You are on page 1of 52

LAPORAN PRAKTIKUM

PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN


PANAS DAN MASSA SECARA SIMULTAN
ABSORPSI
Kelompok XII :
Ayu Maulina Sugianto NRP. 2313 030 031
Zandhika Alfi Pratama NRP. 2313 030 035
Shinta Rahayu C.W.
NRP. 2313 030 082
Tanggal Percobaan
20 November 2015
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Lily Pudjiastuti, MT.
Asisten Laboratorium
Fitria Romadhoni

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Berbagai industri petrokimia, bahan bakar minyak, gas alam, dan gas bio pada
prosesnya memerlukan pemisahan gas CO 2 yang termasuk kategori gas asam yang
bersifat korosif terhadap system perpipaan. Selain itu, gas CO 2 harus dipisahkan dari gas
alam dan gas bio karena keberadaan gas CO 2 dapat mengurangi nilai kalor dari kedua
gas tersebut. Dalam pabrik sintesis ammonia, gas CO 2 harus dipisahkan dari gas proses
untuk menghindari keracunan katalis sintesis ammonia Komponen H2 O yang berupa
moisture akan menyebabkan terbentuknya senyawa hidrat bila bereaksi dengan senyawa
hidrokarbon. Senyawa hidrat ini bisa menyebabkan plugging atau penyumbatan dalam
pipa. Dengan demikian proses pemisahan CO2 , H2 S dan H2 O merupakan unit terpenting
dalam industri pengolahan gas alam (Ningsih, 2012) .
Pada industri gas alam, seperti PT. Linde Group Gresik yang pada prosesnya
memerlukan pemisahan gas, CO 2 termasuk kategori gas yang bersifat asam (acid gas)
dan korosif sehingga dapat merusak bagian utilitas pabrik dan sistem perpipaannya serta
dapat mengurangi nilai kalor dari gas alam. Gas CO 2 harus dihilangkan karena pada
suhu sangat rendah gas CO 2 akan membeku yang mengakibatkan tersumbatnya sistem
perpipaan dan merusak tubing-tubing pada main heat exchanger.
Maka dari itu, adanya proses absorpsi dalam dunia industri sendiri bertujuan untuk
meningkatkan nilai guna dari suatu zat dengan cara mengubah fasenya, sebagai contoh
pembuatan asam nitrat (absorpsi NO dan NO 2 ). Proses pembuatan asam nitrat tahap
akhir dari proses pembuatan asam nitrat berlangsung dalam kolom absorpsi. Pada setiap
tingkat kolom terjadi reaksi oksidasi NO menjadi NO 2 dan reaksi absorpsi NO 2 oleh air
menjadi asam nitrat (Rahayu, 2009).
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana cara untuk mengetahui pengaruh penyerapan gas CO 2 pada larutan
NaOH 0,1 N dengan flow rate NaOH sebesar 61 ml/detik dan 51 ml/detik terhadap flow
rate gas CO 2 sebesar 7 ml/detik dan 6 ml/detik selama waktu kontak 3, 5, 7, 9 dan 11
menit?
I.3 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan absorpsi adalah untuk mengetahui pengaruh penyerapan gas CO 2
pada larutan NaOH 0,1 N dengan flow rate NaOH sebesar 61 ml/detik dan 51 ml/detik
terhadap flow rate gas CO 2 sebesar 7 ml/detik dan 6 ml/detik selama waktu kontak 3, 5,
7, 9 dan 11 menit.

I-1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Pengertian Absorpsi
Absorpsi adalah proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas dengan cara
pengikatan bahan tersebut pada permukaan absorben cair yang diikuti dengan pelarutan.
Kelarutan gas yang akan diserap dapat disebabkan hanya oleh gaya-gaya fisik (pada
absorpsi fisik) atau selain gaya tersebut juga oleh ikatan kimia (pada absorpsi kimia).
Komponen gas yang dapat mengadakan ikatan kimia akan dilarutkan lebih dahulu dan
juga dengan kecepatan yang lebih tinggi (Redjeki, 2012).
Dalam proses absorpsi, zat yang diserap masuk ke bagian dalam zat penyerap.
Misalnya peristiwa pelarutan (gas ke dalam zat cair atau zat padat), difusi (zat cair ke
dalam zat padat), warna yang diserap oleh suatu benda (warna absorpsi), penyerapan
sinar bias oleh suatu zat pada peristiwa bias kembar (absorpsi selektif) dan penyerapan
energi oleh elektron di dalam satuan atom (spectrum absorpsi). Sedangkan pengertian
absorpsimetri adalah metode analisis untuk menentukan komposisi suatu zat dengan
mengukur cahaya yang diserap bahan itu. Misalnya, dengan mengetahui frekuensi
warna cahaya yang diserap, dapat ditentukan jenis zat penyerap (Taylor, 2013).
Difusi adalah proses pergerakan zat dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Perbedaan konsentrasi yang ada pada dua larutan disebut gradien konsentrasi. Difusi
akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau mencapai
keadaan kesetimbangan dimana perpindahan molekul tetap terjadi walaupun tidak ada
perbedaan konsentrasi (Isyafie, 2011).
Menurut Taylor (2013), absorpsi merupakan salah satu proses pemisahan dengan
mengontakkan campuran gas dengan cairan sebagai penyerapnya. Penyerap tertentu
akan menyerap setiap satu atau lebih komponen gas. Pada absorpsi sendiri ada dua
macam proses yaitu :
a. Absorpsi fisik
Absorpsi fisik merupakan absorpsi dimana gas terlarut dalam cairan penyerap
tidak disertai dengan reaksi kimia. Contoh absorpsi ini adalah absorpsi gas H2 S
dengan air, metanol, propilen, dan karbonat. Penyerapan terjadi karena adanya
interaksi fisik, difusi gas ke dalam air, atau pelarutan gas ke fase cair. Dari asborbsi
fisik ini ada beberapa teori untuk menyatakan model mekanismenya, yaitu :
1. Teori model film
2. Teori penetrasi
3. Teori permukaan yang diperbaharui
b. Absorpsi kimia
Absorpsi kimia merupakan absorpsi dimana gas terlarut didalam larutan
penyerap disertai dengan adanya reaksi kimia.Contoh absorpsi ini adalah absorpsi
dengan adanya larutan MEA, NaOH, K 2 CO3 , dan sebagainya. Aplikasi dari absorpsi

II-1

II-2
Bab II Tinjauan Pustaka
kimia dapat dijumpai pada proses penyerapan gas CO 2 pada pabrik amoniak.
Penggunaan absorpsi kimia pada fase kering sering digunakan untuk mengeluarkan
zat terlarut secara lebih sempurna dari campuran gasnya. Keuntungan absorpsi
kimia adalah meningkatnya koefisien perpindahan massa gas, sebagian dari
perubahan ini disebabkan makin besarnya luas efektif permukaan. Absorpsi kimia
dapat juga berlangsung di daerah yang hampir stagnan disamping penangkapan
dinamik.
Hal-hal menurut (Primasto, 2015) yang mempengaruhi dalam proses absorpsi:
Luas Permukaan Kontak
Semakin besar permukaan gas dan pelarut yang kontak, maka laju absorpsi yang
terjadi juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan, permukaan kontak yang
semakin luas akan meningkatkan peluang gas untuk berdifusi ke pelarut.
Laju Alir Fluida
Jika laju alir fluida semakin kecil, maka waktu kontak antara gas dengan pelarut
akan semakin lama. Dengan demikian, akan meningkatkan jumlah gas yang
berdifusi.
Tekanan Operasi
Peningkatan tekanan akan meningkatkan efisiensi pemisahan.
Temperatur Komponen Terlarut dan Pelarut
Temperatur pelarut hanya sedikit berpengaruh terhadap laju absorpsi.
Konsentrasi Gas
Perbedaan konsentrasi merupakan salah satu driving force dari proses difusi yang
terjadi antar dua fluida.
Menurut Firdaus (2011), pemilihan solvent umumnya dilakukan sesuai dengan
tujuan absorpsi, antara lain:
Jika tujuan utama adalah untuk menghasilkan larutan yang spesifik, maka solvent
ditentukan berdasarkan sifat dari produk.
Jika tujuan utama adalah untuk menghilangkan kandungan tertentu dari gas, maka
ada banyak pilihan yang mungkin. Misalnya air, dimana merupakan solven yang
paling murah dan sangat kuat untuk senyawa polar.
Syarat mutlak dalam suatu proses absorpsi menurut (Geankoplis, 1983) adalah
kelarutan solute dalam solvent harus lebih besar daripada kelarutannya dalam carrier.
Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut agar proses
absorpsi berlangsung antara lain yaitu:
1. Kelarutan Gas
Kelarutan gas harus tinggi sehingga meningkatkan laju absorpsi dan menurunkan
kuantitas solvent yang diperlukan. Umumnya solvent yang memiliki sifat yang sama
dengan bahan terlarut akan lebih mudah dilarutkan. Jika gas larut dengan baik di
dalam fraksi mol yang sama pada beberapa jenis solvent, maka dipilih solvent yang
memiliki berat molekul paling kecil agar didapatkan fraksi mol gas terlarut yang
lebih besar. Jika terjadi reaksi kimia dalam operasi absorpsi maka umumnya
kelarutan akan sangat besar. Namun bila solvent akan di-recovery maka reaksi
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-3
Bab II Tinjauan Pustaka
tersebut harus reversible. Sebagai contoh, etanol amina dapat digunakan untuk
mengabsorpsi hydrogen sulfide dari campuran gas karena sulfide tersebut sangat
mudah diserap pada suhu rendah dan dapat dengan mudah dilucut pada suhu tinggi.
Sebaliknya, soda kaostik tidak digunakan dalam kasus ini karena walaupun sangat
mudah menyerap sulfide tapi tidak dapat dilucuti dengan operasi stripping.
2. Volatilitas
Pelarut harus memiliki tekanan uap yang rendah, karena jika gas yang meninggalkan
kolom absorpsi jenuh terhadap pelarut maka akan banyak solvent yang terbuang.
Jika diperlukan dapat digunakan cairan pelarut kedua yang volatilitasnya lebih
rendah untuk menangkap porsi gas yang teruapkan. Aplikasi ini umumnya
digunakan pada kilang minyak dimana terdapat menara absorpsi hidrokarbon yang
menggunakan pelarut hidrokarbon yang cukup volatile dan di bagian atas digunakan
minyak nonvolatile untuk me-recovery pelarut utama. Demikian juga halnya dengan
hydrogen sulfide yang diabsorpsi dengan natrium fenolat lalu pelarutnya di-recovery
dengan air.
3. Korosivitas
Pelarut hendaknya memiliki korosivitas kecil, sehingga material konstruksi alat
tidak terlalu mahal. Solvent yang korosif dapat merusak kolom.
4. Harga Pelarut
Penggunaan solvent yang mahal dan tidak mudah di-recovery akan meningkatkan
biaya operasi kolom.
5. Ketersediaan
Ketersediaan pelarut di dalam negeri akan sangat mempengaruhi stabilitas harga
pelarut dan biaya operasi secara keseluruhan.
6. Viskositas
Pelarut harus mempunyai harga viskositas yang rendah sehingga proses absorpsi
berjalan cepat, pressure drop kecil pada saat pemompaan, memberikan sifat
perpindahan panas yang baik dan meningkatkan karakteristik floading dalam
menara absorpsi.
7. Hal-hal lain yang meliputi: solvent harus nontoxic, nonflammable, memiliki
komposisi kimia yang stabil dan titik bekunya rendah.
Pada proses absorpsi terdapat minimal tiga komponen yang terlibat di dalamnya,
yaitu: komponen gas terlarut yang disebut solute atau absorbat, komponen gas
pembawa atau carrier, dan komponen cairan pelarut yang disebut solvent atau
absorben.
II.1.2 Teori Dasar Peristiwa Absorpsi
Teori dasar yang menjelaskan tentang peristiwa absorpsi, yaitu antara lain:
1. Teori Dua Film (Double Film Theory)
Pada berbagai proses pemisahan, materi berdifusi dari satu fase ke fase
lainnya, dan laju difusi di dalam kedua fase tersebut mempengaruhi laju
perpindahan massa keseluruhan. Dalam teori ini Whitman menyatakan bahwa

