Professional Documents
Culture Documents
RINOSINUSITIS
Oleh:
Indah Paradifa Sari
Rezi Amalia Putri
1010312108
1110312003
PRESEPTOR:
PENDAHULUAN
gejala mayor, pasien dicurigai kuat menderita rinosinusitis jika memenuhi dua
kriteria gejala mayor atau satu gejala mayor dan dua gejala minor atau jika ada
sekret purulen pada pemeriksaan endoskopi nasal. Faktor predisposisi yang paling
umum adalah infeksi saluran pernafasan atas oleh virus maupun alergi. Akibat
terdapatnya infeksi saluran nafas atas akan menimbulkan tekanan negatif di dalam
rongga sinus sehingga terjadi transudasi, mula-mula serousa. Bila kondisi
menetap akan menjadi media yang baik untuk berkembangnya bakteri di dalam
sinus. Untuk terapi pilihan untuk penderita rinosinusitis adalah antibiotik dan
dekongestan. Antibiotik yang diberikan adalah antibiotik lini pertama, kecuali
pada bakteri yang menghasilkan betalaktam dapat diberikan antibiotik lini 2 atau
sefalosporin generasi ke-2. Terapi pembedahan diindikasikan pada rinosinusitis
kronis yang tidak membaik setelah diterapi adekuat. Komplikasi yang dapat
timbul dapat berupa komplikasi pada intraorbita, intrakranial, osteomielitis dan
abses subperiosteal, dan kista.
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal
Hidung terdiri dari hidung bagian luar berbentuk piramid dengan bagianbagiannya dari atas ke bawah :1
1. Pangkal hidung (bridge).
2. Batang hidung (dorsum nasi).
3. Puncak hidung (hip).
4. Ala nasi.
5. Kolumela.
6. Lubang hidung (nares anterior).
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari :1
1. Tulang hidung (os nasal)
2. Prosesus frontalis os maksila
3. Prosesus nasalis os frontal.
sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang
terletak di bagian bawah hidung, yaitu :1
1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior.
2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai
kartilago ala mayor.
3. Tepi anterior kartilago septum.
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Pintu masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan
lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum
nasi dengan nasofaring.1
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di
belakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang
mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang (vibrise). 1
Tiap kavum nasi mempunyai empat buah dinding, yaitu dinding medial,
lateral, inferior, dan superior. Dinding medial adalah septum nasi yang dibentuk
oleh tulang dan tulang rawan. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian
tulang rawan dan periostium pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi
oleh mukosa hidung.1
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya
paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media,
lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka
suprema ini biasanya rudimenter.1
Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung. Terdapat meatus yaitu
meatus inferior, medius, dan superior. Pada meatus inferior terdapat muara
(ostium) duktus nasolakrimalis. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal,
sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior terdapat muara
sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.1
Fisiologi Hidung:1
Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional,
fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasalis adalah:
1. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring
udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme
imunologik lokal,
2. Fungsi penghidu karena terdapat mukosa olfaktorius.
3. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara
dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang,
4. Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap
trauma dan pelindung panas, dan
5. Refleks nasal, dimana mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang
berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan yang dapat
menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti, rangsang bau tertentu akan
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
Sinus Paranasal merupakan rongga-rongga di sekitar hidung dengan
bentuk bervariasi dan terdiri dari empat pasang sinus, yaitu sinus maksilaris, sinus
frontalis, sinus etmoidalis, dan sinus sfenoidalis.2
a. Sinus maksila
Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus
ini bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan
mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila
berbentuk piramid. Ostium sinus maksila berasa di superoir dinding
medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundiulum
etmoid.2
b. Sinus frontal
Sinus frontal terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat
fetus. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun
dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun. Ukuran sinus
frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebar 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus
frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal,
yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.2
c. Sinus etmoid
Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya
di bagi posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4
cm dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian superior.
