You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN MASALAH TRAUMA MEDULLA SPINALIS
A. LATAR BELAKANG
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis
yang disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu
mengenai daerah L1-2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan
hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan
berkemih.trauma

medulla

spinalis

diklasifikasikan

sebagai

komplet

kehilangan sensasi fungsi motorik volunter total dan tidak komplet :


campuran kehilangan sensasi dan fungsi motorik volunter.
Trauma medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang
mempengaruhi 150.000 orang di Amerika Serikat, dengan perkiraan10.000
Trauma baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria
usia muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh Trauma. Data dari bagian
rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati didapatkan dalam 5 bulan
terakhir terhitung dari Januari sampai Juni 2003 angka kejadian angka
kejadian untuk fraktur adalah berjumlah 165 orang yang di dalamnya
termasuk angka kejadian untuk Trauma medulla spinalis yang berjumlah 20
orang (12,5%).
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada
wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi
belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor
osteoporosis

yang

di

asosiasikan

dengan

perubahan

hormonal

(menopause).klien yang mengalami Trauma medulla spinalis khususnya bone


loss pada L2-3 membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan
kebutuhan ADL dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain
itu klien juga beresiko mengalami komplikasi Trauma spinal seperti syok

spinal, trombosis vena profunda, gagal napas; pneumonia dan hiperfleksia


autonomic.Maka dari itu sebagai perawat merasa perlu untuk dapat
membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
Trauma medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar
dari masalah yang paling buruk.Berdasarkan uraian diatas di harapkan
dengan adanya malkalah yang berjudul Trauma medulla spinalis dapat
bermanfaat bagi para pembaca untuk dapat meningkatkan mutu asuhan
keperawatan.

BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP DASAR
A. ANATOMI FISIOLOGI.
Columna

Vertebralis

adalah

pilar

utama

tubuh

yang

berfungsi

melindungi medula spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh,
yang diteruskannya ke lubang-lubang paha dan tungkai bawah. Masingmasing tulang dipisahkan oleh disitus intervertebralis.
Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :
a. Vetebrata Thoracalis (atlas).
Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus tetapi
hanya berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis) ini memiliki
dens, yang mirip dengan pasak. Veterbrata cervitalis ketujuh disebut
prominan karena mempunyai prosesus spinasus paling panjang.
b. Vertebrata Thoracalis.
Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus berbentuk
jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thorax.
c. Vertebrata Lumbalis.
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal,
berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus

vertebra yang besar ukurnanya sehingga pergerakannya lebih luas kearah


fleksi.
d. Os. Sacrum.
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang
dimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk
tulang bayi.
e. Os. Coccygis.
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami
rudimenter.
Lengkung koluma vertebralis.kalau dilihat dari samping maka kolumna
vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior :
lengkung vertikal pada daerah leher melengkung kedepan daerah torakal
melengkung

kebelakang,

daerah

lumbal

kedepan

dan

daerah

pelvis

melengkung kebelakang. Kedua lengkung yang menghadap pasterior, yaitu


torakal dan pelvis, disebut promer karena mereka

mempertahankan

lengkung aslinya kebelakang dari hidung tulang belakang, yaitu bentuk


(sewaktu janin dengna kepala membengkak ke bawah sampai batas dada
dan gelang panggul dimiringkan keatas kearah depan badan. Kedua
lengkung yang menghadap ke anterior adalah sekunder lengkung servikal
berkembang ketika kanak-kanak mengangkat kepalanya untuk melihat
sekelilingnya sambil menyelidiki, dan lengkung lumbal di bentuk ketika ia
merangkak, berdiri dan berjalan serta mempertahankan tegak.
Fungsi dari kolumna vertebralis. Sebagai pendukung badan yang kokoh
dan sekaligus bekerja sebagai penyangga kedengan prantaraan tulang
rawan cakram intervertebralis yang lengkungnya memberikan fleksibilitas
dan memungkinkan membonkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna
untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat badan
seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum
belkang terlindung terhadap goncangan. Disamping itu juga untuk memikul
berat badan, menyediakan permukaan untuk kartan otot dan membentuk