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-4
Bab II Tinjauan Pustaka
kesetimbangan diasumsikan terjadi pada permukaan batas (interface) antara fase
gas dan cairan sehingga tahanan perpindahan massa pada kedua fase
ditambahkan
untuk
memperoleh
tahanan
keseluruhan.
Model
ini
menggambarkan tentang adanya lapisan difusi. Perpindahan massa yang terjadi
ditentukan oleh konsentrasi dan jarak perpindahan massa, yaitu ketebalan film
tersebut.
Jika cairan mempunyai komposisi tetap, konsentrasi pada bagian film akan
menurun dari A* pada permukaan sampai Ao pada cairan bagian ruah. Di sini
tidak terjadi konveksi pada film dan gas terlarut melewati film tersebut hanya
oleh difusi molekuler.

Gambar II.1 Profil Model Dua Film

Proses difusi berlangsung efektif bila lapisan film tipis. Lapisan film yang
tipis akan meniadakan terjadinya tahanan dari lapisan itu (tahanan makin kecil),
sehingga proses perpindahan massa tidak terganggu. Untuk mendapatkan lapisan
yang tipis, kondisi dari kedua aliran fase harus diatur yaitu diusahakan membuat
aliran yang turbulen, karena pada lapisan film yang tipis akan diperoleh gradien
konsentrasi yang kecil, sehingga proses absorpsi berjalan sangat cepat dengan
keadaan menjadi steady state.
Ketika suatu zat ditranfer dari satu fase ke fase yang lain melalui suatu
interface diantara keduanya maka resistance di kedua fase tersebut
menyebabkan gradien konsentrasi yang dapat dilihat sebagai berikut :

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-5
Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar II.2 Gradien Konsentrasi di Dekat Interface Gas-Liquid

Untuk sistem dimana konsentrasi solute dalam gas dan liquid adalah
kecil, maka laju transfer massa dapat dinyatakan oleh persamaan yang
memperkirakan laju transfer massa yang sebanding dengan perbedaan diantara
konsentrasi bulk dan konsentrasi dalam interface gal-liquid.
NA = kG(p-pi) = kL(ci-c)
Dimana :
NA
=
Laju transfer massa
kG
=
Koefisien laju transfer massa fase gas
p
=
Tekanan parsial solute dalam bulk gas
pi
=
Tekanan parsial solute dalam interface

kL
=
Koefisien transfer massa pada fase liquid
ci
=
Konsentrasi solute pada interface
c
=
Konsentrasi solute pada bulk liquid.
Secara definisi, koefisien transfer massa k G dan kL adalah perbandingan
antara flux massa molal N A terhadap driving forse konsentrasi (p-pi) dan (ci-c).
suatu alternatif untuk menyatakan laju transfer dalam sistim yang encer adalah
sebagai berikut :
NA = kG(y-yi) = kL(xi-x)
Dimana:
kG
=
y
=
yi
=
kL
=
xi
=
x
=

NA
=
Laju transfer massa,
Koefisien laju transfer massa fase gas,
Fraksi mol solute dalam bulk gas,
Fraksi mol solute dalam interfase,
Koefien transfer massa pada fase liquid,
Fraksi mol solute pada interfase,
Fraksi mol solute pada bulk liquid.

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-6
Bab II Tinjauan Pustaka
Perbandingan harga koefisien transfer massa pada fase liquid dengan fase gas
akan didapatkan:
kL (y-yi)
=
kG (xi-x)
Dan apabila diplot secara grafis dengan melibatkan komposisi kesetimbangan
antara uap dan cair dan operating line akan didapatkan hubungan kesetimbangan
y* = F(x)
Dimana : y* adalah fraksi mol solute yang berkesetimbangan dengan fraksi mol
solute x.
Jika hubungan kesetimbangan merupakan grafik sederhana (yang pada
umumnya mendekati garis lurus karena konsentrasi solute yang rendah) maka
laju transfer massa akan sebanding dengan perbedaan konsentrasi bulk di fase
pertama dengan konsentrasi bulk di fase kedua yang berada di fase pertama.
Sehingga penyelesaian laju transfer massa akan menjadi:
NA = KG(y-y* ) = kL(xi-x) = kG(y-yi) = KL(x*-x)
Dimana :

KG =
KL =

Koefisien transfer massa overall dalam fase gas


Koefisien transfer massa overall dalam fase liquid

2. Teori Penetrasi
Teori penetrasi ini dikemukakan oleh Higbie. teori menyatakan mekanisme
perpindahan massa melalui kontak antara dua fasa, yaitu fasa gas dan fasa liquid.
Dalam pernyataannya, Higbie menekankan agar waktu kontak lebih lama. Higbie,
untuk pertama kalinya menerapkan teori ini untuk absorpsi gas dalam liquida yang
menunjukkan bahwa molekul-molekul yang berdifusi tidak akan mecapai sisi
lapisan tipis yang lain jika waktu kontaknya pendek.
Teori Higbie ini menyebutkan bahwa turbulensi akan menaikkan difusivitas
pusaran, hal ini akan menentukan waktu kontak perpindahan massa yang terjadi
untuk setiap keadaan massa. Difuivitas pusaran ini terjadi dalam keadaan setimbang
antara fase gas dan liquid.
3. Teori Danckwerts
Teori penetrasi juga dikembangkan oleh Danckwerts yang menyatakan bahwa
unsur-unsur fluida pada permukaan secara acak akan diganti oleh fluida lain yang
lebih segar dari aliran tindak. Teori ini digunakan dalam keadaan khusus di mana
dianggap massa difusivitas pusaran berlangsung dalam waktu yang bervariasi dan
dianggap laju perpindahan massa tidak tergantung dari waktu perpindahan unsur
dalam fase cairan tindak pada keadaan stagnan. Sehingga perpindahan massa yang
terjadi di interfacemerupakan harga dari jumlah zat yang terabsorpsi. Jadi dianggap

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-7
Bab II Tinjauan Pustaka
bahwa perpindahan unsur secara tindak fase cairan menuju interface tidak akan
mempengaruhi kecepatan perpindahan massanya.
Dalam laboratorium, koofisien perpindahan massa overall absorpsi CO2 oleh
larutan NaOH , didasarkan pada persamaan :

KG a

Dimana,

Ylm

Na
ht. S. PT . Ylm

Ya 2 - Ya 2 * Ya 1 - Ya 1 *
Ya 2 - Ya 2 *
ln

Ya 1 - Ya 1 *

Bila absorbant yang digunakan memiliki konsentarsi rendah, maka akan


diperoleh kurva kesetimbangan yang memenuhi hukum Henry yaitu:
Ya1 * = He . Xa1
Ya2 * = He. Xa2
Menurut Treybal (1980), konstanta Henry untuk larutan elektrolit dapat diperoleh
dari persamaan Van Krevelen dan Hoftijer, yaitu:
He
=h I
Heo
h= h+ + h- + hg
Ci Zi 2
I=
2
log

Dimana:

He
Heo
I
h

= Harga karakteristik ion-ion dari larutan elektrolit


= Konstanta Henry untuk air murni
= Kekuatan ionik larutan elektrolit
= Umlah kontribusi yang menunjukkan adanya ion positif dan
negatif dari unsur gas

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-8
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1.3 Prinsip Kerja Kolom Absorpsi

Gambar II.3 Konfigurasi Absorber-Stipper

Udara yang mengandung komponen terlarut (misalnya CO 2 ) dialirkan ke dalam


kolom pada bagian bawah. Dari atas dialirkan alir. Pada saat udara dan air bertemu
dalam kolom isian, akan terjadi perpindahan massa. Dengan menganggap udara tidak
larut dalam air (sangat sedikit larut),maka hanya gas CO 2 saja yang berpindah ke dalam
fase air (terserap). Semakin ke bawah, aliran air semakin kaya CO 2 . Semakin ke atas
,aliran udara semakin miskin CO 2 .
Pada Gambar II.3 memperlihatkan satu konsep menangkap CO 2 yang fleksibel
yang memungkinkan sebuah pabrik dipasang dengan menangkap CO 2 untuk
mendapatkan kembali sebagian output pra-ambil dengan kembali uap pengupasan CO2
ke turbin LP untuk menghasilkan listrik. Kerja kompresi CO2 kemudian jatuh karena
ada sedikit CO2 yang akan dikompresi, meskipun laju aliran kompresor minimum
mungkin memerlukan daur ulang CO2 pada beban capture rendah. Selama parsial-beban
menangkap CO2 , satu pendekatan operasi untuk uap dan aliran pelarut kaya untuk
stripper menjadi berkurang secara bersamaan dan sama-sama. Penelitian sebelumnya
telah menyarankan bahwa ini adalah pendekatan yang terbaik untuk meminimalkan
hukuman efisiensi dan menjaga stabilitas sistem. Kaya pelarut dialihkan dari stripper
yang didaur ulang ke absorber, penurunan penghapusan sehingga CO 2 dan
meningkatkan emisi sebagai pelarut menjadi jenuh dengan CO2 . Peningkatan emisi CO2
bisa dikenakan biaya tambahan CO2 , namun parsial-beban menangkap CO2 bisa
menguntungkan jika penjualan listrik tambahan mengimbangi kenaikan biaya emisi
CO2.
Peralatan yang digunakan dalam operasi absorpsi mirip dengan yang digunakan
dalam operasi distilasi. Namun demikian terdapat beberapa perbedaan menonjol pada
kedua operasi tersebut, yaitu sebagai berikut:
Umpan pada absorpsi masuk dari bagian bawah kolom, sedangkan pada distilasi
umpan masuk dari bagian tengah kolom.

