You are on page 1of 2

.

Secara nasional status gizi balita di

yang

seharusnya,

pertumbuhan

balita

berbagai daerah di Indonesia masih menjadi

terganggu dan balita berisiko akan mengalami

masalah. Kurang gizi pada balita merupakan

kekurangan gizi. Sebaliknya bila kenaikan

masalah kesehatan masyarakat utama di

berat badan lebih besar dari yang seharusnya

negara berkembang termasuk Indonesia .


Indikator

yang

paling

baik

untuk

menggambarkan kekurangan gizi pada anak


balita

adalah

stunting,

karena

dapat

mengungkap akar masalah kekurangan gizi.


Stunting adalah kegagalan untuk mencapai
pertumbuhan optimal yang diukur dengan
TB/U (tinggi badan menurut umur). Stunting
dapat terjadi akibat kekurangan penyediaan
pangan (kelaparan) yang lama, pemeliharaan
kesehatan ibu dan anak yang tidak adekuat,
atau karena kejadian penyakit infeksi yang
berulang. Stunting dapat menjadi determinan
kemiskinan dibanding indikator antropometrik
lain, karena stunting mengindikasikan adanya
gangguan kronis pada pertumbuhan anak
akibat tidak terpenuhinya suplai makanan
dalam waktu lama, adanya penyakit infeksi,
atau kondisi kesehatan lingkungan buruk yang
disebabkan oleh kemiskinan2.
Stunting

(tubuh

pendek)

merupakan indikasi risiko kelebihan gizi5,6.


Secara nasional, prevalensi gizi burukkurang pada tahun 2013 adalah 19,6 %, terdiri
dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang.
Jumlah ini terbukti meningkat dari tahun 2007
(18,4%) dan tahun 2010 (17,9%). Untuk
mencapai sasaran MDG tahun 2015 yaitu
15,5% maka prevalensi gizi buruk-kurang
secara nasional harus diturunkan sebesar
4.1% dalam periode 2013 sampai 2015.
Berdasarkan Depkes RI tahun 2013, Nusa
Tenggara barat merupakan salah satu dari 19
provinsi yang memiliki prevalensi gizi burukkurang di atas angka prevalensi nasional yaitu
berkisar antara 21,2% sampai dengan 33,1%7.
Jumlah

balita

yang

naik

berat

badannya ( N/D ) di wilayah kerja Puskesmas


Narmada Kabupaten Lombok Barat pada
tahun

2014

sebesar

54,7

%.

Hal

ini

menunjukkan bahwa masih belum tercapainya


target indikator N/D dari dinas kesehatan,

adalah

dimana

target

yang

harus dicapai yaitu

keadaan tubuh yang sangat pendek hingga

sebanyak 80%. N/D merupakan salah satu

melampaui defisit 2 SD dibawah median

indikator dalam program Gizi di Puskesmas

panjang atau tinggi badan populasi yang

Narmada Kabupaten Lombok Barat yang

menjadi referensi internasional. Berdasarkan

dalam 5 tahun terakhir masih belum tercapai

Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, angka

target keberhasilannya8.

stunting di Indonesia mencapai 35,6% dan

Dari latar belakang inilah maka penulis

Indonesia menempati urutan ke lima terbanyak

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

balita stunting setelah India, Ukraina, Pakistan,

hubungan kejadian stunting dengan tidak

dan Bangladesh berdasarkan UNICEF tahun

naiknya BB balita di Puskesmas Narmada.

20083,4.

Dengan harapan penelitian ini nantinya dapat


Selain itu, perubahan berat badan

dijadikan sebagai dasar perencanaan program

juga merupakan indikator yang sangat sensitif

oleh

untuk memantau pertumbuhan balita. Bila

meningkatkan gizi balita balita di wilayah

kenaikan berat badan balita lebih rendah dari

kerjanya.

Puskesmas

Narmada

dalam

Daftar Pustaka
1. (Iswarawanti,

2010).

2. (SCN Task Force, 2008).


3. Riskesdas 2010).
4. UNICEF (2008)
5. (Kemenkes, 2010 dan
6. Suhardjo, 2005).
7. (Depkes RI, 2013).
8. ( Profil Pukesmas Narmada, 2015 ).
9. sastroasmoro

You might also like