tapal batas pasterior yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi
kaitan pada iga.
Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medula
ablongata, menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir
diantara vertebra-lumbalis pertama dan kedua. Disini medula spinalis
meruncing sebagai konus medularis, dna kemudian sebuah sambungan tipis
dasri pia meter yang disebut filum terminale, yang menembus kantong
durameter, bergerak menuju koksigis. Sumsum tulang belakang yang
berukuran panjang sekitar 45 cm ini, pada bagian depannya dibelah oleh
figura anterior yang dalam, sementara bagian belakang dibelah oleh sebuah
figura sempit.
Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan
lumbal. Dari penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani
anggota badan atas dan bawah dan plexus dari daerah thorax membentuk
saraf-saraf interkostalis.
Fungsi sumsum tulang belakang :
1). Organ sensorik : menerima impuls, misalnya kulit.
2). Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-impuls tersebut menuju
sel-sel dalam ganglion radix pasterior dan selanjutnya menuju substansi
kelabu pada karnu pasterior mendula spinalis.
3). Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf penghubung
menghantarkan impuls-impuls menuju karnu anterior medula spinalis.
4). sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula spinalis yang menerima
dan mengalihkan impuls tersebut melalui serabut sarag motorik.
5). Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh
impuls saraf motorik.
6). Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputus
pada daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal)
paralisis beberapa otot interkostal, paralisis pada otot abdomen dan otot-

otot pada kedua anggota gerak bawah, serta paralisis sfinker pada uretra
dan rektum.
B. PENGERTIAN.
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner& Suddarth,
2001).Trauma medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum
yang mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia
yang diklasifikasikan sebagai :
- komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
- tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis
yang disebabkan sering kali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu
mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita
itu tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan
pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan.
C. ETIOLOGI.
Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu :
a. kecelakaan otomobil, industri
b. terjatuh, olah-raga, menyelam
c. luka tusuk, tembak
d. tumor.
D. PATOFISIOLOGI.
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara (pasien
sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi
medulla, (lebih salah satu atau dalam kombinasi) sampai transaksi lengkap
medulla (membuat pasien paralisis).Bila hemoragi terjadi pada daerah
medulla spinalis, darah dapat merembes ke ekstradul subdural atau daerah

suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi kontusio atau robekan
pada Trauma, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur.
Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini
saja tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada
Trauma medulla spinalis akut.
Suatu

rantai

sekunder

kejadian-kejadian

yang

menimbulkan

iskemia,

hipoksia, edema, lesi, hemorargi.


Trauma medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5
- Lesi L1

: Kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan bagian
dari
bokong.
- Lesi L2

: Ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior

paha.
- Lesi L3

: Ekstremitas bagian bawah.

- Lesi L4

: Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.

- Lesi L5

: Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.

E. MANIFESTASI KLINIS.
a. nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang
terkena
b. paraplegia
c. tingkat neurologik
d. paralisis sensorik motorik total
e. kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
f. penurunan keringat dan tonus vasomoto
g. penurunan fungsi pernafasan
h. gagal nafas

F. PEMERIKSAN DIAGNOSTIK.
a. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi), unutk
kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
b. Skan ct
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
c. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
d. Mielografi.
Untuk

memperlihatkan kolumna

spinalis

(kanal

vertebral) jika

faktor

putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub
anakhnoid

medulla

spinalis

(biasanya

tidak

akan

dilakukan

setelah

mengalami luka penetrasi).


e. Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada
diafragma, atelektasis)
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume
inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian
bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot
interkostal).
g. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
G. KOMPLIKASI.
a. Neurogenik shock.
b. Hipoksia.
c. Gangguan paru-paru
d. Instabilitas spinal
e. Orthostatic Hipotensi
f. Ileus Paralitik
g. Infeksi saluran kemih

h. Kontraktur
i. Dekubitus
j. Inkontinensia blader
k. Konstipasi
H. PENATALAKSANAAN.
a. Penatalaksanaan Kedaruratan
pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena
penatalaksanaan

yang

tidak

tepat

dapat

menyebabkan

kerusakan

kehilangan fungsi neurologik.Korban kecelakaan kendaraan bermotor atau


kecelakaan berkendara , Trauma olahraga kontak, jatuh,atau trauma
langsung

pada

kepala

dan

leher

dan

leher

harus

dipertimbangkan

mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan.