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-9
Bab II Tinjauan Pustaka

Pada absorpsi cairan solven masuk dari bagian atas kolom di bawah titik didih,
sedangkan pada distilasi cairan solven masuk bersama-sama dari bagian tengah
kolom.
Pada absorpsi difusi dari gas ke cairan bersifat irreversible, sedangkan pada distilasi
difusi yang terjadi adalah equimolar counter diffusion.
Rasio laju alir cair terhadap gas pada absorpsi lebih besar dibandingkan pada
distilasi.

II.1.4 Aplikasi Absorpsi


Absorpsi dalam dunia industri digunakan untuk meningkatkan nilai guna dari suatu
zat dengan cara merubah fasenya.
1. Proses Pembuatan Formalin
Formalin yang berfase cair berasal dari formaldehid yang berfase gas dapat
dihasilkan melalui proses absorpsi. Teknologi proses pembuatan formalin
Formaldehid sebagai gas input dimasukkan ke dalam reaktor. Output dari reaktor
yang berupa gas yang mempunyai suhu 182 0 C didinginkan pada kondensor hingga
suhu 55 0 C, dimasukkan ke dalam absorber. Keluaran dari absorber pada tingkat I
mengandung larutan formalin dengan kadar formaldehid sekitar 37 40%. Bagian
terbesar dari metanol, air,dan formaldehid dikondensasi di bawah air pendingin
bagian dari menara, dan hampir semua removal dari sisa metanol dan formaldehid
dari gas terjadi dibagian atas absorber dengan counter current contact dengan air
proses.
2. Proses Pembuatan Asam Nitrat
Pembuatan asam nitrat (absorpsi NO dan NO 2 ). Proses pembuatan asam nitrat
Tahap akhir dari proses pembuatan asam nitrat berlangsung dalam kolom absorpsi.
Pada setiap tingkat kolom terjadi reaksi oksidasi NO menjadi NO 2 dan reaksi
absorpsi NO2 oleh air menjadi asam nitrat. Kolom absorpsi mempunyai empat fluks
masuk dan dua fluks keluar. Empat fluks masuk yaitu air umpan absorber, udara
pemutih, gas proses, dan asam lemah. Dua fluks keluar yaitu asam nitrat produk dan
gas buang. Kolom absorpsi dirancang untuk menghasilkan asam nitrat dengan
konsentrasi 60 % berat dan kandungan NOx gas buang tidak lebih dari 200 ppm.
Aplikasi absorpsi lainnya seperti proses pembuatan urea, produksi ethanol,
minuman berkarbonasi, fire extinguisher, dry ice, supercritical carbon dioxide dan
masih banyak lagi aplikasi absorpsi dalam industri.
Selain itu absorpsi ini juga digunakan untuk memurnikan gas yang dihasilkan
dari fermentasi kotoran sapi. Gas CO 2 langsung bereaksi dengan larutan NaOH
sedangkan CH4 tidak. Dengan berkurangmya konsentrasi CO 2 sebagai akibat reaksi
dengan NaOH, maka perbandingan konsentrasi CH4 dengan CO 2 menjadi lebih besar
untuk konsentrasi CH4 .

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-10
Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar II.4 Contoh Penyerapan CO2

Absorpsi CO2 dari campuran biogas ke dalam larutan NaOH dapat dilukiskan
sebagai berikut:
CO 2(g) + NaOH(aq) NaHCO 3(aq)
NaOH(aq) + NaHCO 3 Na2CO 3(s) + HO (l)
CO2(g) + 2NaOH(aq) Na2CO 3(s) + H2 O(l)
Dalam kondisi alkali atau basa, pembentukan bikarbonat dapat diabaikan
karena bikarbonat bereaksi dengan OH- membentuk CO 3 2II.1.5 Jenis Menara Absorpsi
Menurut Firdaus (2011), ada beberapa jenis menara absorpsi, yaitu:
a. Sieve Tray
Bentuknya mirip dengan peralatan distilasi. Pada Sieve Tray, uap
menggelembung ke atas melewati lubang-lubang sederhana berdiameter 3-12 mm
melalui cairan yang mengalir. Luas penguapan atau lubang-lubang ini biasanya
sekitar 5-15% luas tray. Dengan mengatur energi kinetik dari gas dan uap yang
mengalir, maka dapat diupayakan agar cairan tidak mengalir melaui lubang-lubang
tersebut. Kedalaman cairan pada tray dapat dipertahankan dengan limpasan
(overflow) pada tanggul (outlet weir).

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-11
Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar II.5 Sieve Tray

b. Valve Tray
Valve Tray adalah modifikasi dari Sieve Tray dengan penambahan katup-katup
untuk mencegah kebocoran atau mengalirnya cairan ke bawah pada saat tekanan uap
rendah. Dengan demikian alat ini menjadi sedikit lebih mahal daripada Sieve Tray,
yaitu sekitar 20%. Namun demikian alat ini memiliki kelebihan yaitu rentang operasi
laju alir yang lebih lebar ketimbang Sieve Tray.

Gambar II.6 Valve Tray

c. Spray Tower
Liquid masuk dispraykan dan jatuh karena gravitasi, aliran gas naik berlawanan
arah. Nozzle (lubang) spray berfungsi untuk memperkecil ukuran liquid. Jarak
jatuhnya liquid ditentukan berdasarkan waktu kontak dan pengaruh jumlah massa
yang dipindahkan. Spray Tower digunakan untuk perpindahan massa gas-gas yang
sangat mudah larut dimana tahanan fasa gas yang menjadi kendali dalam fenomena
ini (Redjeki, 2012).

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-12
Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar II.7 Spray Tower

d. Bubble Cap Tray


Jenis ini telah digunakan sejak lebih dari seratus tahun lalu, namun
penggunaannya mulai digantikan oleh jenis Valve Tray sejak tahun 1950. Alasan
utama berkurangnya penggunaan Bubble Cap Tray adalah alasan ekonomis, dimana
desain alatnya yang lebih rumit sehingga biayanya menjadi lebih mahal. Jenis ini
digunakan jika diameter kolomnya sangat besar.

Gambar II.8 Bubble Cap Tray

e. Packed Bed
Jenis ini adalah yang paling banyak diterapkan pada menara absorpsi. Packed
Column lebih banyak digunakan mengingat luas kontaknya dengan gas. Packed Bed
berfungsi mirip dengan media filter, dimana gas dan cairan akan tertahan dan
berkontak lebih lama dalam kolom sehingga operasi absorpsi akan lebih optimal.
Beragam jenis packing telah dikembangkan untuk memperluas daerah dan
efisiensi kontak gas-cairan. Ukuran packing yang umum digunakan adalah 3-75 mm.

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-13
Bab II Tinjauan Pustaka
Bahan yang digunakan dipiluh berdasarkan sifat inert terhadap komponen gas
maupun cairan solven dan pertimbangan ekonomis, antara lain tanah liat, porselin,
grafit dan plastik. Packing yang baik biasanya memenuhi 60-90% dari volume
kolom.

Gambar II.9 Packed Bed

II.1.6 Pemilihan Packing


Dalam rangka memperluas permukaan kontak antara fase gas-cair, digunakan
bahan berisi packing (packed column). Pemilihan packing dilakukan dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Memiliki luas permukaan terbasahi tiap unit volum yang besar
2. Memiliki ruang kosong yang cukup besar sehingga kehilangan tekanan kecil
3. Karakteristik pembasahan baik
4. Densitas kecil agar berat kolom keseluruhan kecil
5. Tahan korosi dan ekonomis
(Perry, 1984)

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-14
Bab II Tinjauan Pustaka
II.2 Aplikasi Absorber
Proses Industri Asam Nitrat PT. Dahana
Penggunaan dan Ekonomi
Kegunaan utama dari asam nitrat digunakan untuk produksi pupuk sintetis. Sekitar
70% dari asam nitrat yang diproduksi digunakan untuk produksi ammonium nitrat, yang
kemudian digunakan untuk produksi pupuk. Sisa produksi asam nitrat digunakan untuk
pembuatan bahan peledak, senyawa organik, pemisaahan emas dan perak, dan
pembuatan asam adipat yang digunakan untuk produksi nilon. Asam nitrat merupakan
bahan kimia yang banyak diproduksi di Amerika Serikat. Ukuran plan bervariasi dari
6000 sampai 700000 ton (5500 sampai 635000 ton) tiap tahun. Saat ini beragam tipe
plant produksi asam nitrat di seluruh dunia. Terdapat tiga tipe yang biasa digunakan
plant antara lain plant asam nitrat atmosfer, plant tekanan sedang, dan plant tekanan
tinggi. Pada proses produksi asam nitrat, beragam produk yang tidak diinginkan juga
dihasilkan. Tiga polutan utama yang dilepaskan adalah nitrous oksida (N2O), oksida
nitrat (NO), dan nitrogen dioksida (NO2).
Bahan Baku
Bahan baku yang terpenting untuk pembuatan asam nitrat adalah amonia, udara,
air, dan katalis kasa platina10% rhodium. Lokasi pabrik biasanya diusahakan agar tidak
jauh dari pabrik amonia. Oleh karena 1 kg atom nitrogen terkandung dalam hanya 17 kg
amonia, tetapi memerlukan 105 kg asam nitrat 60%, maka biasanya lebih murah bagi
para pemakai besar untuk mengangkut amonia daripada asam nitrat.
Pembuatan Asam Nitrat Komersial
Hampir semua pembuatan asam nitrat secara komersial diperoleh dengan cara
oksidasi amonia. Tiga tahap dasar pembuatan asam nitrat adalah:
Oksidasi amonia menjadi nitrogen monoksida (NO)
4 NH3 + 5 O 2
4 NO + 6 H2 O
Reaksi cepat, eksotermik dan menghasilkan reaksi samping
2 NH3 + 1,5 O2
N2 + 3 H2 O
Oksidasi nitrogen monoksida menjadi nitrogen dioksida (NO2)
2 NO + O 2
2 NO 3
o
Pada temperatur dibawah 150 C, hampir semua nitrogen monoksida akan bereaksi
dengan oksigen yang ada. Selain temperatur, perlu diperhatikan juga tekanan. Karena
pada temperatur yang rendah, dengan menaikkan tekanan dapat mengakibatkan
terjadinya reaksi dimerisasi nitrogen dioksida menjadi dinitrogen tetraoksida dengan
persamaan reaksi sebagai berikut:
2 NO 2
N2O4
Absorpsi nitrogen oksida menjadi asam nitrat terjadi absorpsi nitrogen oksida
dalam air menghasilkan asam nitrat dan melepaskan tambahan nitrogen monoksida.
Reaksi keseluruhan absorpsi gas nitrogen dioksida dalam air adalah sebagai berikut:

