Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Berbagai industri petrokimia, bahan bakar minyak, gas alam, dan gas bio pada
prosesnya memerlukan pemisahan gas CO 2 yang termasuk kategori gas asam yang
bersifat korosif terhadap system perpipaan. Selain itu, gas CO 2 harus dipisahkan dari gas
alam dan gas bio karena keberadaan gas CO 2 dapat mengurangi nilai kalor dari kedua
gas tersebut. Dalam pabrik sintesis ammonia, gas CO 2 harus dipisahkan dari gas proses
untuk menghindari keracunan katalis sintesis ammonia Komponen H2 O yang berupa
moisture akan menyebabkan terbentuknya senyawa hidrat bila bereaksi dengan senyawa
hidrokarbon. Senyawa hidrat ini bisa menyebabkan plugging atau penyumbatan dalam
pipa. Dengan demikian proses pemisahan CO2 , H2 S dan H2 O merupakan unit terpenting
dalam industri pengolahan gas alam (Ningsih, 2012) .
Pada industri gas alam, seperti PT. Linde Group Gresik yang pada prosesnya
memerlukan pemisahan gas, CO 2 termasuk kategori gas yang bersifat asam (acid gas)
dan korosif sehingga dapat merusak bagian utilitas pabrik dan sistem perpipaannya serta
dapat mengurangi nilai kalor dari gas alam. Gas CO 2 harus dihilangkan karena pada
suhu sangat rendah gas CO 2 akan membeku yang mengakibatkan tersumbatnya sistem
perpipaan dan merusak tubing-tubing pada main heat exchanger.
Maka dari itu, adanya proses absorpsi dalam dunia industri sendiri bertujuan untuk
meningkatkan nilai guna dari suatu zat dengan cara mengubah fasenya, sebagai contoh
pembuatan asam nitrat (absorpsi NO dan NO 2 ). Proses pembuatan asam nitrat tahap
akhir dari proses pembuatan asam nitrat berlangsung dalam kolom absorpsi. Pada setiap
tingkat kolom terjadi reaksi oksidasi NO menjadi NO 2 dan reaksi absorpsi NO 2 oleh air
menjadi asam nitrat (Rahayu, 2009).
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana cara untuk mengetahui pengaruh penyerapan gas CO 2 pada larutan
NaOH 0,1 N dengan flow rate NaOH sebesar 61 ml/detik dan 51 ml/detik terhadap flow
rate gas CO 2 sebesar 7 ml/detik dan 6 ml/detik selama waktu kontak 3, 5, 7, 9 dan 11
menit?
I.3 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan absorpsi adalah untuk mengetahui pengaruh penyerapan gas CO 2
pada larutan NaOH 0,1 N dengan flow rate NaOH sebesar 61 ml/detik dan 51 ml/detik
terhadap flow rate gas CO 2 sebesar 7 ml/detik dan 6 ml/detik selama waktu kontak 3, 5,
7, 9 dan 11 menit.
I-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Pengertian Absorpsi
Absorpsi adalah proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas dengan cara
pengikatan bahan tersebut pada permukaan absorben cair yang diikuti dengan pelarutan.
Kelarutan gas yang akan diserap dapat disebabkan hanya oleh gaya-gaya fisik (pada
absorpsi fisik) atau selain gaya tersebut juga oleh ikatan kimia (pada absorpsi kimia).
Komponen gas yang dapat mengadakan ikatan kimia akan dilarutkan lebih dahulu dan
juga dengan kecepatan yang lebih tinggi (Redjeki, 2012).
Dalam proses absorpsi, zat yang diserap masuk ke bagian dalam zat penyerap.
Misalnya peristiwa pelarutan (gas ke dalam zat cair atau zat padat), difusi (zat cair ke
dalam zat padat), warna yang diserap oleh suatu benda (warna absorpsi), penyerapan
sinar bias oleh suatu zat pada peristiwa bias kembar (absorpsi selektif) dan penyerapan
energi oleh elektron di dalam satuan atom (spectrum absorpsi). Sedangkan pengertian
absorpsimetri adalah metode analisis untuk menentukan komposisi suatu zat dengan
mengukur cahaya yang diserap bahan itu. Misalnya, dengan mengetahui frekuensi
warna cahaya yang diserap, dapat ditentukan jenis zat penyerap (Taylor, 2013).
Difusi adalah proses pergerakan zat dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Perbedaan konsentrasi yang ada pada dua larutan disebut gradien konsentrasi. Difusi
akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau mencapai
keadaan kesetimbangan dimana perpindahan molekul tetap terjadi walaupun tidak ada
perbedaan konsentrasi (Isyafie, 2011).
Menurut Taylor (2013), absorpsi merupakan salah satu proses pemisahan dengan
mengontakkan campuran gas dengan cairan sebagai penyerapnya. Penyerap tertentu
akan menyerap setiap satu atau lebih komponen gas. Pada absorpsi sendiri ada dua
macam proses yaitu :
a. Absorpsi fisik
Absorpsi fisik merupakan absorpsi dimana gas terlarut dalam cairan penyerap
tidak disertai dengan reaksi kimia. Contoh absorpsi ini adalah absorpsi gas H2 S
dengan air, metanol, propilen, dan karbonat. Penyerapan terjadi karena adanya
interaksi fisik, difusi gas ke dalam air, atau pelarutan gas ke fase cair. Dari asborbsi
fisik ini ada beberapa teori untuk menyatakan model mekanismenya, yaitu :
1. Teori model film
2. Teori penetrasi
3. Teori permukaan yang diperbaharui
b. Absorpsi kimia
Absorpsi kimia merupakan absorpsi dimana gas terlarut didalam larutan
penyerap disertai dengan adanya reaksi kimia.Contoh absorpsi ini adalah absorpsi
dengan adanya larutan MEA, NaOH, K 2 CO3 , dan sebagainya. Aplikasi dari absorpsi
II-1
II-2
Bab II Tinjauan Pustaka
kimia dapat dijumpai pada proses penyerapan gas CO 2 pada pabrik amoniak.
Penggunaan absorpsi kimia pada fase kering sering digunakan untuk mengeluarkan
zat terlarut secara lebih sempurna dari campuran gasnya. Keuntungan absorpsi
kimia adalah meningkatnya koefisien perpindahan massa gas, sebagian dari
perubahan ini disebabkan makin besarnya luas efektif permukaan. Absorpsi kimia
dapat juga berlangsung di daerah yang hampir stagnan disamping penangkapan
dinamik.
Hal-hal menurut (Primasto, 2015) yang mempengaruhi dalam proses absorpsi:
Luas Permukaan Kontak
Semakin besar permukaan gas dan pelarut yang kontak, maka laju absorpsi yang
terjadi juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan, permukaan kontak yang
semakin luas akan meningkatkan peluang gas untuk berdifusi ke pelarut.
Laju Alir Fluida
Jika laju alir fluida semakin kecil, maka waktu kontak antara gas dengan pelarut
akan semakin lama. Dengan demikian, akan meningkatkan jumlah gas yang
berdifusi.
Tekanan Operasi
Peningkatan tekanan akan meningkatkan efisiensi pemisahan.
Temperatur Komponen Terlarut dan Pelarut
Temperatur pelarut hanya sedikit berpengaruh terhadap laju absorpsi.
Konsentrasi Gas
Perbedaan konsentrasi merupakan salah satu driving force dari proses difusi yang
terjadi antar dua fluida.
