You are on page 1of 20

Referat

TERAPI CAIRAN DAN TRANSFUSI

Disusun Oleh:
Raja Ahmad Anzali
Aslamatul Hayati Karim
Rizka Bekti Nurcahyani

Pembimbing :

dr. Sutantri Edi Prabowo, SpAn


dr. Soni, SpAn
dr. Dino Irawan, SpAn

kEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2011

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Fisiologi Cairan Tubuh

Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Asupan dan Kehilangan Cairan dan Elektrolit pada Keadaan Normal

Dasar-Dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif

Penatalaksanaan Terapi
Macam-macam Cairan yang Dapat Digunakan dalam Terapi Cairan

11
14

BAB III SIMPULAN

19

DAFTAR PUSTAKA

20

BAB I
PENDAHULUAN

Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interior


dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid
(plasma ekspander) secara intravena. Tujuan utama terapi cairan perioperatif
adalah untuk mengganti defisit pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah
diamana saluran pencernaan belum berfungsi secara optimal disamping untuk
pemenuhan kebutuhan normal harian. Terapi dinilai berhasil apabila pada
penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tandatanda kelebihan cairan berupa edema paru dan gagal nafas.
Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang
kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai
penyakit primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan
yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Pada periode
pasca bedah kadang-kadang perdarahan dan atau kehilangan cairan (dehidrasi)
masih berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian khusus. Puasa prabedah selama 12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit cairan (air dan
elektrolit) sebanyak 1 liter pada pasien orang dewasa. Gejala dari defisit cairan ini
belum dapat dideskripsikan, tetapi termasuk di dalamnya adalah rasa haus,
perasaan mengantuk, dan pusing kepala. Gejala dehidrasi ringan ini dapat
memberikan kontribusi terhadap memanjangnya waktu perawatan di rumah sakit
yang terlihat dari penelitian 17638 pasien dengan hasil bahwa rasa kantuk dan
pusing kepala pasca bedah merupakan faktor prediktor yang berdiri sendiri
terhadap bertambah lamanya waktu perawatan pasca bedah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Fisiologi Cairan Tubuh


Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat
berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada
bayi Usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi
usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan
Seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun
yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa
50 % berat badan.
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan
tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah,
maka resiko penderita menjadi lebih besar.
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular
dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi
menjadi cairan intravaskular dan intersisial.
Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang
dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular
(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70
kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan
cairan intraselular.
Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan
ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah
dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah

cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini
sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70kg.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi:
Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter
pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif
terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir
dibandingkan orang dewasa.
Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume
plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya
merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan
platelet.
Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran
pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1
liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang
transeluler.
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.
a.

Elektrolit

Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion).
Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam
miliekuivalen).

Kation

Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation
utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.

Anion

Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat
(HCO3 -), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat
(PO4 3-). Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada
intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan
ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.
1. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135145mEq/liter. Ekskresi air hampir selalu disertai ekskresi natriumbaik lewat
urin, tinja, maupun keringat, karena itu terapi dehidrasi selalu diberi cairan
infusyang mengandung natrium. Natrium berperan memelihara tekanan
osmotik dan volume cairan ekstraseluler. Kebutuhan natrium perhari sekitar
50-100mEq atau 3-6 gram sebagai NaCl. Keseimbangan Na diatur terutama
oleh ginjal. Berat atom Na = 23 dengan muatan listrik 1.
1 gram NaCl = 17 mEq. Kekurangan Na biasanya disebabkan oleh
pemberian infus berlebihan tanpa Na, pada sindroma reseksi prostat atau pada
menurunnya sekresi ADH.
2. Kalium
Sebagian besar K terdapat dalam sel (150mEq/L). pembedahan
menyebabkan katabolisme jaringan dan mobilisasi kalium pada hari pertama
dan kedua. Kebutuhan akan kalium cukup diatasi dengan kebutuhan rutin saja
sekitar 0,5 mEq/KgBB/hari. Kemampuan ginjal menahan kalium sangat
rendah. Kadr kalium dalam plasma hanya 2% dari total K tubuh, sehingga
kekurangan K jarang terdeteksi. Fungsi kalium adalah merangsang saraf-otot,
menghantar impuls listrik, membantu utilisasi O2, asam amino, glikogen dan
pembentukan sel.
Kadar K serum normalnya 3-5 mEq/L. Hipokalemia (<3mEq/L)
menyebabkan keletihan otot, lemas, kembung, ileus paralitik, gangguan irama
jantung. Konsentrasi K dalam infus sebaiknya <40 mEq/L atau kecepatan
pemberian <20mEq/jam.
3. Kalsium

Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%


dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme
kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis,
ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan 1%
dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
4. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
b. Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan.
Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
Proses Pergerakan Cairan Tubuh
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak
membutuhkan energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi.
Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme
transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
a. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran
semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju
larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan
kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh
kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat
dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan
osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer
laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik
(akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.
b. Difusi

Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan


bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan
hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati poripori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan
hidrostatik.
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion
natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion
kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk
mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.
Asupan dan Kehilangan Cairan dan Elektrolit pada Keadaan Normal
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah
oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, ataupun oleh adanya
cedera pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal. Pada keadaan normal,
seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam
bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan ratarata 250 ml
dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak
disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.
Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme
oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari,
cairan yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari
makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi
dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang
dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6
ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan
bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1
derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang
banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paruparu (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastointestinal (100-200
ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di
traktus gastrointestinal), third-space loses.

Dasar-Dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif


Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan
pemberian cairan perioperatif, yaitu :
1. Kebutuhan Normal Cairan Dan Elektrolit Harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 50 ml/kgBB/hari dan elektrolit
utama Na2+=1-2 mEq/kgBB/hari dan K+= 1 mEq/kgBB/hari. Kebutuhan
tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine,
sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau
dikenal dengan insensible water losses. Cairan yang hilang ini pada umumnya
bersifat hipotonus (air lebih banyak dibandingkan elektrolit).
2. Defisit Cairan Dan Elektrolit Pra Bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita
bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali
menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan,
translokasi

cairan

pada

penderita

dengan

trauma),

kemungkinan

meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan


berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera
diganti sebelum dilakukan pembedahan.
3. Kehilangan Cairan Saat Pembedahan

Perdarahan

Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :


Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap
darah (suction pump).
Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan
setelah pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm)
mengandung 10 ml darah, sedangkan tampon besar (laparatomy
pads) dapat menyerap darah 100-10 ml.

Dalam praktek jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa


ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak)

dan keadaan klinis penderita yang kadang-kadang dibantu dengan


pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit berulang- ulang
(serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih
menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit daripada jumlah
perdarahan. Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada luka
operasi digunakan cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang
mengenai kain penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah.

Kehilangan Cairan Lainnya

Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol
dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi cairan
internal. Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada
pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan
perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau
sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler.
Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan
sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke ruangan serosa
(ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam ruang
ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak dapat dicegah
dengan cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara fungsional cairan
dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan fungsional cairan
dalam ruang ekstraseluler.
4. Gangguan Fungsi Ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:

Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate)

menurun.

Reabsorbsi Na di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan

oleh meningkatnya kadar aldosteron.

Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan

terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting


tubules) meningkat.

10

Ginjal tidak mampu mengekskresikan `free water atau untuk

menghasilkan urin Hipotonis


Penatalaksanaan Terapi
1. Cairan Pra Bedah
Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi
anestesi untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut.
Penilaian status cairan ini didapat dari :

Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing


terakhir, jumlah dan warnya.

Pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda obyektif


dari status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan, kulit,
abdomen, mata dan mukosa.

Laboratorium

meliputi

pemeriksaan

elektrolit,

BUN,

hematokrit,

hemoglobin dan protein.


Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang
terjadi.

Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya
meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara
serius. Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB
(1500 ml air).

Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat
dan lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.

Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock cardiosirkulasi,


terjadi pada kehilangan cairan 7-15 % BB. Kegagalan penggantian cairan
dan elektrolit biasanya menyebabkan kematian jika kehilangan cairan 15
% BB atau lebih.
Cairan preoperatif diberikan dalam bentuk cairan rumatan, yaitu

4ml/kgBB/jam untuk berat badan 10 kg pertama, 2ml/kgBB/jam untuk


tambahan 10 kg kedua, dan 1 ml/kgBB/jam tambahkan untuk sisa berat
badan. Selain penilaian terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda
rehidrasi tercapai ialah dengan adanya produksi urine 0,5-1 ml/kgBB.

11

2. Cairan Selama Pembedahan


Terapi cairan selama operasi meliputi kebutuhan dasar cairan dan
penggantian sisa defisit pra operasi ditambah cairan yang hilang selama
operasi. Berdasarkan beratnya trauma pembedahan dikenal pemberian cairan
pada trauma ringan, sedang dan berat. Rumus penggantian carian paling
sederhana yaitu, selain cairan rumatan, 4 ml/kg BB/jam untuk pembedahan
dengan trauma ringan. Cairan pengganti akibat trauma pembedahan sedang 6
ml/kg BB/jam dan pada trauma pembedahan berat 8 ml/kg BB/jam.
Cairan pengganti akibat trauma pembedahan pada anak, untuk trauma
pembedahan ringan 2 ml/kg BB/jam, sedang 4 ml/kgBB/jam dan berat 6
ml/kgBB/jam.
Pemilihan jenis cairan intravena tergantung pada prosedur pembedahan
dan perkiraan jumlah perdarahan. Perkiraan jumlah perdarahan yang terjadi
selama pembedahan sering mengalami kesulitan., dikarenakan adanya
perdarahan yang sulit diukur/tersembunyi yang terdapat di dalam luka operasi,
kain kasa, kain operasi dan lain-lain. Dalam hal ini cara yang biasa digunakan
untuk memperkirakan jumlah perdarahan dengan mengukur jumlah darah di
dalam botol suction ditambah perkiraan jumlah darah di kain kasa dan kain
operasi. Satu lembar duk dapat menampung 100 150 ml darah, sedangkan
untuk kain kasa sebaiknya ditimbang sebelum dan setelah dipakai, dimana
selisih 1 gram dianggap sama dengan 1 ml darah. Perkiraan jumlah perdarahan
dapat juga diukur dengan pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin secara
serial.
Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat diberikan
kristaloid atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena anemia. Pada
keadaan ini perdarahan selanjutnya diganti dengan transfusi sel darah merah
untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin ataupun hematokrit pada
level aman, yaitu Hb 7 10 g/dl atau Hct 21 30%. 20 25% pada individu
sehat atau anemia kronis.
Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan nilai
hematokrit dan EBV. EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB, full term 85

12

ml/kgBB, bayi 80 ml/kgBB dan pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB,


perempuan 85 ml/kgBB.
Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct menjadi
30% dapat dihitung sebagai berikut :

EBV

Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah (RBCV

preop)

Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV

%)

Volume sel darah merah yang hilang, RBCV lost = RBCV preop

RBVC 30%)

Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3

Transfusi dilakukan jika perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 3.


Selain cara tersebut di atas, beberapa pendapat mengenai penggantian
cairan akibat perdarahan adalah sebagai berikut :
Berdasar berat-ringannya perdarahan :

Perdarahan ringan, perdarahan sampai 10% EBV, 10 15%, cukup

diganti dengan cairan elektrolit.

Perdarahan sedang, perdarahan 10 20% EBV, 15 30%, dapat

diganti dengan cairan kristaloid dan koloid.

Perdarahan berat, perdarahan 20 50% EBV, > 30%, harus diganti

dengan transfusi darah.