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-15
Bab II Tinjauan Pustaka
3 NO 2(g) + H2 O(g)

2 HNO 3(aq) + NO (g)

Teknologi Proses HNO3


Seluruh proses produksi asam nitrat komersial mempunyai kesamaan dalam proses
utama kecuali pada tekanan operasinya. Tekanan operasi ini dibagi menjadi tekanan
atmosferik, tekanan sedang (2,55 atm), dan tekanan tinggi (712 atm). Tekanan operasi
ini adalah sistem tekanan ganda. Sistem tekanan ganda memanfaatkan sistem kompresi
diantara oksidasi amonia dan absorpsi nitrogen monooksida. Kombinasi yang mungkin
antara lain sistem tekanan tunggal pada tekanan atmosfer, sedang, atau tinggi. Sistem
tekanan ganda pada tekanan atmosfer sedang, tekanan atmosfer tinggi, atau tekanan
sedang tinggi. Secara sederhana skema produksi asam nitrat dapat digambarkan sebagai
berikut:

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Diagram alir produksi asam nitrat dapat dijelaskan sebagai berikut:


Udara ditekan hingga 0.86 MP dan dipanaskan hingga 250 o C
Amonia (NH3) dicampur dengan udara campuran adalah 10% amonia (vol)
Campuran mengalir melawati pack of flat gauzes, memghasilkan nitrogen oksida
(NO) efisiensi 95%, 930o C
Gas nitrogen oksida didinginkan tail-gas heater menuju nitrogen dioksida (NO2)
Gas yang telah didinginkan mengalir melewati kondensor, dimana sebagian dari gas
dikondensasi menjadi asam lemah
Gas yang tidak terkondensasi mengalir dari bawah menara absorpsi
Asam lemah dipompa menuju intermediate bubblecap tray dalam menara absorpsi

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-16
Bab II Tinjauan Pustaka
8) Air dingin disirkulasikan melewati bagian atas menara absorpsi
9) Gas yang tidak terkondensasi mengalir ke atas melewati menara dan diserap oleh air,
menghasilkan asam nitrat
10) Oksida nitrat bereaksi dengan oksigen berlebih menghasilkan nitrogen dioksida
yang kemudian menjadi asam nitrat
11) Asam nitrat mengalir dari bawah menara absorpsi menuju bleacher, dimana nitrogen
oksida tak terlarut
12) Gas sisa meninggalkan menara absorpsi dipanaskan kembali melalui interaksi
dengan proses gas pada tahap (4)
13) Gas sisa panas digunakan kembali untuk memanaskan air yang masuk pada tahap
(1)
14) Produk akhir, asam nitrat, diperoleh setelah proses bleaching
Proses dua tekanan, biaya katalisnya lebih rendah karena menggunakan kecepatan
yang lebih rendah, diameter unggun katalis lebih besar dan lapisan kasa lebih tipis
(hanya empat lapisan), serta beroperasi pada tekanan lebih rendah, yaitu 240 kPa, di
dalam konverter. Gas dilewatkan melalui sistem pemulihan kalor dan dikompresi
sampai 990 kPa untuk absorpsi dan pemutihan.
Sistem ini dapat banyak menurunkan biaya katalis sampai kira-kira $1,50 per ton
metrik HNO3 100% yang dihasilkan. Kebutuhan tenaganya berkurang 2 persen, tetapi
pemulihan tenaganya juga berkurang 5 persen, dan uap hasil sampingan yang dihasilkan
pun lebih sedikit dibandingkan dengan sistem tekanan tunggal. Bobot katalis per satuan
produksi harian untuk kedua proses itu tidak banyak berbeda.
Tahap akhir dari proses pembuatan asam nitrat berlangsung dalam kolom absorpsi.
Pada setiap tingkat kolom terjadi reaksi oksidasi NO menjadi NO2 dan reaksi absorpsi
NO2 oleh air menjadi asam nitrat. Kolom absorpsi mempunyai empat fluks masuk dan
dua fluks keluar. Empat fluks masuk yaitu air umpan absorber, udara pemutih, gas
proses, dan asam lemah. Dua fluks keluar yaitu asam nitrat produk dan gas buang.
Kolom absorpsi dirancang untuk menghasilkan asam nitrat dengan konsentrasi 60 %
berat dan kandungan NOx gas buang tidak lebih dari 200 ppm.
Kolom absorbsi adalah suatu kolom atau tabung tempat terjadinya proses
pengabsorbsi (penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di kolom/tabung
tersebut. Proses ini dilakukan dengan melewatkan zat yang terkontaminasi oleh
komponen lain dan zat tersebut dilewatkan ke kolom ini dimana terdapat fase cair dari
komponen tersebut.

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-17
Bab II Tinjauan Pustaka

Struktur dalam absorber antara lain:


Bagian atas
Spray untuk mengubah gas input menjadi fase cair.
Bagian tengah
Packed tower untuk memperluas permukaan sentuh sehingga mudah untuk
diabsorbsi.
Bagian bawah
Inpuut gas sebagai tempat masuknya gas ke dalam reaktor

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan
1. Laju alir gas CO 2 (mL/s)
2. Laju alir larutan NaOH (mL/s)
3. Waktu pengamatan (menit)
4. NaOH 0,1 N
5. HCl 0,3 N
6. Pengambilan pada

: 7 dan 6
: 61 dan 51
: 3, 5, 7, 9 dan 11

: tray 2, tray 4, produk, dan bottom

III.2 Alat dan Bahan Percobaan


III.2.1 Bahan yang digunakan
1. Padatan NaOH
2. HCl 32%
3. Aquadest
4. Indikator methyl orange (MO)
5. Gas CO 2 murni
III.2.2 Alat yang digunakan
1. Buret dan statif
2. Erlenmeyer
3. Pipet tetes
4. Beaker glass
5. Gelas ukur
6. Spatula
7. Labu ukur
8. Gelas arloji
9. Corong
10. Ember
11. Seperangkat alat absorpsi
III.3 Prosedur Percobaan
III.3.1 Tahap Persiapan
1. Membuat larutan NaOH 0,1 N dalam 57 liter
a. Menimbang 228 gram NaOH padatan menggunakan kaca arloji.
b. Melarutkan NaOH di dalam sedikit aquadest di dalam beaker glass sambil
diaduk.
c. Mengencerkan dengan aquadest bebas CO 2 sampai dengan 57 liter di
dalam tangki.
2. Larutan HCl 0,3 N dalam 1000 mL.
a. Mengambil 28,8 mL larutan HCl pekat (32%, 1,19 kg/L).

III-1

III-2
Bab III Metodologi Percobaan
b. Mengencerkan dengan air murni sampai 1000 mL.
III.3.2 Tahap Standarisasi
1. Mengambil 10 mL larutan NaOH 0,1 N dari bak penampung.
2. Menambahkan 1-2 tetes indikator MO.
3. Menitrasi larutan hingga berubah warna menjadi merah bata.
4. Mencatat volume hasil titrasi.
5. Mengulangi titrasi sebanyak 2 kali.
III.3.3 Tahap Percobaan
1. Mengisi tangki (TK) dengan larutan NaOH 0,1 N sebanyak 57 liter.
2. Menyalakan pompa untuk mengalirkan NaOH ke dalam kolom absorber (C).
3. Membuka dan mengatur V4 hingga NaOH mencapai flow rate sesuai
variabel.
4. Membuka V5 untuk mengalirkan gas CO 2 ke dalam kolom absorber (C).
5. Mengatur flow rate gas CO2 yang terdapat pada tabung gas CO 2 (TG).
6. Menghidupkan stopwatch.
7. Mengambil sampel dengan variabel waktu 3, 5, 7, 9, dan 11 menit pada
produk, tray 2, tray 4, dan bottom.
8. Mengulangi percobaan 1-5 dengan mengganti variabel flow rate NaOH dan
flow rate CO2 dengan variabel yang berbeda.
III.3.4 Tahap Analisa
1. Menambahkan 1-2 tetes MO pada sampel yang diambil tiap variabel waktu
dan flow rate.
2. Menitrasi sample dengan larutan HCl 0,3 N sampai menjadi warna merah
bata.
3. Mencatat volume hasil titrasi.
4. Melakukan perhitungan konsentrasi NaOH sisa.
5. Melakukan titrasi sebanyak 2 kali.
III.4 Diagram Alir Percobaan
III.4.1 Tahap Persiapan
1. Membuat Larutan NaOH 0,1 N dalam 57 liter
Mulai

Menimbang 228 gram NaOH padatan menggunakan kaca arloji.


Melarutkan NaOH di dalam sedikit aquadest di dalam beaker glass
sambil diaduk.
A

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

III-3
Bab III Metodologi Percobaan
A

Mengencerkan dengan aquadest bebas CO 2 sampai dengan 57 liter di


dalam tangki.

Selesai
2. Membuat Larutan HCl 0,3 N dalam 1000 mL
Mulai

Mengambil 28,8 mL larutan HCl pekat (32%, 1,19 g/mL)


Mengencerkan dengan air murni sampai 1000 mL

Selesai
III.4.2 Tahap Standarisasi
Mulai

Mengambil 10 mL larutan NaOH 0,1 N dari bak penampung

Menambahkan 1-2 tetes indikator MO

Menitrasi larutan hingga berubah warna menjadi merah bata

Mencatat volume hasil titrasi

Mengulangi titrasi sebanyak 2 kali.

Selesai

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

III-4
Bab III Metodologi Percobaan
III.4.3 Tahap Percobaan
Mulai

Mengisi tangki (TK) dengan larutan NaOH 0,1 N sebanyak 57 liter

Menyalakan pompa untuk mengalirkan NaOH ke dalam kolom absorpsi

Membuka dan mengatur V4 hingga NaOH mencapai flow rate sesuai


variabel.

Membuka V5 untuk mengalirkan gas CO 2 ke dalam kolom absorber (C)


sebesar sesuai variabel.

Mengatur flow rate gas CO 2 yang terdapat pada tabung gas CO 2 (TG).

Menghidupkan stopwatch.

Mengambil sampel dengan variabel waktu 3, 5, 7, 9, dan 11 menit pada


produk, tray 2, tray 4, dan bottom.

Mengulangi percobaan 1-5 dengan mengganti variabel flow rate NaOH


dan flow rate CO2 dengan variabel yang berbeda.

Selesai

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

III-5
Bab III Metodologi Percobaan
III.4.4 Tahap Analisa
Mulai

Menambahkan 1-2 tetes MO pada sampel yang diambil tiap variabel


waktu dan flow rate

Menitrasi sampel dengan larutan HCl 0,3 N sampai menjadi warna merah
bata

Mencatat volume hasil titrasi

Melakukan perhitungan konsentrasi NaOH sisa.

