You are on page 1of 116

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan. Pendanaan

dari dalam perusahaan diperoleh dari laba yang ditahan perusahaan. Pendanaan
dari luar perusahaan berasal dari kreditur berupa utang maupun pendanaan yang
bersifat penyertaan dalam bentuk saham (equity). Pendanaan melalui mekanisme
penyertaan, dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada masyarakat atau
sering dikenal dengan go public (Hikmawan, 2007). Perusahaan publik akan
memiliki dana yang lebih besar yang didapat dari penjualan sahamnya ke
masyarakat dan diharapkan kinerja perusahaan mengalami peningkatan.
Perusahaan go public membutuhkan pengelolaan corporate governance
yang baik atau yang lebih dikenal dengan good corporate governance. Good
corporate governance adalah sebuah konsep yang menekankan pentingnya hak
pemegang saham untuk memperoleh informasi yang akurat, benar dan tepat
waktu. Selain itu juga menunjukkan kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan
(disclosure) semua informasi keuangan kinerja perusahaan secara akurat, tepat
waktu dan transparan (Tjager, dkk. 2003). Oleh karena itu, perusahaan publik
harus memandang good corporate governance sebagai upaya peningkatan kinerja
dan nilai perusahaan karena penerapan Good Corporate Governance dalam
perusahaan dapat membantu mengurangi resiko,

meningkatkan

kinerja

keuangan

perusahaan

serta

dapat

meningkatkan kepercayaan investor.


Chinn (2000) dan Shaw (2003), mengemukakan terdapat
dua teori utama yang terkait dengan Corporate Governance yaitu
stewardship theory dan agency theory. Stewardship theory
dibangun diatas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni
bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu
bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas,
dan kejujuran terhadap pihak lain. Dengan kata lain, stewardship
theory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk
bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada
umumnya maupun shareholders pada khususnya.
Agency theory memandang bahwa manajemen sebagai
agents bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan
penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai
pihak yang bijaksana serta adil terhadap pemegang saham
sebagaimana
Bertentangan

diasumsikan
dengan

dalam

stewardship

stewardship
theory,

agency

model.
theory

memandang bahwa manajemen tidak dapat dipercaya untuk


bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada
umumnya

maupun

(Murwaningsari, 2009).

shareholders

pada

khususnya

Jatuhnya

perusahaan-perusahaan

besar

dunia

seperti

Lehman Brothers Holdings, Inc yang merupakan Bank Investasi


terbesar keempat di Amerika di tahun 2008, skandal keuangan
Satyam Computer Services yang mengguncangkan Bursa Saham
India

di

tahun

2009,

penyelewangan

dana

akuisisi

oleh

perusahaan kamera Olympus tahun 2011, terungkapnya kasus


kriminal oleh Bank Wegelin tahun 2013, serta adanya skandal
kasus Diebold, Inc di tahun 2013 semakin mendorong reformasi
tata kelola perusahaan di dunia, termasuk juga di Indonesia.
Untuk negara Indonesia sendiri, permasalahan Corporate
Governance mengemuka selain sejak terjadi krisis ekonomi yang
melanda negara-negara Asia, menjadi perhatian banyak ekonom
dan terutama investor akibat banyak terungkapnya kasus-kasus
manipulasi laporan keuangan. Terungkapnya kasus-kasus seperti
rekayasa

laporan keuangan oleh PT.

Waskita

Karya

yang

overstated di tahun 2009, kasus PT. Katarina Utama, Tbk (2010)


yang mana terjadinya penyimpangan dana hasil IPO oleh
manajemen

PT.

Katarina

serta

ditemukannya

pelanggaran

kepatuhan PT. Jamsostek atas laporan keuangan 2011 di tahun


2012 menyiratkan akan betapa pentingnya penerapan good
corporate governance.
Rendahnya corporate governance, hubungan investor yang
lemah, kurangnya tingkat transparansi, ketidak efisienan dalam

laporan keuangan, dan masih kurangnya penegakan hukum atas


perundang-undangan dalam menghukum pelaku dan melindungi
pemegang

saham

minoritas,

beberapa

perusahaan

di

menjadi
Indonesia

pemicu

dan

runtuh.

alasan

Akumulasi

permasalahan yang terjadi menyebabkan timbulnya perhatian


yang besar terhadap kebutuhan untuk meningkatkan kepedulian
terhadap

standar

pengelolaan

perusahaan,

meningkatkan

transparansi dan memperbaiki hubungan investor, lembaga


regulator seperti BAPEPAM dan BEI harus menekan pentingnya
penegakan hukum yang lebih efektif (Sekaredi, 2011).
Permasalahan yang timbul dalam corporate governance
selain terletak pada struktur pengelolaannya juga akibat adanya
masalah yang berkaitan dengan struktur kepemilikan. Struktur
kepemilikan merupakan bagian dari corporate governance yang
mana

menggambarkan

pemerintah,

institusional

komposisi
ataupun

kepemilikan
publik,

saham

asing,

baik

keluarga

ataupun manajerial dari suatu perusahaan. Struktur kepemilikan


dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang
pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam
mencapai

tujuan

perusahaan

yang

memaksimalisasi

nilai

perusahaan. Hal ini disebabkan karena adanya kontrol yang


mereka miliki (Wahyudi dan Pawestri, 2006).

Perilaku manipulasi oleh manajer yang berawal dari konflik


kepentingan

tersebut

dapat

diminimumkan

melalui

suatu

mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan


(alignment) berbagai kepentingan tersebut. Pertama, dengan
memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen
(managerial ownership) (Jensen dan Meckling, 1976), sehingga
kepentingan

pemilik

atau

pemegang

saham

akan

dapat

disejajarkan dengan kepentingan manajer. Kedua, kepemilikan


saham oleh investor institusional. Amba (2014) menyatakan
bahwa kepemilikan institusional lebih peduli akan return dari
investasi mereka sehingga mereka akan berkontribusi dalam
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
Corporate governanace merupakan salah satu elemen
kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi
serangkaian hubungan antara dewan direksi, dewan komisaris,
para pemegang saham dan stakeholders lainnya. Corporate
governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi
penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai
sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Darmawati,
dkk 2005).
Implementasi prinsip-prinsip good corporate governance
secara konsisten di perusahaan akan menarik minat para
investor,

baik

domestik

maupun

asing

(Effendi,

2009:2).

Penerapan corporate governance diyakini akan dapat membantu


meningkatkan kinerja keuangan perusahaan yang berdampak
pada harga saham perusahaan. Kinerja laporan keuangan yang
baik akan meningkatkan nilai dari perusahaan sehingga investor
tertarik untuk melakukan investasi dengan pembelian saham
perusahaan.
Hubungan

antara

manajemen

(agents)

dan

pemilik

perusahaan (principal) atau yang sering dikaitkan dengan teori


agensi

sering

memicu

perselisihan

yang

berakibat

pada

berpengaruhnya laporan keuangan dan tentunya berimbas pada


kinerja laporan tersebut. Untuk itulah diyakini diperlukan sebuah
tata kelola perusahaan yang mana dapat membuat para investor
yakin

bahwa

manajer

akan

memberikan

keuntungan

bagi

mereka, yakin bahwa manajer tidak akan menggelapkan atau


menginvestasikan

ke

dalam

proyek-proyek

yang

tidak

menguntungkan berkaitan dengan modal yang telah ditanamkan


oleh investor (Hardikasari, 2011).
Kinerja keuangan sebagai hasil akhir dari implementasi
corporate governance dapat dianalisis dengan berbagai cara.
Pertumbuhan pendapatan, laba bersih, dan aset merupakan
ukuran kinerja yang biasa digunakan. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk menilai kinerja keuangan sebuah perusahaan

adalah dengan menggunakan rasio profitabilitas (Subramanyam


& Wild, 2011:142).
Sartono (2001:119) mendefinisikan profitabilitas sebagai
kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan
dengan penjualan, total aktiva produktif maupun modal sendiri.
Rasio profitabilitas ini akan memberikan gambaran tentang
tingkat

efektifitas

pengelolaan

perusahaan.

Semakin

besar

profitabilitas berarti semakin baik, karena kemakmuran pemilik


perusahaan meningkat dengan semakin besarnya profitabilitas.
Rasio profitabilitas terdiri atas Profit Margin, Basic Earning Power,
Return On Assets, dan Return On Equity.
Return on Assets (ROA) merupakan salah satu dari rasio
profitabilitas. Dalam analisis rasio keuangan, ROA mempunyai
arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisis
keuangan yang bersifat menyeluruh atau komprehensif. Rasio ini
mengukur efektivitas perusahaan dengan keseluruhan dana yang
ditanamkan dalam aktiva yang akan digunakan untuk operasi
perusahaan

dalam

menghasilkan

keuntungan

(Munawir,

2010:89). Semakin besar nilai ROA berarti suatu perusahaan


mempunyai kinerja yang bagus dalam menghasilkan laba bersih
untuk

pengembalian

total

aktiva

yang

dimiliki

sehingga

berpengaruh terhadap harga saham, yaitu harga saham akan


naik.

Sunariyah

(2006:21)

menyatakan

bahwa

apabila

perusahaan diperkirakan mempunyai prospek yang akan datang,


nilai saham menjadi tinggi.
Dalam penelitian kali ini alasan peneliti menggunakan ROA
untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan karena rasio ROA
ini dalam analisis keuangan merupakan indikator pengukuran
yang komprehensif untuk melihat keadaan suatu perusahaan
berdasarkan laporan keuangan yang ada. Return on Assets atau
ROA juga memiliki keunggulan mudah dihitung, dipahami, dan
sangat berarti dalam nilai absolut (Anthony dan Govindarajan
(2002:349)).
Penelitian yang dilakukan oleh Amba (2014) mengenai
pengaruh corporate governance terhadap kinerja keuangan
perusahaan. Corporate governance yang diproksi oleh dualitas
CEO, ukuran dewan direksi, proporsi direksi non-eksekutif,
struktur

kepemilikan,

komite

audit,

dan

leverage.

Kinerja

keuangan diproksikan oleh Return On Assets (ROA). Hasil


menunjukkan jika Dualitas CEO tidak berpengaruh terhadap ROA.
Ukuran dewan direksi, struktur kepemilikan, dan komite audit
memberikan pengaruh positif terhadap ROA. Proporsi direksi noneksekutif dan leverage memberikan pengaruh negatif terhadap
ROA.

Penelitian

yang

dilakukan

oleh

Kabigting

(2011)

memperoleh hasil bahwa good corporate governance yang


diproksikan

oleh

kepemilikan

insider

dan

ukuran

direksi

berpengaruh pada peningkatan nilai asset pada bank yang


terdaftar di Philipine Stock Exchange.
Penelitian Martsila dan Meiranto (2013) yang meneliti
tentang

pengaruh

corporate

governance

terhadap

kinerja

keuangan perusahaan non financial di BEI. Pada penelitian ini,


corporate

governance

diproksikan

Independensi

Dewan

Komisaris, Ukuran Dewan Komisaris, Kepemilikan Manajerial,


Konsentrasi

kepemilikan

dan

leverage.

Kinerja

keuangan

diproksikan dengan ROA, ROE, PER, dan TobinsQ. Penelitian


menunjukkan Corporate Governance

memberikan pengaruh

positif terhadap kinerja keuangan yang diproksikan oleh ROA dan


ROE, namun memberikan pengaruh negatif

pada kinerja

keuangan yang diproksikan oleh PER dan Tobins Q.


Walaupun beberapa penelitian terkait hubungan good
corporate

governance

perusahaan

seperti

menunjukkan

adanya

(gcg)

yang

terhadap

telah

pengaruh,

kinerja

disebutkan
beberapa

keuangan

sebelumnya

penelitian

lain

menunjukkan sebaliknya. Penelitian yang dilakukan Prasinta


(2012) dengan pengaruh GCG yang diproksikan dengan skor
CGPI terhadap kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROA,
ROE dan Tobins Q memberikan hasil jika GCG dengan proksi skor
CGPI tidak berpengaruh signifikan pada ROA, dan Tobins Q. GCG
dengan proksi skor CGPI berpengaruh signifikan terhadap ROE.

10

Ferdiana

(2012)

melakukan

penelitian

dengan

menggunakan skor CGPI dan kinerja keuangan yang diproksikan


dengan leverage ratio, liquidity ratio, Asset Management Ratios,
profitability ratio dan market-value ratio. Penelitian menunjukkan
tidak

semua

penerapan

dari

good

kelima

rasio

corporate

tersebut

governance,

dipengaruhi
good

oleh

corporate

governance, bahkan ada yang tidak berpengaruh sama sekali.


Dari sekian banyak hasil penelitian mengenai mekanisme
Corporate Governance terhadap kinerja tersebut, terlihat hasil
yang cukup beragam. Akan tetapi, hasil yang beragam tersebut
juga dipengaruhi perbedaan variabel yang digunakan oleh
masing-masing

peneliti

(Darmawati,

dkk

2005).

Perbedaan

variabel yang digunakan para peneliti untuk merefleksikan


beragamnya

indikator

mekanisme

Corporate

Governance

disebabkan luasnya definisi mekanisme Corporate Governance


tersebut yang dapat diterjemahkan ke dalam tiga elemen
mekanisme, yaitu struktur, sistem dan proses (Bukhori dan
Raharja , 2012).
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Martsila
dan Meiranto (2013). Hal yang membedakan penelitian ini
dengan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan variabel yang digunakan dari penelitian
sebelumnya. Penelitian ini menggunakan Ukuran Dewan

11

Komisaris, Ukuran Dewan Direksi, Kepemilikan Manajerial


dan Kepemilikan Institusional sebagai variabel independen
yang

memproksikan

corporate

governance

dan

ROA

sebagai variabel dependen yang memproksikan kinerja


keuangan.

Penelitian

Martsila

dan

Meiranto

(2013)

menggunakan variabel independen yaitu Independensi


Dewan Komisaris, Ukuran Dewan Komisaris, Kepemilikan
Manajerial, Konsentrasi kepemilikan dan leverage serta
ROA,

ROE,

PER,

dan

TobinsQ

sebagai

variabel

dependennya.
Penelitian sebelumnya belum ada batasan jelas
mengenai apa saja variabel yang termasuk struktur, sistem
dan proses, maka penelitian ini hanya menggunakan
variabel yang terfokus pada mekanisme internal Corporate
governance yakni struktur. Struktur ini terbagi menjadi
struktur

pengelola

dan

struktur

kepemilikan.

Hal

ini

dikarenakan mekanisme struktur yang dianggap lebih


berperan utama dalam pelaksanaan corporate governance
yang baik (Bukhori dan Raharja, 2012).
Peneliti
menggunakan
proksi

Ukuran

Dewan

Komisaris, Ukuran Dewan Direksi, Kepemilikan Manajerial


dan Kepemilikan Institusional untuk mewakili struktur
pengelola dan struktur kepemilikan karena mekanisme ini
dianggap paling mempengaruhi kinerja perusahaan (KNKG

12

2006). Peneliti juga hanya menggunakan ROA sebagai


variabel dependennya dikarenakan ROA lazim digunakan
untuk mengukur tingkat efektivitas keseluruhan operasi
perusahaan dan adanya saran penelitian sebelumnya
untuk memfokuskan pada satu variabel kinerja keuangan
saja.
2. Penambahan periode penelitian dari yang sebelumnya tiga tahun
menjadi 5 tahun yaitu dari tahun 2009 hingga 2013. Alasan
penambahan periode ini karena peneliti ingin melihat
pengaruh corporate governance terhadap kinerja keuangan
perusahaan

apakah terpengaruh adanya

penambahan

periode penelitian yang lebih lama (Prasinta, 2012).


3. Peneliti
mengambil
populasi
menggunakan
perusahaan
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan
termasuk daripada Indeks LQ 45. Penelitian Martsila dan
Meiranto

(2013)

perusahaan

menggunakan

non-financial.

populasi

Alasan

perusahaan-

peneliti

memilih

perusahaan yang dalam indeks LQ 45 karena indeks ini


menunjukkan 45 emiten paling aktif diperdagangkan dalam
BEI dan merupakan saham-saham unggulan yang di pilih
sehingga dapat lebih akurat dalam analisisnya secara
runtut waktu. (Silviyani dan Sujana).
Berdasarkan latar belakang dan uraian yang telah peneliti
sampaikan, peneliti mengambil judul PENGARUH CORPORATE

13

GOVERNANCE (CG) TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN


(Studi Empiris pada Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia Indeks LQ 45 Periode 2009-2013).
1.2.
Rumusan Masalah
1. Apakah Ukuran Dewan

Komisaris

memiliki

pengaruh

terhadap Kinerja Keuangan?


2. Apakah Ukuran Dewan Direksi memiliki pengaruh terhadap
Kinerja Keuangan?
3. Apakah Kepemilikan

Manajerial

memiliki

pengaruh

memiliki

pengaruh

terhadap Kinerja Keuangan?


4. Apakah Kepemilikan Institusional

terhadap Kinerja Keuangan?


5. Seberapa besarkah pengaruh Ukuran Dewan Komisaris,
Ukuran

Dewan

Direksi,

Kepemilikan

Manajerial,

dan

Kepemilikan Institusional terhadap Kinerja Keuangan?

1.3. Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui

apakah

Ukuran

Dewan

Komisaris

memiliki pengaruh terhadap Kinerja Keuangan.


2. Untuk mengetahui apakah Ukuran Dewan Direksi memiliki
pengaruh terhadap Kinerja Keuangan.
3. Untuk mengetahui apakah Kepemilikan Manajerial memiliki
pengaruh terhadap Kinerja Keuangan.
4. Untuk mengetahui apakah Kepemilikan

Institusional

memiliki pengaruh terhadap Kinerja Keuangan.


5. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

Ukuran

Dewan Komisaris, Ukuran Dewan Direksi, Kepemilikan

14

Manajerial, dan Kepemilikan Institusional terhadap Kinerja


Keuangan
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi
bahan kajian tentang manfaat penerapan dan mekanisme
corporate

governance

dalam

meningkatkan

kinerja

keuangan di perusahaan.
2. Bagi Investor
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan dasar
pertimbangan
investor

untuk

dalam

pengambilan

menilai

kinerja

keputusan

keuangan

kepada

perusahaan

sebelum melakukan investasi.