6
paranasal
berfungsi
sebagai
penahan
(buffer)
panas,
melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubahubah. Akan tetapi kenyataannya sinus-sinus yang besar tidak terletak
diantara hidung dan organ-organ yang dilindungi.
3. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat
tulang muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang,
hanya akan memberikan penambahan berat sebesar 1% dari berat kepala,
sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.
4. Membantu resonansi suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan
mempengaruhi kualitas suara, akan tetapi ada yang berpendapat, posisi
1.2 Definisi
Rinosinusitis adalah inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai
dengan adanya dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung
tersumbat/osbtruksi/kongesti/ pilek disertai nyeri pada wajah/rasa tertekan pada
wajah.3
Rinosinusitis Kronik adalah inflamasi hidung dan sinus paranasal yang
berlangsung lebih dari 12 minggu dimana terdapatnya dua gejala mayor atau satu
gejala mayor dan dua gejala minor.4
1.3 Epidemiologi
Prevalensi rinosinusitis kronis di Indonesia juga cukup tinggi, terbukti data
dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit tersebut berada pada
urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita
10
Gejala minor:
1.
2.
3.
4.
5.
Sakit kepala
Napas berbau
Batuk
Nyeri telinga
Rasa penuh ditelinga
1.6 Patofisiologi
Keadaan sinus dipengaruhi oleh ostium-ostium sinus dan
lancarnya
11
melepaskan lebih banyak mediator kimia yang menyebabkan udem mukosa dan
obstruksi ostium sinus. Rangkaian reaksi bakteri sekunder seperti halnya infeksi
virus. Inflamasi yang berlangsung lama (kronik) sering berakibat penebalan
mukosa disertai keusakan silia sehingga ostium sinus menjadi buntu. Mukosa
yang tidak dapat kembali normal setelah inflamasi akut dapat
menyebabkan
13
14
disertai nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah atau penurunan/ hilangnya penghidu.
Gejala berlangsung lebih dari 12 minggu. 3 Berdasarkan pemeriksaan fisik
didapatkan udem atau eritem pada meatus media dan jaringan cavum nasi atau
nasal endoskopi, terdapatnya secret nasal atau polip atau pembengkakan polipoid
pada pemeriksaan rinoskopi anterior dan terdapat sumbatan.3,4
penunjang diagnostik
untuk
sinusitis
akut
meliputi
Waters position
Proyeksi lateral
15
penyembuhan,
dekongestan
sistemik,
seperti
penil-propanolamin,
antihistami
pada
penderita
sinusitis
merupakan
17
sistemik
dalam
jangka
pendek
mengingat
efek
yang
ditimbulkannya. 4,13
18
Sinusitis jamur
19
20
21
a. Komplikasi intraorbita
Infeksi
pada
sinus
dapat
meluas
melalui
tromboflebitis,
atau
Komplikasi intrakranial juga dapat melalui sistem vena, infeksi gigi yang
meluas hingga sinus maksila dan erosi pada tulang yang memisahkan sinus
frontal, etmoid dan sphenoid.. Kelainan yang terjadi dapat berupa
meningitis, abses epidural, abses ekstradural atau subdural, abses otak,
thrombosis sinus kavernosus atau thrombosis sinus sagitalis superior.
Gejala yang ditimbulkan adalah terjadinya penurunan kesadaran atau
kejang-kejang.14,12
c. Osteomielitis dan abses subperiosteal
Paling sering timbul pada os frontal akibat sinusitis frontal yang
memperlihatkan gejala pembengkakan dahi dan kelopak mata yang
disertai rasa nyeri. Osteomielitis sinus maksila dapat menyebabkan fistula
oroantral atau pembengkakan pada pipi dan kelopak mata bawah.
