Professional Documents
Culture Documents
Kasus
Gagal Ginjal Kronis Eksaserbasi Akut
Disusun oleh:
dr. Elizabeth Purnamasari
Pendamping:
dr. Lince Holsen
dr. Clara Yosephine
Gagal
Ginjal
Kronis
Eksaserbasi Akut
Obyektif Presentasi:
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan
Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Istimewa
Neonat
Bayi
Rema
Anak
us
Masalah
ja
Dewas
Bu
Lansia
mil
mengenali
tanda
dan
gejala
serta
melakukan
penatalaksanaan
penyakit gagal ginjal kronis
Bahan
bahasan:
Cara
membahas:
Data pasien:
Tinjauan
Riset
Pustaka
Diskusi
Presentasi dan
diskusi
Nama: Tn. YB
Kasus
Email
Audit
Pos
Nomor Registrasi:
Diagnosis/Gambaran Klinis:
Pasien datang dengan keluhan mual dan muntah sejak 2 hari SMRS.
Keluhan demam, sakit kepala, nyeri perut, nyeri sendi ataupun otot
disangkal. Tanda-tanda perdarahan juga disangkal. Keluhan batuk,
pilek, maupun nyeri menelan disangkal. Pasien mengatakan nafsu
makan menurun dan badan terasa lemas. Pasien mengatakan BAK
normal tidak ada darah maupun nyeri, BAB juga normal, tidak ada
darah ataupun nyeri.
Riwayat kesehatan/Penyakit
2.
Riwayat keluarga:
Pemeriksaan Fisik:
Unit Gawat Darurat: (25 Mei 2015)
Kesadaran
: kompos mentis.
Keadaan umum : tampak sakit sedang.
Tekanan Darah
: 170/90 mmHg.
Nadi
: 76 x /menit, teratur, isi cukup.
Laju nafas
: 20 x /menit.
Suhu
: 36,6 C.
Mata
: CA +/+, SI -/-, pupil bulat isokor.
Paru
: vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-.
Jantung
: bunyi jantung I dan II reguler, murmur
dan gallop -.
Abdomen
: supel, bising usus +.
Ekstremitas
: akral hangat, CRT <2s, edema -/5.
Ruang Rawat:
Kesadaran
: kompos mentis.
Keadaan umum : tampak sakit sedang.
Tekanan Darah
: 160/90 mmHg.
Nadi
: 80 x /menit, teratur, isi cukup.
Laju nafas
: 20 x /menit.
Suhu
: 36,8 C.
Berat Badan
: 60 kg
Tinggi Badan
: 170 cm
Mata
: CA +/+, SI -/-, pupil bulat isokor.
Paru
: vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-.
Jantung
: bunyi jantung I dan II reguler, murmur
dan gallop -.
Abdomen
: supel, nyeri tekan -, CVA -/-, bising usus +.
Ekstremitas
: akral hangat, CRT <2s, edema -/Kulit
: terdapat furunkel pada fossa cubiti sinistra
dan kruris sinistra.
6. Pemeriksaan Penunjang:
MTT -/ Hb 6,9/ Ht 19,0/ MCV 81,5/ MCH 29,6/ Leu 5,38
OT 32/ PT 37/ GDS 127/ AU 6,2
BUN 510/ SC 12,14/ Golongan Darah : A+
Elektrolit : Natrium 118,66/ Kalium 4,26/ Chlorida 95,16
USG :
chronic diffuse parenchymal renal disease bilateral dengan kista di
kedua ren (1 buah di ren dextra dan 2 buah di ren sinistra)
7.
Diagnosis:
Acute on CKD
Hipertensi grade 2
Anemia ec CKD
Hiponatremia ec CKD
Multiple Furunkulosis
8.
Tatalaksana:
IVFD RL lifeline
Transfusi PRC 1 bag/hari sampai target Hb >9
(premed : furosemide 1 ampul IV bila TD > 100)
Ondansetron 2 x 1 ampul iv
CaCO 3 3 x 1 tab
Asam folat 2x 2 tab
Captopril 2 x 50 mg
SF 2x1 tab
Gentamicin zalf ue 2x/ hari
Daftar Pustaka:
1. Sanjeev,Gulati. Chronic Kidney Disease. Department of Nephrology
and Transplant Medicine, Fortis Hospitals, India. 2010.
2. Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation,
Classification, and Stratification .National Kidney Foundation (NKF)
NKDOQI.2002.
