You are on page 1of 5

HUBUNGAN STUNTING DENGAN NILAI N/D

Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat pada usia dini. Masa
ini sering juga disebut sebagai fase Golden Age. Golden age merupakan masa yang sangat
penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar sedini mungkin dapat
terdeteksi apabila terjadi kelainan. Balita usia 24-59 bulan merupakan periode keemasan (golden
age) dalam proses perkembangan, yang artinya pada usia tersebut aspek kognitif, fisik, motorik,
dan psikososial seorang anak berkembangan secara pesat.4 Gangguan pertumbuhan linear
(stunting) akan berdampak terhadap pertumbuhan, perkembangan, kesehatan dan produktivitas.
Masalah gizi kurang jika tidak ditangani akan menimbulkan masalah yang lebih besar, bangsa
Indonesia dapat mengalami lost generation.5 Menurut penelitian, usia terbanyak pada kelompok
balita stunting yaitu usia 24-59 bulan dibandingkan dengan kelompok usia balita lainnya.6
Stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor tetapi disebabkan oleh banyak faktor,
dan faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya. 9 Masalah stunting
menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu panjang, yaitu kurang energi dan protein,
juga beberapa zat gizi mikro. Gangguan atau hambatan pada metabolisme suatu zat gizi akan
memberikan pula gangguan atau hambatan pada metabolisme zat gizi lainnya. Metabolisme
energi, protein dan lemak memerlukan zat-zat gizi lainnya baik vitamin dan juga mineral. 10
Selain ketidakcukupan zat gizi, faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita yang lain
adalah tingkat pengetahuan ibu dan berat badan lahir balita.
Penelitian dari Amanda Agustina (2015), di Palembang dimana hasil statistik
menunjukkan bahwa adanya hubungan antara asupan energi dengan kejadian stunting pada balita
(24-59 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Sosial Palembang. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa proporsi kejadian stunting pada balita (24-59 bulan) lebih banyak ditemukan pada balita
yang memiliki asupan energi yang tidak cukup. Hasil statistik menunjukkan bahwa adanya
hubungan antara asupan protein dengan kejadian stunting pada balita (24-59 bulan) di wilayah
kerja Puskesmas Sosial Palembang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi kejadian
stunting pada balita (24-59 bulan) lebih banyak ditemukan pada balita yang memiliki asupan
protein yang tidak cukup. Hasil statistik menunjukkan bahwa adanya hubungan antara asupan
lemak dengan kejadian stunting pada balita (24-59 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Sosial

Palembang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi kejadian stunting pada balita (2459 bulan) lebih banyak ditemukan pada balita yang memiliki asupan lemak yang cukup.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Oktarina15 dengan p-value sebesar 0.02
akan tetapi berbeda dengan penelitian Al-Anshori16 yang menyatakan bahwa asupan lemak bukan
merupakan faktor risiko kejadian stunting (p value = 0.088). Lemak merupakan sumber energi
yang menghasilkan kalori 9 kkal disetiap gramnya. Fungsi lemak yang penting tekait
interaksinya dengan berbagai zat gizi berpengaruh terhadap kekurangan energi dan vitamin yang
dibutuhkan anak dalam pertumbuhan tinggi badan. 17 Salah satu indikator dari kecukupan gizi
tersebut adalah dapat dinilai dengan hasil N/D. Dimana hasil N/D menunjukkan peran dari
asupan energi, protein, dan lemak pada bayi dan bagaimana pola asuh yang mendukung
petumbuhan dan perkembangan bayi atau anak tersebut. .

DAFTAR PUSTAKA
1 . Aries, Muhammad et al. 2012. Determinan Gizi Kurang Dan Stunting Anak Umur 0-36
Bulan Berdasarkan Data Program Keluarga Harapan (PKH) 2007. Departemen Gizi
Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan. ISSN
1978-1059, 7(1): 19-26
2. Kemenkes RI. 2013. Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat Tahun 2013. Jakarta :
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan.
3. Kemenkes RI. 2011.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1995/MENKES/SK/XII/2010 Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.


Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak.
4.

Zaviera, Ferdinand. 2008. Mengenali dan Memahami Tumbuh Kembang Anak. Jogjakarta:

Katahati.
5. Soekirman. 2005. Perlu Paradigma Baru Untuk Menanggulangi Masalah Gizi Makro Di
Indonesia. Jakarta: http://www.gizi.net/makalah/download/prof-soekirman.pdf.
6.

Welasasih, Bayu Dwi dan R. Bambang Wirjatmadi.2012. Beberapa Faktor Yang

Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Stunting. Dept. Gizi Kesehatan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga. The Indonesian Journal Of Public Health, Vol.8, No.3, Maret
2012: 99-104.
7.

UNICEF. 2012. UNICEF Indonesia: Ringkasan Kajian Gizi Ibu dan Anak. Jakarta:

UNICEF: Unite For Children.


8.

Dinas Kesehatan Kota Palembang. 2013. Rekapitulasi Hasil Pemantauan Status Gizi

Balita Berdasarkan Indikator TB/U Kota Palembang 2013.

9.

UNICEF.

2007.

Progress

For

Children

http://www.unicef.org/publications/files/low/Progress_for_children_no_6_resived.pdf.
10.

Sediaoetama, Achmad Djaeni . 2008. Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Dian Rakyat

11.

Fitri. 2012. Berat Lahir Sebagai Faktor Dominan Terjadinya Stunting Pada Balita (12-

59 bulan) si Sumatera (Analisis Data Riskesdas 2010). Tesis. Depok : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. 89 hlm.
12. Andarini, Sri et al. 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi (Energi, Protein Dan Zink) Dengan
Stunting Pada Anak Umur 2-5 Tahun Di Desa Tanjung Kamal Wilayah Kerja Puskesmas
Mangaran Kabupaten Situbondo. Jurnal. Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang.
13. Cakrawati, Dewi dan Mustika NH. 2012. Bahan Pangan, Gizi dan Kesehatan. Bandung:
Alfabeta
14. Anindita, Putri. 2012. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga, Kecukupan
Protein Dan Zink Dengan Stunting (Pendek) Pada Balita Usia 6-35 Bulan di Kecamatan
Tembalang Kota Semarang. Jurnal. Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedoteran Universitas
Diponegoro.
15. Oktarina Zilda dan Trini Sudiarti. 2013. Faktor Risiko Stunting Pada Balita (24-59 bulan) Di
Sumatera. Jurnal Gizi Dan Pangan 8(3): 175-180
16. Al- Anshori, Husein. 2013. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak 12-24 Bulan (Studi
di Kecamatan Semarang Timur). Jurnal. Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang.
17.Hardinsyah, Hadi Riyadi & Victor Napitulu. 2012. Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan
Karbohidrat. WNPG 2012

18. Hestuningtyas, T.R dan Etika R. N . 2014. Pengaruh Konseling Gizi Terhadap Pengetahuan,
Sikap, Praktik Ibu Dalam Pemberian Makan Anak Dan Asupan Gizi Anak Stunting Usia 1-2
Tahun Di Kecamatan Semarang Timur. Journal Of Nutrition College: Universitas Diponegoro
19. Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
20. Astari. 2006. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Usia
6-12 Bulan Di Kabupaten Bogor. Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
21.Arifin, Dedi Zaenal et al. 2012. Analisis Sebaran Dan Faktor Risiko Stunting Pada Balita Di
Kabupaten Prwakarta 2012. Jurnal. Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kedokteran, Universitas Padjajaran Bandung.
22. ACC/SCN. 2000. 4th Report The World Nutrition Situation : Nutrition Throughout The Life
Cycle. Geneva
23.Bosch, A.B, Baqui AH & Ginneken JK. 2008. Early-life Determinants of Stunted Adolescent
Girls and Boys in Matlab, Bangladesh. International Centre for Diarhoeal Disease Research,
Bangladesh. 2:189-199

You might also like