Melakukan titrasi sebanyak 2 kali.

Selesai

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

III-6
Bab III Metodologi Percobaan
III.5 Gambar Alat Percobaan

Beaker Glass

Buret

Corong
Ember

Erlenmeyer

Gelas Arloji

Gelas Ukur

Labu ukur

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

III-7
Bab III Metodologi Percobaan

Spatula

Statif dan Klem Holder

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

III-8
Bab III Metodologi Percobaan

V5
V4

V3

V1

Gambar III.1 Skema Absorber

Keterangan :
C
: Column absorber
Caquadestan
: Campuran antara aquadest, NaOH, Na2 CO3
Y1
: Fraksi mol gas CO 2
TK
: Tangki NaOH
TG
: Tabung gas CO 2
V1
: Valve bottom
V3
: Valve by pass
V4
: Valve feed
V5
: Valve CO2

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

III-9
Bab III Metodologi Percobaan

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Percobaan Dan Perhitungan
Berikut adalah hasil percobaan absorpsi CO2 menggunakan absorben NaOH 0,1 N
dengan flow rate NaOH sebesar 51 ml/s dan 61 ml/s:
Tabel IV.1.1 Hasil Percobaan Analisa Konsentrasi NaOH dengan Penitran HCl 0,3 N

Debit Debit
Waktu
NaOH CO 2
(mnt)
(ml/s) (l/mnt)

6
51
7

6
61
7

3
5
7
9
11
3
5
7
9
11
3
5
7
9
11
3
5
7
9
11

Volume Titrasi (ml)


Tray 4
Product

Tray 2

Bottom

Vrata2

Vrata2

Vrata2

Vrata2

6
5.4
5.2
4.8
4.7
5.6
5.2
4.8
4.3
4.7
4.3
3.4
3.9
3.3
3.3
5.6
4.5
4.3
4.3
4.3

5.4
5
5.3
4.7
4.4
5.1
5.1
4.8
4.4
4.4
5.1
3.7
3.5
3.6
3.4
5.3
4.5
3.9
3.8
3.6

5.7
5.2
5.25
4.75
4.55
5.35
5.15
4.8
4.35
4.55
4.7
3.55
3.7
3.45
3.35
5.45
4.5
4.1
4.05
3.95

5.5
5.3
4.9
3.6
4.1
5.2
5
4.8
4.4
4.3
4.4
3.9
3.6
3.8
3.5
5.1
4.4
4.3
3.7
3.5

5.4
5
4.7
4.9
3.6
5.4
5
5.3
4.8
4.6
4
4.2
4
3.9
3.3
4.8
4
3.9
3.8
2.5

5.45
5.15
4.8
4.25
3.85
5.3
5
5.05
4.6
4.45
4.2
4.05
3.8
3.85
3.4
4.95
4.2
4.1
3.75
3

6
5.2
4.8
4.9
4.5
5.3
4.8
4.7
4.5
4.2
4.8
4.5
4.2
4
4.1
4.9
4.4
4.2
4.1
3.9

6.5
5.7
5.2
4.6
4.9
5.4
5
4.9
4.9
4.3
4.5
4.2
4
4.3
3.6
4.6
4.3
3.8
3.5
3.7

6.25
5.45
5
4.75
4.7
5.35
4.9
4.8
4.7
4.25
4.65
4.35
4.1
4.15
3.85
4.75
4.35
4
3.8
3.8

5.4
5.2
4.9
4.6
4.5
5.2
5.2
5
5
4
4.5
4.5
4.3
3.7
3.7
4.7
4.5
4.5
4.3
4

5.5
4.3
4.5
4.3
4.7
5.3
5.2
5.2
4.1
3.8
4.2
4.1
3.8
3.7
3.6
4.7
4.5
3.7
3.7
3.5

5.45
4.75
4.7
4.45
4.6
5.25
5.2
5.1
4.55
3.9
4.35
4.3
4.05
3.7
3.65
4.7
4.5
4.1
4
3.75

Setelah dilakukan analisa menggunakan metode titrasi, didapatkan mol NaOH


sisa pada Tabel IV.1.2 dengan variable NaOH awal adalah 0,1N
Tabel IV.1.2 Hasil Perhitungan mol NaOH sisa

Debit
NaOH
(ml/s)

Debit
CO 2
(l/mnt)

Waktu
(mnt)

Tray 2

Tray 4

Product

Bottom

51

3
5
7

0.00114
0.00104
0.00105

0.00109
0.00103
0.00096

0.00125
0.00109
0.001

0.00109
0.00095
0.00094

Mol NaOH Sisa

IV-1

Commented [CPC1]: Ini tambah kew laanjutan table di halaman


berikutnya

IV-2
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan
Debit
NaOH
(ml/s)

Debit
CO 2
(l/mnt)
6

51
7

6
61
7

Mol NaOH Sisa

Waktu
(mnt)

Tray 2

Tray 4

Product

Bottom

9
11
3
5
7
9
11
3
5
7
9
11
3
5
7
9
11

0.00095
0.00091
0.00107
0.00103
0.00096
0.00087
0.00091
0.00094
0.00071
0.00074
0.00069
0.00067
0.00109
0.0009
0.00082
0.00081
0.00079

0.00085
0.00077
0.00106
0.001
0.00101
0.00092
0.00089
0.00084
0.00081
0.00076
0.00077
0.00068
0.00099
0.00084
0.00082
0.00075
0.0006

0.00095
0.00094
0.00107
0.00098
0.00096
0.00094
0.00085
0.00093
0.00087
0.00082
0.00083
0.00077
0.00095
0.00087
0.0008
0.00076
0.00076

0.00089
0.00092
0.00105
0.00104
0.00102
0.00091
0.00078
0.00087
0.00086
0.00081
0.00074
0.00073
0.00094
0.0009
0.00082
0.0008
0.00075

Setelah dilakukan perhitungan, maka didapatkan mol CO2 terabsorpsi


menggunakan absorben NaOH 0,1 N pada Tabel IV.1.3, dengan reaksi sebagai berikut:
CO2(g) + NaOH (aq)
NaHCO3(aq)
NaOH(aq) + NaHCO3 Na2CO3(s) + HO(l)
CO2(g) + 2NaOH (aq) Na2CO3(s) + H2O (l)
Tabel IV.1.3 Hasil Perhitungan M ol CO 2 Terserap

Debit CO 2
(l/mnt)

Debit
NaOH
(ml/s)

7
61

Mol CO 2 Terserap (mol/detik)

Waktu
(menit)

Tray 2

Tray 4

Product

Bottom

0.0052500

0.0053000

0.0053200

0.0053250

0.0000950

0.0000750

0.0000400

0.0000200

0.0000400

0.0000100

0.0000350

0.0000400

0.0000050

0.0000350

0.0000200

0.0000100

11

0.0000100

0.0000750

0.0000000

0.0000250

0.0053250

0.0053750

0.0053300

0.0053600

0.0001150

0.0000150

0.0000300

0.0000050

-0.0000150

0.0000250

0.0000250

0.0000250

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

IV-3
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan
Debit CO 2
(l/mnt)

Debit
NaOH
(ml/s)

61

51

Mol CO 2 Terserap (mol/detik)

Waktu
(menit)

Tray 2

Tray 4

Product

Bottom

0.0000250

-0.0000050

-0.0000050

0.0000350

11

0.0000100

0.0000450

0.0000300

0.0000050

0.0043150

0.0043200

0.0043150

0.0043250

0.0000200

0.0000300

0.0000450

0.0000050

0.0000350

-0.0000050

0.0000100

0.0000100

0.0000450

0.0000450

0.0000100

0.0000550

11

-0.0000200

0.0000150

0.0000450

0.0000650

0.0042800

0.0043050

0.0042250

0.0043050

0.0000500

0.0000300

0.0000800

0.0000700

-0.0000050

0.0000350

0.0000450

0.0000050

0.0000500

0.0000550

0.0000250

0.0000250

11

0.0000200

0.0000400

0.0000050

-0.0000150

IV.2 Pembahasan
Tujuan percobaan absorpsi adalah untuk mengetahui pengaruh penyerapan gas
CO2 pada larutan NaOH 0,1 N dengan flow rate NaOH sebesar 60 ml/detik dan 70
ml/detik terhadap flow rate gas CO2 sebesar 7 L/menit dan 7,5 L/menit selama waktu
kontak 3, 5, 7, 9, dan 11 menit. Reaksi yang terjadi selama percobaan :
CO2(g) + NaOH (aq)
NaHCO3(aq)
NaOH(aq) + NaHCO3 Na2CO3(s) + HO(l)
CO2(g) + 2NaOH (aq) Na2CO3(s) + H2O (l)

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

IV-4
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan

M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)

0.0060000

0.0050000
0.0040000
flow rate NaOH 51 ml/s

0.0030000

flow rate NaOH 61 ml/s

0.0020000
0.0010000

0.0000000
0

-0.0010000

10

12

Waktu (mnt)

Grafik IV.2.1 Perbandingan M ol CO 2 Terabsorbsi pada Produk dengan Flow Rate


CO 2 6 l/mnt

Dari Grafik IV.2.1 dapat dilihat perbandingan mol CO2 terabsorpsi pada produk
dengan Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt dan Flow Rate NaOH 61 ml/s
Flow Rate CO2 6 l/mnt. M ol CO2 terabsorpsi produk dengan Flow Rate NaOH 51 ml/s
Flow Rate CO2 6 l/mnt pada masing-masing variabel waktu yaitu 4,225x10-3; 8x10-5;
4,5x10-5; 2,5x10-5; 5x10-6 mol/detik. Sedangkan pada Flow Rate NaOH 61 ml/s Flow
Rate CO2 6 l/mnt yaitu 0,00533; 3x10-5; 2,5x10-5; -5x10-6; 3x10-5 mol/detik.
Hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
semakin besar mol NaOH dalam aliran maka mol CO 2 yang terserap akan semakin
besar pula. Hal ini disebabkan pada operasi absorpsi dengan laju alir besar, waktu
kontak antara NaOH dengan CO 2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil.
Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan transfer massa yang terjadi lebih sedikit
dan jumlah CO2 yang terserap juga lebih sedikit (Maarif, 2008).