3. Kasper,L. Braunwald,E. Harrison the principal of internal
medicine.17th edition.chapter 274:Chronic Kidney Disease.2008.
The McGraw-Hill Companies, Inc.USA
4. KDIGO Clinical Practice Guideline for the Diagnosis, Evaluation,
Prevention, and Treatment of Chronic Kidney Disease-Mineral and
Bone
Disorder
(CKD-MBD).
ISN.
http://www.kidneyinternational.org.
5. KDIGO Clinical Practive Guideline for the Management of Blood
Pressure in Chronic Kidney Disease. ISN. http://www.kidneyinternational.org.
6. KDIGO Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease .
ISN. http://www.kidney-international.org.
7. KDIGO Clinical Practice Guideline for Anemia in Chronic Kidney
Disease. ISN. http://www.kidney-international.org.
8. Prim Care. Chronic Kidney Disease and Its Complications.
National Institute of Health. June, 2008.
9. Tonelli, Marcello et al. Chronic Kidney Disease and Mortality
Risk. http://www.jasn.org/
Hasil Pembelajaran:
1. Subyektif: Laki-laki, usia 57 tahun, dengan keluhan mual dan
muntah sejak 2 hari SMRS, badan terasa lemas. Riwayat penyakit
gagal ginjal yang diketahui kurang lebih 2minggu lalu sejak
dirawat di RSUD TC Hillers selama 10 hari. Pasien membaik dan
diizinkan pulang tetapi beberapa hari kemudian memburuk
sehingga dibawa ke UGD RSUD TC Hillers.
5
2. Obyektif:
Tekanan darah saat di UGD 170/90, ruang perawatan 160/90 ,
konjungtiva pucat, kulit kering, tampak lemah.
Gambaran : chronic diffuse parenchymal renal disease bilateral
dengan kista di kedua ren pada USG
3. Assessment:
Definisi
Penyakit ginjal kronis (PGK) didefinisikan sebagai kerusakan
ginjal (proteinuria) dan atau laju filtrasi glomerulus (GFR) < 60
mL/mnt/1.73 m2 dalam jangka waktu lebih dari 3 bulan.
Keberadaan penyakit ginjal kronis (PGK) harus ditetapkan
berdasarkan adanya kerusakan ginjal dan tingkat fungsi ginjal (laju
filtrasi glomerulus (GFR)).
3. Kelainan kardiovaskuler.
a. Penyakit Jantung Iskemik.
Peningkatan prevalensi penyakit jantung koroner merupakan
akibat dari faktor resiko tradisional (klasik), yaitu hipertensi,
hipervolemia, dislipidemi, overaktivitas simpatis, dan
hiperhomosisteinemia. Dan faktor resiko non-tradisional,
yaitu anemia, hiperfosfatemia, hiperparatiroidisme, dan
derajat mikroinflamasi yang dapat ditemukan dalam setiap
derajat
penyakit
ginjal
kronik.
Derajat
inflamasi
meningkatkan reaktan fase akut, seperti interleukin 6 dan Creaktif protein, yang menyebabkan proses penyumbatan
koroner dan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler.
Nitride oksida merupakan mediator yang penting dalam
pada dilatasi vaskular. Keberadaan nitrit oksida, pada
penyakit ginjal kronik menurun sebab terjadi prningkatan
konsentrasi asimetris dimetil-1-arginin.
b. Gagal jantung kongestif.
Kelainan fungsi jantung, seperti myocardial ischemic disease
dan atau left ventricular hypertrophy, bersamaan dengan
retensi air dan garam pada uremia, kadang menyebabkan
gagal jantung kongestif dan edema pulmonal.
c. Hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri.
Hipertensi merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang
paling
sering.
Hipertensi
yang
berkepanjangan
menyebabkan terjaadinya hipertrofi ventrikel.