3. Bagi Peneliti
Diharapkan penelitian ini mampu memberikan wawasan
serta pengetahuan tambahan kepada peneliti mengenai
pengaruh corporate governance di Indonesia, khususnya
terhadap kinerja keuangan perusahaan.
4. Bagi Akademisi
Diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan dan
dapat mendukung penelitian selanjutnya yang berkaitan
dengan

corporate

governance

dan

perusahaan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

kinerja

keuangan

15

2.1. Signalling Theory (Teori Sinyal)


Menurut Wolk, et al. (2001) teori sinyal menjelaskan alasan
perusahaan menyajikan informasi untuk pasar modal. Teori sinyal
menunjukkan

adanya

asimetri

informasi

antara

manajemenperusahaan dan pihak-pihak yang berkepentingan


dengan informasi tersebut. Teori sinyal mengemukakan tentang
bagaimana seharusnya perusahaan memberikan sinyal-sinyal
pada pengguna laporan keuangan.
Menurut Jamaan (2008) Signaling Theory mengemukakan
tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan
sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa
informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen
untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa
promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan
tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Teori sinyal
menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh manajer
untuk mengurangi asimetri informasi. Manajer memberikan
informasi melalui laporan keuangan bahwa mereka menerapkan
kebijakan akuntansi konservatisme yang menghasilkan laba yang
lebih berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan
melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan membantu
pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva
yang tidak overstate.

16

Menurut Maria Immaculatta (2006) kualitas keputusan


investor dipengaruhi oleh kualitas informasi yang diungkapkan
perusahaan dalam laporan keuangan. Kualitas informasi tersebut
bertujuan untuk mengurangi asimetri informasi yang timbul
ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek
perusahaan di masa mendatang dibanding pihak eksternal
perusahaan.
Teori signal juga dapat membantu pihak perusahaan
(agent),

pemilik

(principal),

dan

pihak

luar

perusahaan

mengurangi asimetri informasi dengan menghasilkan kualitas


atau integritas informasi laporan keuangan. Untuk memastikan
pihak-pihak yang berkepentingan meyakini keandalan informasi
keuangan yang disampaikan pihak perusahaan (agent), perlu
mendapatkan opini dari pihak lain yang bebas memberikan
pendapat tentang laporan keuangan (Jamaan, 2008)

2.2.

Agency Theory (Teori Agensi)


Dasar dari pembahasan mengenai corporate governance

adalah teori agensi atau Agency Theory. Hubungan keagenan


merupakan

suatu

kontrak

antara

principal

dengan

agent.

Menurut Darmawati, dkk (2005), inti dari hubungan keagenan


adalah adanya pemisahan antara kepemilikan (principal/investor)
dan pengendalian (agent/manajer). Kepemilikan diwakili oleh

17

investor yang mendelegasikan kewenangan kepada agen dalam


hal ini manajer untuk mengelola kekayaan investor. Investor
mempunyai harapan bahwa dengan mendelegasikan wewenang
pengelolaan tersebut, mereka akan memperoleh keuntungan
dengan bertambahnya kekayaan dan kemakmuran investor.
Teori agensi ini muncul setelah fenomena terpisahnya
kepemilikan perusahaan dengan pengelolaan khususnya pada
perusahaan-perusahaan besar yang modern, sehingga teori
perusahaan yang klasik tidak bisa lagi dijadikan basis analisis
perusahaan seperti itu. pada teori perusahaan klasik, pemilik
perusahaan yang berjiwa wiraswasta, mengendalikan sendiri
perusahaannya,

mengambil

keputusan

demi

kehidupan

perusahaannya, sehingga yang diharapkan adalah maksimum


profit sebagai syarat mati atau bisa bertahan hidup dan
berkembang. (Sutedi, 2011:15)
Dalam suatu korporasi, principal mengacu pada pemilik
sedangkan agent mengacu pada pengelola. Dalam menjalankan
usahanya, pemilik akan memberikan wewenang kepada pihak
lain (agent) untuk mengelola jalannya perusahaan dengan
harapan agent akan memberikan yang terbaik untuk mencapai
tujuan

dari

pemilik

yakni

memaksimalkan

kinerja

dari

perusahaan. Oleh karena itu, pemilik memberi wewenang kepada


agent untuk mengelola perusahaan dan mengambil keputusan

18

atas nama pemilik. Namun, terpisahnya kepemilikan dengan


pengelolaan

menimbulkan

suatu

permasalahan

tersendiri.

Permasalahan tersebut sering disebut sebagai masalah agensi.


Permasalahan
mekanisme

tersebut

yang

dapat

dapat

diminimalisir

mengurangi

melalui

kesempatan

suatu

manajer

melakukan tindakan yang merugikan principal. (Martsila dan


Meiranto, 2013)
Untuk memahami corporate governance, jalan yang paling
dekat

adalah

dengan

memahami

teori

agensi.

Teori

ini

memberikan wawasan analisis untuk bisa mengkaji dampak dari


hubungan

agent

dengan

principal

atau

principal

dengan

principal. Diharapkan teori agensi ini dapat berfungsi sebagai


alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa
mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka
investasikan.

Corporate

governance

berkaitan

dengan

bagaimana investor yakin bahwa manajer akan memberikan


keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan
mencuri, menggelapkan atau menginvestasikan kedalam proyekproyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana atau
kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan
dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer
(Shleifer dan Vishny, 1997).

19

Setyapurnama

dan

Norpratiwi

(2004)

menyatakan

hubungan keagenan dapat menimbulkan masalah pada saat


pihak-pihak

yang

bersangkutan

mempunyai

tujuan

yang

berbeda. Pemilik modal menghendaki bertambahnya kekayaan


dan kemakmuran para pemilik modal, sedangkan manajer juga
menginginkan bertambahnya kesejahteraan bagi para manajer.
Dengan demikian muncullah konflik kepentingan antara pemilik
(investor) dengan manajer (agen). Pemilik lebih tertarik untuk
memaksimumkan return dan harga sekuritas dari investasinya,
sedangkan

manajer

mempunyai

kebutuhan

psikologis

dan

ekonomi yang luas, termasuk memaksimumkan kompensasinya.


Teori keagenan mengemukakan Jika antar pihak principal
(pemilik) dan agents (manajer) memiliki kepentingan yang
berbeda, muncul konflik yang dinamakan konflik keagenan
(agency

conflict).

Pemisahan

fungsi

antara

pemilik

dan

manajemen ini memiliki dampak negatif yaitu keleluasaan


manajemen (pengelola) perusahaan untuk memaksimalkan laba.
Kondisi

ini

terjadi

karena

asymmetry

information

antara

manajemen dan pihak lain yang tidak memiliki sumber dan akses
yang memadai untuk memperoleh informasi yang digunakan
untuk

memonitor

tindakan

manajemen

(Richardson,

DuCharme et al, 2000 dikutip dalam Hastuti 2005).

1998;

20

Teori agensi juga menyatakan bahwa konflik kepentingan


antara agen dan prinsipal dapat dikurangi dengan mekanisme
pengawasan yang dapat menyelaraskan berbagai kepentingan
yang ada dalam perusahaan (Ibrahim, 2007:24). Mekanisme
pengawasan yang dimaksud dalam teori agensi dapat dilakukan
dengan mekanisme Good Corporate Governance (GCG). Good
Corporate Governance sebagai sistem yang mengatur dan
mengendalikan

perusahaan

diharapkan

dapat

memberikan

kepercayaan terhadap manajemen dalam mengelola kekayaan


pemilik (pemegang saham), sehingga dapat meminimalkan
konflik

kepentingan

dan

meminimumkan

biaya

keagenan.

Herawaty (2008) juga menyatakan bahwa Good Corporate


Governance (GCG) menghasilkan berbagai mekanisme yang
bertujuan untuk meyakinkan bahwa tindakan manajemen selaras
dengan

kepentingan

pemegang

saham

(terutama

minority

interest).
Alijoyo dan Zaini dalam Pakarinti (2012) beranggapan
bahwa pemisahan fungsi eksekutif dan fungsi pengawasan pada
teori keagenan menciptakan checks and balances, sehingga
terjadi independensi yang sehat bagi para manajer untuk
menghasilkan kinerja perusahaan yang maksimum dan return
yang memadahi bagi para pemegang saham.

21

Konsep Good Corporate Governance berkaitan dengan


bagaimana

para

pemilik

(pemegang

saham)

yakin

bahwa

manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin


bahwa manajer tidak akan melakukan kecurangan-kecurangan
yang akan merugikan para pemegang saham (Waryanto, 2010).
Dengan kata lain dengan penerapan Good Corporate Governance
diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan
biaya

keagenan

(agency

cost).

Selanjutnya,

dengan

meningkatnya kinerja keuangan akan dapat meningkatkan nilai


perusahaan.

2.3.

Stewardship Theory (Teori Stewardship)


Stewardship

Theory

mempunyai

akar

psikologi

dan

sosiologi yang didesain untuk menjelaskan situasi dimana


manajer sebagai steward dan bertindak sesuai kepentingan
pemilik (Donaldson & Davis, 1989, 1991). Dalam stewardship
theory manajer akan berperilaku sesuai kepentingan bersama.
Ketika kepentingan steward dan pemilik tidak sama, steward
akan berusaha bekerja sama daripada menentangnya, karena
steward merasa kepentingan bersama dan berperilaku sesuai dengan
perilaku

pemilik merupakan pertimbangan yang rasional karena

steward lebih melihat pada usaha untuk mencapai tujuan organisasi.

22

Stewardship theory mengasumsikan hubungan yang kiat


antara kesuksesan organisasi dengan kepuasan pemilik. Steward
akan

melindungi

dan

memaksimalkan

kekayaan

organisasi

dengan kinerja perusahaan, sehingga dengan demikian fungsi


utilitas akan maksimal. Asumsi penting dari stewardship adalah
manajer meluruskan tujuan sesuai dengan tujuan pemilik.
Namun

demikian

tidak

berarti

steward

tidak

mempunyai

kebutuhan hidup. (Raharjo, 2007)


Menurut

Murwaningsari

(2009)

stewardship

theory

dibangun pada asumsi filosofis mengenai sifat manusia bahwa


manusia pada dasarnya dapat dipercaya bertanggung jawab dan
manusia

merupakan

individu

yang

berintegritas.

Teori

ini

menyimpulkan bahwa manajemen sebuah perusahaan layak


untuk dipercaya dalam bertindak atas kepentingan publik dan
pemegang saham.

2.4.

Stakeholder theory (Teori Stakeholder)


Stakeholder theory merupakan kumpulan kebijakan dan

praktik

yang

berhubungan

dengan

stakeholder,

nilai-nilai,

pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat dan


lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi
dalam pembangunan secara berkelanjutan. Jones dalam buku

23

Ismail Solihin (2008) menjelaskan bahwa stakeholders dibagi


dalam dua kategori:
a. Inside stakeholders, terdiri atas orang-orang yang memiliki
kepentingan

dan

tuntutan

terhadap

sumber

daya

perusahaan serta berada di dalam organisasi perusahaan.


Pihak-pihak

yang

termasuk

dalam

kategori

inside

stakeholders ini adalah pemegang saham (stockholders),


manajer, dan karyawan.
b. Outside stakeholders, terdiri atas orang-orang maupun
pihak-pihak
pemimpin
perusahaan

yang

bukan

perusahaan,
,

namun

pemilik
serta

memiliki

perusahaan,

bukan

pula

kepentingan

bukan

karyawan
terhadap

perusahaan dipengaruhi oleh keputusan serta tindakan


yang

dilakukan

oleh

perusahaan.

Pihak-pihak

yang

termasuk dalam kategori outside stakeholders ini adalah


pelanggan (customers), pemasok (supplier), pemerintah,
masyarakat lokal, dan masyarakat secara umum.
Menurut Deegan (2004), dalam perspektif teori legitimasi,
suatu perusahaan akan secara sukarela melaporkan aktifitasnya
jika manajemen menganggap bahwa hal ini adalah yang
diharapkan komunitas. Dengan kata lain teori ini menempatkan
persepsi dan pengakuan publik sebagai dorongan utama dalam
pengungkapan suatu informasi dalam laporan keuangan.

24

2.5.

Corporate Governance (CG)

2.5.1 Pengertian Corporate Governance (CG)


Istilah corporate governance pertama kali diperkenalkan
Cadburry Comitte tahun 1992 dalam laporan yang dikenal
dengan cadburry report. Laporan ini sebagai titik balik yang
menentukan bagi praktik corporate governance di seluruh dunia.
Definisi

corporate

governance

menurut

Cadbury

adalah

mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai


keseimbangan antaranya kepada kekuatan serta kewenangan
perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada
shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya.
(Sutedi, 2011:1)
Corporate governance telah menjadi salah satu bahasan
penting yang menarik sejak krisis yang terjadi di Indonesia pada
tahun 1997 (Swa sembada, 2005). Penyebab terjadinya krisis
keuangan adalah lemahnya penerapan corporate governance,
salah satu cirinya adalah tindakan para manajer perusahaan
yang mementingkan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan
investor, sehingga akan menyebabkan jatuhnya harapan para
investor tentang pengembalian (return) atas investasi yang telah
ditanamkan (Johnson et al, 2000).
Indonesian Stock Exchange (IDX) atau Bursa Efek Indonesia
mendefinisikan

Tata

Kelola

Perusahaan

atau

Corporate

25

Governance

sebagai

mengarahkan

suatu

pengelolaan

sistem

yang

perusahaan

dirancang

secara

untuk

profesional

berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggung


jawab, independen, kewajaran dan kesetaraan.
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006)
mendefenisikan Corporate Governance sebagai suatu proses dan
struktur

yang

memberikan

digunakan
nilai

oleh

tambah

organ

pada

perusahaan
perusahaan

guna
secara

berkesinambungan dalan jangka panjang bagi pemegang saham,


dengan tetap memperhatikan kepentingan stakehonders lainnya,
berlandaskan peraturan perundang-undangan dan norma yang
berlaku.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)
mendefinisikan

Corporate

Governance

sebagai

seperangkat

peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,


pengelola saham, kreditor, pemerintah, karyawan serta para
pemegang
berkaitan

kepentingan
dengan

intern

hak-hak

dan

dan

ekstern

kewajiban

lainnya
mereka

yang
untuk

menggatur dan mengendalikan perusahaan.


Menurut Price Waterhouse Coopers, Corporate Governance
terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif. Dibangun
melalui kultur organisaasi, nilai-nilai, sistem, berbagai proses,
kebijakan-kebijakan dan struktur organisasi, yang bertujuan

26

untuk mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien, dan efektif


dalam

mengelola

memerhatikan

risiko

dan

bertanggung

kepentingan

jawab

stakeholders

(Surya

dengan
dan

Yustiavandana 2006:26).
Corporate Governance dapat disimpulkan adalah struktur,
rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi
yang

memengaruhi

pengontrolan

suatu

pengarahan,
perusahaan

pengelolaan,

atau

korporasi.

serta

Corporate

Governance juga mencakup hubungan antara para pemangku


kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan
perusahaan. (Wikipedia.com)
Keberhasilan dari praktik corporate governance perusahaan
publik tidak terlepas dari adanya sebuah peraturan. Ada tiga
tantangan fundamental yang saat ini dihadapi oleh pembuat
peraturan publik (Coglianese, et al, 2004). Pertama adalah siapa
yang seharusnya membuat peraturan, pemerintah atau selfregulation misalnya BEI. Tantangan kedua adalah bagaimana
mengaturnya. Pembuat peraturan menghadapi dua pilihan yaitu
membuat

prinsip

atau

peraturan

corporate

governance.

Tantangan ketiga adalah bagaimana caranya agar prinsip atau


peraturan tersebut dilaksanakan.
Penerapan komitmen Corporate Governance yang baik
atau

biasa

disebut

Good

Corporate

Governance

(GCG)

27

terkandung pada misi Perusahaan yaitu menciptakan daya saing


untuk menarik investor dan emiten melalui pemberdayaan
anggota Bursa dan Partisipan, penciptaan nilai tambah, efisiensi
biaya serta penerapan good governance. Manfaat dari penerapan
GCG dapat berdampak positif pada terciptanya akuntabilitas
Perusahaan,

transaksi

yang

wajar

dan

independen,

serta

kehandalan dan peningkatan kualitas informasi kepada publik


(http://www.idx.co.id).
Tujuan penerapan good corporate governance menurut
Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah sebagai berikut:
1) Sebagai

pedoman

melaksanakan

bagi

pengawasan

Dewan
dan

Komisaris

pemberian

dalam

saran-saran

kepada Direksi dalam pengelolaan Perusahaan.


2) Sebagai pedoman bagi Direksi agar dalam menjalankan
kegiataan sehari-hari Perusahaan dilandasi dengan nilai moral
yang tinggi dengan memperhatikan Anggaran Dasar, etika
bisnis, perundang-undangan dan peraturan yang berlaku
lainnya.
3) Sebagai pedoman bagi jajaran manajemen dan karyawan BEI
dalam melaksanakan kegiatan maupun tugasnya sehari-hari
sesuai dengan prinsip-prinsip Corporate Governance
Upaya

untuk

menegakkan

prinsip

good

corporate

governance pada perusahaan yang telah go-public oleh BAPEPAM


terus berlangsung. Tujuannya adalah (a) menjaga kelangsungan

28

usaha perusahaan dengan pengelolaan yang lebih baik, struktur


organisasi yang jelas, dan sistem informasi manajemen yang
akurat, (b) mengurangi adanya Asymmetry Information antara
menajemen

dan

pemilik

kepercayaan

publik

dengan

perusahaan,

dan

pengungkapan

(c)

menjaga

informasi

yang

berkualitas dalam laporan tahunannya (Arifin, 2005:23)


Meskipun upaya penerapan good corporate governance
terus berlangsung, namun praktik good corporate governance di
perusahaan di Indonesia masih terdapat kelemahan. Menurut
Herwidayatmo

(2000),

praktik-praktik

di

Indonesia

yang

bertentangan dengan konsep GCG dapat dikelompokkan menjadi


(a) adanya konsentrasi kepemilikan oleh pihak tertentu yang
memungkinkan terjadinya hubungan afiliasi antara pemilik,
pengawas, dan direktur perusahaan, (b) tidak efektifnya dewan
komisaris, dan (c) lemahnya law enforcement.

