, tidak
membutuhkan penyidikan yang menyeluruh, karena jika kematiannya akibat
tindakan kriminal mungkin penjahatnya telah lama meninggal.
5
Tes Kimia
Warna Tulang
Bila warna tulang masih kekuning-kuningan dapat diperkirakan
kematian kurang dari 7 bulan. Bila warna tulang telah berwarna agak
keputihan diperkirakan kematian lebih dari 7 bulan.
Kekompakan Kepadatan Tulang
Setelah semua jaringan lunak lenyap, tulang-tulang yang baru
mungkin masih dapat dibedakan dari tulang yang lama dengan
menentukan kepadatan dan keadaan permukaan tulang. Bila tulang
telah tampak mulai berpori-pori, diperkirakan kematian kurang dari
1 tahun. Bila tulang telah mempunyai pori-pori yang merata dan
rapuh diperkirakan kematian lebih dari 3 tahun.
Keadaan diatas berlaku bagi tulang yang tertanam di dalam tanah.
Kondisi penyimpanan akan mempengaruhi keadaan tulang dalam jangka
waktu tertentu seperti tulang pada jari-jari akan menipis dalam beberapa
tahun bahkan sampai puluhan tahun jika disimpan dalam ruangan.
Adapun perbedaan tulang tua dan tulang baru dan faktor yang
mepengaruhinya :
a. Tulang baru akan terasa lebih berat dibanding dengan tulang yang
lebih tua.
b. Tulang-tulang yang baru akan lebih tebal dan keras, khususnya tulangtulang panjang seperti femur.
c. Pada tulang yang tua, bintik kolagen yang hilang akan memudahkan
tulang tersebut untuk dipotong. Korteks sebelah luar seperti pada
daerah sekitar rongga sumsum tulang, pertama sekali akan kehilangan
stroma, maka gambaran efek sandwich akan terlihat pada sentral
lapisan kolagen pada daerah yang lebih rapuh. Hal ini tidak akan
terjadi dalam waktu lebih dari sepuluh tahun, bahkan dalam abad,
kecuali jika tulang terpapar cahaya matahari dan elemen lain.
d. Merapuhnya tulang-tulang yang tua, biasanya terlihat pertama sekali
pada ujung tulang-tulang panjang, tulang yang berdekatan dengan
sendi, seperti tibia atau trochanter mayor dari tulang paha. Hal ini
sering karena lapisan luar dari tulang pipih lebih tipis pada bagian
9
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A, Widiatmika W, Sudiono S, Winardi T, Mun'im A, Sidhi, et al.
Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi ke-1. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997. Halaman 203-206.
2. Idries AMi. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi ke-1. Jakarta:
Binarupa Aksara; 1997. Halaman 351-355.
3. Rani M, Kumar P, Kumar M, Rani, Y. Exhumation and Identification : A
Case Report. Volume 34. J Indian Acad Forensic Med; 2012. Halaman
361.
4. Humayun M, Khichi ZH, Chand H, Khan O, Asadullah. Exhumation A key
to Provide Justice to Victims of Homicide: Situation in Larkana and
Sukkur Divisions. J Ayub Med Coll Abbottabad; 2010. Halaman 168.
5. Solihin
S.
Penggalian
jenazah.
Dilihat
pada:
www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Forensik/PENGGALIAN.pdf+
penggalian+jenazah&hl=id&gl=id. Diakses pada tanggal 26 Agustus 2015,
pukul 09.07.
6. Mansjoer A. kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Media
Aesculapius; 2000. Halaman 185-186.
7. Ritonga M. Penentuan Lama Kematian Dilihat dari Keadaan Tulang.
www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3532/1/fk-mistar.pdf.
Diakses pada tanggal 26 Agustus 2015, pukul 10.23.
11