4. Kelainan Hematologi
a. Anemia
Anemia terjadi pada 80 90 % pasien penyakit ginjal kronik
terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal-hal lain
yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah
defisiensi besi, kehilangan darah (misal, perdarahan saluran
cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat
terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan
sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut
maupun kronik, hirparatiroidisme yang berat, keracunan
aluminium,
dan
keadaan
umum
lain
seperti
hemoglobinopaties. Anemia yang tidak diterapi akan
berhubungan dengan beberapa kelainan fisiologis, seperti
penurunan pengantaran dan penggunaan oksigen ke
jaringan, meningkatkan cardiac output, pembesaran
jantung, hipertrofi ventrikel, angina, gagal jantung kongestif,
penurunan fungsi mental dan kognitif, gangguan siklus
menstruasi, gangguan host untuk melawan infeksi. Selain itu
anemia dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan pada
anak dengan penyakit ginjal kronik. Evaluasi terhadap
anemia dimulai saat kadar hemoglobin 10 g % atau
hematokrit 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi
(kadar besi serum/serum iron,kapasitas ikat besi total/total
11
b. Gangguan pembekuan
Hal ini berhubungan dengan pemanjangan bleeding time,
penurunan aktivitas faktor pembekuan III, kelainan platelet
agregation, dan gangguan konsumsi protrombin. Gejala
kliniknya berupa perdarahan yang abnormal, perdarahan
dari luka operasi, perdarahan spontan dari traktus gastro
intestinal, dan lain-lain.
5. Kelainan neuromuscular
Neuropati sentral, perifer, dan otonom, dengan gangguan
komposisi dan fungsi otot, merupakan komplikasi yang sering
pada penyakit ginjal kronik. Gejala awal pada sistem saraf
pusat,
seperti
gangguan
ingatan
sedang,
gangguan
konsentrasi, dan gangguan tidur; iritabilitas neuromuskular,
seperti hiccups, keram, fasikulasi atau twiching otot. Pada
uremia terminal, didapatkan astherixis, mioklonus, chorea,
bahkan sampai terjadi kejang dan koma. Neuropati perifer
biasanya menyerang saraf sensoris lebih dari saraf motorik,
ekstremitas bawah lebih dari ekstemitas atas, bagian distal
lebih dari bagian proximal.
6. Kelainan gastrointestinal.
Kelainan pada gastrointestinal antara lain uremic foetor
,sensasi pengecapan seperti metal, gastritis, peptic disease,
ulserasi mukosa pada saluran pencernaan yang dapat
menyababkan nyeri perut, mual, muntah, dan kehilangan
darah,peningkatan insiden terjadinyadivertikulosis, pada pasien
dengan penyakit ginjal polikistik, meningkatkan terjadinya
pankreatitis.
7. Gangguan metabolik endokrin
Pada penyakit ginjal kronik terjadi gangguan metbolisme
glukosa dan pada wanita terjadi penurunan hormon estrogen,
sehingga terjadi amenorea, dan kemungkinan untuk menjadi
hamil menjadi sangat kecil. Pada laki-laki yang telah menjalani
dialisis dalam waktu yang lama akan terjadi impotensi,
oligospermia, displasia sel germinal, yang menurunkan kadar
testosteron plasma.
8. Kelainan dermatologi.
Pada penyakit ginjal kronik terdapat pallor pada kulit akibat
anemia,
ekimosis
dan
hematoma
akibat
gannguan
pembejkuab, gatal dan ekskoriasi akibat deposisi calcium-fosfat
dan hiperparatiroid sekunder, diskolorasi berwarna kuning
akibat deposisi pigmen metabolik dan urokrom, serta uremic
frost akibat kadar urea itu sendiri.
Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas 2 hal yaitu atas
12
13
Manifestasi klinis
1. Kardiovaskuler:
a. Hipertensi
b. Pembesaran vena leher
c. Pitting edema
d. Edema periorbital
e. Friction rub pericardial
2. Pulmoner:
a. Nafas dangkal
b. Krekels
c. Kusmaul
d. Sputum kental dan liat
3. Gastrointestinal:
a. Konstipasi / diare
b. Anoreksia, mual dan muntah
c. Nafas berbau ammonia
d. Perdarahan saluran GI
e. Ulserasi dan perdarahan pada mul
4. Muskuloskeletal:
a. Kehilangan kekuatan otot
b. Kram otot
c. Fraktur tulang
5. Integumen:
a. Kulit kering, bersisik
b. Warna kulit abu-abu mengkilat
c. Kuku tipis dan rapuh
d. Rambut tipis dan kasar
e. Pruritus
f. Ekimosis
6. Reproduksi:
a. Atrofi testis
b. Amenore
7. Sindrom uremia:
a. Lemah letargi
b. Anoreksia
c. Mual dan muntah
d. Nokturia
e. Kelebihan volume cairan (volume overload).
f. Neuropati perifer
g. Uremic frost
h. Perikarditis
i. Kejang
j. Koma.