Menurut Firdaus (2011), pemilihan solvent umumnya dilakukan sesuai dengan
tujuan absorpsi, antara lain:
Jika tujuan utama adalah untuk menghasilkan larutan yang spesifik, maka solvent
ditentukan berdasarkan sifat dari produk.
Jika tujuan utama adalah untuk menghilangkan kandungan tertentu dari gas, maka
ada banyak pilihan yang mungkin. Misalnya air, dimana merupakan solven yang
paling murah dan sangat kuat untuk senyawa polar.
Syarat mutlak dalam suatu proses absorpsi menurut (Geankoplis, 1983) adalah
kelarutan solute dalam solvent harus lebih besar daripada kelarutannya dalam carrier.
Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut agar proses
absorpsi berlangsung antara lain yaitu:
1. Kelarutan Gas
Kelarutan gas harus tinggi sehingga meningkatkan laju absorpsi dan menurunkan
kuantitas solvent yang diperlukan. Umumnya solvent yang memiliki sifat yang sama
dengan bahan terlarut akan lebih mudah dilarutkan. Jika gas larut dengan baik di
dalam fraksi mol yang sama pada beberapa jenis solvent, maka dipilih solvent yang
memiliki berat molekul paling kecil agar didapatkan fraksi mol gas terlarut yang
lebih besar. Jika terjadi reaksi kimia dalam operasi absorpsi maka umumnya
kelarutan akan sangat besar. Namun bila solvent akan di-recovery maka reaksi
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-3
Bab II Tinjauan Pustaka
tersebut harus reversible. Sebagai contoh, etanol amina dapat digunakan untuk
mengabsorpsi hydrogen sulfide dari campuran gas karena sulfide tersebut sangat
mudah diserap pada suhu rendah dan dapat dengan mudah dilucut pada suhu tinggi.
Sebaliknya, soda kaostik tidak digunakan dalam kasus ini karena walaupun sangat
mudah menyerap sulfide tapi tidak dapat dilucuti dengan operasi stripping.
2. Volatilitas
Pelarut harus memiliki tekanan uap yang rendah, karena jika gas yang meninggalkan
kolom absorpsi jenuh terhadap pelarut maka akan banyak solvent yang terbuang.
Jika diperlukan dapat digunakan cairan pelarut kedua yang volatilitasnya lebih
rendah untuk menangkap porsi gas yang teruapkan. Aplikasi ini umumnya
digunakan pada kilang minyak dimana terdapat menara absorpsi hidrokarbon yang
menggunakan pelarut hidrokarbon yang cukup volatile dan di bagian atas digunakan
minyak nonvolatile untuk me-recovery pelarut utama. Demikian juga halnya dengan
hydrogen sulfide yang diabsorpsi dengan natrium fenolat lalu pelarutnya di-recovery
dengan air.
3. Korosivitas
Pelarut hendaknya memiliki korosivitas kecil, sehingga material konstruksi alat
tidak terlalu mahal. Solvent yang korosif dapat merusak kolom.
4. Harga Pelarut
Penggunaan solvent yang mahal dan tidak mudah di-recovery akan meningkatkan
biaya operasi kolom.
5. Ketersediaan
Ketersediaan pelarut di dalam negeri akan sangat mempengaruhi stabilitas harga
pelarut dan biaya operasi secara keseluruhan.
6. Viskositas
Pelarut harus mempunyai harga viskositas yang rendah sehingga proses absorpsi
berjalan cepat, pressure drop kecil pada saat pemompaan, memberikan sifat
perpindahan panas yang baik dan meningkatkan karakteristik floading dalam
menara absorpsi.
7. Hal-hal lain yang meliputi: solvent harus nontoxic, nonflammable, memiliki
komposisi kimia yang stabil dan titik bekunya rendah.
Pada proses absorpsi terdapat minimal tiga komponen yang terlibat di dalamnya,
yaitu: komponen gas terlarut yang disebut solute atau absorbat, komponen gas
pembawa atau carrier, dan komponen cairan pelarut yang disebut solvent atau
absorben.
II.1.2 Teori Dasar Peristiwa Absorpsi
Teori dasar yang menjelaskan tentang peristiwa absorpsi, yaitu antara lain:
1. Teori Dua Film (Double Film Theory)
Pada berbagai proses pemisahan, materi berdifusi dari satu fase ke fase
lainnya, dan laju difusi di dalam kedua fase tersebut mempengaruhi laju
perpindahan massa keseluruhan. Dalam teori ini Whitman menyatakan bahwa
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-4
Bab II Tinjauan Pustaka
kesetimbangan diasumsikan terjadi pada permukaan batas (interface) antara fase
gas dan cairan sehingga tahanan perpindahan massa pada kedua fase
ditambahkan
untuk
memperoleh
tahanan
keseluruhan.
Model
ini
menggambarkan tentang adanya lapisan difusi. Perpindahan massa yang terjadi
ditentukan oleh konsentrasi dan jarak perpindahan massa, yaitu ketebalan film
tersebut.
Jika cairan mempunyai komposisi tetap, konsentrasi pada bagian film akan
menurun dari A* pada permukaan sampai Ao pada cairan bagian ruah. Di sini
tidak terjadi konveksi pada film dan gas terlarut melewati film tersebut hanya
oleh difusi molekuler.
Proses difusi berlangsung efektif bila lapisan film tipis. Lapisan film yang
tipis akan meniadakan terjadinya tahanan dari lapisan itu (tahanan makin kecil),
sehingga proses perpindahan massa tidak terganggu. Untuk mendapatkan lapisan
yang tipis, kondisi dari kedua aliran fase harus diatur yaitu diusahakan membuat
aliran yang turbulen, karena pada lapisan film yang tipis akan diperoleh gradien
konsentrasi yang kecil, sehingga proses absorpsi berjalan sangat cepat dengan
keadaan menjadi steady state.
Ketika suatu zat ditranfer dari satu fase ke fase yang lain melalui suatu
interface diantara keduanya maka resistance di kedua fase tersebut
menyebabkan gradien konsentrasi yang dapat dilihat sebagai berikut :
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-5
Bab II Tinjauan Pustaka
Untuk sistem dimana konsentrasi solute dalam gas dan liquid adalah
kecil, maka laju transfer massa dapat dinyatakan oleh persamaan yang
memperkirakan laju transfer massa yang sebanding dengan perbedaan diantara
konsentrasi bulk dan konsentrasi dalam interface gal-liquid.
NA = kG(p-pi) = kL(ci-c)
Dimana :
NA
=
Laju transfer massa
kG
=
Koefisien laju transfer massa fase gas
p
=
Tekanan parsial solute dalam bulk gas
pi
=
Tekanan parsial solute dalam interface
kL
=
Koefisien transfer massa pada fase liquid
ci
=
Konsentrasi solute pada interface
c
=
Konsentrasi solute pada bulk liquid.
Secara definisi, koefisien transfer massa k G dan kL adalah perbandingan
antara flux massa molal N A terhadap driving forse konsentrasi (p-pi) dan (ci-c).
suatu alternatif untuk menyatakan laju transfer dalam sistim yang encer adalah
sebagai berikut :
NA = kG(y-yi) = kL(xi-x)
Dimana:
kG
=
y
=
yi
=
kL
=
xi
=
x
=
NA
=
Laju transfer massa,
Koefisien laju transfer massa fase gas,
Fraksi mol solute dalam bulk gas,
Fraksi mol solute dalam interfase,
Koefien transfer massa pada fase liquid,
Fraksi mol solute pada interfase,
Fraksi mol solute pada bulk liquid.
