You are on page 1of 6

TRIHAYU

Disusun guna memenuhi tugas UTS mata kuliah Filsafat dan Nilai Pendidikan
Dosen pengampu : Dr. Santoso, M.Pd.

Disusun oleh :
Nama : Tirza Luthfia Lailitsani Agustin
Nim : 201533015
Kelas : I A

PROGRAM STUDI PGSD


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2015
A. Konsep Kebudayaan Trihayu

Konsep pengembangan kebudayaan Ki Hajar dikenal dengan Konsep


Trihayu yang terdiri dari mamayu hayuning sarira yang artinya setiap
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang hendaknya bermanfaat bagi diri sendiri,
kemudian

mamayu hayuning bangsa yakni setiap perbuatan hendaknya

bermanfaat bagi bangsa dan mamayu hayuning manungsa (bawana) memiliki


arti bahwa setiap perbuatan manusia hendaknya bermanfaat bagi manusia di dunia
pada umumnya.. Konsep ini dapat di terapkan dalam pendidikan sehingga dapat
membantu dalam pembentukan karakter yang bercirikan nasionalisme.
1. Mamayu Hayuning Sarira
Manusia harus mampu memanfaatkan dan mengatur alam semesta dengan
proses yang berkelanjutan dan tidak dengan cara serta merta atau instan. Manusia
terlebih dahulu harus belajar menata dirinya, mengendalikan perilakunya, disiplin
terhadap aturan dan norma yang berlaku serta doktrin agama yang dianutnya,
mencari jati dirinya untuk mampu mengendalikan nafsu hingga jiwanya tertata
mencapai rahayuning jiwa. Ketika manusia sudah mencapai rahayuning jiwa
maka kebaikan-kebaikan akan menghampirinya sehingga dapat bermanfaat bagi
dirinya sendiri.
2. Mamayu Hayuning Bangsa
Setelah manusia menemukan jati dirinya dan sanggup mengendalikan diri
dan nafsunya, manusia akan menuju pada tingkatan berikutnya yaitu bagaimana ia
akan berinteraksi dengan sesamanya. Lingkungan terdekat adalah keluarga.
Bagaimana ia bisa membina, menjaga, dan mengatur keluarganya dengan baik
dan benar. Pada tahapan yang lebih luas, keluarga akan menjadi anggota
masyarakat. Manusia hidup bersama, saling membantu, membina, mengasihi,
saling menjaga, bersama-sama berusaha keras meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraan yang pada intinya adalah gotong royong dalam segala aspek yang
sesuai dengan aturan. Selanjutnya, masyarakat akan menjadi pilar berdirinya
Negara. Masyarakat yang baik, tangguh dan berkualitas akan mempunyai peran
yang sangat penting dalam membangun Negara dan mewujudkan tujuan Negara

yakni masyarakat adil, makmur dan sejahtera yang sesuai dasar Negara yaitu
panxcasila sila ke 5.
3. Mamayu Hayuning Manungsa (Bawana)
Semangat ini mempunyai makna mengupayakan keselamatan, kebahagiaan,
dan kesejahteraan hidup di dunia. Manusia tidak bisa seenaknya melakukan
perusakan alam. Manusia harus sadar bahwa keberadaan setiap individu dalam
tatanan alam raya ini tidaklah berdiri sendiri. Mereka memiliki kaitan yang erat
dengan seluruh komponen alam yang saling bergantung dalam struktur yang rapi
dan bertingkat. Sehingga dalam tatanan kehidupan antar manusia pada umumnya
akan muncul sikap toleransi (tepo seliro) yang akan menciptakan lingkungan
yang sejuk dan harmonis.

B. Cita-cita Trihayu
Cita-cita trihayu itu sesuai dengan makna sila ke 5 dari Pancasila yaitu
masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.

Juga identik dengan tujuan

Nasional Negara Republik Indonesia tertuang dalam Alinea Keempat, disebutkan


bahwa melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial .
Cita cita trihayu merupakan perwujudan dari kodrat manusia bahwa
manusia itu adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial. Makhluk pribadi
adalah setiap manusia berhak atas miliknya sendiri dan disesuaikan dengan
lingkungan sekitarnya sedangkan makhluk sosial adalah kecenderungan manusia
untuk menyukai dan membutuhkan orang lain. Melalui kodrat itu maka manusia
tidak akan dapat menjadi makhluk individu saja dan tidak juga dapat menjadi
makhluk sosial saja.