14
Pemeriksaan Penunjang
A. Gambaran laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
Sesuai dengan penyakit yang mendasari (diabetes melitus,
hipertensi, dll).
Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan
kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung
menggunakan rumus kockcroft-gault. Kadar kreatinin serum
saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi
ginjal.
Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia,
hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia, asidosis metabolik.
Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosituria,
cast, isosisteinuria.
B. Gambaran radiologi
Pemeriksaan radiologi penyakit ginjal kronik meliputi:
Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opaque.
Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering
tidak bisa melewati filter glomerulus, di samping
kekhawatiran pasien terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakkan.
Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi.
USG ginjal memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal,
kista, massa, kalsifikasi.
Indikasi USG (NICE 2008):
- Progresif GGK (LFG turun > 5 ml.min.1,73m2 dalam 5
tahun).
- Adanya hematuria
- Ada gejala obstruksi saluran kencing
- Ada riwayat keluarga penyakit ginjal polikistik dan berusia
lebih dari 20 tahun.
- GGK stadium 4 dan 5.
- Memerlukan biopsi ginjal.
Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renogarfi dikerjakan bila
ada indikasi.
Diagnosis
Diagnosis GGK ditegakan apabila LFG < 60 ml/min/1,73m2
selama lebih dari 3 bulan, atau adanya bukti gagal ginjal
(gambaran patologi yang abnormal atau adanya tanda kerusakan,
termasuk abnormalitas dari pemeriksaan darah dan urin atau
gambaran radiologi). Bila dari hasil pemeriksaan yang sudah
dilakukan belum dapat menegakkan diagnosis, maka dapat
dilakukan biopsy ginjal terutama pada pasien dengan ukuran ginjal
15
Penatalaksanaan
Farmakoterapi (menurut NICE guidelines 15september2008)
A. Kontrol tekanan darah
Pada orang dengan GGK, harus mengkontrol tekanan sistolik
< 140 mmHg (dengan kisaran target 120 139 mm Hg) dan
tekanan diastolic < 90 mmHg.
Pada orang dengan GGK dan Diabetes dan juga orang dengan
ACR 70 mg/mmol atau lebih (kira-kira ekuivalent dengan PCR
100 mg/mmol atau lebih, atau proteinuria 1 gr/24jam atau
lebih), diharuskan untuk menjaga tekanan sistolik < 130
mmHg (dengan kisaran target 120-129 mmHg) dan tekanan
diastolik < 80 mmHg.
B. Pemilihan agen antihipertensi
1st line: ACEInhibitor/ARBs (apabila
mentolerir).
ACEInhibitor
tidak
dapat
E. Anemia
Penanganan anemia pada GGK harus dilakukan saat Hb < 11
g/dl (atau 10 g/dl pada usia < 2 tahun).
Menentukan apakah anemia disebabkan oleh GGK atau
bukan. Dengan memperhatikan LFG < 60 ml/min/1.73m2.
Anemia defisiensi zat besi, biasanya pada:
o Orang dengan GGK stadium 5 dengan level ferritin < 100
mikrogram/L.
o Orang dengan GGK stadium 3 dan 4, dengan level ferritin
< 100 mikrogram/L.
Penanganan anemia
1. Suplementasi eritropoetin
Terapi yang sangat efektif dan menjanjikan telah tersedia
menggunakan recombinant human eritropoetin yang telah
diproduksi untuk aplikasi terapi. Seperti yang telah di
demonstrasikan dengan plasma kambing uremia yang kaya
eritropoetin, human recombinant eritropoetin diberikan
intravena kepada pasien hemodialisa, telah dibuktikan
menyebabkan peningkatan eritropoetin yang drastis. Hal ini
memungkinkan untuk mempertahankan kadar Hb normal
setelah transfusi darah berakhir pada pasien bilateral
nefrektomi yang membutuhkan transfusi reguler. Pada
gambar.3, saat sejumlah erotropoetin diberikan IV 3x
seminggu setelah setiap dialisa, pasien reguler hemodialisis
merespon dengan peningkatan Ht dengan dosis tertentu
dalam beberapa minggu. Percobaan menunjukkan bahwa
AB yang melawan materi rekombinan dan menghambat
terhadap penggunaan eritropoetin tidak terjadi. Efek
samping utamanya adalah meningkatkan tekanan darah
dan memerlukan dosis Heparin yang tinggi untuk
mencegah pembekuan pada sirkulasi ekstra korporial
selama dialisis. Pada beberapa pasien, trombosis pada
pembuluh darah dapat terlihat.