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

IV-5
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan

M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)

0.0060000

0.0050000
0.0040000
0.0030000

flow rate NaOH 51 ml/s

0.0020000

flow rate NaOH 61 ml/s

0.0010000

0.0000000
0

-0.0010000

10

12

Waktu (mnt)

Grafik IV.2.2 Perbandingan M ol CO 2 Terabsorbsi pada Produk dengan Flow Rate


CO 2 7 l/mnt

Sedangkan dari Grafik IV.2.2 diatas dapat dilihat perbandingan mol CO2
terabsorpsi pada produk dengan Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt dan
Flow Rate NaOH 61 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt. M ol CO2 terabsorpsi produk dengan
Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt pada masing-masing variabel waktu
yaitu 0,004315; 4,5x10-5; 1x10-5; 1x10-5; 4,5x10-5 mol/detik. Sedangkan pada Flow Rate
NaOH 61 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt yaitu 0,00532; 4x10-5; 3,5x10-5; 2x10-5; 0
mol/detik.
Hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
semakin besar mol NaOH dalam aliran maka mol CO 2 yang terserap akan semakin
besar pula. Hal ini disebabkan pada operasi absorpsi dengan laju alir besar, waktu
kontak antara NaOH dengan CO 2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil.
Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan transfer massa yang terjadi lebih sedikit
dan jumlah CO2 yang terserap juga lebih sedikit (Maarif, 2008).
Pada menit ke-11 flowrate NaOH 61 mL/s menunjukkan bahwa mol CO2 yang
terabsorpsi yaitu sebesar 0 mol/detik yang berarti tidak ada gas CO 2 yang terabsorpsi.
Hal ini disebabkan adanya kejenuhan larutan karena keadaan keseimbangan telah
tercapai, maka perpindahan gas menuju cairan akan berhenti. Kemampuan gas untuk
berpindah dari fase gas menuju cairan dibatasi oleh daya larut maksimum gas tersebut
dalam cairan yang berkontak dengannya.

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

IV-6
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan

M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)

0.0060000

0.0050000
0.0040000
0.0030000

flow rate NaOH 51 ml/s

0.0020000

flow rate NaOH 61 ml/s

0.0010000

0.0000000
0

-0.0010000

10

12

Waktu (mnt)

Grafik IV.2.3 Perbandingan M ol CO 2 Terabsorbsi pada Tray 2 dengan Flow Rate


CO 2 6 l/mnt

Dari Grafik IV.2.3 diatas dapat dilihat perbandingan mol CO2 terabsorpsi pada
Tray 2 dengan Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt dan Flow Rate NaOH
61 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt. M ol CO2 terabsorpsi Tray 2 dengan Flow Rate NaOH
51 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt pada masing-masing variabel waktu yaitu 0,00428;
5x10-5; -5x10-6; 5x10-5 dan 2x10-5 mol/detik. Sedangkan pada Flow Rate NaOH 61 ml/s
Flow Rate CO2 6 l/mnt yaitu 0,005325; 1,15x10-4; -1,5x10-5; 2,5x10-5 dan 1x10-5
mol/detik.
Hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
semakin besar mol NaOH dalam aliran maka mol CO 2 yang terserap akan semakin
besar pula. Hal ini disebabkan pada operasi absorpsi dengan laju alir besar, waktu
kontak antara NaOH dengan CO 2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil.
Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan transfer massa yang terjadi lebih sedikit
dan jumlah CO2 yang terserap juga lebih sedikit (Maarif, 2008).

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

IV-7
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan

M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)

0.0060000

0.0050000
0.0040000
0.0030000

flow rate NaOH 51 ml/s

0.0020000

flow rate NaOH 61 ml/s

0.0010000

0.0000000
0

-0.0010000

10

12

Waktu (mnt)

Grafik IV.2.4 Perbandingan M ol CO 2 Terabsorbsi pada Tray 2 dengan Flow Rate


CO 2 7 l/mnt

Sedangkan dari Grafik IV.2.4 diatas dapat dilihat perbandingan mol CO2
terabsorpsi pada Tray 2 dengan Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt dan
Flow Rate NaOH 61 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt. M ol CO2 terabsorpsi Tray 2 dengan
Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt pada masing-masing variabel waktu
yaitu 0,004315; 2x10-5; 3,5x10-5; 4,5x10-5 dan -2x10-5 mol/detik. Sedangkan pada Flow
Rate NaOH 61 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt yaitu 0,00525; 9,5x10-5; 4x10-5; 5x10-6 dan
1x10-5 mol/detik.
Hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
semakin besar mol NaOH dalam aliran maka mol CO 2 yang terserap akan semakin
besar pula. Hal ini disebabkan pada operasi absorpsi dengan laju alir besar, waktu
kontak antara NaOH dengan CO 2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil.
Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan transfer massa yang terjadi lebih sedikit
dan jumlah CO2 yang terserap juga lebih sedikit (Maarif, 2008).

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

IV-8
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan

M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)

0.0060000

0.0050000
0.0040000
0.0030000

flow rate NaOH 51 ml/s

0.0020000

flow rate NaOH 61 ml/s

0.0010000

0.0000000
0

-0.0010000

10

12

Waktu (mnt)

Grafik IV.2.5 Perbandingan M ol CO 2 Terabsorbsi pada Tray 4 dengan Flow Rate


CO 2 6 l/mnt

Dari Grafik IV.2.5 diatas dapat dilihat perbandingan mol CO2 terabsorpsi pada
Tray 4 dengan Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt dan Flow Rate NaOH
61 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt. M ol CO2 terabsorpsi Tray 4 dengan Flow Rate NaOH
51 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt pada masing-masing variabel waktu yaitu 0,00243; 1,05x10-4; 1,05x10-4; -1,2x10-4; dan 6x10-4 mol/detik. Sedangkan pada Flow Rate NaOH
61 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt yaitu 0,00277; 1,2x10-4; 7,5x10-5; -1,95x10-4; dan 7,5x10-5 mol/detik.
Hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
semakin besar mol NaOH dalam aliran maka mol CO 2 yang terserap akan semakin
besar pula. Hal ini disebabkan pada operasi absorpsi dengan laju alir besar, waktu
kontak antara NaOH dengan CO 2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil.
Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan transfer massa yang terjadi lebih sedikit
dan jumlah CO2 yang terserap juga lebih sedikit (Maarif, 2008).

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

IV-9
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan

M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)

0.0060000

0.0050000
0.0040000
0.0030000

flow rate NaOH 51 ml/s

0.0020000

flow rate NaOH 61 ml/s

0.0010000

0.0000000
0

-0.0010000

10

12

Waktu (mnt)

Grafik IV.2.6 Perbandingan M ol CO 2 Terabsorbsi pada Tray 4 dengan Flow Rate


CO 2 7 l/mnt

Dari Grafik IV.2.6 diatas dapat dilihat perbandingan mol CO2 terabsorpsi pada
Tray 4 dengan Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt dan Flow Rate NaOH
61 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt. M ol CO2 terabsorpsi Tray 4 dengan Flow Rate NaOH
51 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt pada masing-masing variabel waktu yaitu 0,00233; 7,5x10-5; 1,8x10-4; -1,8x10-4; dan 0 mol/detik. Sedangkan pada Flow Rate NaOH 61
ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt yaitu 0,0029; -1,5x10-4; -1,5x10-5; 1,65x10-4; dan -4,5x10-5
mol/detik.
Hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
semakin besar mol NaOH dalam aliran maka mol CO 2 yang terserap akan semakin
besar pula. Hal ini disebabkan pada operasi absorpsi dengan laju alir besar, waktu
kontak antara NaOH dengan CO 2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil.
Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan transfer massa yang terjadi lebih sedikit
dan jumlah CO2 yang terserap juga lebih sedikit (Maarif, 2008).
Pada menit ke-11 flowrate NaOH 51 mL/s menunjukkan bahwa mol CO2 yang
terabsorpsi yaitu sebesar 0 mol/detik yang berarti tidak ada gas CO2 yang terabsorpsi.
Hal ini disebabkan adanya kejenuhan larutan karena keadaan keseimbangan telah
tercapai, maka perpindahan gas menuju cairan akan berhenti. Kemampuan gas untuk
berpindah dari fase gas menuju cairan dibatasi oleh daya larut maksimum gas tersebut
dalam cairan yang berkontak dengannya.

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

IV-10
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan

M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)

0.0060000

0.0050000
0.0040000
0.0030000

flow rate NaOH 51 ml/s

0.0020000

flow rate NaOH 61 ml/s

0.0010000

0.0000000
0

-0.0010000

10

12

Waktu (mnt)

Grafik IV.2.7 Perbandingan M ol CO2 Terabsorbsi pada Bottom dengan Flow Rate
CO 2 6 l/mnt

Dari Grafik IV.2.7 diatas dapat dilihat perbandingan mol CO2 terabsorpsi pada
bottom dengan Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt dan Flow Rate NaOH
61 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt. M ol CO2 terabsorpsi bottom dengan Flow Rate NaOH
51 ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt pada masing-masing variabel waktu yaitu 0,0022;
1,5x10-5; -9x10-5; 1,2x10-4 dan 1,2x10-4 mol/detik. Sedangkan pada Flow Rate NaOH 61
ml/s Flow Rate CO2 6 l/mnt yaitu 0,00293; -3x10-5; -9x10-5; 4,5x10-5 dan -2,1x10-4
mol/detik.
Hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
semakin besar mol NaOH dalam aliran maka mol CO2 yang terserap akan semakin
besar pula. Hal ini disebabkan pada operasi absorpsi dengan laju alir besar, waktu
kontak antara NaOH dengan CO 2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil.
Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan transfer massa yang terjadi lebih sedikit
dan jumlah CO2 yang terserap juga lebih sedikit (Maarif, 2008).

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

IV-11
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan

M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)

0.0060000

0.0050000
0.0040000
0.0030000

flow rate NaOH 51 ml/s

0.0020000

flow rate NaOH 61 ml/s

0.0010000

0.0000000
0

-0.0010000

10

12

Waktu (mnt)

Grafik IV.2.8 Perbandingan M ol CO2 Terabsorbsi pada Bottom dengan Flow Rate
CO 2 7 l/mnt

Dari Grafik IV.2.8 diatas dapat dilihat perbandingan mol CO2 terabsorpsi pada
bottom dengan Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt dan Flow Rate NaOH
61 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt. M ol CO2 terabsorpsi bottom dengan Flow Rate NaOH
51 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt pada masing-masing variabel waktu yaitu 0,00234;
6x10-5; 1,5x10-4; -1,8x10-4 dan -1,2x10-4 mol/detik. Sedangkan pada Flow Rate NaOH
61 ml/s Flow Rate CO2 7 l/mnt yaitu 0,00283; -1,5x10-4; 2,25x10-4; -1,5x10-4 dan
1,65x10-4 mol/detik.
Hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
semakin besar mol NaOH dalam aliran maka mol CO 2 yang terserap akan semakin
besar pula. Hal ini disebabkan pada operasi absorpsi dengan laju alir besar, waktu
kontak antara NaOH dengan CO 2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil.
Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan transfer massa yang terjadi lebih sedikit
dan jumlah CO2 yang terserap juga lebih sedikit (Maarif, 2008).