2.5.2 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance


Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006) menguraikan
prinsip-prinsip dari good corporate governance yang selanjutnya dikenal dengan
istilah TARIF. Prinsip tersebut yaitu:
1) Transparasi (Transparancy)
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang
mudah diakses dan dipahami. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk

29

mengungkapkan tidak hanya masalah yang diisyaratkan oleh peraturan


perundang- undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan
lainnya.
2) Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan Akuntabilitasnya
secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara
benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan

kepentingan

pemegang

saham

dan

pemangku

kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan


untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3) Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus memenuhi

peraturan

perundang-undangan

serta

melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan


sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang
dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
4) Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan atas good corporate governance,
perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing
organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi
oleh pihak lain.
5) Kewajaran (Fairness)
Dalam melaksanakan

kegiatannya,

perusahaan

harus

senantiasa

memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan


lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran.
2.5.3. Mekanisme Corporate Governance

30

Mekanisme
mekanisme

Corporate

berdasarkan

Governance

pada

aturan

merupakan

main,

suatu

prosedur

dan

hubungan yang jelas antara pihak-pihak yang ada dalam suatu


perusahaan untuk menjalankan peran dan tugasnya. Mekanisme
Corporate
mekanisme

Governance
internal

ini

dan

terbagi

menjadi

mekanisme

(dua)

eksternal.

yaitu

Mekanisme

internal terdiri dari struktur pengelola dan struktur kepemilikan


sementara mekanisme eksternal terdiri dari pihak-pihak yang
berasal dari luar perusahaan seperti pasar modal, pasar uang,
regulator dan juga undang-undang (Bukhori dan Raharja, 2012).
Penelitian ini difokuskan pada mekanisme internal dari
corporate governance saja, karena mekanisme internal ini yang
dianggap

memiliki

pengaruh

langsung

terhadap

kinerja

keuangan perusahaan (KNKG, 2006). Mekanisme internal seperti


telah

disebutkan

sebelumnya

dipisahkan

menjadi

struktur

pengelola dan struktur kepemilikan. Menurut Bainbridge (2008)


pemisahan pengelolaan atau kontrol dan kepemilikan menjadi
salah satu atribut penting perusahaan.
Struktur Pengelola perusahaan menurut Komite Nasional
Kebijakan Governance (2006) terdiri dari dewan komisaris, dewan
direksi dan komite audit. Menurut Martsila dan Meiranto (2013),
dewan komisaris dapat diukur melalui independensi Dewan
Komisaris

independen

serta

ukuran

dari

Dewan

Komisaris

sedangkan untuk dewan direksi dapat diukur dengan ukuran

31

dewan direksi dan dualitas CEO (Amba, 2014). Peneliti memilih


ukuran dewan komisaris dan dewan direksi karena dari beberapa
penelitian sebelumnya kedua variabel ini memberikan hasil yang
berbeda.
Mekanisme

internal

kedua

yaitu

struktur

kepemilikan.

Struktur Kepemilikan memiliki beberapa indikator yang dapat


mewakilinya. Menurut Saleh, et al, (2008) dan Wiranata dan
Nugrhanti (2013) struktur kepemilikan dapat diproksikan dengan
kepemilikan insider, kepemilikan asing, kepemilikan pemerintah,
kepemilikan
kepemilikan

manajerial,
keluarga.

kepemilikan

Peneliti

sendiri

institusional,
memilih

dan

kepemilikan

manajerial dan institusional sebagai proksi struktur kepemilikan.


Menurut Jensen dan Meckling (1976), kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional adalah dua mekanisme

corporate

governance utama yang membantu mengendalikan masalah


keagenan.

2.5.4.

Struktur Kepemilikan

Struktur kepemilikan merupakan bagian dari mekanisme


internal corporate governance. Struktur kepemilikan adalah
komposisi

pemegang

saham

dalam

suatu

perusahaan

berdasarkan jumlah saham yang dimiliki dibagi dengan seluruh


jumlah saham yang ada. Proporsi dalam kepemilikan saham ini

32

akan menentukan jumlah mayoritas dan minoritas kepemilikan


saham. Teori yang dikembangkan Stulz (1988) tentang struktur
kepemilikan

dan

mendapatkan

bahwa

hubungan

antara

kepemilikan manajer dan nilai perusahaan adalah non motorik.


Struktur kepemilikan di Indonesia memiliki karakteristik
yang berbeda dari perusahaan-perusahaan di Negara lain.
Sebagian besar perusahaan di Indonesia memiliki kecenderungan
terkonsentrasi sehingga pendiri juga dapat duduk sebagai dewan
direksi atau komisaris, selain itu konflik keagenan dapat terjadi
antara manajer dan pemilik juga antara pemegang saham
mayoritas dan minoritas (Wiranata dan Nugrahanti, 2013).
Struktur kepemilikan dapat dijelaskan dari dua sudut
pandang yaitu pendekatan keagenan dan pendekatan informasi
asimetri

(Itturiaga

dan

Sanz,

2001).

Menurut

pendekatan

keagenan, struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme


untuk mengurangi konflik kepentingan antara manajer dengan
pemegang saham.
2.5.2.1

Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh


manajemen perusahaan yang diukur dengan presentase jumlah
saham yang dimiliki oleh manajemen. Kepemilikan manajerial atau
Manajerial ownership adalah pemegang saham yang merupakan pihak internal
perusahaan yang ikut aktif dalam kegiatan operasional perusahaan. Struktur

33

kepemilikan manajerial dapat dijelaskan melalui dua sudut


pandang,

yaitu

pendekatan

keagenan

dan

pendekatan

ketidakseimbangan (Sujoko dan Soebiantoro, 2007).


Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan
manajerial sebagai suatu instrument atau alat yang digunakan
untuk mengurangi konflik keagenan diantara beberapa klaim
terhadap

sebuat

perusahaan.

Berdasarkan

teori

keagenan,

perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham


mengakibatkan timbulnya konfik yang biasa disebut agency
conflict.

Konflik

kepentingan

yang

sangat

potensial

ini

menyebabkan pentingnya suatu mekanisme yang diterapkan


yang berguna untuk melindungi kepentingan pemegang saham
(Jensen dan Meckling, 1976).
Kepemilikan

saham

manajerial

merupakan

kepemilikan

saham yang dimiliki oleh eksekutif dan direktur. Persentase


kepemilikan ditentukan oleh besarnya prosentase jumlah saham
terhadap

keseluruhn

saham

perusahaan.

Seseorang

yang

memiliki saham suatu perusahaan dapat dikatakan sebagai


pemilik perusahaan walaupun jumlah sahamnya hanya beberapa
lembar saja. (Faisal dan Firmansyah, 2005).
Kepemilikan saham manajerial akan mendorong manajer
untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan karena mereka
ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang

34

diambil dan ikut menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari


pengambilan keputusan yang salah (Listyani, 2003).
Kepemilikan

manajerial

adalah

persentase

kepemilikan

saham pada perusahaan oleh pihak manajerial. Manajer yang


sekaligus pemegang saham akan berusaha bekerja secara
optimal dan tidak hanya mementingkan kepentingannya sendiri.
Manajemen selalu berupaya meningkatkan kinerja dan nilai
perusahaan karena dengan meningkatkan kinerja dan nilai
perusahaan maka kekayaannya yang dimiliki sebagai pemegang
saham akan meningkat, sehingga kesejahteraan pemegang
saham akan meningkat pula (Putra dan Wirawati, 2013).
Herawaty (2008) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial
dapat berfungsi sebagai mekanisme

corporate governance

karena merupakan sarana pengawasan yang efektif sehingga


dapat mengurangi tindakan manajemen laba dari manajer. Hal
yang juga diharapkan dari adanya kepemilikan manajerial adalah
manajemen dalam menjalankan perusahaan akan lebih konsisten
dengan

kepentingan

pemilik

perusahaan

sehingga

dapat

meningkatkan kinerja.
Semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial
maka semakin baik kinerja perusahaan. Pemusatan kepentingan
dapat dicapai dengan memberikan kepemilikan saham kepada
manajer. Jika manajer memiliki saham perusahaan, mereka akan

35

memiliki

kepentingan

kepentingan

manajer

yang
dan

sama

pemilik

dengan
sejajar

pemilik.

(aligned)

Jika
dapat

mengurangi konflik keagenan. Jika konflik keagenan dapat


dikurangi, manajer termotivasi untuk meningkatkan kinerja
perusahaan. Namun tingkat kepemilikan manajerial yang tinggi
dapat

menimbulkan

masalah

pertahanan.

Artinya

jika

kepemilikan manajerial tinggi, mereka mempunyai posisi yang


kuat untuk mengendalikan perusahaan dan pihak eksternal akan
mengalami kesulitan untuk mengendalikan tindakan manajer. Hal
ini disebabkan karena manajer mempunyai hak voting yang
besar atas kepemilikan manajerial (Siswantaya, 2007).

2.5.2.2

Kepemilikan Institusional

Jensen

dan

Meckling

(1976)

menyatakan

bahwa

kepemilikan institusional memiliki peranan yang penting dalam


meminimalisasi
pemegang

konflik

saham

keagenan

dengan

manajer.

yang

terjadi

Keberadaaan

diantara
investor

institusional dianggap mampu mengoptimalkan pengawasan


kinerja manajemen dengan memonitoring setiap keputusan yang
diambil oleh pihak mana-jemen selaku pengelola perusahaan.
Pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat
bergantung pada besarnya investasi yang dilakukan.

36

Kepemilikan institusional ditunjukkan dengan tingginya


persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh pihak institusi.
Yang dimaksud dengan pihak institusi dalam hal ini berupa LSM,
perusahaan

asuransi,

bank,

perusahaan

investasi

maupun

perusahaan swasta. Kepemilikan institusional pada umumnya


memiliki proporsi kepemilikan dalam jumlah yang besar sehingga
proses monitoring terhadap manajer menjadi lebih baik. Tingkat
kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha
pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional
sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer
(Wiranata dan Nugrahanti, 2013).
Penelitian Balsam et al., 2002 dalam Veronica dan Utama
(2005) menyatakan bahwa kepemilikan institusional yang tinggi
dapat meminimalisir praktik manajemen laba, namun tergantung
pada jumlah kepemilikan yang cukup signifikan, sehingga akan
mampu

memonitor

pihak

manajemen

yang

berdampak

mengurangi motivasi manajer untuk melakukan manajemen


laba. Menurut Wening (2009) kepemilikan institusional adalah
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan
perusahaan. Terdapatnya kepemilikan oleh investor institusional
dapat meningkatkan pengawasan yang lebih optimal terhadap
kinerja

manajemen,

karena

kepemilikan

saham

mewakili

37

kekuasaan

yang

dapat

digunakan

untuk

mendukung

atau

menjatuhkan terhadap kinerja keuangan.


Keberadaan
mekanisme

investor

corporate

institusional

governance

yang

dapat

menunjukkan

kuat

yang

dapat

digunakan untuk memonitor manajemen perusahaan. Pengaruh


manajemen perusahaan menjadi sangat penting serta dapat
digunakan

untuk

menyelaraskan

kepentingan

manajemen

dengan para pemegang saham (Solomon dan Solomon, 2004


dalam Sutojo 2005).
Kepemilikan institusional dalam perusahaan dirasa sangat
penting, karena meningkatkan pengawasan yang lebih optimal
terhadap cara manajemen menjalankan kegiatan perusahaan.
Shleifer and Vishny (1999) mengemukakan bahwa kepemilikan
institusional memiliki insentif untuk memantau pengambilan
keputusan perusahaan. Hal ini akan berpengaruh positif bagi
perusahaan tersebut, baik dari segi peningkatan nilai perusahaan
maupun peningkatan kinerja usaha.
Komposisi kepemilikan saham memiliki dampak yang
penting pada sistem kendali perusahaan. Banyaknya jumlah non
eksekutif pada dewan direksi dan fungsi terpisah dari CEO dan
pimpinan perusahaan dapat meningkatkan perputaran direktur
pelaksana

pada

(Soepriyatno

perusahaan

2004).

Di

yang

Indonesia,

memiliki

kinerja

kebanyakan

buruk

perusahaan

38

emiten di Indonesia, memiliki pemegang saham dalam bentuk


institusi

bisnis

seperti

Perseroan Terbatas

yang terkadang

merupakan representasi dari pendiri perusahan.


Menurut

Swandari

(2008)

pada

kasus

Indonesia,

kepemilikan institusional cukup mampu menjadi alat monitoring


yang baik. Hal ini dikarenakan pemegang saham institusi telah
memiliki

kemampuan

dan

sarana

yang

memadai

untuk

memonitor perusahaan dimana saham mereka miliki sehingga


terjadi peningkatan nilai perusahaan dengan meningkatkan
kepemilikan institusional dapat mengurangi masalah keagenan,
sehingga dengan kepemilikan institusional yang tinggi dapat
membantu kinerja perusahaan.
Pengaruh investor institusional terhadap manajemen perusahaan dapat
menjadi sangat penting serta dapat digunakan untuk menyelaraskan kepentingan
manajemen dengan pemegang saham (Solomon dalam Sabrinna (2010). Hal ini
disebabkan karena jika tingkat kepemilikan manajeral tinggi, dapat berdampak
buruk terhadap perusahaan karena menimbulkan masalah pertahanan, yang berarti
jika kepemilikan manajerial tinggi, para manajer memiliki memiliki posisi yang
kuat untuk melakukan suatu kontrol terhadap perusahaan dan pihak pemegang
saham eksternal akan mengalami kesulitan untuk mengendalikan tindakan para
manajer tersebut.
2.5.3 Struktur Pengelola

39

Struktur pengelola juga merupakan bagian dari mekanisme


Corporate Governance. Penelitian ini difokuskan pada struktur
pengendalian internal. Penelitian ini difokuskan pada struktur
pengendalian internal yaitu Dewan Komisaris dan Dewan Direksi.
2.5.3.1 Dewan Komisaris
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006)
mendefinisikan

Dewan

komisaris

sebagai

mekanisme

penggendalian internal tertinggi yang bertanggung jawab secara


kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberi masukan
kepada

direksi

serta

melaksanakan

GCG.

menjadi

kategori.

dua

memastikan

KNKG

bahwa

membedakan

Pertama

adalah

perusahaan

dewan

komisaris

dewan

komisaris

independen dan yang kedua adalah dewan komisaris non


independen. Dewan komisaris independen merupakan komisaris
yang

tidak

berasal

dari

pihak

terafiliasi

dengan

pihak

perusahaan. Sedangkan komisaris non-independen merupakan


komisaris yang memiliki hubungan afiliasi dengan perusahaan.
Hal

yang

mempunyai

dimaksud

dengan

hubungan

bisnis

terafiliasi
dan

adalah

hubungan

pihak

yang

kekeluargaan

dengan controlling shareholders, anggota direksi dan Dewan


komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Mantan
anggota direksi dan dewan komisaris yang terafiliasi serta

40

karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk


dalam kategori terafiliasi (Bukhori dan Raharja, 2012).
Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007
pasal 1 ayat 6 menjelaskan bahwa dewan komisaris adalah organ
perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum
dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi
nasihat kepada direksi. Pengawasan dan pemberian nasihat
dilakukan untuk kepentingan perusahaan sesuai dengan maksud
dan tujuan perusahaan. Menurut Undang-Undang Perseroan
Terbatas Nomor 40 tahun 2007 ini, pada pasal 108 ayat (5)
dijelaskan bahwa bagi perusahaan berbentuk perseroan terbatas,
maka wajib memiliki paling sedikitnya 2 (dua) anggota Dewan
komisaris. Oleh karena itu, jumlah anggota Dewan komisaris
disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap
memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan.
Forum

for

mendefinisikan

Corporate
Dewan

Governance

komisaris

sebagai

Indonesia
inti

(FCGI)

Corporate

Governance (tata kelola perusahaan) yang ditugaskan untuk


menjamin

pelaksanaan

strategi

perusahaan,

mengawasi

manajemen dalam mengelola perusahaan serta mewajibkan


terlaksananya akuntabilitas. Secara umum dewan komisaris
merupakan

wakil

pemilik

kepentingan

(shareholder)

dalam

perusahaan berbentuk perseroan terbatas yang memiliki fungsi

41

mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilakukan manajemen


(direksi),

dan

bertanggung

manajemen

memenuhi

mengelola

dan

jawab

untuk

menilai

apakah

tanggung

jawab

mereka

dalam

perusahaan,

serta

mengembangkan

menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan.


Dewan komisaris diyakini memiliki peran penting dalam pengelolaan
perusahaan, khususnya dalam memonitor manajemen puncak. Perusahaan yang
mempunyai persentase dewan komisaris eksternal lebih rendah akan mempunyai
pengawasan yang rendah terhadap kinerja perusahaan (Astuti dan Zuhrohtun,
2007). Peran komisaris ini diharapkan dapat meminimalisir permasalahan agensi
yang timbul antara dewan direksi dengan pemegang saham karena dewan
komisaris yang menjalankan corporate governance dan bertanggung jawab
terhadap pemegang saham (Ruvinsky, 2005).
Dewan komisaris merupakan salah satu fungsi kontrol yang
terdapat dalam suatu perusahaan. Fungsi kontrol yang dilakukan
oleh Dewan komisaris merupakan salah satu bentuk praktis dari
teori agensi. Dewan komisaris dapat memberikan petunjuk dan
arahan

pada

pengelola

perusahaan

agar

tercipta

kinerja

perusahaan yang lebih baik. Memiliki fungsi pengawasan, dewan


komisaris

dapat

mengawasi

pengelolaan

perusahaan

yang

dilakukan manajemen secara umum dan manajemen diharapkan


dapat lebih memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengelola
dan

mengembangkan

perusahaan.

Selain

itu,

sebagai

42

penyelenggara

pengendalian

internal

perusahaan,

dewan

komisaris dapat meningkatkan standar kinerja manajemen dalam


perusahaan (Bukhori dan Raharja, 2012).
Fungsi monitoring yang dilakukan oleh dewan komisaris
dipengaruhi oleh jumlah atau ukuran dewan komisaris. Dengan
makin banyaknya anggota dewan komisaris maka badan ini akan
mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya, diantaranya
kesulitan dalam berkomunikasi dan mengkoordinir kerja dari
masing-masing anggota dewan itu sendiri, kesulitan dalam
mengawasi dan mengendalikan tindakan dari manajemen, serta
kesulitan dalam mengambil keputusan yang berguna bagi
perusahaan.