1)

Ditempat

kecelakaan,

korban

harus

dimobilisasi

pada

papan

spinal( punggung) ,dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk
mencegah Trauma komplit.
2) Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah
fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
3) Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan
traksi dan kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal
dipasang.
4) Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati- hati
keatas papan untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya
gerakan

memuntir

dapat

merusak

medula

spinais

ireversibel

yang

menyebabkan fragmen tulang vertebra terputus, patah, atau memotong


medula komplit.
Sebaiknya pasien dirujuk keTrauma spinal regional atau pusat trauma
karena personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk
menghadapi perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama
setelah Trauma.Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen
kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan .

Pemindahan pasien ketempat tidur menunjukkan masalah perawat yang


pasti. Pasien harus dipertahankan dalam posisi eksternal.Tidak ada bagian
tubuh yang terpuntir atau tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan
mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka
pembalik lain ketika merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya
jika sudah terbukti bahwa ini bukan Trauma medula, pasien dapat
dipindahkan ketempat tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadang- kadang
tindakan ini tidak benar.Jika stryker atau kerangka pembalik lain tidak
tersedia pasien harus ditempatkan diatas matras padat dengan papan
tempat tidur dibawahnya.
b. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis ( Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula
spinalis lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit
neurologis. Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi
dan kestabilan kardiovaskuler.
I.FARMAKOTERAPY.
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema
medulla.
Tindakan Respiratori
1) Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.
2) Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi
atau eksistensi leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.
3) Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk
pasien dengan lesi servikal yang tinggi.
Reduksi dan Fraksi skeletal
1) Trauma medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi, dislokasi,
dan stabilisasi koluma vertebrata.
2) Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk
traksi skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.

3) Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi


Intervensi bedah = Laminektomi
Dilakukan Bila :
1) Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi
2) Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal
3) Trauma terjadi pada region lumbar atau torakal
4) Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur
spinal atau dislokasi atau dekompres medulla.
J. PENCEGAHAN.
Faktor faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis meliputi
usia dan jenis kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor resiko ini
dikaitkan dengan Trauma medula spinalisbertindak untuk menekankan
pentingnya pencegahan primer. Untuk mencegah kerusakan dan bencana ini
, langkah- langkah berikut perlu dilakukan :
1) Menurunkan kecepatan berkendara.
2) Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.
3) Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
4) Program pendidikaan langsung untuk mencegah berkendara sambil
mabuk.
5) Mengajarkan penggunaan air yang aman.
6) Mencegah jatuh.
7) Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik latihan.
Personel

paramedis

diajarkan

pentingnya

memindahkan

korban

kecelakaan mobil dari mobilnya dengan tepat dan mengikuti metode


pemindahan korban yang tepat kebagian kedaruratan rumah sakit untuk
menghindari kemungkinan kerusakan lanjut dan menetap pada medula
spinalis.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN TRAUMA MEDULLA SPINALIS


A. Pengkajian
a.1. Pengkajian Primer
1). Airway.
Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar
dalam keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita
yang tidak sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan,
jatuhnya pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk
membebaskan jalan napas harus melindungi vertebra servikalis (cervical
spine control), yaitu tidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang
berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat melakukan chin lift atau jaw
thrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar melalui hidung.
Bila

ada

sumbatan

maka

dapat

dihilangkan

dengan

cara

membersihkan dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi
jalan

napas

selanjutnya

dilakukan

pemasangan

pipa

orofaring.

Bila

hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas.