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

IV-12
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan

M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)

0.0050000

0.0040000
0.0030000
Tray 2
Tray 4
Product
Bottom

0.0020000
0.0010000

0.0000000
0

-0.0010000

10

12

Waktu (mnt)

Grafik IV.2.9 Pengaruh Variabel Waktu terhadap M ol CO 2 Terabsorbsi pada


Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO 2 6 l/mnt

Berdasarkan Grafik IV.2.9, dapat diketahui pengaruh waktu terhadap mol


terabsorpsi CO2 pada produk, Tray 2, Tray 4, dan bottom pada Flow Rate NaOH 51 ml/s
Flow Rate CO2 6 l/mnt. Untuk produk pada waktu 3, 5, 7, 9, dan 11 menit, memiliki mol
CO2 yang terabsorpsi masing-masing sebesar 2,3x10-3; -6x10-5; 1,35x10-4; -2,1x10-4;
2,25x10-4 mol/detik, untuk tray 1 sebesar 0,00248; -1,2x10-4; 0,00012; -2,25x10-4 dan
1,35x10-4 mol/detik, untuk tray 2 sebesar 0,00243; -1,05x10-4; 1,05x10-4; -1,2x10-4; dan
6x10-4 mol/detik, dan untuk bottom sebesar 0,0022; 1,5x10-5; -9x10-5; 1,2x10-4 dan
1,2x10-4 mol/detik.

M ol CO2 Terabsorpsi (mol/s)

0.0060000
0.0050000
0.0040000

0.0030000

Tray 2
Tray 4
Product
Bottom

0.0020000
0.0010000
0.0000000
0
-0.0010000

10

12

Waktu (mnt)

Grafik IV.2.10 Pengaruh Variabel Waktu terhadap M ol CO 2 Terabsorbsi pada


Flow Rate NaOH 61 ml/s Flow Rate CO 2 6 l/mnt

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

IV-13
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan
Berdasarkan Grafik IV.2.10, dapat diketahui pengaruh waktu terhadap mol
terabsorpsi CO2 pada produk, tray 2, tray 4, dan bottom pada Flow Rate NaOH 61 ml/s
Flow Rate CO2 6 l/mnt. Untuk produk pada waktu 3, 5, 7, 9, dan 11 menit, memiliki mol
CO2 yang terabsorpsi masing-masing sebesar 0,0023; -1,5x10-5; 1,5x10-5 9x10-5; 1,05x10-4 mol/detik, untuk tray 1 sebesar 0,00234; -1,2x10-4; 7,5x10-5; 3x10-5 dan 1,5x10-5 mol/detik, untuk tray 2 sebesar 0,00233; -7,5x10-5; 1,8x10-4; -1,8x10-4; dan 0
mol/detik, dan untuk bottom sebesar 0,00234; 6x10-5; 1,5x10-4; -1,8x10-4 dan -1,2x10-4
mol/detik.

M ol CO2 Terabsorpsi (mol/s)

0.0050000
0.0040000

0.0030000
Tray 2
Tray 4
Product
Bottom

0.0020000
0.0010000
0.0000000
0

-0.0010000

10

12

Waktu (mnt)

Grafik IV.2.11 Pengaruh Variabel Waktu terhadap M ol CO 2 Terabsorbsi pada


Flow Rate NaOH 51 ml/s Flow Rate CO 2 7 l/mnt

Berdasarkan Grafik IV.2.11, dapat diketahui pengaruh waktu terhadap mol


terabsorpsi CO2 pada produk, tray 2, tray 4, dan bottom pada Flow Rate NaOH 51 ml/s
Flow Rate CO2 7 l/mnt. Untuk produk pada waktu 3, 5, 7, 9, dan 11 menit, memiliki mol
CO2 yang terabsorpsi masing-masing sebesar 0,00275; 1,5x10-4; -3x10-5; -6x10-5; -9x105
mol/detik, untuk tray 1 sebesar 0,00286; -3x10-5; 1,35x10-4; -3,3x10-4 dan 1,2x10-4
mol/detik, untuk tray 2 sebesar 0,00277; 1,2x10-4; 7,5x10-5; -1,95x10-4; dan -7,5x10-5
mol/detik, dan untuk bottom sebesar 0,00293; -3x10-5; -9x10-5; 4,5x10-5 dan -2,1x10-4
mol/detik.

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

IV-14
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan

M ol CO 2 Terabsorpsi (mol/s)

0.0060000

0.0050000
0.0040000
0.0030000

Tray 2
Tray 4
Product
Bottom

0.0020000
0.0010000

0.0000000
0

-0.0010000

10

12

Waktu (mnt)

Grafik IV.2.12 Pengaruh Variabel Waktu terhadap M ol CO 2 Terabsorbsi pada


Flow Rate NaOH 61 ml/s Flow Rate CO 2 7 l/mnt

Berdasarkan Grafik IV.2.12, dapat diketahui pengaruh waktu terhadap mol


terabsorpsi CO2 pada produk, tray 2, tray 4, dan bottom pada Flow Rate NaOH 61 ml/s
Flow Rate CO2 7 l/mnt. Untuk produk pada waktu 3, 5, 7, 9, dan 11 menit, memiliki mol
CO2 yang terabsorpsi masing-masing sebesar 0,00269; 6x10-5; 9x10-5; 3x10-5; -2,4x10-4
mol/detik, untuk tray 1 sebesar 0,00275; 0; -9x10-5; 2,85x10-4 dan 1,5x10-5 mol/detik,
untuk tray 2 sebesar 0,0029; -1,5x10-4; -1,5x10-5; 1,65x10-4; dan -4,5x10-5 mol/detik,
dan untuk bottom sebesar 0,00283; -1,5x10-4; 2,25x10-4; -1,5x10-4 dan 1,65x10-4
mol/detik.
Pada Grafik IV.2.9 hingga Grafik IV.2.12 menunjukkan grafik yg fluktuatif,
sehingga tidak dapat disimpulkan mana dari keempat grafik tersebut variabel-variabel
yang sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa semakin lama waktu operasi
maka kontak antara cairan dengan CO2 akan semakin lama, sehingga reaksi berjalan
lebih sempurna. Pada awalnya akan terjadi peningkatan jumlah CO 2 yang terserap
kemudian pada suatu waktu jumlah CO 2 yang terserap akan konstan. Adapun beberapa
alasan yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan, yaitu ketinggian cairan di dalam
packing yang selalu berubah sehingga kontak cairan dengan gas dan udara selalu
berubah dan waktu pengambilan sampel cairan yang kurang tepat serta bercampurnya
cairan yang keluar dengan cairan yang ada di bak air (Putra, 2015).
Pada Grafik IV.2.1 hingga Grafik IV.2.12, terdapat nilai mol terabsorpsi CO 2
yang bereaksi yang bertanda negatif, hal ini disebabkan oleh semakin pekat larutan
NaOH maka kandungan CO2 yang terserap akan semakin banyak. Sedangkan waktu
tidak berpengaruh terhadap mol CO 2 yang terserap karena proses absorpsi berlangsung
secara kontinyu. Ketidaksesuaian ini disebabkan karena penampung untuk feed dan
untuk produk berada dalam satu tangki. Hal ini menyebabkan feed yang masuk tidak
lagi murni sebagai NaOH, namun kemungkinan hasil dari proses absorbsi yaitu Na2CO3

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

IV-15
Bab IV Hasil Percobaan Dan Pembahasan
juga ikut bercampur dengan feed yang masuk pada kolom absorber sehingga proses
penyerapan tidak berjalan dengan maksimal

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

BAB V
KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Konsentrasi CO 2 yang terabsorpsi pada flow rate NaOH 51 ml/detik dan flow rate
CO 2 6 l/menit selama 11 menit dalam produk, tray 1, tray 2, dan bottom berturut-turut
adalah 2,25x10-4 ; 1,35x10-4 ; 6x10-5 ; dan 1,2x10-4 mol/detik.
2. Konsentrasi CO 2 yang terabsorpsi pada flow rate NaOH 51 ml/detik dan flow rate
CO 2 7 l/menit selama 11 menit dalam produk, tray 1, tray 2, dan bottom berturut-turut
adalah -1,05x10-4 ; -1,5x10-5 ; 0; dan -1,2x10-4 mol/detik.
3. Konsentrasi CO 2 yang terabsorpsi pada flow rate NaOH 61 ml/detik dan flow rate
CO 2 7 l/menit selama 11 menit dalam produk, tray 1, tray 2, dan bottom berturut-turut
adalah -9x10-5 ; 1,2x10-4 ; -7,5x10-5 ; dan -2,1x10-4 mol/detik.
4. Konsentrasi CO 2 yang terabsorpsi pada flow rate NaOH 61 ml/detik dan flow rate
CO 2 6 l/menit selama 11 menit dalam produk, tray 1, tray 2, dan bottom berturut-turut
adalah -2,4x10-4 ; 1,5x10-5 ; -4,5x10-5 ; dan 1,65x10-4 mol/detik.

V-1

Proses Industri Asam Nitrat PT. Dahana


Penggunaan dan Ekonomi
Kegunaan utama dari asam nitrat digunakan untuk produksi pupuk sintetis. Sekitar
70% dari asam nitrat yang diproduksi digunakan untuk produksi ammonium nitrat, yang
kemudian digunakan untuk produksi pupuk. Sisa produksi asam nitrat digunakan untuk
pembuatan bahan peledak, senyawa organik, pemisaahan emas dan perak, dan
pembuatan asam adipat yang digunakan untuk produksi nilon. Asam nitrat merupakan
bahan kimia yang banyak diproduksi di Amerika Serikat. Ukuran plan bervariasi dari
6000 sampai 700000 ton (5500 sampai 635000 ton) tiap tahun. Saat ini beragam tipe
plant produksi asam nitrat di seluruh dunia. Terdapat tiga tipe yang biasa digunakan
plant antara lain plant asam nitrat atmosfer, plant tekanan sedang, dan plant tekanan
tinggi. Pada proses produksi asam nitrat, beragam produk yang tidak diinginkan juga
dihasilkan. Tiga polutan utama yang dilepaskan adalah nitrous oksida (N2O), oksida
nitrat (NO), dan nitrogen dioksida (NO2).
Bahan Baku
Bahan baku yang terpenting untuk pembuatan asam nitrat adalah amonia, udara,
air, dan katalis kasa platina10% rhodium. Lokasi pabrik biasanya diusahakan agar tidak
jauh dari pabrik amonia. Oleh karena 1 kg atom nitrogen terkandung dalam hanya 17 kg
amonia, tetapi memerlukan 105 kg asam nitrat 60%, maka biasanya lebih murah bagi
para pemakai besar untuk mengangkut amonia daripada asam nitrat.
Pembuatan Asam Nitrat Komersial
Hampir semua pembuatan asam nitrat secara komersial diperoleh dengan cara
oksidasi amonia. Tiga tahap dasar pembuatan asam nitrat adalah:
Oksidasi amonia menjadi nitrogen monoksida (NO)
4 NH3 + 5 O 2
4 NO + 6 H2 O
Reaksi cepat, eksotermik dan menghasilkan reaksi samping
2 NH3 + 1,5 O2
N2 + 3 H2 O
Oksidasi nitrogen monoksida menjadi nitrogen dioksida (NO2)
2 NO + O 2
2 NO 3
o
Pada temperatur dibawah 150 C, hampir semua nitrogen monoksida akan bereaksi
dengan oksigen yang ada. Selain temperatur, perlu diperhatikan juga tekanan. Karena
pada temperatur yang rendah, dengan menaikkan tekanan dapat mengakibatkan
terjadinya reaksi dimerisasi nitrogen dioksida menjadi dinitrogen tetraoksida dengan
persamaan reaksi sebagai berikut:
2 NO2
N2O4
Absorpsi nitrogen oksida menjadi asam nitrat terjadi absorpsi nitrogen oksida
dalam air menghasilkan asam nitrat dan melepaskan tambahan nitrogen monoksida.
Reaksi keseluruhan absorpsi gas nitrogen dioksida dalam air adalah sebagai berikut:
3 NO 2(g) + H2 O(g)
2 HNO 3(aq) + NO (g)