Osteomielitis sering terjadi pada anak-anak.11,12
d. Mukosil (Kista)
22
Sering terjadi pada sinus frontal dan dapat juga terjadi pada sinus maksila,
etmoid, dan sphenoid. Kista dapat terjadi akibat tersumbatnya saluran
keluar sinus sehingga terjadi pengumpulan lender yang steril yang
kemudian menjadi kental. Kista dapat mebesar dan mendesak organ
sekitarnya seperti orbita. Gejala yang dapat timbul adalah sakit kepala dan
pembengkakan diatas sinus yang terkena. 11
BAB II
23
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. R
Umur
: 28 tahun
Alamat
: Lintau Buo
ANAMNESIS
Keluhan Utama: hidung yang makin tersumbat sejak 2 hari yang lalu
Riwayat penyakit sekarang:
- Hidung yang makin tersumbat sejak 2 hari yang lalu. Awalnya
hidung tersumbat dirasakan hilang timbul kiri dan kanan sejak 3
tahun yang lalu. Hidung dirasakan tersumbat terutama pada saat
-
cuaca dingin
Sering bersin-bersin pada pagi hari atau terkena debu sejak kecil
Hidung berair, jernih dan tidak berbau sejak 8 tahun yang lalu,
pernah melakukan
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Nadi
Nafas
Suhu
: Sakit ringan
: CMC
: 82 kali/menit
: 20 kali/menit
: afebris
Pemeriksaan sistemik
Kepala
Wajah
Mata
Toraks
Jantung
Abdomen
Extremitas
Kelainan
Dekstra
Sinistra
Kel. Kongenital
Tidak ada
Tidak ada
Trauma
Tidak ada
Tidak ada
25
Sekret /
Serumen
Radang
Tidak ada
Tidak ada
Kel. Metabolik
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri tarik
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri tekan
Tidak ada
Tidak ada
Sempit
Hiperemis
Tidak ada
Tidak ada
Edema
Tidak ada
Tidak ada
Massa
Tidak ada
Tidak ada
Bau
Tidak ada
Tidak ada
Warna
Coklat kehitaman
Coklat kehitaman
Jumlah
Banyak
Sedikit
Jenis
Kering
Kering
Warna
Tidak terlihat
Putih keabuan
Refleks cahaya
Tidak terlihat
Bulging
Tidak terlihat
Tidak ada
Retraksi
Tidak terlihat
Tidak ada
Atrofi
Tidak terlihat
Tidak ada
Jumlah perforasi
Tidak terlihat
Tidak ada
Jenis
Tidak terlihat
Tidak ada
Kuadran
Tidak terlihat
Tidak ada
Pinggir
Tidak terlihat
Tidak ada
Membran Timpani
Utuh
Perforasi
26
Mastoid
Tanda radang
Tidak ada
Tidak ada
Fistel
Tidak ada
Tidak ada
Sikatrik
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri tekan
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri ketok
Tidak ada
Tidak ada
Sama dengan
Sama dengan
pemeriksa
pemeriksa
Rinne
Schwabach
Tes Garpu tala
Weber
Kesimpulan
Normal
Audiometri
Timpanometri
Hidung
Pemeriksaan
Hidungluar
Kelainan
Deformitas
Dextra
Tidak ada
Sinistra
Tidak ada
Kelainan kongenital
Tidak ada
Tidak ada
Trauma
Tidak ada
Tidak ada
Radang
Tidak ada
Tidak ada
Massa
Tidak ada
Tidak ada
Sinus Paranasal
Pemeriksaan
Nyeri tekan
Dextra
Tidak ada
Sinistra
Tidak ada
Rinoskopi Anterior
Vestibulum
Vibrise
Radang
Kavumnasi
Ada
Tidak ada
_
+
Kavum nasi
27
Ada
Tidak ada
+
Kavum nasi
Sekret
Konka inferior
Konka media
Septum
Massa
Jenis
Jumlah
Bau
Ukuran
Serosa
Sedikit
Tidak Ada
Eutrofi
Serosa
Sedikit
Tidak Ada
Eutrofi