2). Breathing.
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila
tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan
jalan napas belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila
memungkinkan sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal.1,3,5,6,7,8.
3). Circulation.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat
kesadaran dan denyut nadi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah
mencari ada tidaknya perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur
kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh,
dan

lambat

normovolemik.
4). Disability.

biasanya

menunjukkan

status

sirkulasi

yang

relatif

Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya kesadaran


pasien.
5). Exprosure,
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam keadaan
sadar (GCS 15) dengan :Simple head injury bila tanpa deficit neurology
a) Dilakukan rawat luka
b) Pemeriksaan radiology
c) Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila terjadi
penurunan kesadaran segera bawa ke rumah sakit
a.2. Pengkajian Skunder.
1). Aktifitas /Istirahat.
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi.
Kelemahan umum / kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
2). Sirkulasi.
Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
3). Eliminasi.
Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis
berwarna seperti kopi tanah /hematemesis.
4). Integritas Ego.
5). Takut, cemas, gelisah, menarik diri.
6). Makanan /cairan.
Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
7). Higiene.
Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
8). Neurosensori.
Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi
perubahan pada syok spinal).Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat
kembaki normak

setelah syok

spinal sembuh).Kehilangan tonus otot

/vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon dalam.

Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena
karena pengaruh trauma spinal.
9). Nyeri /kenyamanan.
Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
10). Pernapasan.
Pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki,
pucat, sianosis.
11). Keamanan.
Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
12). Seksualitas.
Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.
B. Diagnosa Keperawatan.
a.

Ketidak

kelemahan

efektifan

pola

/paralisis

pernapasan

otot-otot

yang

abdomen

berhubungan
dan

dengan

intertiostal

dan

ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi.


b. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan fungsi
motorik dan sesorik.
c. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan
penurunan immobilitas, penurunan sensorik.
d.

Retensi

urine

yang

berhubungan

dengan

ketidakmampuan

untuk

berkemih secara spontan.


e. Konstipasi berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai akibat
gangguan autonomik.
f. Nyeri yang berhubungan dengan pengobatan immobilitas lama, Trauma
psikis dan alt traksi
C. Perencanaan dan Implementasi.
Tujuan perencanaan dan implementasi dapat mencakup perbaikan pola
pernapasan,

perbaikan

mobilitas,

pemeliharaan

integritas

kulit,

menghilangkan retensi urine, perbaikan fungsi usus, peningkatan rasa


nyaman, dan tidak terdapatnya komplikasi.
D. Intervensi.
a. Tujuan : Meningkatkan pernapasan yang adekuat
Kriteria hasil : Batuk efektif, pasien mampu mengeluarkan seket, bunyi
napas normal, jalan napas bersih, respirasi normal, irama dan jumlah
pernapasan, pasien, mampu melakukan reposisi, nilai AGD : PaO2> 80
mmHg, PaCO2 = 35-45 mmHg, PH = 7,35 7,45
E. Rencana Tindakan 1.
1). Kaji kemampuan batuk dan reproduksi sekret
R/ Hilangnya kemampuan motorik otot intercosta dan abdomen berpengaruh
terhadap kemampuan batuk.
2). Pertahankan jalan nafas (hindari fleksi leher, brsihkan sekret)
R/ Menutup jalan nafas.
3). Monitor warna, jumlah dan konsistensi sekret, lakukan kultur
R/ Hilangnya refleks batuk beresiko menimbulkan pnemonia.
4). Lakukan suction bila perlu
R/ Pengambilan secret dan menghindari aspirasi.
5). Auskultasi bunyi napas
R/ Mendeteksi adanya sekret dalam paru-paru.
6). Lakukan latihan nafas
R/ mengembangkan alveolu dan menurunkan prosuksi sekret.
7). Berikan minum hangat jika tidak kontraindikasi
R/ Mengencerkan sekret
8). Berikan oksigen dan monitor analisa gas darah
R/ Meninghkatkan suplai oksigen dan mengetahui kadar olsogen dalam
darah.
9). Monitor tanda vital setiap 2 jam dan status neurologi
R/ Mendeteksi adanya infeksi dan status respirasi.