Adanya

kesulitan

dalam

perusahaan

dengan

anggota dewan komisaris yang banyak ini membuat sulitnya


menjalankan
perusahaan

tugas
yang

pengawasan

nantinya

terhadap

berdampak

pula

manajemen
pada

kinerja

keuangan perusahaan yang semakin menurun (Siallagan dan


Machfoedz, 2006).
2.5.3.2

Dewan Direksi

Dewan Direksi adalah board of directors yaitu pimpinan


perusahaan yang dipilih oleh para pemegang saham untuk
mewakili kepentingan mereka dalam mengelola perusahaan
(Jahja, 2011). Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas, yang
dapat diangkat menjadi anggota dewan direksi adalah orang

43

perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan


tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota dewan
direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan
perusahaan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum
karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan
negara dalam waktu lima tahun sebelum pengangkatan.
Di Negara Indonesia, tidak terdapat batasan jumlah dewan
direksi. Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas yang
tercantum pada bab VI (enam) mengenai direksi dan komisaris,
jumlah anggota dewan direksi minimal satu orang. Jumlah dewan
direksi

sendiri

disesuaikan

dengan

kebutuhan

operasional

perusahaan. Semakin banyak dan kompleks perusahaan, untuk


menghasilkan kinerja yang maksimal tentu memerlukan jumlah
dewan direksi yang sesuai. Apabila jumlah dewan direksi lebih
dari satu, maka peraturan mengenai pembagian tugas dan
wewenang setiap anggota dewan direksi, serta besar dan jenis
penghasilannya ditentukan oleh RUPS yang diwakili oleh dewan
komisaris (Bukhori dan Raharja, 2012).
Undang-Undang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa
dewan direksi memiliki hak untuk mewakili perusahaan dalam
urusan di luar maupun di dalam perusahaan. Artinya, jika hanya
terdapat satu orang dewan direksi, maka dewan direksi tersebut
dapat dengan bebas mewakili perusahaan dalam berbagai

44

urusan di luar maupun di dalam perusahaan. Hal yang mungkin


akan berbeda jika jumlah dewan direksi memiliki nominal jumlah
tertentu.

Jumlah

berpengaruh

dewan

terhadap

direksi

secara

kecepatan

logis

akan

pengambilan

sangat

keputusan

perusahaan. Karena tentu saja dengan adanya sejumlah dewan


direksi, perlu dilakukan kordinasi yang baik antar anggota dewan
komisaris yang ada.
Dalam mekanisme corporate governance, dewan direksi merupakan pihak
yang melakukan fungsi operasional perusahaan sehari-hari. Pada dasarnya,
corporate

governance

mengacu

pada

sekumpulan

mekanisme

yang

mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh manajer ketika ada pemisahan
antara kepemilikan dan pengendalian. Pengendalian tersebut terletak pada fungsi
dari dewan direksi (Hutapea, 2013).

2.6.

Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan adalah prestasi kerja yang telah dicapai

oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu dan tertuang


pada

laporan

keuangan

perusahaan

yang

bersangkutan

(Munawir, 2004). Kinerja keuangan merupakan hasil akhir dari


implementasi corporate governance yang meliputi kinerja jangka
pendek maupun kinerja jangka panjang, yang merupakan alat
pertanggungjawaban

manajemen

yang

menunjukkan

kemampuan perusahaan dalam mengolah dan mengalokasikan

45

sumberdaya yang dimilikinya, serta digunakan investor dan


stakeholder

lainnya

sebagai

dasar

dalam

pengambilan

keputusan (Kumaat, 2013).


Pengukuran kinerja keuangan dapat dilakukan dengan penilaian
analisis laporan keuangan. Dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan,

dibutuhkan beberapa rasio keuangan. Najib (2010) menyatakan ada dua kelompok
yang menganggap penting rasio keuangan. Kelompok pertama adalah para manajer
yang menggunakan rasio keuangan untuk mengukur dan melacak kinerja keuangan
sepanjang waktu. Kelompok kedua adalah pihak analis

perusahaan yang

membutuhkan ukuran yang pasti agar mampu memberikan saran maupun penilaian
terhadap klien.

Secara

umum,

ada

banyak

teknik

analisis

dalam

melakukan penilaian investasi, tetapi yang paling banyak dipakai


adalah analisis yang bersifat fundamental, analisis teknikal,
analisis ekonomi, dan analisis rasio keuangan (Anoraga dan
Pakarti,

2003:108).

Analisis

Rasio

Keuangan

dapat

dikelompokkan menjadi 5 jenis berdasarkan ruang lingkupnya,


yaitu: (Ang, 1997).
a) Rasio Likuiditas
Rasio

likuiditas

adalah

rasio

yang

menggambarkan

kemampuan perusahaan untuk menyeleseikan kewajiban


jangka pendeknya. Rasio likuiditas terdiri dari: Current Ratio,
Quick Ratio, dan Net Working Capital.

46

b) Rasio Solvabilitas
Rasio Solvabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam

memenuhi

kewajiban

jangka

panjang.

Rasio

solvabilitas terdiri dari: Debt Ratio, debt to Equity Ratio,


Long Term Debt to equity Ratio, long Term Debt to
Capitalization Ratio, Times Interest Earned, Cash Flow
Interest Coverage, Cash Flow Interest Coverage, Cash Flow
to Net Income, dan Cash Return on Sales.
c) Rasio Aktivitas
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
memanfaatkan harta yang dimilikinya. Rasio Aktivitas terdiri
dari: Total Asset Turnover, Fixed Asset Turnover, Account
Receivable Turnover, Inventory Turnover, Average Collection
Period, dan Days Sales in Inventory.
d) Rasio Rentabilitas/Profitabilitas
Rasio

Profitabilitas

adalah

ratio

yang

menggambarkan

kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui seluruh


kemampuan,

dan

sumber

yang

ada

seperti

kegiatan

penjualan, kas, modal jumlah karyawan dan sebagainya.


Rasio rentabilitas terdiri dari: Gross Profit Margin, Net Profit
Margin, Return on Assets, Return on Equity, dan Operating
Ratio.
e) Rasio Pasar

47

Rasio ini menunjukkan informasi penting perusahaan dan


diungkapkan dalam basis per saham. Rasio pasar terdiri
dari: Dividend Yield, Dividend Per Share, Dividend Payout
Ratio, Price Earning Ratio, Earning Per Share, Book Value Per
Share, dan Price to Book Value.
Munawir (2004:86) menjelaskan bahwa profitabilitas atau
rentabilitas digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan
modal dalam suatu perusahaan dengan memperbandingkan
antara laba dengan modal yang digunakan dalam operasi, oleh
karena itu keuntungan yang besar tidak menjamin atau bukan
merupakan

ukuran

bahwa

perusahaan

itu

rentable.

Bagi

manajemen atau pihak-pihak yang lain, rentabilitas yang tinggi


lebih penting daripada keuntungan yang besar.
Investor dalam menentukan nilai suatu perusahaan masih
menggunakan indikator rasio keuangan untuk melihat tingkat
pengembalian yang dapat diberikan oleh perusahaan kepada
investor. Para investor menggunakan rasio profitabilitas untuk
dapat mengukur pengembalian yang ada. Rasio profitabilitas
adalah pendapatan atau keberhasilan operasi suatu perusahaan
pada periode tertentu (Kieso, et al, 2008:222). Salah satu alat
ukur finansial yang umum digunakan untuk mengukur tingkat
pengembalian investasi adalah Return on Assets (ROA).

48

Menurut Mardiyanto (2009:196) ROA adalah rasio yang


digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba yang berasal dari aktivitas investasi. Menurut
Dendawijaya (2003:120) rasio ini digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen dalam memperoleh keuntungan (laba)
secara keseluruhan. Semakin besar ROA, semakin besar pula
tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan tersebut dan
semakin

baik

pula

posisi

perusahaan

tersebut

dari

segi

penggunaan asset.
Menurut Lestari dan Sugiharto (2007:196) ROA adalah rasio
yang digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang
diperoleh dari penggunaan aktiva. Dengan kata lain, semakin
tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas asset dalam
memperoleh
meningkatkan

keuntungan
daya

bersih.

tarik

Hal

ini

perusahaan

selanjutnya
kepada

akan

investor.

Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan perusahaan


tersebut

semakin

diminati

oleh

investor,

karena

tingkat

pengembalian atau deviden akan semakin besar. Hal ini juga


akan berdampak pada harga saham dari perusahaan tersebut di
pasar modal yang akan semakin meningkat sehingga ROA akan
berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Menurut Lestari
dan Sugiharto (2007:196) angka ROA dapat dikatakan baik
apabila > 2%.

49

Menurut Anthony dan Govindarajan (2005:345) ROA atau


ROI adalah rasio keuangan perusahaan yang berhubungan
dengan aspek earning atau profitabilitas. ROA berfungsi untuk
mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan laba
dengan memanfaatkan aktiva yang dimiliki. Semakin besar ROA
yang dimiliki oleh sebuah perusahaan maka semakin efisien
penggunaan aktiva oleh perusahaan untuk beroperasi sehingga
akan memperbesar laba. Laba yang besar akan menarik investor
karena perusahaan tersebut memiliki tingkat pengembalian yang
semakin tinggi.
Indikator profitabilitas yang berdasarkan ROA ataupun ROI
mempunyai keunggulan (Anthony dan Govindarajan, 2005:349)
yaitu:
1. merupakan indikator pengukuran yang komprehensif untuk
melihat keadaan suatu perusahaan berdasarkan laporan
keuangan yang ada.
2. mudah dihitung, dipahami, dan sangat berarti dalam nilai
absolut.
3. merupakan denominator yang dapat diterapkan pada setiap
unit

organisasi

yang

bertanggung

profitabilitas dan unit usaha

jawab

terhadap

50

2.7.

Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1.
Penelitian Terdahulu

No
1

Peneliti dan
Sumber
Ika Surya
Martsila
dan Wahyu
Meiranto
(Diponegor
o Journal Of
Accounting
, Vol. 2, No.
4,
Tahun
2013)

Judul
Pengaruh
Corporate
Governance
terhadap
Kinerja
Keuangan
Perusahaan

Variabel Indikator

Kesimpulan

Independensi
Independensi
Komisaris
dewan komisaris
Independen,
berpengaruh
Ukuran
Dewan
positif
tidak
Komisaris,
signifikan
pada
Kepemilikan
ROA dan TobinsQ,
Manajerial,
berpengaruh
Konsentrasi
negatif
tidak
Kepemilikan,
signifikan
pada
leverage, Return
ROE dan PER.
dewan
On
Assets, Ukuran
komisaris
Return
On
berpengaruh
Equity,
Return
positif
terhadap
On Investment,
ROA, ROE, dan
Price
Earning
TobinsQ,
Ratio, Tobins Q
berpengaruh
negatif terhadap
nilai PER
Kepemilikan
manajerial
berpengaruh
positif
tidak
signifikan
terhadap
ROA,
ROE dan TobinsQ,
namun
berpengaruh
negatif
tidak
signifikan
pada
nilai PER
Pengaruh
konsentrasi
kepemilikan
memberikan
pengaruh
positif
signifikan
pada
kinerja keuangan
yang diproksi oleh
ROA dan ROE,

51

berpengaruh
negatif signifikan
pada nilai PER
serta berpengaruh
positif
tidak
signifikan
pada
TobinsQ
Leverage
berpengaruh
negatif signifikan
pada ROA, ROE,
dan
TobinsQ,
berpengaruh
positif
tidak
signifikan
pada
PER
No
2

Peneliti dan
Sumber
Sekhar
Muni Amba
(Journal of
Academic
and
Business
Ethics ISSN
Online:
1941336X)
tahun
2014.

Lusye
Corvanty
Kumaat
(Jurnal
Keuangan
dan
Perbankan,
Vol.17,
No.1,
Januari
2013, hlm.
1120

Judul

Variabel Indikator

Kesimpulan
Dualitas CEO tidak
berpengaruh
terhadap ROA.
Ukuran
dewan
direksi,
struktur
kepemilikan, dan
komite
audit
memberikan
pengaruh
positif
terhadap ROA.
Proporsi direksi noneksekutif
dan
leverage
memberikan
pengaruh negatif
terhadap ROA

Corporate
governance
and
firms
financial
performance

Dualitas CEO,
Proporsi direksi
non-eksekutif,
Komite audit,
Konsentrasi
Kepemilikan,
Kepemilikan
Institusional,
leverage,
Return On
Assetss

Corporate
Governance
dan
Struktur
Kepemilikan
Terhadap
Manajemen Laba
dan
Kinerja
Keuangan

Kepemilikan
Kepemilikan
Manajerial,
manajerial,
Dewan Komisaris
komisaris
Independen,
independen serta
Komite
Audit,
komite
audit,
Struktur
belum
dapat
Kepemilikan,
mengurangi
Manajemen
praktek
Laba,
Kinerja
manajemen laba
Keuangan
yang
dilakukan
(CFROA)
oleh manajemen.
Kepemilikan
manajerial,
dan

52

Terakredita
si
SK.
No.64a/DIK
TI/Kep/
2010

Norma
Ferdiana
(Jurnal
Ilmiah
Mahasiswa
Akuntansi
Vol. 1, No.
2,
Maret
2012)

No
5

Peneliti dan
Sumber
Iqbal
Bukhori
dan
Raharja
Diponegoro
Journal Of
Accounting

komite audit tidak


dapat
meningkatkan
kinerja keuangan.
Komisaris
independen
mampu
meningkatkan
kinerja keuangan.
Struktur
kepemilikan yang
ada
dalam
perusahaan
belum
dapat
mengurangi
praktek
manajemen
Laba
Struktur
kepemilikan dapat
meningkatkan
kinerja keuangan
perusahaan.
Pengaruh
Good
Corporate
Governance
Terhadap Kinerja
Keuangan
Perusahaan
Pertambangan di
Bei

Good Corporate
Governance
(CGPI
indeks
skor), Leverage
Ratio, Liquidity
Ratio, Efficiency
Ratio,
Profitability
Ratio,
MarketValue Ratio

Hasil dari penelitian


ini Good Corporate
Governance
tidak
mempengaruhi
semua
rasio-rasio
keuangan tersebut,
bahkan ada rasio
yang tidak memiliki
berpengaruh sama
sekali. Dalam setiap
rasio
memiliki
berbagai
macam
komponen
didalamnya.

Judul

Variabel Indikator

Kesimpulan

Pengaruh
Good
Corporate
Governance
dan
Ukuran
Perusahaan
terhadap
Kinerja
Perusahaan (Studi
Empiris
pada

Ukuran
dewan
direksi, Ukuran
dewan
komisaris,
Ukuran
perusahaan,
Kinerja
keuangan

Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
ukuran
dewan
direksi,
ukuran
dewan
komisaris
dan
ukuran
perusahaan
tidak

53

tahun 2012

Perusahaan yang
Terdaftar di BEI
2010)

perusahaan
(CFROA)

Yulius Ardy
Wiranata
dan
Yeterina
Widi
Nugrahanti

Pengaruh Struktur
Kepemilikan
terhadap
Profitabilitas
Perusahaan
Manufaktur
di
Indonesia

Kepemilikan
Kepemilikan asing
Asing,
berpengaruh
Kepemilikan
positif
signifikan
Pemerintah,
terhadap kinerja
Kepemilikan
perusahaan.
Kepemilikan
Institusional,
pemerintah tidak
Kepemilikan
berpengaruh
Manajerial,
terhadap kinerja
Kepemilikan
perusahaan.
Keluarga, Kinerja
Keuangan (ROA) Kepemilikan
institusional tidak
berpengaruh
terhadap kinerja
perusahaan.
Kepemilikan
manajerial
tidak
berpengaruh
terhadap kinerja
perusahaan.
Kepemilikan
keluarga
berpengaruh
negatif terhadap
kinerja
perusahaan.
Ukuran perusahaan
tidak berpengaruh
terhadap kinerja
perusahaan.
leverage
berpengaruh
positif ter-hadap
kinerja
perusahaan
manufaktur.

Pengaruh
Good
Corporate
Governance
terhadap
Kinerja
Keuangan

CGPI indeks
skor, Kinerja
Keuangan (ROA,
ROE, Tobins Q)

(Jurnal
Akuntansi
dan
Keuangan,
Vol. 15,
No. 1, Mei
2013, 1526
ISSN
1411-0288
print / ISSN
2338-8137
online)

Dian
Prasinta
Accounting
Analysis
Journal 1

berpengaruh
terhadap
kinerja
keuangan
perusahaan.

Good
Corporate
Governance
yang
diproksikan
skor
CGPI tidak berpengaruh
terhadap
ROA,
skor
CGPI
berpengaruh positif

54

(2) (2012)
ISSN 22526765

terhadap ROE, dan


skor CGPI tidak berpengaruh terhadap
Tobins Q.

Sumber: Penelitian terdahulu

2.8. Kerangka Pemikiran


2.8.1.
Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap
Kinerja Keuangan (ROA)
Penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari dan Ernawati
(2010) serta Martsila dan Meiranto (2013) yang menggunakan
variabel

ukuran

dewan

komisaris

dalam

meneliti

kinerja

keuangan dan memberikan hasil jika ukuran dewan komisaris


berpengaruh positif

terhadap kinerja keuangan yang diproksi

oleh Return on Assets.


Ukuran Dewan Komisaris yang lebih besar juga dianggap
mampu menstimulus pertukaran pengetahuan dan informasi
antar anggota Dewan Komisaris (Isshaq et al., 2009). semakin
banyaknya anggota dewan komisaris, pengawasan terhadap
dewan direksi jauh lebih baik, masukan atau opsi yang akan
didapat direksi akan jauh lebih banyak. Untuk itu masih
diperlukan penelitian yang dapat membuktikan pengaruh ukuran
dewan komisaris ini terhadap kinerja perusahaan di Indonesia
(Bukhori dan Raharja, 2012). Berdasarkan uraian tersebut maka
hipotesis penelitian yang akan dilakukan yang dikemukakan
adalah sebagai berikut:

55

H1:

Ukuran

Dewan

Komisaris

parsial terhadap Kinerja

berpengaruh

secara

keuangan perusahaan

(ROA)
2.8.2.

Pengaruh Ukuran Dewan Direksi terhadap Kinerja

Keuangan (ROA)
Penelitian yang dilakukan oleh Amba (2014) menunjukkan
bahwa ukuran dewan direksi memberikan pengaruh positif
terhadap Return on Assets, sedangkan penelitian Bukhori dan
Raharja (2012) memberikan hasil sebaliknya. Penelitian Bukhori
dan Raharja memberikan hasil jika ukuran dewan direksi tidak
berpengaruh terhadap kinerja keuangan.
Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, disebutkan
bahwa dewan direksi memiliki hak untuk mewakili perusahaan
dalam urusan di luar maupun di dalam perusahaan. Artinya, jika
hanya terdapat satu orang dewan direksi, maka dewan direksi
tersebut dapat dengan bebas mewakili perusahaan dalam
berbagai urusan di luar maupun di dalam perusahaan. Hal yang
mungkin akan berbeda jika jumlah dewan direksi memiliki
nominal jumlah tertentu. Jumlah dewan direksi secara logis akan
sangat berpengaruh terhadap kecepatan pengambilan keputusan
perusahaan. Tentu saja hal ini karena adanya sejumlah dewan
direksi, perlu dilakukan kordinasi yang baik antar anggota dewan
komisaris yang ada.