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-6
Bab II Tinjauan Pustaka
Perbandingan harga koefisien transfer massa pada fase liquid dengan fase gas
akan didapatkan:
kL (y-yi)
=
kG (xi-x)
Dan apabila diplot secara grafis dengan melibatkan komposisi kesetimbangan
antara uap dan cair dan operating line akan didapatkan hubungan kesetimbangan
y* = F(x)
Dimana : y* adalah fraksi mol solute yang berkesetimbangan dengan fraksi mol
solute x.
Jika hubungan kesetimbangan merupakan grafik sederhana (yang pada
umumnya mendekati garis lurus karena konsentrasi solute yang rendah) maka
laju transfer massa akan sebanding dengan perbedaan konsentrasi bulk di fase
pertama dengan konsentrasi bulk di fase kedua yang berada di fase pertama.
Sehingga penyelesaian laju transfer massa akan menjadi:
NA = KG(y-y* ) = kL(xi-x) = kG(y-yi) = KL(x*-x)
Dimana :
KG =
KL =
2. Teori Penetrasi
Teori penetrasi ini dikemukakan oleh Higbie. teori menyatakan mekanisme
perpindahan massa melalui kontak antara dua fasa, yaitu fasa gas dan fasa liquid.
Dalam pernyataannya, Higbie menekankan agar waktu kontak lebih lama. Higbie,
untuk pertama kalinya menerapkan teori ini untuk absorpsi gas dalam liquida yang
menunjukkan bahwa molekul-molekul yang berdifusi tidak akan mecapai sisi
lapisan tipis yang lain jika waktu kontaknya pendek.
Teori Higbie ini menyebutkan bahwa turbulensi akan menaikkan difusivitas
pusaran, hal ini akan menentukan waktu kontak perpindahan massa yang terjadi
untuk setiap keadaan massa. Difuivitas pusaran ini terjadi dalam keadaan setimbang
antara fase gas dan liquid.
3. Teori Danckwerts
Teori penetrasi juga dikembangkan oleh Danckwerts yang menyatakan bahwa
unsur-unsur fluida pada permukaan secara acak akan diganti oleh fluida lain yang
lebih segar dari aliran tindak. Teori ini digunakan dalam keadaan khusus di mana
dianggap massa difusivitas pusaran berlangsung dalam waktu yang bervariasi dan
dianggap laju perpindahan massa tidak tergantung dari waktu perpindahan unsur
dalam fase cairan tindak pada keadaan stagnan. Sehingga perpindahan massa yang
terjadi di interfacemerupakan harga dari jumlah zat yang terabsorpsi. Jadi dianggap
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-7
Bab II Tinjauan Pustaka
bahwa perpindahan unsur secara tindak fase cairan menuju interface tidak akan
mempengaruhi kecepatan perpindahan massanya.
Dalam laboratorium, koofisien perpindahan massa overall absorpsi CO2 oleh
larutan NaOH , didasarkan pada persamaan :
KG a
Dimana,
Ylm
Na
ht. S. PT . Ylm
Ya 2 - Ya 2 * Ya 1 - Ya 1 *
Ya 2 - Ya 2 *
ln
Ya 1 - Ya 1 *
Dimana:
He
Heo
I
h
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-8
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1.3 Prinsip Kerja Kolom Absorpsi
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-9
Bab II Tinjauan Pustaka
Pada absorpsi cairan solven masuk dari bagian atas kolom di bawah titik didih,
sedangkan pada distilasi cairan solven masuk bersama-sama dari bagian tengah
kolom.
Pada absorpsi difusi dari gas ke cairan bersifat irreversible, sedangkan pada distilasi
difusi yang terjadi adalah equimolar counter diffusion.
Rasio laju alir cair terhadap gas pada absorpsi lebih besar dibandingkan pada
distilasi.
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-10
Bab II Tinjauan Pustaka
Absorpsi CO2 dari campuran biogas ke dalam larutan NaOH dapat dilukiskan
sebagai berikut:
CO 2(g) + NaOH(aq) NaHCO 3(aq)
NaOH(aq) + NaHCO 3 Na2CO 3(s) + HO (l)
CO2(g) + 2NaOH(aq) Na2CO 3(s) + H2 O(l)
Dalam kondisi alkali atau basa, pembentukan bikarbonat dapat diabaikan
karena bikarbonat bereaksi dengan OH- membentuk CO 3 2II.1.5 Jenis Menara Absorpsi
Menurut Firdaus (2011), ada beberapa jenis menara absorpsi, yaitu:
a. Sieve Tray
Bentuknya mirip dengan peralatan distilasi. Pada Sieve Tray, uap
menggelembung ke atas melewati lubang-lubang sederhana berdiameter 3-12 mm
melalui cairan yang mengalir. Luas penguapan atau lubang-lubang ini biasanya
sekitar 5-15% luas tray. Dengan mengatur energi kinetik dari gas dan uap yang
mengalir, maka dapat diupayakan agar cairan tidak mengalir melaui lubang-lubang
tersebut. Kedalaman cairan pada tray dapat dipertahankan dengan limpasan
(overflow) pada tanggul (outlet weir).
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-11
Bab II Tinjauan Pustaka
b. Valve Tray
Valve Tray adalah modifikasi dari Sieve Tray dengan penambahan katup-katup
untuk mencegah kebocoran atau mengalirnya cairan ke bawah pada saat tekanan uap
rendah. Dengan demikian alat ini menjadi sedikit lebih mahal daripada Sieve Tray,
yaitu sekitar 20%. Namun demikian alat ini memiliki kelebihan yaitu rentang operasi
laju alir yang lebih lebar ketimbang Sieve Tray.
c. Spray Tower
Liquid masuk dispraykan dan jatuh karena gravitasi, aliran gas naik berlawanan
arah. Nozzle (lubang) spray berfungsi untuk memperkecil ukuran liquid. Jarak
jatuhnya liquid ditentukan berdasarkan waktu kontak dan pengaruh jumlah massa
yang dipindahkan. Spray Tower digunakan untuk perpindahan massa gas-gas yang
sangat mudah larut dimana tahanan fasa gas yang menjadi kendali dalam fenomena
ini (Redjeki, 2012).
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-12
Bab II Tinjauan Pustaka
e. Packed Bed
Jenis ini adalah yang paling banyak diterapkan pada menara absorpsi. Packed
Column lebih banyak digunakan mengingat luas kontaknya dengan gas. Packed Bed
berfungsi mirip dengan media filter, dimana gas dan cairan akan tertahan dan
berkontak lebih lama dalam kolom sehingga operasi absorpsi akan lebih optimal.
Beragam jenis packing telah dikembangkan untuk memperluas daerah dan
efisiensi kontak gas-cairan. Ukuran packing yang umum digunakan adalah 3-75 mm.
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-13
Bab II Tinjauan Pustaka
Bahan yang digunakan dipiluh berdasarkan sifat inert terhadap komponen gas
maupun cairan solven dan pertimbangan ekonomis, antara lain tanah liat, porselin,
grafit dan plastik. Packing yang baik biasanya memenuhi 60-90% dari volume
kolom.
