You are on page 1of 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan.Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Bantuk Hadijanto,2008).
Terdapat dua jenis abortus, iaitu abortus spontan dan abortus provokatus.
Abortus spontan didefinisikan sebagai abortus yang terjadi tanpa tindakan
mekanis atau medis.Dengan kata lain yang luas digunakan adalah keguguran
(miscarriage).Sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan
disebut sebagai abortus provokatus (Cunningham dkk.,2010).

2.2. Klassifikasi Abortus


Klasifikasi abortus menurut Ida Ayu Chandranita dan kawan-kawan ( 2010 )
adalah seperti berikut :
A. Abortus Spontan
Terjadi tanpa intervensi dari luar dan hanya disebabkan
oleh faktor-faktor alamiah. Berdasarkan aspek klinis, abortus
spontan dibagi menjadi :

Abortus iminens

Abortus insipiens

Abortus kompletus

Abortus inkompletus

Abortus tertunda

Abortus habitualis

Universitas Sumatera Utara

Abortus infeksious

Abortus sepsis

B. Abortus Provokatus
Tindakan abortus yang sengaja dilakukan.Dijumpai dua
bentuk abortus buatan :

Abortus Provokatus Medisinalis


Abortus

yang

dilakukan

vital.Tindakan itu

atas

dasar

indikasi

harus disetujui oleh tiga orang

dokter yang merawat ibu hamil :


a. Dokter

yang

sesuai

dengan

indikasi

penyakitnya
b. Dokter anestesi
c. Dokter ahli Obstetri dan Ginekologi
Indikasi vital yang dimaksudkan adalah :
a. Penyakit ginjal
b. Penyakit jantung
c. Penyakit paru berat
d. Diabetes mellitus berat
e. Karsinoma
Indikasi social diantaranya :
a. Kegagalan pemakaian KB
b. Grandemultipara
c. Kehamilan IQ rendah
d. Kehamilan akibat perkosaan

Universitas Sumatera Utara

e. Kehamilan dengan penyakit jiwa

Abortus Provokatus Kriminalis


Abortus yang dilakukan pada kehamilan yang tidak
diinginkan. Dilakukan oleh tenaga yang tidak
terlatih

sehingga

komplikasi

iaitu

sering

menimbulkan

perdarahan,

trias

trauma

alat

genitalia/jalan lahir, infeksi hingga syok sepsis.

2.3. Etiologi Abortus


Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya terdapat
lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah seperti berikut :

Faktor genetik

Kelainan kongenital uterus

Autoimun

Defek fase luteal

Infeksi

Hematologik

Lingkungan

( Bantuk Hadijanto, 2008 )

2.3.1. Penyebab Genetik


Separuh dari abortus karena kelainan sitogenik pada trimester pertama
berupa trisomi autosom. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama
gametogenesis pada pasien dengan kriotip normal. Untuk sebahagian besar
trisomi, gangguan miosis maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Insiden
trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi 16, dengan kejadian

Universitas Sumatera Utara

sekitar 30 persen dari seluruh trisomi, merupakan penyebab terbanyak.Semua


kromosom trisomi berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom 1.
Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan genetik amniosentesis pada
semua ibu hamil dengan usia lanjut, yaitu di atas 35 tahun. Risiko ibu terkena
aneuploidi adalah 1:80, pada usia di atas 35 tahun karena angka kejadian kelainan
kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun (Bantuk Hadijanto,2008)

2.3.2. Penyebab Anatomik


Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik,
seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin.Insiden kelainan
bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan.Pada perempuan dengan
riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27 persen pasien.
Hasil studi oleh Acien (1996) pada 170 pasien hamil dengan malformasi
uterus, mendapatkan hanya 18,8 persen yang bisa bertahan sampai melahirkan
cukup bulan, sedangkan 36,5 persen mengalami persalinan abnormal (prematur,
sungsang).Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah
septum uterus (40-80%), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau
unikornis (10-30%).Mioma uteri bisa menyebabkan baik infertilitas maupun
abortus berulang.
Sindroma Asherman bisa menyebabkan gangguan tempat implantasi serta
pasokan darah pada permukaan endometrium.Risiko abortus antara 25-80%,
bergantung pada berat ringannya gangguan (Prawirohardjo, S.,2008).

2.3.3. Penyebab Autoimun


Terdapat hubungan yang nyata antara abortus yang berulang dan penyakit
autoimun. Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematosus ( SLE ) dan
antiphospholipid Antibodies ( aPA ). aPA merupakan antibody spesifik yang
didapati pada perempuan dengan SLE. Kejadian abortus spontan di antara pasien
SLE sekitar 10%, disbanding populasi umum. Bila digabung dengan peluang
terjadinya pengakhiran kehamilan trimester 2 dan 3, maka diperkirakan 75%
pasien dengan SLE akan berakhir dengan terhentinya kehamilan. Sebagian besar

Universitas Sumatera Utara

kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA. aPA merupakan antibodi yang
berikatan dengan sisi negative dari fosfolipid ( Bantuk Hadijanto, 2008 ).