b. Tujuan : Memperbaiki mobilitas


Kriteria Hasil : Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya
kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit
/kompensasi, mendemonstrasikan teknik /perilaku yang memungkinkan
melakukan kembali aktifitas.
F. Rencana Tindakan 2.
1). Kaji fungsi-fungsi sensori dan motorik pasien setiap 4 jam.
R/ Menetapkan kemampuan dan keterbatasan pasien setiap 4 jam.
2). Ganti posisi pasien setiap 2 jam dengan memperhatikan kestabilan tubuh
dan kenyamanan pasien.
R/ Mencegah terjadinya dekubitus.
3). Beri papan penahan pada kaki
R/ Mencegah terjadinya foodrop
4). Gunakan otot orthopedhi, edar, handsplits
R/ Mencegah terjadinya kontraktur.
5). Lakukan ROM Pasif setelah 48-72 setelah Trauma 4-5 kali /hari
R/ Meningkatkan stimulasi dan mencehag kontraktur.
6). Monitor adanya nyeri dan kelelahan pada pasien.
R/ Menunjukan adanya aktifitas yang berlebihan.
7). Konsultasikan kepada fisiotrepi untuk latihan dan penggunaan otot
seperti splints
R/ Memberikan pancingan yang sesuai.
c. Tujuan : Mempertahankan Intergritas kulit
Kriteria Hasil : Keadaan kulit pasien utuh, bebas dari kemerahan, bebas dari
infeksi pada lokasi yang tertekan.
G. Rencana Tindakan 3.
1). Kaji faktor resiko terjadinya gangguan integritas kulit
R/ Salah satunya yaitu immobilisasi, hilangnya sensasi, Inkontinensia bladder
/bowel.

2). Kaji keadaan pasien setiap 8 jam


R/ Mencegah lebih dini terjadinya dekubitus.
3). Gunakan tempat tidur khusus (dengan busa)
R/ Mengurangi tekanan 1 tekanan sehingga mengurangi resiko dekubitas
4). Ganti posisi setiap 2 jam dengan sikap anatomis
R/ Daerah yang tertekan akan menimbulkan hipoksia, perubahan posisi
meningkatkan sirkulasi darah.
5). Pertahankan kebersihan dan kekeringan tempat tidur dan tubuh pasien.
R/ Lingkungan yang lembab dan kotor mempermudah terjadinya kerusakan
kulit
6). Lakukan pemijatan khusus / lembut diatas daerah tulang yang menonjol
setiap 2 jam dengan gerakan memutar.
R/ Meningkatkan sirkulasi darah
7). Kaji status nutrisi pasien dan berikan makanan dengan tinggi protein
R/ Mempertahankan integritas kulit dan proses penyembuhan
8). Lakukan perawatan kulit pada daerah yang lecet / rusak setiap hari
R/ Mempercepat proses penyembuhan
d. Tujuan : Peningkatan eliminasi urine
Kriteria Hasil : Pasien dpat mempertahankan pengosongan blodder tanpa
residu dan distensi, keadaan urine jernih, kultur urine negatif, intake dan
output cairan seimbang
H. Rencana tindakan 4.
1). Kaji tanda-tanda infeksi saluran kemih
R/ Efek dari tidak efektifnya bladder adalah adanya infeksi saluran kemih
2). Kaji intake dan output cairan
R/ Mengetahui adekuatnya gunsi gnjal dan efektifnya blodder.
3). Lakukan pemasangan kateter sesuai program
R/ Efek trauma medulla spinalis adlah adanya gangguan refleks berkemih
sehingga perlu bantuan dalam pengeluaran urine
4). Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter setiap hari

R/ Mencegah urine lebih pekat yang berakibat timbulnya ..