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-14
Bab II Tinjauan Pustaka
II.2 Aplikasi Absorber
Proses Industri Asam Nitrat PT. Dahana
Penggunaan dan Ekonomi
Kegunaan utama dari asam nitrat digunakan untuk produksi pupuk sintetis. Sekitar
70% dari asam nitrat yang diproduksi digunakan untuk produksi ammonium nitrat, yang
kemudian digunakan untuk produksi pupuk. Sisa produksi asam nitrat digunakan untuk
pembuatan bahan peledak, senyawa organik, pemisaahan emas dan perak, dan
pembuatan asam adipat yang digunakan untuk produksi nilon. Asam nitrat merupakan
bahan kimia yang banyak diproduksi di Amerika Serikat. Ukuran plan bervariasi dari
6000 sampai 700000 ton (5500 sampai 635000 ton) tiap tahun. Saat ini beragam tipe
plant produksi asam nitrat di seluruh dunia. Terdapat tiga tipe yang biasa digunakan
plant antara lain plant asam nitrat atmosfer, plant tekanan sedang, dan plant tekanan
tinggi. Pada proses produksi asam nitrat, beragam produk yang tidak diinginkan juga
dihasilkan. Tiga polutan utama yang dilepaskan adalah nitrous oksida (N2O), oksida
nitrat (NO), dan nitrogen dioksida (NO2).
Bahan Baku
Bahan baku yang terpenting untuk pembuatan asam nitrat adalah amonia, udara,
air, dan katalis kasa platina10% rhodium. Lokasi pabrik biasanya diusahakan agar tidak
jauh dari pabrik amonia. Oleh karena 1 kg atom nitrogen terkandung dalam hanya 17 kg
amonia, tetapi memerlukan 105 kg asam nitrat 60%, maka biasanya lebih murah bagi
para pemakai besar untuk mengangkut amonia daripada asam nitrat.
Pembuatan Asam Nitrat Komersial
Hampir semua pembuatan asam nitrat secara komersial diperoleh dengan cara
oksidasi amonia. Tiga tahap dasar pembuatan asam nitrat adalah:
Oksidasi amonia menjadi nitrogen monoksida (NO)
4 NH3 + 5 O 2
4 NO + 6 H2 O
Reaksi cepat, eksotermik dan menghasilkan reaksi samping
2 NH3 + 1,5 O2
N2 + 3 H2 O
Oksidasi nitrogen monoksida menjadi nitrogen dioksida (NO2)
2 NO + O 2
2 NO 3
o
Pada temperatur dibawah 150 C, hampir semua nitrogen monoksida akan bereaksi
dengan oksigen yang ada. Selain temperatur, perlu diperhatikan juga tekanan. Karena
pada temperatur yang rendah, dengan menaikkan tekanan dapat mengakibatkan
terjadinya reaksi dimerisasi nitrogen dioksida menjadi dinitrogen tetraoksida dengan
persamaan reaksi sebagai berikut:
2 NO 2
N2O4
Absorpsi nitrogen oksida menjadi asam nitrat terjadi absorpsi nitrogen oksida
dalam air menghasilkan asam nitrat dan melepaskan tambahan nitrogen monoksida.
Reaksi keseluruhan absorpsi gas nitrogen dioksida dalam air adalah sebagai berikut:
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-15
Bab II Tinjauan Pustaka
3 NO 2(g) + H2 O(g)
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-16
Bab II Tinjauan Pustaka
8) Air dingin disirkulasikan melewati bagian atas menara absorpsi
9) Gas yang tidak terkondensasi mengalir ke atas melewati menara dan diserap oleh air,
menghasilkan asam nitrat
10) Oksida nitrat bereaksi dengan oksigen berlebih menghasilkan nitrogen dioksida
yang kemudian menjadi asam nitrat
11) Asam nitrat mengalir dari bawah menara absorpsi menuju bleacher, dimana nitrogen
oksida tak terlarut
12) Gas sisa meninggalkan menara absorpsi dipanaskan kembali melalui interaksi
dengan proses gas pada tahap (4)
13) Gas sisa panas digunakan kembali untuk memanaskan air yang masuk pada tahap
(1)
14) Produk akhir, asam nitrat, diperoleh setelah proses bleaching
Proses dua tekanan, biaya katalisnya lebih rendah karena menggunakan kecepatan
yang lebih rendah, diameter unggun katalis lebih besar dan lapisan kasa lebih tipis
(hanya empat lapisan), serta beroperasi pada tekanan lebih rendah, yaitu 240 kPa, di
dalam konverter. Gas dilewatkan melalui sistem pemulihan kalor dan dikompresi
sampai 990 kPa untuk absorpsi dan pemutihan.
Sistem ini dapat banyak menurunkan biaya katalis sampai kira-kira $1,50 per ton
metrik HNO3 100% yang dihasilkan. Kebutuhan tenaganya berkurang 2 persen, tetapi
pemulihan tenaganya juga berkurang 5 persen, dan uap hasil sampingan yang dihasilkan
pun lebih sedikit dibandingkan dengan sistem tekanan tunggal. Bobot katalis per satuan
produksi harian untuk kedua proses itu tidak banyak berbeda.
Tahap akhir dari proses pembuatan asam nitrat berlangsung dalam kolom absorpsi.
Pada setiap tingkat kolom terjadi reaksi oksidasi NO menjadi NO2 dan reaksi absorpsi
NO2 oleh air menjadi asam nitrat. Kolom absorpsi mempunyai empat fluks masuk dan
dua fluks keluar. Empat fluks masuk yaitu air umpan absorber, udara pemutih, gas
proses, dan asam lemah. Dua fluks keluar yaitu asam nitrat produk dan gas buang.
Kolom absorpsi dirancang untuk menghasilkan asam nitrat dengan konsentrasi 60 %
berat dan kandungan NOx gas buang tidak lebih dari 200 ppm.
Kolom absorbsi adalah suatu kolom atau tabung tempat terjadinya proses
pengabsorbsi (penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di kolom/tabung
tersebut. Proses ini dilakukan dengan melewatkan zat yang terkontaminasi oleh
komponen lain dan zat tersebut dilewatkan ke kolom ini dimana terdapat fase cair dari
komponen tersebut.
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-17
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan
1. Laju alir gas CO 2 (mL/s)
2. Laju alir larutan NaOH (mL/s)
3. Waktu pengamatan (menit)
4. NaOH 0,1 N
5. HCl 0,3 N
6. Pengambilan pada
: 7 dan 6
: 61 dan 51
: 3, 5, 7, 9 dan 11
III-1
III-2
Bab III Metodologi Percobaan
b. Mengencerkan dengan air murni sampai 1000 mL.
III.3.2 Tahap Standarisasi
1. Mengambil 10 mL larutan NaOH 0,1 N dari bak penampung.
2. Menambahkan 1-2 tetes indikator MO.
3. Menitrasi larutan hingga berubah warna menjadi merah bata.
4. Mencatat volume hasil titrasi.
5. Mengulangi titrasi sebanyak 2 kali.
III.3.3 Tahap Percobaan
1. Mengisi tangki (TK) dengan larutan NaOH 0,1 N sebanyak 57 liter.
2. Menyalakan pompa untuk mengalirkan NaOH ke dalam kolom absorber (C).
3. Membuka dan mengatur V4 hingga NaOH mencapai flow rate sesuai
variabel.
4. Membuka V5 untuk mengalirkan gas CO 2 ke dalam kolom absorber (C).
5. Mengatur flow rate gas CO2 yang terdapat pada tabung gas CO 2 (TG).
6. Menghidupkan stopwatch.
7. Mengambil sampel dengan variabel waktu 3, 5, 7, 9, dan 11 menit pada
produk, tray 2, tray 4, dan bottom.
8. Mengulangi percobaan 1-5 dengan mengganti variabel flow rate NaOH dan
flow rate CO2 dengan variabel yang berbeda.
III.3.4 Tahap Analisa
1. Menambahkan 1-2 tetes MO pada sampel yang diambil tiap variabel waktu
dan flow rate.