2.3.4. Penyebab Infeksi


Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak
1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus
berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis.
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi
terhadap risiko abortus, diantaranya sebagai berikut :
Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak
langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin
sulit bertahan hidup.
Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian
janin.
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitelia bawah (misalnya
Mikoplasma bominis, Klamidia) yang bisa mengganggu proses implantasi.
Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus
selama kehamilan awal (misalnya Rubela, Parvovirus B19, Sitomegalovirus,
Koksakie virus B, Varisela-Zoster, HSV).
(Prawirohardjo, S.,2008)

2.3.5. Faktor Lingkungan


Diperkirakan 1-10 persen malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan
kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus.Rokok diketahui
mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui
mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta.Karbon
monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu
neurotoksin.Dengan terjadinya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat

Universitas Sumatera Utara

terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus


(Prawirohardjo, S.,2008).

2.3.6. Faktor Hematologik


Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan
adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta.Berbagai komponen koagulasi
dan fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas,
dan plasentasi.Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan
peningkatan kadar faktor prokoagulan, penurunan faktor antikoagulan, dan
penurunan aktivitas fibrinolitik.Kadar faktor VII, VIII, X, dan fibrinogen
meningkat selama kehamilan normal, terutama pada kehamilan sebelum 12
minggu (Prawirohardjo, S.,2008).
Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering didapatkan
defek hemostatik.Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukkan bahwa
perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan
produksi tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan 4-6 minggu, dan
penurunan produksi prostasklin saat usia kehamilan 8-11 minggu.Perubahan rasio
tromboksan-prostasiklin memacu vasospasme serta agregrasi trombosit, yang
akan menyebabkan mikrotrombi serta nekrosis plasenta.Juga sering disertai
penurunan kadar protein C dan fibrinopeptida (Prawirohardjo, S.,2008).
Defisiensi faktor XII (Hageman) berhubungan trombosis sistemik ataupun
plasenter dan telah dilaporkan juga berhubungan dengan abortus berulang pada
lebih dari 22 persen kasus.Hiperhomosisteinemi berhubungan dengan trombosis
dan penyakit vaskular dini.Kondisi ini berhubungan dengan 21 persen abortus
berulang.Gen pembawa akan diturunkan secara autosom resesif.Bentuk terbanyak
yang didapat adalah defisiensi folat (Prawirohardjo, S.,2008).

2.3.7. Faktor Hormonal


Wanita dengan diabetes mellitus terkontrol memiliki risiko abortus yang
tidak lebih jelek dibandingkan wanita tanpa diabetes mellitus. Akan tetapi, terjadi
peningkatan signifikan risiko abortus dan malformasi janin pada wanita-wanita

Universitas Sumatera Utara

pengidap diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama. Wanita
pengidap DM tipe 1 dengan kontrol glukosa tidak adekuat mempunyai peluang 23 kali lipat mengalami abortus. Selain itu, kadar progesteron yang rendah
mempengaruhi kepekaan endometrium terhadap implantasi embrio. Dukungan
pada fase luteal mempunyai peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu
saat di mana trofoblas harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang
kehamilan. Pengangkatan korpus luteum sebelum usia 7 minggu akan
menyebabkan abortus. Apabila progesteron diberikan pada pasien ini, kehamilan
bisa diselamatkan (Bantuk Hadijanto, 2008).

2.4. Gambaran Klinis Abortus


Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi abortus iminens (threatened
abortion), abortus insipiens (inevitable abortion), abortus inkompletus(incomplete
abortion) atau abortus kompletus (complete abortion), abortus tertunda (missed
abortion), abortus habitualis (recurrent abortion), dan abortus septik (septic
abortion) (Cunningham et al., 2005; Griebel et al., 2005).

2.4.1. Abortus Iminens (Threatened abortion)


Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi
selamakehamilan awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu
serta dapat mempengaruhi satu dari empat atau lima wanita hamil. Secara
keseluruhan, sekitar setengah dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus
(Cunningham et al., 2005).
Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada
20 minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut
beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah
atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina,
karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan
dari abortus iminens karena dapat memberikan perdarahan pada vagina.
Pemeriksaan spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma

Universitas Sumatera Utara

serviks, sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi


(Sastrawinata et al., 2005).

2.4.2. Abortus Insipiens (Inevitable abortion)


Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan
perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri
karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari
pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan
dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat
menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya
sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan
kontraindikasi (Sastrawinata et al., 2005).