Klasifikasi Syok Akibat Perdarahan :
Intravenous fluid replacement in haemorrhagic shock

13

Class I
2.5 l Ringer-lactate
(haemorrhage 750 ml (15%)) polygelatin
Class II
(haemorrhage
(15-30%))

800-1500

solution

or

1.0

1.0 l polygelatin plus 1.5 L Ringer-lactate


mlsolution

Class III
1.0. l Ringer-lactate solution plus 0.5 l whole
(haemorrhage 1500-2000 mlblood or 0.1-1.5 l equal volumes of
(30-40%))
concentrated red cells and polygelatin
1.0 l Ringer-lactate solution plus 1.0 l
Class IV
polygelatin plus 2.0 l whole blood or 2.0 l
(haemorrhage 2000 ml (48%)) equal volumes of concentrated red cells and
polygelatin or hestastarch

3. Cairan Paska Bedah


Terapi cairan paska bedah ditujukan untuk :
Memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi.
Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung,
febris).
Melanjutkan penggantian defisit prabedah dan selama pembedahan.
Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan.
Nutrisi parenteral bertujuan menyediakan nutrisi lengkap, yaitu kalori,
protein dan lemak termasuk unsur penunjang nutrisi elektrolit, vitamin dan
trace element. Pemberian kalori sampai 40 50 Kcal/kg dengan protein
0,2 0,24 N/kg. Nutrisi parenteral ini penting, karena pada penderita
paska bedah yang tidak mendapat nutrisi sama sekali akan kehilangan
protein 75 125 gr/hari. Hipoalbuminemia menyebabkan edema jaringan,
infeksi dan dehisensi luka operasi, terjadi penurunan enzim pencernaan
yang menyulitkan proses realimentasi.
Macam-macam Cairan yang Dapat Digunakan dalam Terapi Cairan
1.

14

Cairan Kristaloid

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).


Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di
setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan
alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama.
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid)
ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit
volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar
20-30 menit. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah
sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema
perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema
jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian lain
menunjukkan pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan
timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan
juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan
untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir
menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut
akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid
lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih
dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis)
dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.

15

2.

Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma

substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan
cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang
intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan
secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita
dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka
bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
1. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan

2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10
jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma
selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta
globulin.Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali
terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh
sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma seringkali
menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.

16

2.

Koloid Sintesis yaitu:


Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran
70(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostocmesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun
Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan
dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat
sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah.
Selain

itu

Dextran

mengurangiplatelet

mempunyai
adhesiveness,

efek

anti

menekan

trombotik
aktivitas

yang

dapat

faktor

VIII,

meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran


melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggucro match, waktu perdarahan
memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit)
terlebih dahulu.
Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, ratarata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg.
Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat
urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid
ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar
serum amilase ( walau jarang).Low molecullar weight Hydroxylethyl starch
(Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma
hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam.
Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan
toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch
dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.
Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul ratarata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin,
yaitu:
-

17

Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)

Urea linked gelatin

Oxypoly gelatin ,merupakan plasma expanders dan banyak digunakan


pada penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
(jarang) terutama dari golonganurea linked gelatin

BAB III

18

SIMPULAN
1. Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interiur
dalam batas-batas fisiologis.
2. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang
umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor
preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
3. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan
elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.
4. Selama pembedahan dapat terjadi kehilangan cairan melalui perdarahan
dan kehilangan cairan lainnya, seperti translokasi internal dan evaporasi.
5. Terapi cairan perioperatif meliputi pemberian cairan prabedah, selama
bedah dan pasca bedah.
6. Cairan yang dapat digunakan yaitu kristaloid (tanpa tekanan onkotik),
koloid (memiliki tekanan onkotik) dan darah.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Pandey

CK,

Singh

RB.

J.Anaesh.2003;47(5):380-387.

19

Fluid

and

electrolyte

disorders.

Indian

2.

Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative


dehydration does it improve outcome. Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46:
1089-93

3.

Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania:


W.B.saunders company; 1997: 375-393

4.

Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada


pembedahan. Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002

5.

Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New
york:McGraw-Hill; 1999:53-70.

6. Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University - Center
for Veterinary Health. 2006. (Diakses tanggal 29Oktober 2011). Tersedia dari:
http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.htm
7.

Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. 5th ed.
Philadelphia: Lippincot williams and wilkins; 2006: 74-97.

8.

20

Sunatrio S. Resusitasi cairan. Jakarta: Media aesculapius;2000:1-58.

You might also like