2. Menitrasi sample dengan larutan HCl 0,3 N sampai menjadi warna merah
bata.
3. Mencatat volume hasil titrasi.
4. Melakukan perhitungan konsentrasi NaOH sisa.
5. Melakukan titrasi sebanyak 2 kali.
III.4 Diagram Alir Percobaan
III.4.1 Tahap Persiapan
1. Membuat Larutan NaOH 0,1 N dalam 57 liter
Mulai
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
III-3
Bab III Metodologi Percobaan
A
Selesai
2. Membuat Larutan HCl 0,3 N dalam 1000 mL
Mulai
Selesai
III.4.2 Tahap Standarisasi
Mulai
Selesai
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
III-4
Bab III Metodologi Percobaan
III.4.3 Tahap Percobaan
Mulai
Mengatur flow rate gas CO 2 yang terdapat pada tabung gas CO 2 (TG).
Menghidupkan stopwatch.
Selesai
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
III-5
Bab III Metodologi Percobaan
III.4.4 Tahap Analisa
Mulai
Menitrasi sampel dengan larutan HCl 0,3 N sampai menjadi warna merah
bata
Selesai
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
III-6
Bab III Metodologi Percobaan
III.5 Gambar Alat Percobaan
Beaker Glass
Buret
Corong
Ember
Erlenmeyer
Gelas Arloji
Gelas Ukur
Labu ukur
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
III-7
Bab III Metodologi Percobaan
Spatula
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
III-8
Bab III Metodologi Percobaan
V5
V4
V3
V1
Keterangan :
C
: Column absorber
Caquadestan
: Campuran antara aquadest, NaOH, Na2 CO3
Y1
: Fraksi mol gas CO 2
TK
: Tangki NaOH
TG
: Tabung gas CO 2
V1
: Valve bottom
V3
: Valve by pass
V4
: Valve feed
V5
: Valve CO2
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
III-9
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Percobaan Dan Perhitungan
Berikut adalah hasil percobaan absorpsi CO2 menggunakan absorben NaOH 0,1 N
dengan flow rate NaOH sebesar 51 ml/s dan 61 ml/s:
Tabel IV.1.1 Hasil Percobaan Analisa Konsentrasi NaOH dengan Penitran HCl 0,3 N
Debit Debit
Waktu
NaOH CO 2
(mnt)
(ml/s) (l/mnt)
6
51
7
6
61
7
3
5
7
9
11
3
5
7
9
11
3
5
7
9
11
3
5
7
9
11
Tray 2
Bottom
Vrata2
Vrata2
Vrata2
Vrata2
6
5.4
5.2
4.8
4.7
5.6
5.2
4.8
4.3
4.7
4.3
3.4
3.9
3.3
3.3
5.6
4.5
4.3
4.3
4.3
5.4
5
5.3
4.7
4.4
5.1
5.1
4.8
4.4
4.4
5.1
3.7
3.5
3.6
3.4
5.3
4.5
3.9
3.8
3.6
5.7
5.2
5.25
4.75
4.55
5.35
5.15
4.8
4.35
4.55
4.7
3.55
3.7
3.45
3.35
5.45
4.5
4.1
4.05
3.95
5.5
5.3
4.9
3.6
4.1
5.2
5
4.8
4.4
4.3
4.4
3.9
3.6
3.8
3.5
5.1
4.4
4.3
3.7
3.5
5.4
5
4.7
4.9
3.6
5.4
5
5.3
4.8
4.6
4
4.2
4
3.9
3.3
4.8
4
3.9
3.8
2.5
5.45
5.15
4.8
4.25
3.85
5.3
5
5.05
4.6
4.45
4.2
4.05
3.8
3.85
3.4
4.95
4.2
4.1
3.75
3
6
5.2
4.8
4.9
4.5
5.3
4.8
4.7
4.5
4.2
4.8
4.5
4.2
4
4.1
4.9
4.4
4.2
4.1
3.9
6.5
5.7
5.2
4.6
4.9
5.4
5
4.9
4.9
4.3
4.5
4.2
4
4.3
3.6
4.6
4.3
3.8
3.5
3.7
6.25
5.45
5
4.75
4.7
5.35
4.9
4.8
4.7
4.25
4.65
4.35
4.1
4.15
3.85
4.75
4.35
4
3.8
3.8
5.4
5.2
4.9
4.6
4.5
5.2
5.2
5
5
4
4.5
4.5
4.3
3.7
3.7
4.7
4.5
4.5
4.3
4
5.5
4.3
4.5
4.3
4.7
5.3
5.2
5.2
4.1
3.8
4.2
4.1
3.8
3.7
3.6
4.7
4.5
3.7
3.7
3.5
5.45
4.75
4.7
4.45
4.6
5.25
5.2
5.1
4.55
3.9
4.35
4.3
4.05
3.7
3.65
4.7
4.5
4.1
4
3.75
Debit
NaOH
(ml/s)
Debit
CO 2
(l/mnt)
Waktu
(mnt)
Tray 2
Tray 4
Product
Bottom
51
3
5
7
0.00114
0.00104
0.00105
0.00109
0.00103
0.00096
0.00125
0.00109
0.001
0.00109
0.00095
0.00094
IV-1
IV-2
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan
Debit
NaOH
(ml/s)
Debit
CO 2
(l/mnt)
6
51
7
6
61
7
Waktu
(mnt)
Tray 2
Tray 4
Product
Bottom
9
11
3
5
7
9
11
3
5
7
9
11
3
5
7
9
11
0.00095
0.00091
0.00107
0.00103
0.00096
0.00087
0.00091
0.00094
0.00071
0.00074
0.00069
0.00067
0.00109
0.0009
0.00082
0.00081
0.00079
0.00085
0.00077
0.00106
0.001
0.00101
0.00092
0.00089
0.00084
0.00081
0.00076
0.00077
0.00068
0.00099
0.00084
0.00082
0.00075
0.0006
0.00095
0.00094
0.00107
0.00098
0.00096
0.00094
0.00085
0.00093
0.00087
0.00082
0.00083
0.00077
0.00095
0.00087
0.0008
0.00076
0.00076
0.00089
0.00092
0.00105
0.00104
0.00102
0.00091
0.00078
0.00087
0.00086
0.00081
0.00074
0.00073
0.00094
0.0009
0.00082
0.0008
0.00075
Debit CO 2
(l/mnt)
Debit
NaOH
(ml/s)
7
61
Waktu
(menit)
Tray 2
Tray 4
Product
Bottom
0.0052500
0.0053000
0.0053200
0.0053250
0.0000950
0.0000750
0.0000400
0.0000200
0.0000400
0.0000100
0.0000350
0.0000400
0.0000050
0.0000350
0.0000200
0.0000100
11
0.0000100
0.0000750
0.0000000
0.0000250
0.0053250
0.0053750
0.0053300
0.0053600
0.0001150
0.0000150
0.0000300
0.0000050
-0.0000150
0.0000250
0.0000250
0.0000250
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
IV-3
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan
Debit CO 2
(l/mnt)
Debit
NaOH
(ml/s)
61
51
Waktu
(menit)
Tray 2
Tray 4
Product
Bottom
0.0000250
-0.0000050
-0.0000050
0.0000350
11
0.0000100
0.0000450
0.0000300
0.0000050
0.0043150
0.0043200
0.0043150
0.0043250
0.0000200
0.0000300
0.0000450
0.0000050
0.0000350
-0.0000050
0.0000100
0.0000100
0.0000450
0.0000450
0.0000100
0.0000550
11
-0.0000200
0.0000150
0.0000450
0.0000650
0.0042800
0.0043050
0.0042250
0.0043050
0.0000500
0.0000300
0.0000800
0.0000700
-0.0000050
0.0000350
0.0000450
0.0000050
0.0000500
0.0000550
0.0000250
0.0000250
11
0.0000200
0.0000400
0.0000050
-0.0000150
IV.2 Pembahasan
Tujuan percobaan absorpsi adalah untuk mengetahui pengaruh penyerapan gas
CO2 pada larutan NaOH 0,1 N dengan flow rate NaOH sebesar 60 ml/detik dan 70
ml/detik terhadap flow rate gas CO2 sebesar 7 L/menit dan 7,5 L/menit selama waktu
kontak 3, 5, 7, 9, dan 11 menit. Reaksi yang terjadi selama percobaan :
CO2(g) + NaOH (aq)
NaHCO3(aq)
NaOH(aq) + NaHCO3 Na2CO3(s) + HO(l)
CO2(g) + 2NaOH (aq) Na2CO3(s) + H2O (l)
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
IV-4
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan
M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)
0.0060000
0.0050000
0.0040000
flow rate NaOH 51 ml/s
0.0030000
0.0020000
0.0010000
0.0000000
0
-0.0010000
10
12
Waktu (mnt)
Dari Grafik IV.2.1 dapat dilihat perbandingan mol CO2 terabsorpsi pada produk
dengan Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt dan Flow Rate NaOH 61 ml/s
Flow Rate CO2 6 l/mnt. M ol CO2 terabsorpsi produk dengan Flow Rate NaOH 51 ml/s
Flow Rate CO2 6 l/mnt pada masing-masing variabel waktu yaitu 4,225x10-3; 8x10-5;
4,5x10-5; 2,5x10-5; 5x10-6 mol/detik. Sedangkan pada Flow Rate NaOH 61 ml/s Flow
Rate CO2 6 l/mnt yaitu 0,00533; 3x10-5; 2,5x10-5; -5x10-6; 3x10-5 mol/detik.
Hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
semakin besar mol NaOH dalam aliran maka mol CO 2 yang terserap akan semakin
besar pula. Hal ini disebabkan pada operasi absorpsi dengan laju alir besar, waktu
kontak antara NaOH dengan CO 2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil.
Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan transfer massa yang terjadi lebih sedikit
dan jumlah CO2 yang terserap juga lebih sedikit (Maarif, 2008).
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
IV-5
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan
M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)
0.0060000
0.0050000
0.0040000
0.0030000
0.0020000
0.0010000
0.0000000
0
-0.0010000
10
12
Waktu (mnt)
Sedangkan dari Grafik IV.2.2 diatas dapat dilihat perbandingan mol CO2
terabsorpsi pada produk dengan Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt dan
Flow Rate NaOH 61 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt. M ol CO2 terabsorpsi produk dengan
Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt pada masing-masing variabel waktu
yaitu 0,004315; 4,5x10-5; 1x10-5; 1x10-5; 4,5x10-5 mol/detik. Sedangkan pada Flow Rate
NaOH 61 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt yaitu 0,00532; 4x10-5; 3,5x10-5; 2x10-5; 0
mol/detik.
Hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
semakin besar mol NaOH dalam aliran maka mol CO 2 yang terserap akan semakin
besar pula. Hal ini disebabkan pada operasi absorpsi dengan laju alir besar, waktu
kontak antara NaOH dengan CO 2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil.
Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan transfer massa yang terjadi lebih sedikit
dan jumlah CO2 yang terserap juga lebih sedikit (Maarif, 2008).
Pada menit ke-11 flowrate NaOH 61 mL/s menunjukkan bahwa mol CO2 yang
terabsorpsi yaitu sebesar 0 mol/detik yang berarti tidak ada gas CO 2 yang terabsorpsi.
Hal ini disebabkan adanya kejenuhan larutan karena keadaan keseimbangan telah
tercapai, maka perpindahan gas menuju cairan akan berhenti. Kemampuan gas untuk
berpindah dari fase gas menuju cairan dibatasi oleh daya larut maksimum gas tersebut
dalam cairan yang berkontak dengannya.
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
IV-6
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan
M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)
0.0060000
0.0050000
0.0040000
0.0030000
0.0020000
0.0010000
0.0000000
0
-0.0010000
10
12
Waktu (mnt)
Dari Grafik IV.2.3 diatas dapat dilihat perbandingan mol CO2 terabsorpsi pada
Tray 2 dengan Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt dan Flow Rate NaOH
61 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt. M ol CO2 terabsorpsi Tray 2 dengan Flow Rate NaOH
51 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt pada masing-masing variabel waktu yaitu 0,00428;
5x10-5; -5x10-6; 5x10-5 dan 2x10-5 mol/detik. Sedangkan pada Flow Rate NaOH 61 ml/s
Flow Rate CO2 6 l/mnt yaitu 0,005325; 1,15x10-4; -1,5x10-5; 2,5x10-5 dan 1x10-5
mol/detik.
Hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
semakin besar mol NaOH dalam aliran maka mol CO 2 yang terserap akan semakin
besar pula. Hal ini disebabkan pada operasi absorpsi dengan laju alir besar, waktu
kontak antara NaOH dengan CO 2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil.
Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan transfer massa yang terjadi lebih sedikit
dan jumlah CO2 yang terserap juga lebih sedikit (Maarif, 2008).
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
IV-7
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan
M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)
0.0060000
0.0050000
0.0040000
0.0030000
0.0020000
0.0010000
0.0000000
0
-0.0010000
10
12
Waktu (mnt)
Sedangkan dari Grafik IV.2.4 diatas dapat dilihat perbandingan mol CO2
terabsorpsi pada Tray 2 dengan Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt dan
Flow Rate NaOH 61 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt. M ol CO2 terabsorpsi Tray 2 dengan
Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt pada masing-masing variabel waktu
yaitu 0,004315; 2x10-5; 3,5x10-5; 4,5x10-5 dan -2x10-5 mol/detik. Sedangkan pada Flow
Rate NaOH 61 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt yaitu 0,00525; 9,5x10-5; 4x10-5; 5x10-6 dan
1x10-5 mol/detik.
Hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
semakin besar mol NaOH dalam aliran maka mol CO 2 yang terserap akan semakin
besar pula. Hal ini disebabkan pada operasi absorpsi dengan laju alir besar, waktu
kontak antara NaOH dengan CO 2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil.
Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan transfer massa yang terjadi lebih sedikit
dan jumlah CO2 yang terserap juga lebih sedikit (Maarif, 2008).
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
IV-8
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan
M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)
0.0060000
0.0050000
0.0040000
0.0030000
0.0020000
0.0010000
0.0000000
0
-0.0010000
10
12
Waktu (mnt)
Dari Grafik IV.2.5 diatas dapat dilihat perbandingan mol CO2 terabsorpsi pada
Tray 4 dengan Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt dan Flow Rate NaOH
61 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt. M ol CO2 terabsorpsi Tray 4 dengan Flow Rate NaOH
51 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt pada masing-masing variabel waktu yaitu 0,00243; 1,05x10-4; 1,05x10-4; -1,2x10-4; dan 6x10-4 mol/detik. Sedangkan pada Flow Rate NaOH
61 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt yaitu 0,00277; 1,2x10-4; 7,5x10-5; -1,95x10-4; dan 7,5x10-5 mol/detik.
Hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
semakin besar mol NaOH dalam aliran maka mol CO 2 yang terserap akan semakin
besar pula. Hal ini disebabkan pada operasi absorpsi dengan laju alir besar, waktu
kontak antara NaOH dengan CO 2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil.
Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan transfer massa yang terjadi lebih sedikit
dan jumlah CO2 yang terserap juga lebih sedikit (Maarif, 2008).
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
IV-9
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan
M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)
0.0060000
0.0050000
0.0040000
0.0030000
0.0020000
0.0010000
0.0000000
0
-0.0010000
10
12
Waktu (mnt)
Dari Grafik IV.2.6 diatas dapat dilihat perbandingan mol CO2 terabsorpsi pada
Tray 4 dengan Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt dan Flow Rate NaOH
61 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt. M ol CO2 terabsorpsi Tray 4 dengan Flow Rate NaOH
51 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt pada masing-masing variabel waktu yaitu 0,00233; 7,5x10-5; 1,8x10-4; -1,8x10-4; dan 0 mol/detik. Sedangkan pada Flow Rate NaOH 61
ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt yaitu 0,0029; -1,5x10-4; -1,5x10-5; 1,65x10-4; dan -4,5x10-5
mol/detik.
Hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
semakin besar mol NaOH dalam aliran maka mol CO 2 yang terserap akan semakin
besar pula. Hal ini disebabkan pada operasi absorpsi dengan laju alir besar, waktu
kontak antara NaOH dengan CO 2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil.
Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan transfer massa yang terjadi lebih sedikit
dan jumlah CO2 yang terserap juga lebih sedikit (Maarif, 2008).
Pada menit ke-11 flowrate NaOH 51 mL/s menunjukkan bahwa mol CO2 yang
terabsorpsi yaitu sebesar 0 mol/detik yang berarti tidak ada gas CO2 yang terabsorpsi.
Hal ini disebabkan adanya kejenuhan larutan karena keadaan keseimbangan telah
tercapai, maka perpindahan gas menuju cairan akan berhenti. Kemampuan gas untuk
berpindah dari fase gas menuju cairan dibatasi oleh daya larut maksimum gas tersebut
dalam cairan yang berkontak dengannya.
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
IV-10
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan
M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)
0.0060000
0.0050000
0.0040000
0.0030000
0.0020000
0.0010000
0.0000000
0
-0.0010000
10
12
Waktu (mnt)
Grafik IV.2.7 Perbandingan M ol CO2 Terabsorbsi pada Bottom dengan Flow Rate
CO 2 6 l/mnt
Dari Grafik IV.2.7 diatas dapat dilihat perbandingan mol CO2 terabsorpsi pada
bottom dengan Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt dan Flow Rate NaOH
61 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt. M ol CO2 terabsorpsi bottom dengan Flow Rate NaOH
51 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt pada masing-masing variabel waktu yaitu 0,0022;
1,5x10-5; -9x10-5; 1,2x10-4 dan 1,2x10-4 mol/detik. Sedangkan pada Flow Rate NaOH 61
ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt yaitu 0,00293; -3x10-5; -9x10-5; 4,5x10-5 dan -2,1x10-4
mol/detik.
Hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
semakin besar mol NaOH dalam aliran maka mol CO2 yang terserap akan semakin
besar pula. Hal ini disebabkan pada operasi absorpsi dengan laju alir besar, waktu
kontak antara NaOH dengan CO 2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil.
Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan transfer massa yang terjadi lebih sedikit
dan jumlah CO2 yang terserap juga lebih sedikit (Maarif, 2008).
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
IV-11
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan
M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)
0.0060000
0.0050000
0.0040000
0.0030000
0.0020000
0.0010000
0.0000000
0
-0.0010000
10
12
Waktu (mnt)
Grafik IV.2.8 Perbandingan M ol CO2 Terabsorbsi pada Bottom dengan Flow Rate
CO 2 7 l/mnt
Dari Grafik IV.2.8 diatas dapat dilihat perbandingan mol CO2 terabsorpsi pada
bottom dengan Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt dan Flow Rate NaOH
61 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt. M ol CO2 terabsorpsi bottom dengan Flow Rate NaOH
51 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt pada masing-masing variabel waktu yaitu 0,00234;
6x10-5; 1,5x10-4; -1,8x10-4 dan -1,2x10-4 mol/detik. Sedangkan pada Flow Rate NaOH
61 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt yaitu 0,00283; -1,5x10-4; 2,25x10-4; -1,5x10-4 dan
1,65x10-4 mol/detik.
Hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
semakin besar mol NaOH dalam aliran maka mol CO 2 yang terserap akan semakin
besar pula. Hal ini disebabkan pada operasi absorpsi dengan laju alir besar, waktu
kontak antara NaOH dengan CO 2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil.
Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan transfer massa yang terjadi lebih sedikit
dan jumlah CO2 yang terserap juga lebih sedikit (Maarif, 2008).
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
IV-12
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan
M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)
0.0050000
0.0040000
0.0030000
Tray 2
Tray 4
Product
Bottom
0.0020000
0.0010000
0.0000000
0
-0.0010000
10
12
Waktu (mnt)
0.0060000
0.0050000
0.0040000
0.0030000
Tray 2
Tray 4
Product
Bottom
0.0020000
0.0010000
0.0000000
0
-0.0010000
10
12
Waktu (mnt)
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
IV-13
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan
Berdasarkan Grafik IV.2.10, dapat diketahui pengaruh waktu terhadap mol
terabsorpsi CO2 pada produk, tray 2, tray 4, dan bottom pada Flow Rate NaOH 61 ml/s
Flow Rate CO2 6 l/mnt. Untuk produk pada waktu 3, 5, 7, 9, dan 11 menit, memiliki mol
CO2 yang terabsorpsi masing-masing sebesar 0,0023; -1,5x10-5; 1,5x10-5 9x10-5; 1,05x10-4 mol/detik, untuk tray 1 sebesar 0,00234; -1,2x10-4; 7,5x10-5; 3x10-5 dan 1,5x10-5 mol/detik, untuk tray 2 sebesar 0,00233; -7,5x10-5; 1,8x10-4; -1,8x10-4; dan 0
mol/detik, dan untuk bottom sebesar 0,00234; 6x10-5; 1,5x10-4; -1,8x10-4 dan -1,2x10-4
mol/detik.
0.0050000
0.0040000
0.0030000
Tray 2
Tray 4
Product
Bottom
0.0020000
0.0010000
0.0000000
0
-0.0010000
10
12
Waktu (mnt)
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
IV-14
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan
M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)
0.0060000
0.0050000
0.0040000
0.0030000
Tray 2
Tray 4
Product
Bottom
0.0020000
0.0010000
0.0000000
0
-0.0010000
10
12
Waktu (mnt)
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
IV-15
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan
juga ikut bercampur dengan feed yang masuk pada kolom absorber sehingga proses
penyerapan tidak berjalan dengan maksimal
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
BAB V
KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Konsentrasi CO 2 yang terabsorpsi pada flow rate NaOH 51 ml/detik dan flow rate
CO 2 6 l/menit selama 11 menit dalam produk, tray 1, tray 2, dan bottom berturut-turut
adalah 2,25x10-4 ; 1,35x10-4 ; 6x10-5 ; dan 1,2x10-4 mol/detik.
2. Konsentrasi CO 2 yang terabsorpsi pada flow rate NaOH 51 ml/detik dan flow rate
CO 2 7 l/menit selama 11 menit dalam produk, tray 1, tray 2, dan bottom berturut-turut
adalah -1,05x10-4 ; -1,5x10-5 ; 0; dan -1,2x10-4 mol/detik.