Warna
Livide
Livide
Permukaan
Licin
Licin
Edema
Ukuran
Warna
Permukaan
Edema
Cukup lurus/deviasi
Permukaan
Warna
Spina
+
+
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Tidak ada deviasi
Licin
Licin
Merah muda
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Krista
Tidak ada
Tidak ada
Abses
Tidak ada
Tidak ada
Perforasi
Tidak ada
Tidak ada
Lokasi
Tidak ada
Tidak ada
Bentuk
Tidak ada
Tidak ada
Ukuran
Tidak ada
Tidak ada
Permukaan
Tidak ada
Tidak ada
Warna
Tidak ada
Tidak ada
Konsistensi
Tidak ada
Tidak ada
Mudah digoyang
Tidak ada
Tidak ada
Pengaruh
Tidak ada
Tidak ada
vasokonstriktor
Rinoskopi Posterior (sulit dinilai)
Pemeriksaan
Koana
Mukosa
Kelainan
Cukup lapang (N)
Sempit
Lapang
Warna
Dekstra
28
Sinistra
Edema
Jaringan granulasi
Ukuran
Warna
Konka superior
Permukaan
Edema
Adenoid
Muara tuba
eustachius
Ada/tidak
Tertutup secret
Edema mukosa
Lokasi
Ukuran
Massa
Bentuk
Permukaan
Ada/tidak
Jenis
Dinding Faring
Tonsil
Kelainan
Dekstra
Sinistra
Simetris/tidak
Warna
Edema
Tidak Ada
Di tengah
Simetris
Merah muda
Tidak ada
Bercak/eksudat
Tidak ada
Warna
Permukaan
Ukuran
Warna
Permukaan
Muara kripti
Detritus
Eksudat
29
Peritonsil
Warna
Edema
Abses
Tumor
Lokasi
Tidak ada
Tidak ada
Bentuk
Tidak ada
Tidak ada
Ukuran
Tidak ada
Tidak ada
Permukaan
Tidak ada
Tidak ada
Konsistensi
Tidak ada
Tidak ada
Karies/radiks
Gigi
Lidah
Kesan
Warna
Bentuk
Deviasi
Massa
Tidak ada
Tidak ada
Dekstra
Sinistra
Kelainan
Epiglotis
Aritenoid
Ventrikular Band
PlikaVokalis
30
Sinus piriformis
Valekulae
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher
-
RESUME
(DASAR DIAGNOSIS)
Anamnesis
Hidung tersumbat hilang timbul kiri dan kanan sejak 3 tahun yang
PemeriksaanFisik
Hidung :
o Hidung luar : tidakterdapatkelainan
31
: Rinosinusitis Kronis
Diagnosis Tambahan
: Rhinitis Alergi
Diagnosis Banding
:-
Pemeriksaan Anjuran
:
Cotrimoksazol 480 mg 2x sehari
Pseudoephedrine hydrochloride spray selama 3-5 hari
Prognosis
Quo ad Vitam
: Bonam
Quo ad Sanam
: Dubia ad Bonam
32
BAB III
DISKUSI
Konka inferior didapatkan eutrofi, permukaan licin, dan tidak terdapat udem.
Konka media sulit dinilai karena terdapat udem pada konka inferior.
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah Cotrimoksazol 480 mg 2 kali
perhari dan Pseudoephedrine hydrochloride spray selama 3-5 hari. Hal ini sesuai
dengan literatur yang menyebutkan bahwa terapi yang diberikan adalah antibiotik
lini pertama atau dekongestan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. 6th ed. FKUI. Jakarta: 2011. 145-149.
Fokkens W, et al. EPOS: European Position Paper on Rhinosinusitis and
4.
5.
Hidung Tenggorong-Bedah
Kepala
34
6.
7.
8.
9.
ajar respirologi anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI Hal 303-315: 2010.
Pranitasari OR. Larutan Pencuci Hidung Salin Isotonis Tidak Terbukti
Mempercepat Waktu Transpor Mukosilia pada Rinosinusitis Akut. Tesis.
Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Program Pasca sarjana.
35