56

Adanya perbedaan temuan para peneliti dalam penelitian


sebelumnya,

maka bukti

yang

diperlukan

masih

diperdebatkan.

Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan bukti yang lebih


komprehensif dalam melihat peran ukuran dewan direksi terhadap
kinerja

keuangan

perusahaan

(Bukhori

dan

Raharja,

2012).

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis penelitian yang akan


dilakukan yang dikemukakan adalah sebagai berikut:
H2:

Ukuran

Dewan

Direksi

berpengaruh

signifikan

terhadap Kinerja keuangan perusahaan (ROA)

2.8.3.

Pengaruh

Kepemilikan

Manajerial

terhadap

Kinerja Keuangan (ROA)


Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan bahwa semakin
besar kepemilikan saham oleh manajemen maka berkurang
kecenderungan manajemen untuk mengoptimalkan penggunaan
sumber daya sekaligus mengurangi biaya agensi akibat adanya
perbedaan kepentingan. Hal ini terjadi karena, manajer yang
memiliki keterlibatan dalam perusahaan melalui kepemilikan
manajerial akan ikut merasa memiliki perusahaan sehingga
segala keputusan yang diambil oleh manajer akan dilakukan

57

dengan lebih hati-hati mengingat segala konsekuensi yang


terjadi akibat keputusan yang diambil akan berdampak pula pada
manajer dan kinerja keuangan perusahaan.
Penelitian

Martsila

dan

Meiranto

(2013)

serta

penelitian

Puspitasari dan Ernawati (2010) yang menemukan hubungan positif


antara kepemilikan manajerial dengan kinerja keuangan perusahaan.

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis penelitian yang akan


dilakukan yang dikemukakan adalah sebagai berikut:
H3: Kepemilikan Manajerial berpengaruh signifikan
terhadap Kinerja keuangan perusahaan (ROA)

2.8.4.

Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap

Kinerja Keuangan (ROA)


Penelitian yang dilakukan oleh Amba dengan menggunaka
kepemilikan institusional sebagai variabel yang mewakili struktur
kepemilikan

memberikan

hasil

bahwa

kepemilikan

institusional

memberikan pengaruh positif terhadap kinerja keuangan (ROA). Amba

(2014) menyatakan bahwa kepemilikan institusional lebih peduli


akan return dari investasi mereka sehingga mereka akan
berkontribusi dalam meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
Jensen

dan

Meckling

(1976)

menyatakan

bahwa

kepemilikan institusional memiliki peranan yang penting dalam


meminimalisasi

konflik

keagenan

yang

terjadi

diantara

58

pemegang

saham

dengan

manajer.

Keberadaaan

investor

institusional dianggap mampu mengoptimalkan pengawasan


kinerja manajemen dengan memonitoring setiap keputusan yang
diambil oleh pihak mana-jemen selaku pengelola perusahaan.
Pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat
bergantung pada besarnya investasi yang dilakukan.
Shleifer

and

Vishny

(1999)

mengemukakan

bahwa

kepemilikan institusional memiliki insentif untuk memantau


pengambilan keputusan perusahaan. Hal ini akan berpengaruh
positif bagi perusahaan tersebut, baik dari segi peningkatan nilai
perusahaan

maupun

peningkatan

kinerja

perusahaan.

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis penelitian yang akan


dilakukan yang dikemukakan adalah sebagai berikut:
H4: Kepemilikan Institusional berpengaruh signifikan
terhadap Kinerja keuangan perusahaan (ROA)

Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, berikut ini merupakan


gambaran dari kerangka pemikiran penelitian ini:

59

Gambar 2.1.
Kerangka Pemikiran
Corporate Governance

Struktur
Pengelola
Ukuran Dewan
Komisaris
Ukuran
Dewan
Direksi

Struktur
Kepemilikan
Kepemilikan
Manajerial
Kepemilikan
Institusional
Perusahaan - perusahaan yang
listed di Bursa Efek Indonesia
Berdampak
Indeks LQ 45

Tidak Berdampak

Kinerja Keuangan
Return On Assets

Analisis
Regresi

Uji Asumsi Klasik


Uji Normalitas

Uji Hipotesis
Uji Parsial (t test)
Uji Pengaruh Simultan
(F test)
Koefisien Determinasi
(R2)

Uji
Multikolonieritas
Uji Autokorelasi

2.9.

Model Penelitian
Uji
Berdasarkan
tinjauan pustaka serta penelitian terdahulu,

Heteroskedastisita

maka peneliti mengindikasikan faktor corporate governance


dengan

struktur

pengelola

dan

struktur

kepemilikan

yang

diproksi dengan ukuran Dewan Komisaris, Ukuran Dewan Direksi.


Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional. Peneliti
ingin melihat apakah terdapat pengaruhnya terhadap kinerja
keuangan. Kinerja keuangan sendiri diproksikan dengan Return
on Assets. Dari landasan teori yang telah diuraikan di atas,
kemudian disusunlah hipotesis yang digambarkan dalam model
penelitian yang disusun sebagai berikut:
Gambar 2.2.
Model Penelitian
X1
Ukuran Dewan
Komisaris

60

X2
Ukuran Dewan
X3
Direksi
Kepemilikan
Manajerial
X4
Kepemilikan
Institusional

Y
Kinerja
Keuangan
(ROA)

= Pengaruh masing-masing variabel X1, X2, X3, X4


(Ukuran Dewan
Komisaris, Ukuran Dewan Direksi, Kepemilikan
Manajerial,
Kepemilikan Institusional) terhadap variabel Y (Kinerja
Keuangan
Perusahaan (ROA)).

= Pengaruh variabel X1, X2, X3, X4 (Ukuran Dewan


Komisaris, Ukuran
Dewan Direksi, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan
Institusional)
terhadap variabel Y (Kinerja Keuangan Perusahaan
(ROA)).
2.10. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan yang ada dan tujuan yang ingin
dicapai, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
H1:

Ukuran

Dewan

Komisaris

berpengaruh

terhadap Kinerja keuangan perusahaan (ROA)

secara

parsial

61

H2: Ukuran Dewan Direksi berpengaruh secara parsial terhadap


Kinerja keuangan perusahaan (ROA)
H3: Kepemilikan Manajerial berpengaruh secara parsial terhadap
Kinerja keuangan perusahaan (ROA)
H4:

Kepemilikan

Institusional

berpengaruh

secara

parsial

terhadap Kinerja keuangan perusahaan (ROA)


H5: Ukuran Dewan Komisaris, Ukuran Dewan Direksi, Kepemilikan
Manajerial,

Kepemilikan

Institusional

secara

bersama

berpengaruh terhadap Kinerja keuangan perusahaan (ROA)

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.

Populasi dan Sampel


Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek

atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu


yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Sampel merupakan bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar,
dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada

62

populasi, maka peneliti dapat menggunakan sampel (Sugiyono,


2010:61-62).
Populasi untuk penelitian ini adalah perusahaan yang
terdaftar pada Bursa Efek Indonesia atau Indonesian Stock
Exchange dari periode tahun 2009 hingga tahun 2013 yang
peneliti lampirkan pada lampiran 2 sampai dengan lampiran 11.
Metode pengambilan sampel yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah purposive sampling. Dengan metode ini
pemilihan sampel yang peneliti lampirkan pada lampiran 1
dilakukan dengan mengambil sampel yang telah ditentukan dulu
sebelumnya berdasarkan maksud dan tujuan penelitian dengan
kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan-perusahaan yang tercatat dalam Bursa Efek
Indonesia atau Indonesian Stock Exchange yang konsisten
menempati indeks LQ 45 untuk periode tahun 2009 hingga
tahun 2013.
2. Menerbitkan laporan tahunan (annual report) lengkap dari
tahun 2009 hingga tahun 2013.
3.2.

Jenis Data dan Sumber Data


Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder

karena data yang diperoleh oleh peneliti untuk penelitian ini


secara tidak langsung yaitu melalui perantara atau pihak lain.
Sumber data pada penelitian ini diperoleh dari situs resmi Efek

63

www.idx.co.id dan sahamok.com karena kedua situs ini memiliki


data terlengkap untuk laporan keuangan tahunan dan laporan
tahunan (annual report).

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi


3.3.1.
Variabel Dependen (Y)
Kinerja keuangan yang diproksikan oleh ROA menjadi
Variabel terikat (Dependen) diukur dengan menggunakan Return
On Asset (ROA). ROA dihitung dari laba sebelum bunga dan pajak
ditambah depresiasi dibagi dengan total aset. Return on Assets
(ROA)

merupakan suatu indikator yang membagi antara laba

bersih setelah pajak dengan rata-rata aset pada awal periode


dan

akhir

periode.

Rasio

ini

digunakan

untuk

melihat

kemampuan perusahaan dalam mengelola setiap nilai aset yang


mereka miliki untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak.
Semakin tinggi nilai ROA sebuah perusahaan maka semakin baik
pula kemampuan perusahaan dalam mengelola asetnya. (Hanafi
dan Halim, 2009:158).
Rumus untuk menghitung ROA (Hanafi dan Halim, 2009:84)
adalah sebagai berikut :
ROA =
Laba bersih
Total aset

3.3.2.

Variabel Independen (X)

64

Variabel independen pada penelitian ini adalah ukuran


Struktur

pengelola

yang

terdiri

dari

yaitu

ukuran

dewan

komisaris, serta ukuran dewan direksi, dan struktur kepemilikan


yang

terdiri

dari

kepemilikan

manajerial

dan

kepemilikan

institusional.
1. Ukuran Dewan Komisaris
Ukuran dewan komisaris (X1) adalah jumlah total anggota
dewan komisaris, baik yang berasal internal perusahaan maupun
dari eksternal perusahaan sampel. Ukuran dewan komisaris
diukur dengan menggunakan indikator jumlah anggota dewan
komisaris suatu perusahaan (Darwis, 2009).
Ukuran Dewan Komisaris = anggota dewan komisaris

2. Ukuran Dewan Direksi


Direksi

sebagai

organ

perusahaan

bertugas

dan

bertanggung jawab secara legal dalam mengelola perusahaan.


Ukuran dewan direksi (X2) diukur dengan menggunakan jumlah
anggota dewan direksi dalam suatu perusahaan. Pengukuran ini
mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Wolf (2007).
Ukuran Dewan Direksi = anggota dewan direksi

65

3. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan
kepemilikan

manajerial

saham

yang

(X3)

dimiliki

merupakan

oleh

manajer

proposi
eksekutif.

Pengukuran ini mengacu pada Saleh et al. (2008). Manajer


eksekutif ini memiliki kekuatan untuk mengendalikan seluruh
keputusan di dalam perusahaan yang mencerminkan keputusan
bisnis. Manajer eksekutif ini meliputi manajer, direksi, dan dewan
komisaris (Saleh et al., 2008).
Kepemilikan Manajerial =

Kepemilikan saham oleh pihak

manajemen

saham yang beredar

4. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan

institusional

(X4)

merupakan

proposi

kepemilikan saham oleh institusi dalam hal ini institusi pendiri


perusahaan,

bukan

institusi

pemegang

saham

publik.

Kepemilikan institusi diukur dengan skala rasio melalui jumlah


saham yang dimiliki oleh investor institusi dibandingkan dengan
total saham perusahaan yang beredar. Pengukuran ini mengacu
dari penelitian Ujiyantho dan Pramuka (2007).

66

Kepemilikan Institusional =

Kepemilikan saham oleh pihak


saham

institusional
yang beredar

Secara garis besar definisi operasional variabel digambarkan pada tabel


3.1. sebagai berikut:

Tabel 3.1.
Definisi Operasional Variabel

No
1.

Variabel

Definisi Variabel

Kinerja Keuangan
Return on Assets
(ROA)

prestasi
kerja
yang
telah
dicapai
oleh
perusahaan
dalam
suatu
periode
tertentu
dan
tertuang pada
laporan
keuangan
perusahaan
yang
bersangkutan.
jumlah
total
anggota dewan
komisaris, baik
yang
berasal
internal
perusahaan
maupun
dari
eksternal
perusahaan
sampel
jumlah anggota
dewan
direksi
dalam
suatu

2.

Ukuran
Dewan
Komisaris

3.

Ukuran
Direksi

Dewan

Indikator Variabel

Skala
Rasio

ROA=

Laba bersih
Total aset

anggota dewan komisaris

Rasio

anggota dewan direksi

Rasio

67

perusahaan
proposi
Rasio
kepemilikan
saham
olehmanajemen
kepemilikan
saham
yang
saham yang beredar
dimiliki
oleh
manajer
eksekutif.
Manajer
eksekutif
ini
meliputi
manajer,
direksi,
dan
dewan
komisaris
5.
Kepemilikan
proporsi
Rasio
Institusional
kepemilikan
kepemilikan saham olehinstitusional
saham
oleh
saham yang beredar
institusi seperti
LSM,
Perusahaan
swasta,
perusahaan
efek,
dana
pensiun,
perusahaan
asuransi, bank
dan
perusahaanperusahaan
investasi
Sumber: Hanafi dan Halim (2009:84); Darwis (2009); Wolf (2007); Saleh et al (2008); Ujiyantho
dan Pramuka (2007);
4.

Kepemilikan
Manajerial

3.4.

Metode Pengumpulan Data


Metode

pengambilan

data

yang

digunakan

dalam

penelitian ini adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi


merupakan metode pengumpulan data dengan cara mempelajari
catatan-catatan atau dokumen. Dalam hal ini, catatan atau

68

dokumen perusahaan yang dimaksud adalah laporan keuangan


dan annual report perusahaan.
3.5.
Metode Analisis Data
3.5.1.
Analisis Regresi
Analisis yang digunakan dalam pengolahan data penelitian
adalah

analisis

regresi

linier

berganda

(multiple

linear

regression). Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji


pengaruh dari beberapa variabel bebas terhadap satu variabel
terikat. Analisis regresi dapat memberikan jawaban mengenai
besarnya pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel
dependennya.

Sebelum

melakukan

analisis

regresi

linier

berganda terlebih dahulu dilakukan uji statistik deskriptif dan uji


asumsi

klasik.

Untuk

mempermudah

dalam

menganalisis

digunakan software SPSS (Statistical Package for Social Science).


Hipotesis yang akan diuji dalam dalam penelitian ini adalah
pengaruh Corporate Governance terhadap Kinerja keuangan
perusahaan (ROA). Corporate Governance terdiri dari ukuran
dewan

komisaris,

dan

ukuran

dewan

direksi,

kepemilikan

manajerial dan kepemilikan institusional.


Model pengujian dalam penelitian ini dinyatakan dalam
persamaan dibawah ini :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 +b4X4 + e
Keterangan:

69

Return on Assets

Konstanta

X1

Ukuran Dewan Komisaris

Koefisien regresi

X2

Ukuran Dewan Direksi

Standard error

X3

Kepemilikan Manajerial

X4

Kepemilikan Institusional

3.5.2.

Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik harus dilakukan dalam penelitian ini,

untuk menguji apakah data memenuhi asumsi klasik. Hal ini


dilakukan untuk menghindari terjadinya estimasi yang bias,
mengingat tidak pada semua data dapat diterapkan dalam
metode regresi. Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah uji Normalitas, uji Multikolonieritas, uji Autokorelasi dan uji
Heteroskedastisitas.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki
distribusi normal. Dalam uji normalitas ini ada dua cara untuk
mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu
dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2011). Alat uji
yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan analisis grafik
histogram dan grafik normal probability plot dan uji statistik
dengan Kolmogorov-Smirnov Z (1- Sample K-S).

70

Dasar

pengambilan keputusan

dengan

analisis

grafik

normal probability plot adalah (Ghozali, 2011):


1. Jika titik menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti
arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
2. Jika titik menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak
mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas.
Dasar

pengambilan

keputusan

uji

statistik

dengan

Kolmogorov-Smirnov Z (1-Sample K-S) adalah (Ghozali, 2011):


a) Data berdistribusi normal, jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) hasil uji statistik
lebih dari nilai signifikansi () yang digunakan, dengan nilai = 0,05.
b) Data berdistribusi normal, jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) hasil uji statistik
kurang dari nilai signifikansi () yang digunakan, dengan nilai = 0,05.

2. Uji Multikolonieritas
Menurut Imam Ghozali (2011) uji ini berutujuan menguji apakah pada
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Pada model
regresi yang baik seharusnya antar variabel independen tidak terjadi kolerasi.
Untuk mendeteksi ada tidaknya multikoloniearitas dalam model regresi, dapat
dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflantion Factor (VIF). Dasar
acuan dari
adalah:

nilai tolerance dan Variance Inflantion Factor (VIF)

71

a) Jika nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model
regresi.
b) Jika nilai tolerance < 0,10 dan nilai VIF > 10, maka dapat disimpulkan
bahwa ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
3. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi ini digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi, yaitu adanya
korelasi antar anggota sampel yang diurutkan berdasar waktu.
Penyimpangan asumsi ini biasanya terjadi pada pada observasi
yang menggunakan data times series (Algifari,2010: 88).
Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji
Durbin-Watson (DW) (Falahi, 2010), dimana hasil pengujian
ditentukan berdasarkan nilai Durbin-Watson (DW). Uji DurbinWatson (DW) dihitung berdasarkan jumlah selisih kuadrat nilai
taksiran faktor gangguan yang berurutan.

4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam suatu model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali,
2011). Uji heteroskedastisitas dapat dilihat menggunakan grafik
plot antara nilai prediksi variabel terikat dengan residual
Dasar pengambilan keputusan yaitu (Ghozali, 2011):

72

1. Jika

ada

pola

tertentu,

seperti

titik-titik

yang

ada

membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang,


melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan
telah terjadi heterokdastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di
atas dan di bawah angka pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heterokedastisitas.

3.6.
Pengujian Hipotesis
1. Uji Parsial T (t test)
Pengujian ini bertujuan untuk menunjukkan seberapa jauh
pengaruh

satu

variabel

penjelas

atau

independen

secara

individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dasar


pengambilan keputusan adalah:
1) Jika t hitung < t tabel, maka Ha ditolak
Jika t hitung > t tabel, maka Ha diterima
2) Berdasarkan nilai probabilitas (signifikan) dasar pengambilan keputusan
adalah:
Jika probabilitas > 0,05 maka Ha ditolak
Jika probabilitas < 0,05 maka Ha diterima

2. Uji Pengaruh Simultan (F test)


Pengujian ini bertujuan untuk menunjukkan apakah semua
variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai

73

pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.