3. Konsentrasi CO 2 yang terabsorpsi pada flow rate NaOH 61 ml/detik dan flow rate
CO 2 7 l/menit selama 11 menit dalam produk, tray 1, tray 2, dan bottom berturut-turut
adalah -9x10-5 ; 1,2x10-4 ; -7,5x10-5 ; dan -2,1x10-4 mol/detik.
4. Konsentrasi CO 2 yang terabsorpsi pada flow rate NaOH 61 ml/detik dan flow rate
CO 2 6 l/menit selama 11 menit dalam produk, tray 1, tray 2, dan bottom berturut-turut
adalah -2,4x10-4 ; 1,5x10-5 ; -4,5x10-5 ; dan 1,65x10-4 mol/detik.
V-1
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9) Gas yang tidak terkondensasi mengalir ke atas melewati menara dan diserap oleh air,
menghasilkan asam nitrat
10) Oksida nitrat bereaksi dengan oksigen berlebih menghasilkan nitrogen dioksida
yang kemudian menjadi asam nitrat
11) Asam nitrat mengalir dari bawah menara absorpsi menuju bleacher, dimana nitrogen
oksida tak terlarut
12) Gas sisa meninggalkan menara absorpsi dipanaskan kembali melalui interaksi
dengan proses gas pada tahap (4)
13) Gas sisa panas digunakan kembali untuk memanaskan air yang masuk pada tahap
(1)
14) Produk akhir, asam nitrat, diperoleh setelah proses bleaching
Proses dua tekanan, biaya katalisnya lebih rendah karena menggunakan kecepatan
yang lebih rendah, diameter unggun katalis lebih besar dan lapisan kasa lebih tipis
(hanya empat lapisan), serta beroperasi pada tekanan lebih rendah, yaitu 240 kPa, di
dalam konverter. Gas dilewatkan melalui sistem pemulihan kalor dan dikompresi
sampai 990 kPa untuk absorpsi dan pemutihan.
Sistem ini dapat banyak menurunkan biaya katalis sampai kira-kira $1,50 per ton
metrik HNO3 100% yang dihasilkan. Kebutuhan tenaganya berkurang 2 persen, tetapi
pemulihan tenaganya juga berkurang 5 persen, dan uap hasil sampingan yang dihasilkan
pun lebih sedikit dibandingkan dengan sistem tekanan tunggal. Bobot katalis per satuan
produksi harian untuk kedua proses itu tidak banyak berbeda.
Tahap akhir dari proses pembuatan asam nitrat berlangsung dalam kolom absorpsi.
Pada setiap tingkat kolom terjadi reaksi oksidasi NO menjadi NO2 dan reaksi absorpsi
NO2 oleh air menjadi asam nitrat. Kolom absorpsi mempunyai empat fluks masuk dan
dua fluks keluar. Empat fluks masuk yaitu air umpan absorber, udara pemutih, gas
proses, dan asam lemah. Dua fluks keluar yaitu asam nitrat produk dan gas buang.
Kolom absorpsi dirancang untuk menghasilkan asam nitrat dengan konsentrasi 60 %
berat dan kandungan NOx gas buang tidak lebih dari 200 ppm.
Kolom absorbsi adalah suatu kolom atau tabung tempat terjadinya proses
pengabsorbsi (penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di kolom/tabung
tersebut. Proses ini dilakukan dengan melewatkan zat yang terkontaminasi oleh
komponen lain dan zat tersebut dilewatkan ke kolom ini dimana terdapat fase cair dari
komponen tersebut.
APPENDIKS
1. Perhitungan Pembuatan Larutan HCl 0,1 N sebanyak 1000 ml.
Kemurnian = 32%
Densitas
= 1,19 g/ml
BM HCl
= 36,5 g/mol
10 %
N=
BM
10 32 1,19
N=
36,5
N = 10, 4 N
N 1 V1
=
N 2 V2
0,1 1000 = 10,4 V2
0,1 1000
V2
=
10,4
V2
= 28,8 ml
Jadi, HCl sebanyak 28,8 ml dilarutkan dalam aquadest hingga volumenya 1000 ml.
2. Perhitungan Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N sebanyak 57 liter.
BM NaOH = 40 g/mol
Massa NaOH
1000
N
=
BM
V
Massa NaOH
1000
0,1
=
40
57000
Massa NaOH= 228 gram
Jadi, NaOH sebanyak 200 gram dilarutkan dalam aquadest hingga volumenya 57 liter.
3. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N.
V1 = 5,1 ml
V2 = 5,4 ml
Vrata-rata = 5,25 ml
N1 V1
= N2 V2
0,1 10
= N2 5,25
0,1 10
N2
=
5,25
N2
= 0,19 N
viii
295 290
x 3,9074
4,7654 3,9074
= 4,4222 mol/dm3
5. Perhitungan Penyerapan CO 2
n CO 2 = Volume CO 2
=4,4222mol/dm3 7 l/menit
= 0,5159 mol/detik
6. Perhitungan mol NaOH mula-mula dan sesudah di absorpsi dengan flow rate 51 ml/detik
n NaOH mula-mula
N NaOH
0,19
gram
BM
1000
flow rate
1000
= n NaOH x
51
gram
BM
1000
= n NaOH x
V
1000
20
mol/detik
ix
= 0,00295 mol/detik
n CO 2 sisa
= n CO 2 mula-mula __ n CO 2 terabsorpsi
= (0,5159 __ 0,00295) mol/detik
= 0,51295 mol/detik
n Na2 CO3 = n CO 2 = n H2 O
= 0,00295 mol/detik
2 NaOH
+ CO 2
M
0,0097
0,5159
R
0,0059
0,00295
S
0,0038
0,51295
Na2 CO3
0,00295
0,00295
H2 O
0,00295
0,00295
n NaOH setelah diabsorpsi pada t = 5 menit pada produk (asumsi volume hasil
absorpsi adalah 20 ml)
N NaOH =
0,148
gram
BM
1000
= n NaOH x
v
1000
20
M
R
S
2 NaOH
0,0097
0,0067
0,00296
CO 2
0,5159
0,0034
0,5125
Na2 CO3
0,0034
0,0034
H2 O
0,0034
0,0034
n NaOH setelah diabsorpsi pada t = 7 menit pada produk (asumsi volume hasil
absorpsi adalah 20 ml)
N NaOH =
0,17
gram
BM
1000
= n NaOH x
V
1000
20
M
R
S
2 NaOH
0,0097
0,0063
0,0034
CO 2
0,5159
0,00315
0,5128
Na2 CO3
0,00315
0,00315
H2 O
0,00315
0,00315
n NaOH setelah diabsorpsi pada t = 9 menit pada produk (asumsi volume hasil
absorpsi adalah 20 ml)
N NaOH =
0,158
gram
BM
1000
= n NaOH x
V
1000
20
M
R
S
2 NaOH
0,0097
0,00654
0,00316
CO 2
0,5159
0,0033
0,5126
Na2 CO3
0,0033
0,0033
H2 O
0,0033
0,0033
n NaOH setelah diabsorpsi pada t = 11 menit pada produk (asumsi volume hasil
absorpsi adalah 20 ml)
N NaOH =
0,165
gram
BM
1000
= n NaOH x
V
1000
20
M
R
S
2 NaOH
0,0097
0,0064
0,0033
CO 2
0,5159
0,0032
0,5127
xi
Na2 CO3
0,0032
0,0032
H2 O
0,0032
0,0032