Teknologi Proses HNO3


Seluruh proses produksi asam nitrat komersial mempunyai kesamaan dalam proses
utama kecuali pada tekanan operasinya. Tekanan operasi ini dibagi menjadi tekanan
atmosferik, tekanan sedang (2,55 atm), dan tekanan tinggi (712 atm). Tekanan operasi
ini adalah sistem tekanan ganda. Sistem tekanan ganda memanfaatkan sistem kompresi
diantara oksidasi amonia dan absorpsi nitrogen monooksida. Kombinasi yang mungkin
antara lain sistem tekanan tunggal pada tekanan atmosfer, sedang, atau tinggi. Sistem
tekanan ganda pada tekanan atmosfer sedang, tekanan atmosfer tinggi, atau tekanan
sedang tinggi. Secara sederhana skema produksi asam nitrat dapat digambarkan sebagai
berikut:

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Diagram alir produksi asam nitrat dapat dijelaskan sebagai berikut:


Udara ditekan hingga 0.86 MP dan dipanaskan hingga 250 o C
Amonia (NH3) dicampur dengan udara campuran adalah 10% amonia (vol)
Campuran mengalir melawati pack of flat gauzes, memghasilkan nitrogen oksida
(NO) efisiensi 95%, 930o C
Gas nitrogen oksida didinginkan tail-gas heater menuju nitrogen dioksida (NO2)
Gas yang telah didinginkan mengalir melewati kondensor, dimana sebagian dari gas
dikondensasi menjadi asam lemah
Gas yang tidak terkondensasi mengalir dari bawah menara absorpsi
Asam lemah dipompa menuju intermediate bubblecap tray dalam menara absorpsi
Air dingin disirkulasikan melewati bagian atas menara absorpsi

9) Gas yang tidak terkondensasi mengalir ke atas melewati menara dan diserap oleh air,
menghasilkan asam nitrat
10) Oksida nitrat bereaksi dengan oksigen berlebih menghasilkan nitrogen dioksida
yang kemudian menjadi asam nitrat
11) Asam nitrat mengalir dari bawah menara absorpsi menuju bleacher, dimana nitrogen
oksida tak terlarut
12) Gas sisa meninggalkan menara absorpsi dipanaskan kembali melalui interaksi
dengan proses gas pada tahap (4)
13) Gas sisa panas digunakan kembali untuk memanaskan air yang masuk pada tahap
(1)
14) Produk akhir, asam nitrat, diperoleh setelah proses bleaching
Proses dua tekanan, biaya katalisnya lebih rendah karena menggunakan kecepatan
yang lebih rendah, diameter unggun katalis lebih besar dan lapisan kasa lebih tipis
(hanya empat lapisan), serta beroperasi pada tekanan lebih rendah, yaitu 240 kPa, di
dalam konverter. Gas dilewatkan melalui sistem pemulihan kalor dan dikompresi
sampai 990 kPa untuk absorpsi dan pemutihan.
Sistem ini dapat banyak menurunkan biaya katalis sampai kira-kira $1,50 per ton
metrik HNO3 100% yang dihasilkan. Kebutuhan tenaganya berkurang 2 persen, tetapi
pemulihan tenaganya juga berkurang 5 persen, dan uap hasil sampingan yang dihasilkan
pun lebih sedikit dibandingkan dengan sistem tekanan tunggal. Bobot katalis per satuan
produksi harian untuk kedua proses itu tidak banyak berbeda.
Tahap akhir dari proses pembuatan asam nitrat berlangsung dalam kolom absorpsi.
Pada setiap tingkat kolom terjadi reaksi oksidasi NO menjadi NO2 dan reaksi absorpsi
NO2 oleh air menjadi asam nitrat. Kolom absorpsi mempunyai empat fluks masuk dan
dua fluks keluar. Empat fluks masuk yaitu air umpan absorber, udara pemutih, gas
proses, dan asam lemah. Dua fluks keluar yaitu asam nitrat produk dan gas buang.
Kolom absorpsi dirancang untuk menghasilkan asam nitrat dengan konsentrasi 60 %
berat dan kandungan NOx gas buang tidak lebih dari 200 ppm.
Kolom absorbsi adalah suatu kolom atau tabung tempat terjadinya proses
pengabsorbsi (penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di kolom/tabung
tersebut. Proses ini dilakukan dengan melewatkan zat yang terkontaminasi oleh
komponen lain dan zat tersebut dilewatkan ke kolom ini dimana terdapat fase cair dari
komponen tersebut.

Struktur dalam absorber antara lain:


Bagian atas
Spray untuk mengubah gas input menjadi fase cair.
Bagian tengah
Packed tower untuk memperluas permukaan sentuh sehingga mudah untuk
diabsorbsi.
Bagian bawah
Inpuut gas sebagai tempat masuknya gas ke dalam reaktor

APPENDIKS
1. Perhitungan Pembuatan Larutan HCl 0,1 N sebanyak 1000 ml.
Kemurnian = 32%
Densitas
= 1,19 g/ml
BM HCl
= 36,5 g/mol
10 %
N=
BM
10 32 1,19
N=
36,5
N = 10, 4 N
N 1 V1
=
N 2 V2
0,1 1000 = 10,4 V2
0,1 1000
V2
=
10,4
V2
= 28,8 ml
Jadi, HCl sebanyak 28,8 ml dilarutkan dalam aquadest hingga volumenya 1000 ml.
2. Perhitungan Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N sebanyak 57 liter.
BM NaOH = 40 g/mol
Massa NaOH
1000
N
=

BM
V
Massa NaOH
1000
0,1
=

40
57000
Massa NaOH= 228 gram
Jadi, NaOH sebanyak 200 gram dilarutkan dalam aquadest hingga volumenya 57 liter.
3. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N.
V1 = 5,1 ml
V2 = 5,4 ml
Vrata-rata = 5,25 ml
N1 V1
= N2 V2
0,1 10
= N2 5,25
0,1 10
N2
=
5,25
N2
= 0,19 N

viii

4. Perhitungan Massa Jenis CO 2 pada T = 20o C


Pada tabel 2-199 dalam buku Perrys Chemical Engineers Handbook
Temperature
Density
oK
mol/dm3
290
3,9074
293
X
295
4,7654
293 290

295 290

x 3,9074
4,7654 3,9074

= 4,4222 mol/dm3

5. Perhitungan Penyerapan CO 2
n CO 2 = Volume CO 2
=4,4222mol/dm3 7 l/menit
= 0,5159 mol/detik
6. Perhitungan mol NaOH mula-mula dan sesudah di absorpsi dengan flow rate 51 ml/detik
n NaOH mula-mula
N NaOH
0,19

gram
BM

1000
flow rate
1000

= n NaOH x

51

n NaOH = 0,0097 mol/detik


n NaOH setelah diabsorpsi pada t = 3 menit pada produk (asumsi volume hasil
absorpsi adalah 20 ml)
N NaOH =
0,19

gram
BM

1000

= n NaOH x

V
1000
20

n NaOH = 0,0038 mol/detik


n NaOH yang mengabsorpsi CO 2
= n NaOH mula-mula __ n NaOH sisa
= (0,0097 __ 0,0038) mol/detik
= 0,0059 mol/detik
n CO 2 terabsorpsi
=
=

n NaOH yang bereaksi


2
0,0059
2

mol/detik

ix

= 0,00295 mol/detik
n CO 2 sisa
= n CO 2 mula-mula __ n CO 2 terabsorpsi
= (0,5159 __ 0,00295) mol/detik
= 0,51295 mol/detik
n Na2 CO3 = n CO 2 = n H2 O
= 0,00295 mol/detik
2 NaOH
+ CO 2

M
0,0097
0,5159
R
0,0059
0,00295
S
0,0038
0,51295

Na2 CO3
0,00295
0,00295

H2 O
0,00295
0,00295

n NaOH setelah diabsorpsi pada t = 5 menit pada produk (asumsi volume hasil
absorpsi adalah 20 ml)
N NaOH =
0,148

gram
BM

1000

= n NaOH x

v
1000
20

n NaOH = 0,00296 mol/detik

M
R
S

2 NaOH
0,0097
0,0067
0,00296

CO 2
0,5159
0,0034
0,5125

Na2 CO3
0,0034
0,0034

H2 O
0,0034
0,0034

n NaOH setelah diabsorpsi pada t = 7 menit pada produk (asumsi volume hasil
absorpsi adalah 20 ml)
N NaOH =
0,17

gram
BM

1000

= n NaOH x

V
1000
20

n NaOH = 0,0034 mol/detik

M
R
S

2 NaOH
0,0097
0,0063
0,0034

CO 2
0,5159
0,00315
0,5128

Na2 CO3
0,00315
0,00315

H2 O
0,00315
0,00315

n NaOH setelah diabsorpsi pada t = 9 menit pada produk (asumsi volume hasil
absorpsi adalah 20 ml)

N NaOH =
0,158

gram
BM

1000

= n NaOH x

V
1000
20

n NaOH = 0,00316 mol/detik

M
R
S

2 NaOH
0,0097
0,00654
0,00316

CO 2
0,5159
0,0033
0,5126

Na2 CO3
0,0033
0,0033

H2 O
0,0033
0,0033

n NaOH setelah diabsorpsi pada t = 11 menit pada produk (asumsi volume hasil
absorpsi adalah 20 ml)
N NaOH =
0,165

gram
BM

1000

= n NaOH x

V
1000
20

n NaOH = 0,0033 mol/detik

M
R
S

2 NaOH
0,0097
0,0064
0,0033

CO 2
0,5159
0,0032
0,5127

xi

Na2 CO3
0,0032
0,0032

H2 O
0,0032
0,0032

You might also like