Dasar pengambilan keputusan adalah:
1) Jika F hitung < F tabel, maka Ha ditolak
Jika F hitung > F tabel, maka Ha diterima

2) Berdasarkan nilai probabilitas (signifikan) dasar pengambilan keputusan


adalah:
Jika probabilitas > 0,05 maka Ha ditolak
Jika probabilitas < 0,05 maka Ha diterima
3. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan model dapat menerangkan variasi
variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0
(nol) dan 1 (satu). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2011).
Banyak ahli peneliti menganjurkan untuk menggunakan
nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana model regresi yang
terbaik. Nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu
variabel independen ditambahkan ke dalam model penelitian
(Ghozali, 2011) atau dapat dikatakan nilai Adjusted R2 digunakan

74

jika variabel independen lebih dari satu. Namun, dalam prateknya nilai
Adjusted R2 dapat bernilai negatif, walaupun yang dikehendaki
harus bernilai positif. Menurut Ghozali (2011) jika uji empiris
didapat nilai Adjusted R2 negatif, maka nilai Adjusted R2 dianggap
bernilai nol.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskriptif Statistik Variabel Penelitian


Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif, maka berikut
tabel 4.1 akan ditampilkan karakteristik sampel yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi jumlah sampel (N), rata-rata sampel
(mean), nilai maksimum, nilai minimum, serta standar deviasi
untuk masing-masing variabel.
Tabel 4.1.
Deskriptif Statistik Variabel Penelitian

75

Descriptive Statistics
N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

Dewan Komisaris

105

12

6.90

1.759

Dewan Direksi

105

12

7.39

1.998

Kepemilikan Manajerial

105

,0000

,2368

,007624

,0350810

Kepemilikan Institusional

105

,0000

,7970

,182583

,2424218

Kinerja Keuangan

105

-,0338

,4038

,131697

,0997171

Valid N (listwise)

105

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015

Pada tabel 4.1. diatas menunjukkan bahwa jumlah data


yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 sampel yang
diambil dari laporan tahunan perusahaan yang konsisten berada
dalam indeks LQ 45 pada periode 2009-2013.
Data ukuran dewan komisaris terendah (minimum) adalah
4 pada perusahaan Unilever Indonesia, Tbk pada tahun 2009 dan
tahun 2010, dan yang tertinggi (maksimum) sebesar 12 yaitu
pada perusahaan Astra Internasional, Tbk ditahun 2012 dan pada
perusahaan Vale Indonesia, Tbk ditahun 2013, kemudian rataratanya (mean) sebesar 6,90 sementara standar deviasinya
sebesar 1,759. Hal ini menunjukkan simpangan data yang relatif
kecil karena nilainya yang lebih kecil daripada nilai rata-ratanya,
yaitu sebesar 6,90.
Data ukuran dewan direksi terendah (minimum) adalah 5
dan

yang

tertinggi

(maksimum)

sebesar

12

yaitu

pada

76

perusahaan Bank Danamon, Tbk ditahun 2011, kemudian rataratanya (mean) sebesar 7,39 sementara standar deviasinya
sebesar 1,998. Hal ini menunjukkan simpangan data yang relatif
kecil karena nilainya yang lebih kecil daripada nilai rata-ratanya,
yaitu sebesar 7,39
Data kepemilikan manajerial terendah (minimum) adalah
0,000 dan yang tertinggi (maksimum) sebesar 0,237 yaitu pada
perusahaan Adaro Energy, Tbk kemudian rata-ratanya (mean)
sebesar 0,007624 sementara standar deviasinya adalah sebesar
0,035081. Hal ini menunjukkan simpangan data yang relatif
besar karena nilainya yang lebih besar daripada nilai rataratanya, yaitu sebesar 0,007624.
Data kepemilikan institusional terendah (minimum) adalah
0,000 dan yang tertinggi (maksimum) sebesar 0,797 yaitu pada
perusahaan Astra Agro Lestari, Tbk kemudian rata-ratanya
(mean) adalah sebesar 0,182583 sementara standar deviasinya
sebesar 0,2424218. Hal ini menunjukkan simpangan data yang
relatif besar karena nilainya yang lebih besar daripada nilai rataratanya, yaitu sebesar 0,182583.
Data kinerja keuangan terendah (minimum) adalah -0,0338
yaitu pada perusahaan Semen Gresik (Persero), Tbk ditahun
2013 dan yang tertinggi (maksimum) sebesar 0,4038 yaitu pada
Unilever Indonesia, Tbk ditahun 2012 kemudian rata-ratanya

77

(mean) sebesar 0,131697 sementara standar deviasinya sebesar


0,0997171. Hal ini menunjukkan simpangan data yang relatif
kecil karena nilainya yang lebih kecil daripada nilai rata-ratanya,
yaitu sebesar 0,131697.

4.2. Hasil Uji Asumsi Klasik


4.2.1. Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel residual memiliki distribusi normal. Untuk
menguji apakah distribusi data normal atau tidak, ada dua cara
untuk mendeteksinya, yaitu dengan analisis grafik dan uji
statistik.

Analisis

grafik

diuji

dengan

menggunakan

grafik

histogram dan grafik normal probability plot sedangkan uji


stastistik

dilakukan

dengan

menggunakan

uji

Kolmogorov-

Smirnov Z (1- Sample K-S).


Hasil uji menggunakan analisis grafik histogram dan grafik
normal probability plot dapat dilihat pada gambar 4.1. dan
gambar 4.2. pada bagian lampiran 13. Dari gambar 4.2. tersebut
terlihat adanya titik menyebar di sekitar garis diagonal dan
mengikuti arah garis diagonal sehingga dapat dikatakan bahwa
model regresi memenuhi asumsi normalitas. Namun, kesimpulan
normal tidaknya data tidak hanya dilihat dari analisis grafik saja

78

maka juga dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji


Kolmogorov-Smirnov Z (1- Sample K-S).

Tabel 4.2.
Hasil Uji Normalitas dengan Uji Kolmogorov-Smirnov Z
(1- Sample K-S)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardized
Residual
N

105

Normal Parametersa,,b

Mean

.0000000

Std. Deviation

.35705706

Most Extreme

Absolute

.087

Differences

Positive

.059

Negative

-.087

Kolmogorov-Smirnov Z

.890

Asymp. Sig. (2-tailed)

.407

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015

Berdasarkan tabel 4.2. hasil uji menunjukkan nilai Z hitung


sebesar 0,890 dengan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,407.
Nilai Asymp. Sig. (2-tailed)

lebih dari nilai signifikan yang

digunakan yaitu 0,05 menunjukkan data terdistribusi secara


normal atau asumsi normalitas terpenuhi.
4.2.2. Hasil Uji Multikolonieritas

79

Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model


regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Pada model regresi
yang baik seharusnya antar variabel independen tidak terjadi kolerasi. Dalam
penelitian ini, uji multikolonieritas dilakukan dengan melihat pada nilai tolerance
dan Variance Inflantion Factor (VIF). Apabila nilai tolerance < 0,1 dan nilai VIF
> 10 maka terdapat multikolonieritas. Hasil pengujian multikolonieritas dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.3.
Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficientsa

Model
1

Unstandardized

Standardized

Coefficients

Coefficients

B
(Constant)

Std. Error

Beta

Collinearity Statistics
Tolerance

VIF

1.039

.373

Dewan Komisaris

-1.013

.354

-.257

.933

1.072

Dewan Direksi

-1.311

.310

-.371

.969

1.032

Kepemilikan Manajerial

.029

.022

.117

.970

1.030

Kepemilikan Institusional

.094

.059

.142

.936

1.068

a. Dependent Variable: Kinerja Keuangan

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015

Tabel 4.2. menunjukkan jika keempat variabel independen yang digunakan


memiliki nilai tolerance lebih dari 0,1 dan nilai VIF kurang dari 10. Jadi dapat
dinyatakan dalam model regresi ini tidak terdapat adanya multikolonieritas.
4.2.3. Hasil Uji Autokorelasi

80

Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji DurbinWatson (DW test). Pengambilan keputusan untuk menentukan
apakah terjadi autokorelasi atau tidak, dapat dilihat dari nilai DW
dan dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai
signifikansi

0,05,

jumlah

sampel

(n)

dan

jumlah

variabel

independen (k) (Ghozali, 2011). Berikut adalah hasil pengujian


autokorelasi dengan uji Durbin-Watson (DW test).
Tabel 4.4.
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb

Model

R Square
.502a

Adjusted R

Std. Error of the

Square

Estimate

.252

.222

Durbin-Watson

,3641282

1.793

a. Predictors: (Constant), Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Dewan


Direksi, Dewan Komisaris
b. Dependent Variable: Kinerja Keuangan

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015

Berdasarkan tabel 4.12 di atas, menunjukkan bahwa nilai


DW sebesar 1,793

lebih besar dari batas atas (du) 1,741 dan

kurang dari 4 1,741 (4 du), maka dengan demikian tidak


terjadi autokorelasi.
4.2.4. Hasil Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam suatu model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari
residual

satu

pengamatan

ke

pengamatan

yang

lain.

Uji

81

heteroskedastisitas dapat dilihat menggunakan grafik scatterplot


antara nilai prediksi variabel terikat dengan residual. Pada grafik
scatterplot untuk mendapatkan model regresi yang layak dan
tidak terjadi heterokedastisitas, maka titik-titik pada grafik harus
menyebar secara acak, dan tersebar baik di atas maupun
dibawah angka pada sumbu Y. Hasil uji heterokedastisitas
penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3.
Hasil Uji Heterokedastisitas (grafik Scatterplot)

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015.

82

Berdasarkan

analisis

grafik

scatterplot

pada

gambar

di

atas

menunjukkan tidak adanya pola yang jelas dan titik-titik juga menyebar di atas
maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y bahwa data pada penelitian ini, sehingga
dapat dinyatakan bahwa data pada model regresi penelitian ini tidak terjadi
heterokedastisitas.
4.3. Hasil Uji Hipotesis
Penelitian ini menguji hipotesis-hipotesis dengan metode
analisis regeresi berganda (multiple regression). Analisis regresi
berganda digunakan untuk menguji pengaruh dari beberapa
variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Analisis regresi
dapat memberikan jawaban mengenai besarnya pengaruh setiap
variabel independen terhadap variabel dependennya. Analisis ini
digunakan untuk menghitung besarnya pengaruh ukuran dewan
komisaris, ukuran dewan direksi, kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional yang merupakan variabel independen
terhadap Kinerja keuangan yang merupakan variabel dependen.
4.3.1 Hasil Uji Parsial t (t test)
Pengujian ini bertujuan untuk menunjukkan seberapa jauh
pengaruh

satu

variabel

penjelas

atau

independen

secara

individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dasar


pengambilan keputusan dilihat dari nilai thitung dan ttabel serta nilai
signifikansi (probabilitas). Nilai ttabel dapat dilihat pada tabel statistik untuk
signifikansi 0,05 dengan menentukan derajat kebebasan df (n-k-1) atau 105 4

83

1 (n adalah jumlah variabel dan k adalah jumlah variabel independen) (Puriyatno,


2011:91). Hipotesis atau Ha akan diterima jika thitung > ttabel atau thitung
< -ttabel. Hasil pengujian variabel independen dengan melihat nilai
thitung dan ttabel pada tabel 4.5.
Tabel 4.5.
Hasil Uji Parsial t menggunakan thitung dan ttabel
Variabel Penelitian
Dewan Komisaris
Dewan Direksi
Kepemilikan
Manajerial
Kepemilikan

thitung
-2.865
-4.224
1.328

ttabel
Hasil
1,984 H1 diterima
1,984 H2 diterima
1,984
H3 ditolak

1.590

Institusional

1,984

H4 ditolak

Dependent Variable: Kinerja Keuangan.

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015.

Hasil pengujian variabel independen dengan menggunakan


nilai signifikansi (probabilitas) dapat dilihat pada tabel 4.6.
Hipotesis akan atau Ha akan diterima jika

nilai signifikansi

(probabilitas) < 0,05.


Tabel 4.6.
Hasil Uji Parsial t (t test)

84

Coefficientsa

Model
1

Unstandardized

Standardized

Coefficients

Coefficients

B
(Constant)

Std. Error

1.039

.373

Dewan Komisaris

-1.013

.354

Dewan Direksi

-1.311

.310

Kepemilikan Manajerial

.029

Kepemilikan Institusional

.094

Beta

Sig.

2.786

.006

-.257

-2.865

.005

-.371

-4.224

.000

.022

.117

1.328

.187

.059

.142

1.590

.115

a. Dependent Variable: Kinerja Keuangan

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015.

Dari hasil perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa


variabel kinerja keuangan (ROA) dipengaruhi oleh ukuran dewan
komisaris, ukuran dewan direksi, kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional dengan persamaan sebagai berikut:
Y = 1,039 1,013 X1 1,311 X2 + 0,029 X3 + 0,094 X4 +
e
Dari persamaan di atas dapat diartikan :
1. Nilai Konstanta sebesar 1,039.
Hal ini berarti bahwa tanpa adanya pengaruh ukuran dewan komisaris,
ukuran dewan direksi, kepemilikan manajerial, kepemilikan institutional, maka
akan terjadi peningkatan ROA sebesar 1,039 atau dengan kata lain jika variabel
independen dianggap konstan, maka kinerja keuangan (ROA) sebesar 1,039.

2. Koefisien regresi variabel ukuran dewan komisaris (X1) sebesar


-1,013.

85

Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan ukuran dewan komisaris dengan
asumsi variabel lainnya tetap (cateris paribus), maka kinerja keuangan (ROA)
akan mengalami perubahan dengan arah yang berbeda.
3. Koefisien regresi variabel ukuran dewan direksi (X2) sebesar
-1,311.
Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan ukuran dewan direksi dengan asumsi
variabel lainnya tetap (cateris paribus), maka kinerja keuangan (ROA) akan
mengalami perubahan dengan arah yang berbeda.
4. Koefisien regresi variabel kepemilikan manajerial (X3) sebesar
0,029.
Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan kepemilikan manajerial dengan
asumsi variabel lainnya tetap (cateris paribus), maka kinerja keuangan (ROA)
akan mengalami perubahan dengan arah yang sama.
5. Koefisien regresi variabel kepemilikan institusional (X4) sebesar
0,094.
Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan kepemilikan institusional dengan
asumsi variabel lainnya tetap (cateris paribus), maka kinerja keuangan (ROA)
akan mengalami perubahan dengan arah yang sama.
Adapun penjelasan terhadap masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
4.3.1.1 Ukuran Dewan Komisaris
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran
dewan komisaris (DK) secara parsial terhadap kinerja keuangan.
Koefisien regresi ukuran dewan direksi sebesar -1,013. t hitung
sebesar -2,865 dan nilai ttabel sebesar 1,984 ( = 0,05, df = 99).
-thitung lebih kecil daripada - ttabel, hal ini menunjukkan tingkat
ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh terhadap kinerja

86

keuangan. Nilai signifikansi menunjukkan lebih kecil dari 0,05


yaitu sebesar 0,005, artinya bahwa variasi variabel ukuran
dewan

direksi

secara

parsial

mempunyai

pengaruh

yang

signifikan terhadap kinerja keuangan. Arah koefisien dari variabel


ukuran dewan direksi menunjukkan arah yang negatif. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama (H 1) yang
menyatakan ukuran dewan direksi secara signifikan berpengaruh
terhadap kinerja keuangan (ROA) tidak dapat ditolak atau
diterima.
4.3.1.2 Ukuran Dewan Direksi
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran
dewan direksi (DD) secara parsial terhadap kinerja keuangan.
Koefisien regresi ukuran dewan direksi sebesar -1,311. t hitung
sebesar -4,224 dan nilai ttabel sebesar 1,984 ( = 0,05, df = 99).
-thitung lebih kecil daripada - ttabel, hal ini menunjukkan tingkat
ukuran dewan direksi memiliki pengaruh terhadap kinerja
keuangan. Nilai signifikansi menunjukkan lebih kecil dari 0,05
yaitu sebesar 0,000, artinya bahwa variasi variabel ukuran
dewan

direksi

secara

parsial

mempunyai

pengaruh

yang

signifikan terhadap kinerja keuangan. Arah koefisien dari variabel


ukuran dewan direksi menunjukkan arah yang negatif. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua (H2) yang
menyatakan ukuran dewan direksi secara signifikan berpengaruh

87

terhadap kinerja keuangan (ROA) tidak dapat ditolak atau


diterima.

4.3.1.3 Kepemilikan Manajerial


Pengujian

ini

bertujuan

untuk

mengetahui

pengaruh

kepemilikan manajerial (KM) secara parsial terhadap kinerja


keuangan. Koefisien regresi kepemilikan manajerial sebesar
0,029. thitung sebesar 1,328 dan nilai t tabel sebesar 1,984 ( = 0,05,
df = 99). thitung lebih besar daripada ttabel, hal ini menunjukkan
tingkat kepemilikan manajerial tidak memiliki pengaruh terhadap
kinerja keuangan. Nilai signifikansi menunjukkan lebih besar dari
0,05

yaitu

kepemilikan

sebesar

0,187,

manajerial

artinya

secara

bahwa

parsial

variasi

tidak

variabel

mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan. Dengan


demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga (H 3) yang
menyatakan

kepemilikan

manajerial

secara

signifikan

berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA) tidak dapat


diterima atau ditolak.
4.3.1.4 Kepemilikan Institusional

88

Pengujian

ini

bertujuan

untuk

mengetahui

pengaruh

kepemilikan institusional (KI) secara parsial terhadap kinerja


keuangan. Koefisien regresi kepemilikan institusional sebesar
0,094. thitung sebesar 1,590 dan nilai t tabel sebesar 1,984 ( = 0,05,
df = 99). thitung lebih kecil daripada ttabel, hal ini menunjukkan
tingkat

kepemilikan

institusional

tidak

memiliki

pengaruh

terhadap kinerja keuangan. Nilai signifikansi menunjukkan lebih


besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,115, artinya bahwa variasi
variabel

kepemilikan

mempunyai

pengaruh

institusional
yang

secara

signifikan

parsial

terhadap

tidak
kinerja

keuangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis


keempat (H4) yang menyatakan kepemilikan institusional secara
signifikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA) tidak
dapat diterima atau ditolak.