2.4.3. Abortus Inkompletus atau Abortus Kompletus


Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah
lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan
plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan
ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang
dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan
berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu
merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens. Jika hasil konsepsi
lahir dengan lengkap, maka disebut abortus komplet. Pada keadaan ini kuretasi
tidak perlu dilakukan. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang
setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan
berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan
epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10
hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau
endometritis pasca abortus harus dipikirkan (Sastrawinata et al., 2005).

2.4.4. Abortus Tertunda (Missed abortion)

Universitas Sumatera Utara

Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada abortus
tertunda akan dijimpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang berulang
pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi,
malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah
sedikit (Mochtar, 2000).

2.4.5. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)


Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil, dan
kelainan struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus habitualis
(Jauniaux et al., 2006). Menurut Mochtar (2000), abortus habitualis merupakan
abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah
kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana sekiranya terjadi pembuahan,
hasilnya adalah patologis. Selain itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum
dan kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan
progesterone sesudah korpus luteum atrofis juga merupakan etiologi dari abortus
habitualis.

2.4.6. Abortus Septik (Septic abortion)


Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran
kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Hal ini sering
ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus buatan, terutama yang
kriminalis tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis. Antara
bakteri yang dapat menyebabkan abortus septik adalah seperti Escherichia coli,
Enterobacter

aerogenes,

Proteus

vulgaris,

Hemolytic

streptococci

dan

Staphylococci (Mochtar, 2000; Dulay, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Tipeabortusyangdapatdiperhatikan:

Gambar2.1AbortusimminenGambar2.2Abortusinsipien

Gambar2.3.Abortusinkompletus.Gambar2.4.Abortuskompletus.

Universitas Sumatera Utara


Gambar2.5.Abortustertunda
(Manuabaetal,2010)

Gambar2.6.Beberapajenisabortus.(JoanPitkinetal.,2003)

2.5. Diagnosa Abortus


Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005), diagnosa abortus menurut
gambaran klinis adalah seperti berikut:
i. Abortus Iminens (Threatened abortion)
a. Anamnesis perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak
ada atau ringan.

Universitas Sumatera Utara

b. Pemeriksaan dalam fluksus ada (sedikit), ostium uteri tertutup, dan


besar uterus sesuai dengan umur kehamilan.
c. Pemeriksaan penunjang hasil USG.
ii. Abortus Insipiens (Inevitable abortion)
a. Anamnesis perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri / kontraksi
rahim.
b. Pemeriksaan dalam ostium terbuka, buah kehamilan masih dalam
rahim, dan ketuban utuh (mungkin menonjol).
iii. Abortus Inkompletus atau abortus kompletus
a. Anamnesis perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak), nyeri /
kontraksi rahim ada, dan bila perdarahan banyak dapat terjadi syok.
b. Pemeriksaan dalam ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan buah
kehamilan.
iv. Abortus Tertunda (Missed abortion)
a. Anamnesis - perdarahan bisa ada atau tidak.
b. Pemeriksaan obstetri fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan
dan bunyi jantung janin tidak ada.
c. Pemeriksaan penunjang USG, laboratorium (Hb, trombosit,
fibrinogen, waktu perdarahan, waktu pembekuan dan waktu
protrombin).
Diagnosa abortus habitualis (recurrent abortion) dan abortus septik (septic
abortion) menurut Mochtar (2000) adalah seperti berikut:
i. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)
a. Histerosalfingografi untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus
submukosa dan anomali kongenital.
b. BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada
atau tidak gangguan glandula thyroidea.

Universitas Sumatera Utara

ii. Abortus Septik (Septic abortion)


a. Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah
ditolong di luar rumah sakit.
b. Pemeriksaan : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan
dan sebagainya.
c. Tanda-tanda infeksi alat genital : demam, nadi cepat, perdarahan, nyeri
tekan dan leukositosis.
d. Pada abortus septik : kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil,
nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun sampai syok.

Universitas Sumatera Utara

2.6. Penatalaksanaan Abortus

Terapi
a.Pasanginfuscairanpengganti
b.Transfusidarah

c.Persiapankuretase
AbortusInsipien

mempercepatpengambilanjaringan

AbortusInkompletus

hasilkonsepsi

Abortuskompletus

mempercepatberhentinyaperdarahan
mengurangiinfeksi
d.Tambahanterapi:
Antibiotika
Uterotonika
Terapisuportif

Gambar2.7.PenatalaksanaanAbortusInsipien,Inkompletus,danKompletus.(Manuba
etal,2010)

Universitas Sumatera Utara

AbortusImminen

Terapi
a.Bedrest
b.Tokolitik
c.Plasetogenikhormonal
d.ANChamilaterm

Gambar2.8.PenatalaksanaanAbortusImminen(Manuabaetal,2010).