5). Cek bladder pasien setiap 2 jam
R/ Mengetahui adanya residu sebagai akibat autonomic hyperrefleksia
6).Lakukan pemeriksaan urinalisa, kultur dan sensitibilitas
R/ Mengetahui adanya infeksi
7). Monitor temperatur tubuh setiap 8 jam
R/ Temperatur yang meningkat indikasi adanya infeksi.
e. Tujuan : Memperbaiki fungsi usus
Kriteria hasil : Pasien bebas konstipasi, keadaan feses yang lembek,
berbentuk.
I. Rencana tindakan 5.
1). kaji pola eliminasi bowel
R/ Menentukan adanya perubahan eliminasi
2). Berikan diet tinggi serat
R/ Serat meningkatkan konsistensi feses
3). Berikan minum 1800 2000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi
R/ Mencegah konstipasi
4). Auskultasi bising usus, kaji adanya distensi abdomen
R/ Bising usus menentukan pergerakan perstaltik
5). Hindari penggunaan laktasif oral
R/ Kebiasaan menggunakan laktasif akan tejadi ketergantungan
6). Lakukan mobilisasi jika memungkinkan
R/ Meningkatkan pergerakan peritaltik
7). Berikan suppositoria sesuai program
R/ Pelunak feses sehingga memudahkan eliminasi
8). Evaluasi dan catat adanya perdarah pada saat eliminasi
R/ Kemungkinan perdarahan akibat iritasi penggunaan suppositoria
f. Tujuan : Memberikan rasa nyaman
Kriteria

hasil

Melaporkan

penurunan

rasa

nyeri

/ketidak

nyaman,

mengidentifikasikan cara-cara untuk mengatasi nyeri, mendemonstrasikan

penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai kebutuhan


individu.

J. Rencana tindakan 6.
1).

Kaji

terhadap

adanya

nyeri,

bantu

pasien

mengidentifikasi

dan

menghitung nyeri, misalnya lokasi, tipe nyeri, intensitas pada skala 0 1R/ Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat Trauma misalnya dada /
punggung atau kemungkinan sakit kepala dari alat stabilizer
2). Berikan tindakan kenyamanan, misalnya, perubahan posisi, masase,
kompres hangat / dingin sesuai indikasi.
R/ Tindakan alternatif mengontrol nyeri digunakan untuk keuntungan
emosionlan, selain menurunkan kebutuhan otot nyeri / efek tak diinginkan
pada fungsi pernafasan.
3). Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya, pedoman imajinasi
visualisasi, latihan nafas dalam.
R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping
4). Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, relaksasi otot, misalnya
dontren (dantrium); analgetik; antiansietis.misalnya diazepam (valium)
R/ Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme /nyeri otot atau untuk
menghilangkan-ansietas dan meningkatkan istrirahat.
K. Evalusi.
a. Klien dapat meningkatkan pernafasan yang adekuat
b. Klien dapat memperbaiki mobilitas
c. Klien dapat mempertahankan integritas kulit
d. klien mengalami peningkatan eliminasi urine
e. Klien mengalami perbaikan usus / tidak mengalami konstipasi

f. Klien menyatakan rasa nyaman

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner& Suddarth,
2001).Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu :kecelakaan otomobil,
industri terjatuh, olah-raga, menyelam ,luka tusuk, tembak dan tumor.
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat
merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal,
segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut
saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis
menjadi

terganggu,

tidak

hanya

ini

saja

tetapi

proses

patogenik

menyebabkan kerusakan yang terjadi pada Trauma medulla spinalis akut.


Suatu

rantai

sekunder

kejadian-kejadian

yang

menimbulakn

iskemia,

hipoksia, edema, lesi, hemorargi.


Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat
penting, karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan
kerusakan kehilangan fungsi neurologik.Pada kepala dan leher dan leher
harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti
Trauma

ini

disingkirkan.

Memindahkan

pasien,

selama

pengobatan

didepartemen kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan


pemindahan.
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma medula
spinalis berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap penyakit
lainnya,karena kesalah dalam memberikan asuhan keperawatan dapat
menyebabkan Trauma semakin komplit dan dapat menyebabkan kematian.
B. SARAN.
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat
menjaga kesehatannya terutama pada bagian tulang belakang agar Trauma
medula spinalis dapat terhindar. Adapun jika sudah terjadi , mahasiswa dapat
melakukan perawatan seperti yang telah tertulis dalam makalah ini
Diposkan 25th July 2012 oleh eldepratama mehagamedan
Label: Kedokteran Gadjah Mada

You might also like