4.3.2. Hasil Uji Simultan (F test).


Uji Simultan atau F test ini bertujuan untuk menunjukkan
apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam
model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependen. Pengambilan keputusan dilihat berdasarkan
nilai Fhitung dan Ftabel. Nilai Ftabel dapat dilihat pada tabel statistik pada
tingkat signifikansi 0,05 kemudian memnentukan df 1 (jumlah
variabel 1) yaitu 4 dan df 2 (n-k-1) atau 105 4 1 (n adalah

89

jumlah variabel dan k adalah jumlah variabel independen) (Priyatno, 2011:89).


Hasil yang diperoleh untuk Ftabel adalah sebesar 2,463. Hipotesis
atau Ha akan diterima jika Fhitung > Ftabel yang dapat dilihat pada
tabel 4.7.
Tabel 4.7.
Hasil Uji Simultan menggunakan Fhitung dan Ftabel.
Variabel Penelitian
Dewan
Komisaris,
Dewan

Fhitung
8.421

Hasil
H5 diterima

Ftabel
2,463

Direksi,

Kepemilikan
Manajerial,
Kepemilikan
Institusional.
Dependent Variable: Kinerja Keuangan.

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015.

Hasil pengujian variabel independen dengan menggunakan


nilai signifikansi (probabilitas) dapat dilihat pada tabel 4.8.
Hipotesis akan atau Ha akan diterima jika

nilai signifikansi

(probabilitas) < 0,05.


Tabel 4.8.
Hasil Uji Simultan (F test)

90

ANOVAb
Model
1

Sum of Squares
Regression

df

Mean Square

4.466

1.117

Residual

13.259

100

.133

Total

17.725

104

Sig.
.000a

8.421

a. Predictors: (Constant), Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Dewan Direksi,


Dewan Komisaris
b. Dependent Variable: Kinerja Keuangan

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015.

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai Fhitung sebesar 8,421


lebih besar dari nilai Ftabel yaitu 2,463. Berdasarkan uji ANOVA
diperoleh tingkat signifikan 0,000 lebih kecil dari nilai signifikansi
(probabilitas) 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran dewan
komisaris, ukuran dewan direksi, kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional berpengaruh secara bersama-sama
atau

secara

simultan

terhadap

kinerja

keuangan.

Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima (H5) tidak


dapat ditolak atau diterima.
4.3.3. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2).
Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan model dapat menerangkan variasi
variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0
(nol) dan 1 (satu). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat

91

terbatas. Banyak ahli peneliti menganjurkan untuk menggunakan


nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana model regresi yang
terbaik. Hasil uji koefisien determinasi (R2) dapat dilihat pada
tabel 4.7.
Tabel 4.9.
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb

Model

R Square
.502a

Adjusted R

Std. Error of the

Square

Estimate

.252

.222 ,3641282

a. Predictors: (Constant), Kepemilikan Institusional, Kepemilikan


Manajerial, Dewan Direksi, Dewan Komisaris
b. Dependent Variable: Kinerja Keuangan

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015.

Berdasarkan
sebesar

0,222

tabel di atas diperoleh angka adjusted R2

atau

22,2%.

Hal

ini

menunjukkan

bahwa

kemampuan variabel ukuran dewan komisaris, ukuran dewan


direksi, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional
mempengaruhi atau menjelaskan terhadap kinerja keuangan
adalah sebesar 22,2% dan sisanya sebesar 77,8% dipengaruhi
atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke
dalam penelitian ini. Sehingga dapat disimpulkan penelitian ini
memiliki kemampuan variabel independen untuk menjelaskan
proprosi variabel dependen terbatas atau lemah.

92

4.4. Pembahasan
4.4.1.

Pengaruh

Ukuran

Dewan

Komisaris

terhadap

Kinerja Keuangan (ROA).


Hasil pengujian hipotesis pertama (H1) menunjukkan bahwa
variabel ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap
kinerja keuangan (ROA). Ini dapat dilihat dari nilai koefisien
variabel ukuran dewan komisaris yaitu

-1,013 serta nilai

-thitung yang lebih kecil dari ttabel sebesar -2,865 dengan tingkat
signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,005. Hal ini menunjukkan
bahwa ukuran dewan komisaris dapat memberikan pengaruh
negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Artinya, adanya
dewan

komisaris

dapat

mengurangi

kinerja

keuangan

perusahaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sanda et al.
(2005), dan Yang et al. (2006). Demikian pula dengan penelitian
yang dilakukan oleh Martsila dan Meiranto (2013) yang meneliti
adanya pengaruh negatif dari ukuran dewan komisaris terhadap
kinerja keuangan yang diproksi dengan nilai PER. Menurut Jensen

93

(1993) dan Yermack (1996) ukuran atau jumlah dewan komisaris yang kecil akan
lebih efektif dalam mengawasi kerja manajemen.
Ukuran atau jumlah dewan komisaris yang terlalu besar
dapat menyebabkan lambatnya proses pengambilan keputusan.
Hal ini dikarenakan keputusan yang diambil harus didiskusikan
terlebih dahulu dan diambil kesepakatan bersama dari semua
anggota dewan komisaris. Selain dari keputusan yang tidak
bersifat dinamis, karena akan diperlukan waktu yang lama untuk
berunding dan mengambil kesepakatan untuk suatu keputusan,
juga

menyebabkan

berkurangnya

efektivitas

pengambilan

keputusan dan dapat menurunkan kinerja keuangan perusahaan


(Puspitasari dan Ernawati, 2010).
4.4.2. Pengaruh Ukuran Dewan Direksi terhadap Kinerja
Keuangan (ROA).
Hasil pengujian hipotesis kedua (H2) menunjukkan bahwa
variabel ukuran dewan direksi berpengaruh negatif terhadap
kinerja keuangan (ROA). Ini dapat dilihat dari nilai koefisien
variabel ukuran dewan direksi yaitu -1,311 serta nilai thitung yang
lebih kecil dari ttabel sebesar -4,224 dengan tingkat signifikansi
lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa
ukuran dewan direksi dapat memberikan pengaruh negatif
terhadap kinerja keuangan perusahaan.

94

Hasil

penelitian

ini

sejalan

dengan

penelitian

yang

dilakukan oleh Purnama Sari dan Ardiana (2010) yang melakukan


penelitian ukuran dewan direksi terhadap nilai perusahaan dan
juga Shakir (2008). Ada beberapa kekurangan dalam besarnya ukuran dewan
direksi. Ukuran dewan direksi dengan jumlah yang besar dapat
memberikan kerugian dan lebih mahal untuk perusahaan.
Efektivitas dari dewan direksi tidak diukur dari berapa banyak
anggota yang duduk di dalamnya, namun jumlah direksi yang
kecil namun berpengalaman dan memiliki kemampuan akan
lebih vital dibutuhkan (Shakir (2008)
Ukuran dewan direksi yang besar juga akan berakibat pada kurangnya
diskusi yang berarti, sebab mengekspresikan pendapat dalam kelompok besar
umumnya memakan waktu, sulit dan mengakibatkan kurangnya kekompakan
pada dewan direksi.
4.4.3. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kinerja
Keuangan (ROA).
Hasil pengujian hipotesis ketiga (H3) menunjukkan bahwa
variabel kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap
kinerja keuangan (ROA). Ini dapat dilihat dari nilai koefisien
variabel kepemilikan manajerial
yang

lebih

signifikansi

kecil

dari

lebih

besar

yaitu 0,029

ttabel sebesar
dari

0,05

serta nilai

1,328

dengan

yaitu

0,187.

t hitung

tingkat
Hal

ini

95

menunjukkan

bahwa

kepemilikan

manajerial

tidak

dapat

memberikan pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.


Rata-rata kepemilikan manajerial dalam sampel penelitian
ini sangat rendah yaitu 2.3%, sehingga kinerja manajer sebagai
pihak minoritas dianggap belum optimal. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari dan
Budiartha (2014), Wiranata dan Nugrahanti (2013), Hapsoro
(2008), dan Christiawan dan Tarigan (2007). Penolakan hipotesis
ini kemungkinan terjadi dikarenakan kepemilikan manajerial
terlalu rendah sehingga kinerja manajer dalam mengelola
perusahaan kurang optimal dan manajer sebagai pemegang
saham

minoritas

membuat

suatu

belum

dapat

keputusan

berpartisipasi

diperusahaan,

aktif

sehingga

dalam
tidak

mempengaruhi kinerja keuangan. Rasa memiliki manajer atas


perusahaan sebagai pemegang saham tidak cukup mampu
membuat perbedaan dalam pencapaian kinerja dibandingkan
dengan manajer murni sebagai tenaga professional yang digaji
perusahaan (Christiawan dan Tarigan, 2007).
4.4.4.

Pengaruh

Kepemilikan

Institusional

terhadap

Kinerja Keuangan (ROA).


Hasil

pengujian

hipotesis

keempat

(H4)

menunjukkan

bahwa variabel kepemilikan institusional tidak berpengaruh


terhadap kinerja keuangan (ROA). Ini dapat dilihat dari nilai

96

koefisien variabel kepemilikan institusional yaitu 0,094

serta

nilai thitung yang lebih kecil dari ttabel sebesar 1,590 dengan tingkat
signifikansi

lebih

menunjukkan

besar

bahwa

dari

0,05

kepemilikan

yaitu

0,115.

institusional

Hal

tidak

ini

dapat

memberikan pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.


Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wiranata dan
Nugrahanti (2013), Ardianingsih dan Ardiyani (2010), dan Hapsoro
(2008).

Menurut

menyatakan
terhadap

Wulandari

kepemilikan

kinerja

mayoritas

institusi

(2006),

institusional

perusahaan
ikut

serta

tidak

disebabkan

dalam

Hapsoro

berpengaruh

karena

pengendalian

(2008)

pemilik

perusahaan

sehingga cenderung bertindak untuk kepentingan mereka sendiri


meskipun dengan mengorbankan kepentingan pemilik minoritas.
Menurut Modigliani adanya asimetri informasi antara pihak
pemegang saham dengan manajer menyebabkan manajer selaku
pengelola perusahaan akan bisa mengendalikan perusahaan
karena

memiliki

informasi

lebih

mengenai

perusahaan

dibandingkan pemegang saham. Sehingga adanya kepemilikan


institusi tidak menjamin monitoring kinerja manajer dapat
berjalan efektif.
4.4.5. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris, Ukuran Dewan
Direksi, Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan

97

Institusional

secara

Bersama

terhadap

Kinerja

Keuangan (ROA).
Hasil pengujian hipotesis kelima (H5) menunjukkan bahwa
variabel

ukuran

dewan

komisaris,

ukuran

dewan

direksi,

kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional secara


bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA).
Ini dapat dilihat dari nilai Fhitung yang lebih besar dari Ftabel sebesar
8,421 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu
0,000. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris,
ukuran dewan direksi, kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institusional

dapat

memberikan

pengaruh

terhadap

kinerja

dewan

direksi,

keuangan perusahaan.
Ukuran
kepemilikan

dewan
manajerial

komisaris,
dan

ukuran

kepemilikan

institusional

Nilai

adjusted R sama dengan 0,222 yang berarti bahwa 22,2%


variabel kinerja keuangan (ROA) dapat dijelaskan oleh variabel
ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi, kepemilikan
manajerial

dan

kepemilikan

institusional,

dijelaskan oleh faktor lain diluar model regresi.

sisanya

78,8%

98

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Simpulan
Penelitian ini berusaha untuk menguji pengaruh corporate governance yang

diproksikan dengan variabel ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi,


kepemilikan

manajerial dan kepemilikan institusional terhadap kinerja keuangan

yang diproksikan dengan Return on Assets (ROA) pada perusahaan yang termasuk ke
dalam Indeks LQ 45 di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel ukuran dewan komisaris,
ukuran dewan direksi berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan sedangkan
variabel kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh
terhadap kinerja keungan. Adapun hasil penelitian secara ringkas dapat dijabarkan
sebagai berikut:

1. Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh negatif signifikan


terhadap kinerja keuangan (ROA). Hal ini menunjukkan
bahwa banyaknya jumlah anggota dewan komisaris tidak
dapat meningkatkan kinerja keuangan (ROA). Semakin
banyak anggota dewan komisaris malah menurunkan
tingkat kinerja keuangan. Hal ini dikarenakan sulitnya
koordinasi

yang

akan

terjadi

di

antara

komisaris dalam melakukan pengawasan.

para

dewan

99

2. Ukuran Dewan Direksi berpengaruh negatif signifikan


terhadap kinerja keuangan (ROA). Hal ini menunjukkan
bahwa banyaknya jumlah anggota dewan direksi tidak
dapat meningkatkan kinerja keuangan (ROA). Semakin
banyak anggota dewan direksi malah akan menurunkan
kinerja keuangan. Hal ini dikarenakan kurang efektifnya
pengambilan

keputusan

yang

membutuhkan

seluruh

partisipasi anggota direksi dan perbedaan kepentingan


yang kadang menjadi benturan.
3. Kepemilikan Manajerial tidak berpengaruh terhadap kinerja
keuangan (ROA). Hal ini dikarenakan rasa memiliki manajer
atas perusahaan sebagai pemegang saham tidak cukup
mampu membuat perbedaan dalam pencapaian kinerja
dibandingkan

dengan

manajer

murni

sebagai

tenaga

professional yang digaji perusahaan. Rendahnya jumlah


kepemilikan saham dalam perusahaan pun belum dapat
membuat manajemen berpartisipasi aktif dalam membuat
suatu

keputusan

diperusahaan

mempengaruhi kinerja keuangan.


4. Kepemilikan Institusional tidak

sehingga

berpengaruh

belum
terhadap

kinerja keuangan (ROA). Hal ini disebabkan karena pemilik


mayoritas institusi ikut dalam pengendalian perusahaan
sehingga cenderung bertindak untuk kepentingan mereka
sendiri

meskipun

dengan

mengorbankan

kepentingan

100

pemilik minoritas dan belum dapat mempengaruhi kinerja


keuangan dan belum dapat menjamin pengawasan oleh
pihak kepemilikan institusional.
5.2.
Dalam

Keterbatasan Penelitian
penelitian

ini terdapat

beberapa

keterbatasan

yang

mungkin

mempengaruhi hasil penelitian. Adapun beberapa keterbatasan tersebut adalah:

1. Jumlah pengamatan yang digunakan didalam penelitian ini relatif sedikit,


yakni terbatas pada perusahaan yang konsisten masuk ke dalam indeks LQ 45
dari tahun 2009 hingga 2013 saja.
2. Variabel corporate governance yang ada kurang dapat mengukur secara
menyeluruh praktik corporate governance pada perusahaan di Indonesia.
3. Variabel kepemilikan institusional dalam penelitian ini

hanya berdasarkan pada total persentase kepemilikan


saham oleh pihak institusional dalam negeri saja, tanpa
mengelompokkan kepemilikan institusional asing juga.
5.3.

Saran

Adapun saran yang dapat diberikan untuk penelitian


sejenis berikutnya yaitu:
1. Menggunakan proksi corporate governance yang lain
karena melihat dari uji koefisien determinasi, cukup besar
angka

pengaruh

dari

variabel

lain

terhadap

kinerja

keuangan selain dari variabel yang digunakan dalam


penelitian ini. Beberapa variabel yang dapat digunakan

101

yaitu kepemilikan pemerintah, frekuensi kehadiran rapat,


komite audit, dan kepemilikan asing.
2. Menggunakan variabel kinerja keuangan yang lain selain
dari Return on Assets.
3. Menggunakan sampel penelitian pada sektor tertentu yang
lebih spesifik lagi di luar indeks LQ 45.
4. Memperpanjang periode tahun pengamatan

dengan

periode atau rentang waktu yang berbeda.


Daftar Pustaka
Algifari. 2010. Analisis Regresi, Teori Kasus dan Solusi.
BPFE. Yogyakarta.
Amba, Sekhar Muni. 2014. Corporate Governance and
Firmss Financial

Performance. Journal of Academic and

Business Ethics ISSN Online: 1941- 336X.


Ang, Robert. 1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia.
Mediasoft Indonesia. Jakarta.
Anoraga, Pandji dan Pakarti, Piji, 2003. Buku Pintar Pasar
Modal Indonesia. Mediasoft Indonesia. Jakarta.
Anthony, Robert N. dan Govindarajan, Vijay.
Management

Control

System:

Sistem

2005.

Pengendalian

Manajemen. Salemba Empat. Jakarta.


Ardianingsih, Arum dan Ardiyani, Komala. 2010. Analisis
Pengaruh

Struktur

Kepemilikan

Terhadap

Kinerja

Perusahaan. Jurnal Pena, Vol. 19 No. 2, September 2010.


Arifin. 2005. Peran Akuntan Dalam Menegakkan Prinsip
Good Corporate Governance Pada Perusahaan di Indonesia
(Tinjauan Perspektif Teori Keagenan). 13 Oktober 2009.

102

Bainbridge,

Stephen

M.

2008.

The

New

Corporate

Governance in Theory and Practice. Published by Oxford


University Press, Inc.,
Bukhori,

Iqbal

dan

Raharja.

2012.

Pengaruh

Good

Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan Terhadap


Kinerja Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang
Terdaftar Di Bei 2010). Diponegoro Journal of Accounting
(2012).
Che Haat, Mohd Hassan, Rashidah A.R. dan Sakthi M.
(2008). Corporate,

Governance Transparency and

Performance of Malaysian Companies. Managerial Auditing


Journal Vol. 23 No. 8 pp. 744-778.
Chinn, Richard. 2000. Corporate Governance Handbook.
Gee Publishing Ltd, London.
Christiawan, Y. J. dan Tarigan,

J.

2007.

Kepemilikan

Manajerial: Kebijakan Hutang, Kinerja dan Nilai Perusahaan,


Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 9(1), 1-8.
Coglianese, Carry., Healey Thomas J., Keating Elizabeth K,
dan Michael Michael L.

2004, The Role of Goverment in

Corporate Governance, RWP04-045. Havard University.


Coombes Paul dan Watson Mark. Three surveys on
corporate governance. The Mckinsey Quarterly 2000
Number 4: Asia Revalued.
Darmawati, Deni, Khamsiyah dan Rika Gelar Rahayu. 2005.
Hubungan

Corporate

Governance

dan

Kinerja

103

Perusahaan.
Januari.
Deegan,

Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.8 No.1

Craig.

2004.

Financial

Accounting

Theory.

McGraw-Hill Book Company. Sydney.


Dendawijaya, Lukman. 2003. Manajemen Perbankan Edisi
kedua. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Donaldson, L dan Davis J.H. 1989. CEO Governance

and

Shareholder returns: Agency theory or Stewardship theory.