Peningkatan
tekanan
darah
bukan
hanya
akibat
peningkatan viskositas darah tetapi juga peningkatan tonus
vaskular perifer. Komplikasi trombosis juga berkaitan
dengan
tingginya
viskositas
darah
bagaimanapun
sedikitnya satu kelompok investigator terlihat peningkatan
trombosit. Penelitian in vitro menunjukkan efek stimulasi
human recombinant eritropoetin pada diferensiasi murine
megakariosit. Lalu trombositosis mungkin mempengaruhi
hiperkoagubilitas. Konsentrasi serum predialisis ureum
kreatinin yang meningkat dan hiperkalemia dapat
mengakibatkan berkurangnya efisiensi dializer karena
tingginya Ht dan peningkatan nafsu makan karena
peningkatan keadaan umum. Kecepatan eritropoesis yang
dipengaruhi oleh eritropoetin dapat menimbulkan defisiensi
besi khususnya pada pasien dengan peningkatan blood
loss. Seluruh observasi ini mengindikasikan bahwa
18
7. Transfusi darah.
Transfusi darah dapat diberikan pada keadaan khusus.
Indikasi transfusi darah adalah:
a.
Perdarahan
akut
dengan
gejala
gangguan
hemodinamik
b. Tidak memungkinkan penggunaan EPI dan Hb < 7
g /dL
c. Hb < 8 g/dL dengan gangguan hemodinamik
d. Pasien dengan defisiensi besi yang akan diprogram
terapi EPO ataupun yang telah mendapat EPO tetapi
respon belum adekuat, sementara preparat besi IV/IM
belum tersedia, dapat diberikan transfusi darah dengan
hati-hati
e. Target pencapaian Hb dengan transfusi darah
adalah : 7-9 g/dL (tidak sama dengan target Hb pada
terapi EPO). Transfusi diberikan secara bertahap untuk
menghindari
bahaya
overhidrasi,
hiperkatabolik
(asidosis), dan hiperkalemia. Bukti klinis menunjukkan
bahwa pemberian transfusi darah sampai kadar Hb 1012 g/dL berhubungan dengan peningkatan mortalitas
dan tidak terbukti bermanfaat, walaupun pada pasien
dengan penyakut jantung. Pada kelompok pasien yang
direncakan untuk transplantasi ginjal, pemberian
transfusi darah sedapat mungkin dihindari.
F. Nutrisi
Pemberian nutrisi yang seimbang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan energi dan nutrient sekaligus mengurangi gejalagejala uremia dan menunda percepatan penurunan fungsi ginjal
atau memperlambatnya. Status nutrisi memiliki kaitan erat
dengan angka mortalitas pada pasien dengan GGK. Dianjurkan
kecukupan energy > 35 kkal/kgBB/hari, sedangkan untuk usia >
60 tahun diberikan 30 kkal/kgBB/hari, sedangkan untuk usia > 60
tahun diberikan 30 kkal/kgBB/hari. Asupan kalori harus cukup
untuk mencegah terjadinya proses katabolik. Bila asupan peroral
tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan nutrisis sehari-hari
sesuai dengan status gizi seseorang, dapat ditambahkan nutrisi
parenteral. Perbandingan kalori yang bersumber dari lemak dan
karbohidrat sebesar 25%: 75%. Selain itu diberikan kombinasi
dari asam amino esensial dan non esensial. Jumlah maksimal
pemberian karbohidrat adalah 5 g/kgBB. Sedangkan lipid
diberikan maksimal 1 g/kgBB dalam bentuk fat emulsion 10-20%
sebanyak 500 mL.
Diet rendah garam, dalam bentuk protein sekitar 0,60,75%
g/kgBB/hari,dengan protein yang memiliki nilai biologic tinggi,
sebesar 0,35 g/kgBB/hari tergantung dari beratnya gangguan
fungsi ginjal. Pasien dengan gagal ginjal krooni harus mengurangi
asupan proeinnya karena protein berlebih akan menyebabkan
terjadinya penumpukan nitrogen dan ion inorganic yang akan
23
Prognosis
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka
panjangnya buruk, kecuali jika dilakukan transplantasi ginjal.
Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini, bertujuan hanya untuk
mencegah progesivitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK
sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan
menimbulkan gejala, sehingga penanganannya seringkali terlambat.
Pendamping,
Pendamping,
24