Terminasihasilkonsepsikarenamenjadibendaasing

intrauterus.

AbortusTertunda

Hasilkonsepsimenimbulkanbahaya:
dapatmenjadisumberinfeksidanpendarahan.

(Missedabortion)

Gambar2.9.PenatalaksanaanAbortusTertunda(Manuabaetal,2010).

AbortusHabitualis

Merokokdanminumalkoholsebaiknyadikurangiatau
dihentikan.
Pada serviks inkompeten terapinya adalah operasi

dengancaracervicalcerclage.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.10. Penatalaksanaan Abortus Habitualis


(Bantuk,2008).

Keseimbangancaiarantubuh

Pemberian antibiotik yang adekuat sesuai

dengan hasil kultur kuman yang diambil

AbortusSeptik

dari darah dan cairan fluksus/ fluor yang


keluarpervaginam.

Tahappertama

Penisilin4x1,2jutaunitatauAmpisilin4x1
gram

Gentamisin

80mg

dan

Metronidazol2x1gram.

Selanjutnya antibiotik disesuaikan dengan

hasilkultur.

Tindakan kuretase dilaksanakan apabila


keadaan tubuh membaik minimal 6 jam

setelahpemberianantibiotikyangadekuat.

Gambar2.11.PenatalaksanaanAbortusSeptik(Bantuk,2009).

2.7. Abortus Provokatus


Abortus provokatus yang dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi
berasal dari bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan karena
kesengajaan. Abortus provocatus merupakan salah satu dari berbagai macam jenis
abortus (Nainggolan 2006).
Menurut Nainggolan (2006) dalam Kusmariyanto (2002), pengertian
aborsi atau abortus provokatus adalah penghentian atau pengeluaran hasil

Universitas Sumatera Utara

kehamilan dari rahim sebelum waktunya. Dengan kata lain pengeluaran itu
dimaksudkan bahwa keluarnya janin disengaja dengan campur tangan manusia,
baik melalui cara mekanik atau obat. Abortus elektif atau sukarela adalah
pengakhiran kehamilan sebelum janin mampu hidup atas dasar permintaan wanita,
dan tidak karena kesehatan ibu yang terganggu atau penyakit pada janin (Pritchard
et al., 1991).
Abortus terapeutik adalah pengakhiran kehamilan sebelum saatnya janin
mampu hidup dengan maksud melindungi kesehatan ibu. Antara indikasi untuk
melakukan abortus therapeutik adalah apabila kelangsungan kehamilan dapat
membahayakan nyawa wanita tersebut seperti pada penyakit vaskular hipertensif
tahap lanjut dan invasive karsinoma pada serviks. Selain itu, abortus terapeutik
juga boleh dilakukan pada kehamilan akibat perkosaan atau akibat hubungan
saudara (incest) dan sebagai pencegahan untuk kelahiran fetus dengan deformitas
fisik yang berat atau retardasi mental (Cunningham et al., 2005).
Kontraindikasi untuk melakukan abortus terapeutik adalah seperti
kehamilan ektopik, insufiensi adrenal, anemia, gangguan pembekuan darah dan
penyakit kardiovaskular (Trupin, 2002).

Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005), abortus terapeutik dapat


dilakukan dengan cara:
i. Kimiawi pemberian secara ekstrauterin atau intrauterin obat abortus, seperti:
prostaglandin, antiprogesteron, atau oksitosin.
ii. Mekanis:
a. Pemasangan batang laminaria atau dilapan akan membuka serviks secara
perlahan dan tidak traumatis sebelum kemudian dilakukan evakuasi dengan kuret
tajam atau vakum.

Universitas Sumatera Utara

b. Dilatasi serviks dilanjutkan dengan evakuasi, dipakai dilator Hegar dilanjutkan


dengan kuretasi.
c. Histerotomi / histerektomi.

Universitas Sumatera Utara

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah:

KARAKTERISTIK
PEKERJAAN
STATUS PERNIKAHAN
UMUR

ABORTUS

KLASSIFIKASI ABORTUS
PARITAS
PENDIDIKAN

3.2. Variabel dan Definisi Operasional


Variabel-variabel yang akan diteliti untuk prevelansi abortus adalah dari rekam
medis iaitu:
1. Umur dihitung dalam tahun menurut ulang tahun terakhir. Perhitungannya
berdasarkan kalender Masehi dan dibagi menurut kelompok umur :

20 tahun

21- 30 tahun

31 40 tahun

41 50 tahun

1. Pekerjaan yang menjadi aktivitas utama ibu setiap hari yang terdapat dalam
status ibu dan dibagi atas :

Universitas Sumatera Utara

You might also like