Paper dipresentasikan pada The Annual Meeting of The
Academy of Management, Washington, DC.
Effendi, Muhammad Arief. 2009. The Power of Good
Corporate Governance: Teori dan Implementasi. Salemba
Empat. Jakarta.
Faisal & Firmansyah.
Kepemilikan

2005.

Institusional,

Kepemilikan

Komposisi

Manajerial,

Dewan

Direksi:

Analisis Persamaan Simultan. Media Ekonomi dan Bisnis.


Vol. XVI, No. 2, Desember.
Ferdiana, Norma. 2012.
Governance

terhadap

Pengaruh

Kinerja

Good

Keuangan

Corporate
Perusahaan

Pertambangan di BEI. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi


Vol. 1, No. 2, Maret 2012.
Ghozali, Imam, 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan
Program

IBM

SPSS

19.

Badan

Penerbit

Universitas

Diponegoro. Semarang.
Hardikasari, Eka. 2011. Pengaruh Penerapan Corporate
Governance Terhadap Kinerja Keuangan pada Industri

104

Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)


Tahun 2006-2008. Skripsi yang dipublikasikan. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Hastuti, Theresia Dwi. 2005. Hubungan antara Good
Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Dengan
Kinerja Keuangan (Studi Kasus pada Perusahaan yang
listing

di

Bursa

Efek

Akuntansi VIII. IAI.


Herawaty, Vinola.

Jakarta).

2008.

Simposium

Peran

Praktek

Nasional
Corporate

Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh


Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10, No. 2, November 2008:
97-108.
Herwidayatmo,
Governance

2000,
Untuk

Implementasi
Perusahaan

Good

Publik

Usahawan No 10 Th XXIX Oktober 2000.


Hikmawan, Hidayat. 2007. Analisis Kinerja

Corporate
Indonesia,
Keuangan

Sebelum dan Sesudah Go-Public. Skripsi S1. Universitas


Negeri Semarang.
Huafang, Xiao dan

Yuan

Jianguo.

2007.

Ownership

structure, board composition and corporate voluntary


disclosure: Evidence from listed companies in China.
Managerial Auditing Journal Vol. 22 No. 6, 2007 pp. 604619.

105

Hutapea, Amanda J. 2013. Analisis Pengaruh Corporate


Governance terhadap Kinerja Keuangan Sektor Perbankan
(Studi Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI
tahun 2007-2011). Skripsi yang dipublikasikan. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Ibrahim,

Majid.

governance

2007.

terhadap

Pengaruh

earning

struktur

internal

management.

Skripsi.

Unversitas Diponegoro.
Isshaq,

Zangina,

Onumah.

2009.

Godfred

A.

Corporate

Bokpin,

Joseph

Governance,

Mensah

Ownership

Structure, Cash Holdings, and Firm Value on the Ghana


Stock Exchange. The Journal of Risk Finance, Vol. 10 Iss: 5
pp. 488 - 499
Iskander, Magdi R dan Nadereh Chamlou. 2000. Corporate
Governance:

Framework

for

Implementation.

The

International Bank for Reconstruction and Development.


Washington, D.C.
Itturiaga, Felix J.L. dan Sanz, Juan Antonio

R. 2000.

Ownership Structure, Corporate Value and Firm Investment:


A spanish Firms Simultaneous Equation Analysis, Working
Paper Universidad de Valladolid. pp. 1-32.
Jamaan.

2008.

Pengaruh

Mekanisme

Corporate

Governance, dan Kualitas Kantor Akuntan Publik terhadap

106

Integritas Informasi Laporan Keuangan. Masters thesis,


program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Jensen, M. C. and William H. M. 1976. Theory of The Firm:
Managerial

Behavior,

Agency

Costs

and

Ownership

Structure. Journal of Financial Economics, 3, pp. 305-360.


Journal Management Governance, 14, pp. 145166. Jour-nal
of Business Research, 61, pp. 609614.
Jensen, M.C, 1993, The Modern Industrial Revolution, Exit
and The Failure of Internal Control System, Journal Of
Finance 48 (Juli): pp. 831-880.
Johnson, Simon, La Porta Rafael, Silanes Florencio Lopez
de, Andrei Shleifer. 2000. Tunnelling. NBER Working Paper
Series.
Kabigting, Leila C. 2011. Corporate Governance Among
Banks Listed in The Philippine Stock Exchange. Journal of
International Business Research, Volume 10, Special Issue,
Number 2, 2011.
Keputusan

Menteri

BUMN

Tentang Penerapan Praktik

No.

KEP-117/M-MBU/2002

Good Corporate Governance

Pada Badan Usaha Milik Negara


Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt, dan Terry D. Warfield.
2008. Akuntansi Intermediate Edisi Kedua belas Jilid 1.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Komite Nasional Kebijakan Governance (2006). Pedoman
Umum Corporate Governance.

107

Kumaat, Lusye.
Struktur

C. 2013. Corporate Governance dan

Kepemilikan

terhadap

Manajemen

Laba

dan

Kinerja Keuangan. Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.17,


No.1 Januari 2013, hal. 1120.
Lestari, Maharani Ika dan Sugiharto, Toto. 2007. Kinerja
Bank Devisa dan Bank Non Devisa dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya.

PESAT

(Psikologi,

Ekonomi,

Sastra,

Arsitek & Sipil). 21-22 Agustus, Vol.2. Fakultas Ekonomi.


Universitas Gunadarma.
Listyani,

T.

T.

2003.

Kepemilikan

Manajerial

dan

Pengaruhnya Terhadap Kepemilikan Saham Institusional.


Jurnal Politeknik Negeri Semarang.
Hanafi, Mamduh. M dan Halim, Abdul. 2009. Analisis
Laporan Keuangan. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Hapsoro, Dody. 2008. Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance Terhadap Kinerja Perusahaan : Studi Empiris di
Pasar Modal Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Manajemen,
Vol. 19, No. 3 Desember 2005, hal. 155-172.
Mardiyanto, Handono. 2009. Intisari Manajemen Keuangan.
Grasindo. Jakarta.
Martsila, Ika Surya dan Meiranto, Wahyu. 2013. Pengaruh
Corporate

Governance

Terhadap

Kinerja

Keuangan

Perusahaan. Diponegoro Journal Of Accounting, Vol. 2, No.


4, Tahun 2013.

108

Munawir.

2004.

Yogyakarta.
Murwaningsari,
Governance,

Analisa
Etty.

Laporan
2009.

Corporate

Keuangan.

Hubungan

Social

Liberty.

Corporate

Responsibilities

dan

Corporate Financial Performance dalam Satu Continuum.


Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 11, No. 1, Mei 2009:
30-41.
Pakarinti, Adia. 2012.

Analisis Pengaruh Kepemilikan

Manajerial, Kepemilikan Instistusional, Kualitas Auditor,


Profitabilitas, Likuiditas dan Leverage Terhadap Peringkat
Obligasi pada Perusahaan Go Public yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Skripsi yang dipublikasikan. Universitas
Diponegoro.
Prasinta,
Dian.
Governance

2012.

Terhadap

Pengaruh

Kinerja

Good

Keuangan.

Corporate
Accounting

Analysis Journal 1 (2) (2012).


Purnama Sari, A.A Pt. Agung Mirah dan Ardiana, Putu Agus.
2010. Pengaruh Board Size Terhadap Nilai Perusahaan. EJurnal Akuntansi Universitas Udayana 7.1 (2014): hal. 177191. ISSN: 2302-8556.
Putra, I Komang D. A dan Wirawati, Ni Gusti P. 2013.
Pengaruh

Kepemilikan

Manajerial

terhadap

Hubungan

antara Kinerja dengan Nilai Perusahaan. E-Jurnal Akuntansi


Universitas Udayana 5.3 (2013):639-651, ISSN: 2302-8556.

109

Raharjo, Eko. 2007.

Teori Agensi dan Teori Stewardship

dalam Perspektif Akuntansi (Agency Theory Vs Stewardship


Theory in the Accounting Perspective). Fokus Ekonomi Vol.
2 No. 1 Juni 2007: hal. 37 46.
Ruvinsky, Jessica. 2005. Building a Better Board: How
Nonprofit Board Size and Independence Relate to Board
Performance. Social Stanford Innovation Review.
Sabrinna, Anindhita Ira. 2010. Pengaruh Corporate
Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja
Perusahaan.

Skripsi

yang

dipublikasikan.

Universitas

Diponegoro.
Saleh, et al. 2008. Ownership Structure and Intellectual
Capital performance in Malaysia Companies Listed on
MESDAQ.
Samani. 2008. Pengaruh Good Corporate Governance dan
Leverage terhadap Kinerja Keuangan pada Perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2004-2007.
Tesis Magister Manajemen yang dipublikasikan. Program
Studi

Magister

Manajemen

Program

Pasca

Sarjana

Universitas Diponegoro. Semarang.


Sanda, Ahmadu, Aminu S. Mikaliu, dan Tukur Garba, 2005,
Corporate Governance Mechanism and Firm Financial
Performance

in

Nigeria,

Consortium,

Nairobi,

African

Maret

Economic

2005,

Research

Department

of

Economics, Usmanu Danfodiyo University, Sokoto, Nigeria.

110

Sartono Agus. 2001. Manajemen Keuangan Teori Dan


Aplikasi. Penerbit BPFE. Yogyakarta.
Sekaredi, Sawitri. 2011. Pengaruh Corporate Governance
Terhadap Kinerja Keuangan (Studi Pada Perusahan yang
Terdaftar di LQ 45 Tahun 2005- 2009). Skripsi yang
dipublikasikan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Setyapurnama, Yudi. S dan Norpratiwi, A.M Vianey. 2004.
Pengaruh

Corporate

Governance

terhadap

peringkat

Obligasi dan Yield Obligasi. Paper.


Shakir, Roselina. Board size, Executive Directors and
Property Firm Performance in Malaysia. Pacific Rim Property
Research Journal, Volume 14, Nomor 1, Hal 66-80.
Shaw, John. C. 2003. Corporate Governance and Risk: A
System Approach. John Wiley & Sons, Inc, New Jersey.
Shleifer, A. dan Vishny, R. W. 1997. A Survey of Corporate
Governance. The Journal of Finance, LII(2), pp. 737-783.
Siallagan, Hamonangan, dan Machfoedz, M. (2006).
Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai
Perusahaan. Simposium Nasonal Akuntansi IX, Padang.
Silviyani, Ni Luh N.T dan Sujana, Edi. 2014. Pengaruh
Likuiditas

Perdagangan

Saham

dan

Kapitalisasi

Pasar

Terhadap Return Saham Perusahaan Yang Berada pada


Indeks LQ 45 di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 20092013 (Studi Empiris Pada Perusahaan LQ 45 di Bursa Efek

111

Indonesia).
Ganesha.
Siswantaya,

e-Journal Akuntansi Universitas Pendidikan


Gede

I.

2007.

Mekanisme

Corporate

Governance dan Manajemen Laba Studi Pada PerusahaanPerusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Tesis
Magister Sains Akuntansi yang dipublikasikan. Program
Studi Magister Sains Akuntansi Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro. Semarang.
Soepriyatno, Budi. 2004. Pengaruh Struktur Kepemilikan
Manajerial dan Publik, Ukuran Perusahaan, EBIT/Sales dan
Total Debt/Total Assets Terhadap Nilai Perusahaan yang
Telah Go Public dan Tercatat di BEJ. Tesis: Program Magister
Manajemen STIE STIKUBANK. Semarang.
Solihin, Ismail. 2008. Corporate Social Responsibility: From
Charity to Sustainability. Salemba Empat. Jakarta
Stulz, R.M. 1988. On Takeover Resistance, Managerial
Discretion, and Shareholder Wealth. Journal of Financial
Economics, this issue.
Subramanyam, K. R dan

Wild John J. (2011). Analisis

Laporan Keuangan Edisi 10, Buku 2.

Salemba Empat.

Jakarta.
Suhardjanto dan Apreria. 2010. Analisis Karakteristik
Dewan Komisaris dan Komite Audit

Serta Pengaruhnya

112

terhadap Kinerja Keuangan. Jurnal Akuntansi XIV/2/ Mei


2010.
Sujoko dan Soebiantoro, Ugy. 2007. Pengaruh Struktur
Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern dan Faktor
Ekstern terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada
Perusahaan Manufaktur dan Non Manufaktur di Bursa Efek
Jakarta), Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol 9: hal.
41-48.
Sunariyah. 2006. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. UMP
AMP YKPN. Yogyakarta.
Surya, Indra dan Yustiavandana, Ivan. 2006. Penerapan
Good Corporate Governance: Mengesampingkan Hak-hak
Istimewa Demi Kelangsungan Usaha. Kencana Prenada
Media Group. Jakarta.
Sutedi, Adrian. 2011. Good Corporate Governance. Sinar
Grafika. Jakarta.
Sutojo, Siswanto dan E. John Aldridge, (2005), Good
Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan yang Sehat)
Cetakan pertama. PT. Damar Mulia Pustaka. Jakarta.
Swandari, Fifi. 2008. Pengaruh Struktur Kepemilikan
Terhadap

Tingkat

Resiko

dan

Implikasinya

Terhadap

Kesulitan Keuangan Bank Umum di Indonesia. Jurnal


Ekonomi dan Bisnis. Vol 9, No.1, hal. 15-23.
Tjager, I.N., A. Alijoyo H.R. Djemat, dan B. Sembodo. 2003.
Corporate governance: Tantangan dan kesempatan bagi

113

komunitas bisnis Indonesia. Forum Corporate Governance


in Indonesia (FCGI).
Ujiyantho, Arief. M dan Pramuka, B. A. 2007. Mekanisme
Corporate

Governance,

Manajemen

Laba

dan

Kinerja

Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi X. AKPM-01: hal.


1-26. Universitas Diponegoro. Semarang.
Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
Veronica, N.P dan Utama, Sidharta (2006). Pengaruh
Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek
Corporate

Governance

Terhadap

Pengelolaan

laba

(Earnings Management). Jurnal Riset Akuntansi Indonesia


Vol. 9, No. 3, September 2006 hal. 307-326.
Wahyudi, Untung dan Pawestri, Hartini P. 2006. Implikasi
Struktur Kepemilikan terhadap Nilai Perusahaan dengan
Keputusan

Keuangan

sebagai

Variabel

Intervening.

Simposium Nasional Akuntansi (SNA) 9 Padang.


Waryanto. (2010). Pengaruh Karakteristik Good Corporate
Governance (GCG) Terhadap Luas Pengungkapan Corporate
Social Responsibility (CSR) Di Indonesia. Skripsi yang
dipublikasikan. Universitas Diponegoro.
Wiranata, Yulius A dan Nugrahanti Yeterina W. 2013.
Pengaruh

Struktur

Kepemilikan

Terhadap

Profitabilitas

Perusahaan Manufaktur di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan

114

Keuangan, Vol. 15, No. 1, Mei 2013, 15-26 ISSN 1411-0288


print / ISSN 2338-8137 online
Wolf, Patricia M. 2007. Board Performance in a Post
Sarbanes-Oxley

Environment:

An

Examination

of

The

Relationships among Board Processes, Board Intellectual


Capital and Board Changes. Dissertation for the Degree
Doctor of Philosophy Capella University.
Wolk, H.I., M.G. Tearney, dan J.L. Dodd. 2001. Accounting
Theory: A Conceptual and Institutional Approach. Fifth
Edition. Ohio: South-Western College Publishing.
Wulandari, Ndaruningpuri. 2006.
Pengaruh
Mekanisme

Corporate

Governance

terhadap

Indikator
Kinerja

Perusahaan Publik di Indonesia. Fokus Ekonomi: Vol. 1 No.2


Desember 2006, 120-136.
Wulandari, N.P Yani dan Budiartha I Ketut. 2014. Pengaruh
Struktur Kepemilikan, Komite Audit, Komisaris Independen
dan Dewan Direksi terhadap Integritas Laporan Keuangan.
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 7.3 (2014): 574586 ISSN: 2302-8556.
Yang, Ya-Wan, DeWayne L. Searcy, dan Kay W. Tatum, 2006,
The Role of Corporate Governance on Long Term Financial
Performance and Market Valuation of R&D Invesment in the
Biotechnology Industry.

115

Yermack, D., 1996, Higher Market Valuation of Companies


with

Small

Board

of

Directors,

Journal

of

Financial

Economics, Vol. 40, 185-211.


Zhuang, et.al. 2000. Corporate Governance and Finance in
East Asia: Astudy of Indonesia, Republic of Korea, Malaysia,
Philippines and Thailand. Asian Development Bank Volume
one.

Sumber internet:
BBC
News.

Kasus

criminal

Bank

Wegelin.

http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2013/01/130104_w
egelin_bank_business diakses pada 26 Desember 2014.
Bursa
Efek
Indonesia.
Tata
Kelola
Perusahaan.
http://www.idx.co.id/id/beranda/
diakses pada 26 Desember 2014.
Bursa Efek Indonesia. Laporan Keuangan dan Tahunan.
http://www.idx.co.id/idid/beranda/perusahaantercatat/laporankeuangandantahuna
n.aspx diakses pada 02 Desember 2014.
Kontan.
Skandal
kasus
Diebold

Inc.

http://keuangan.kontan.co.id/news/skandal-diebold-sanksibi-menanti-bank-bumn diakses pada 26 Desember 2014.


Majalah Swa-sembada, 2005, Edisi 09 / XXI / 28 April 11
Mei.

http://e-library.msd.ac.id/index.php?

p=show_detail&id=2270.

116

Maria

Immaculatta.

Teori

Sinyal.

http://ekonomi.kabo.biz/2011/07/teori-sinyal.html,2006
diakses pada 26 November 2014.
Saham
Ok.
Annual

Report

Perusahaan.

http://www.sahamok.com/annual-report/ diunduh pada 27


November 2014.
Saham Ok. Indeks LQ 45 (untuk tahun 2009 hingga 2013)
http://www.sahamok.com/bei/lq-45/
Desember 2014.
Saham
Ok.

Laporan

diakses

Keuangan

pada

18

Perusahaan.

http://www.sahamok.com/laporan-keuangan/ diunduh pada


29 November 2014.
VibizNews. 33 Kasus Pelanggaran teradi di Pasar Modal
selama 2013. http://vibiznews.com/2013/12/31/33-kasuspelanggaran-terjadi-di-pasar-modal-selama-2013/

diakses

pada 4 Januari 2015.


Wening, Kartikawati.

2009.

Pengaruh

Kepemilikan

Institusional

Kinerja

Keuangan

Perusahaan.

Terhadap

http://hana.wordpres/2009/05/17/pengaruh-kepemilikaninstitusionalterhadap-kinerja-keuangan-perusahaan/,
diakses tanggal 19 Desember 2014.

You might also like