C. Perkumpulan Selasa Kliwonan


Pada tahun 1921, Ki Hajar Dewantara meninggalkan gelanggang politik dan
memasuki gelanggang pendidikan. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda
tersebut, sistem pendidikan yang berlaku banyak berorientasi pada kepentingan
bangsaBelanda dibandingkan dengan kepentingan Indonesia. Kepincangan ini
menjadi tantangan bagi kaum pergerakan pemerhati pendidikan di Yogyakarta.
Selanjutnya, mereka kemudian membentuk forum untuk membicarakan masalahmasalah nasib bangsa Indonesia. Forum tersebut kemudian dikenal dengan istilah
Perkumpulan Selasa Kliwon, yang berpusat di Yogyakarta, yaitu terdiri dari
orang-orang atau pemimpin yang berkumpul tiap-tiap malam Selasa Kliwon untuk
membicarakan kebudayaan Jawa (Sulistya, dkk. 2002: 32).
Tujuan dari gerakan ini tersimpul dalam semboyannya yaitu memayu
hayuning sarira, memayu hayuning bangsa, dan memayu hayuning manungsa,
(melindungi keselamatan diri, keselamatan bangsa dan keselamatan
manusia). Hal tersebut dapat diartikan: kemerdekaan bangsa harus berlandaskan
jiwa merdeka yaitu jiwa kebangsaan (nasionalisme) dan harus dibina secara
kontinyu dan sistematis, sehingga memiliki keyakinan yang teguh dalam
menghadapi rintangan-rintangan. Perkumpulan ini juga membicarakan hal-hal
yang berhubungan dengan usaha-usaha menaikan derajat dan martabat bangsa
Indonesia (Soeratman, 1983/1984: 85). Forum ini beranggotakan antara lain: RM.
Soetatmo Soerjokoesoemo, RM. Soerjopoetro, BRM. Soebono, Ki Pronowidigdo,
Ki Hajar Dewantara, Ki Ageng Soerjo Mataram, Ki Soetopo Wonoboyo, dan RM.
Gondo Atmodjo.
Setidaknya, dengan mencermati uraian di atas, kita dapat menarik
kesimpulan, bahwa meskipun kemerdekaan bangsa Indonesia sudah berhasil
diproklamasikan, tetapi upaya menanamkan dan menumbuh-kembangkan jiwa
merdeka tetap harus dilakukan. Mengingat bahwa Tri-hayu masih harus terus
diupayakan tercapainya.
Tri-hayu setidaknya mengajarkan kepada kita, bahwa kemerdekaan sebagai
pintu gerbang menuju kebahagiaan bukan semata-mata hanya untuk kebahagiaan

pribadi. Akan tetapi kebahagiaan pribadi yang harus mencakup kebahgiaan


bangsa. Kebahagiaan bangsa harus mencakup kebahagiaan alam semesta.
Sehingga kebahagiaan akan sama rata terhadap seluruh aspek kehidupan. Selain
diri seseorang tersebut mendapat kebahagiaan diri sendiri juga dapat memberikan
kebahagiaan bagi bangsa serta kebahagiaan bagi alam semesta.
D. Contoh Pendidikan yang Menggunakan Konsep Kebudayaan
Trihayu
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Daerah Istimewa Yogyakarta sedang
mengembangkan sekolah model pendidikan berbasis budaya. Sejak Maret 2015
dilakukan penguatan dan pendampingan terhadap 100 sekolah jenjang SD, SMP,
SMA, dan SMK. Mulai Juni 2015 akan menyusul 100 sekolah jenjang PAUD dan TK.

Pendidikan berbasis budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta dimaknai


bahwa

pelaksanaan

pendidikan

mengacu

pada

kebijakan

pendidikan

nasional (hamemayu hayuning bangsa) yang diperkaya dengan pembentukan


watak ngayogyakarta (hamemayu hayuning sarira) agar mampu berdiri sama
tinggi dan duduk sama rendah dengan bangsa-bangsa di dunia (hamemayu
hayuning bawana).
Pendidikan berbasis budaya mencakup pendidikan tentang budaya, artinya
budaya sebagai isi pendidikan, dengan demikian nilai-nilai budaya Yogyakarta
terintegrasi kedalam pembelajaran (kurikulum) di sekolah. Pendidikan berbasis
budaya melalui pembudayaan, artinya budaya sebagai metode pelaksanaan
pembelajaran, dengan demikian keteladanan, pembiasaan, dan pengenalan nilainilai budaya Yogyakarta merupakan strategi pembelajaran di sekolah. Pendidikan
berbasis budaya berlangsung dalam lingkungan budaya, artinya budaya sebagai
konteks dan pendekatan dalam manajemen pendidikan.
Dengan demikian, pendidikan berbasis budaya tidak hanya mewujudkan
sekolah menjadi lingkungan yang berbudaya, tetapi mampu memberikan
kontribusi nyata mewujudkan Yogyakarta mensejahterakan jagad raya.

E. Kesimpulan
Konsep kebudayaan tri hayu yaitu mamayu hayuning sarira, bangsa,
manungsa (Apapun yang diperbuat oleh seseorang, hendaknya dapat bermanfaat
bagi dirinya sendiri, bermanfaat bagi bangsanya dan bermanfaat bagi umat
manusia di dunia pada umumnya). Cita-cita Trihayu identik dengan tujuan
nasional. Implikasi konsep kebudayaan trihayu telah dilaksanakan oleh Daerah
Istemewa Yogyakarta yang menggunakan pendidikan budaya yang mengacu pada
trihayu.

You might also like