Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Dr Bayu Primahatmaja
Pembimbing:
Dr Nunik
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................................
1. PENDAHULUAN....................................................................................................................
1.1. Latar Belakang...................................................................................................................
1.2.Rumusan Masalah...............................................................................................................
1.3.Tujuan.................................................................................................................................
1.3.1.............................................................................................................Tujuan Umum
4
1.3.2............................................................................................................Tujuan Khusus
4
1.4.Manfaat...............................................................................................................................
1.4.1..................................................................................................Manfaat bagi Penulis
4
1.4.2............................................................................................Manfaat bagi Puskesmas
5
1.4.3...........................................................................................Manfaat bagi Masyarakat
5
2. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................
2.1.Pusat Kesehatan Masyarakat ( Puskesmas ).......................................................................
2.1.1.Gambaran Umum Puskesmas...................................................................................
2.1.2.Profil Puskesmas Murung Pudak..............................................................................
3. METODOLOGI.....................................................................................................................
3.1.Identifikasi Penyebab Masalah.........................................................................................
3.2. A
n
a
l
i
s
i
s
M
a
s
a
l
a
h
.......
2
4
4. PEMECAHAN MASALAH..................................................................................................
4.1.Intervensi Pemecahan Masalah Berdasarkan Penyebab Masalah....................................
4.2.Perincian Intervensi Pemecahan Masalah........................................................................
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya
dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah
dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Menurut Departemen Kesehatan
(2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak
(19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). WHO (1999)
mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok
yaitu: rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi (30%).4,5
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah
Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Dusenas menunjukkan bahwa
jumlah balita yang BB/U < -3 SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningkatkan
dari 6,3 % menjadi 7,2 % tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6% pada tahun 1995.
Upaya Pemerintah antara lain melalui pemberian makanan tambahan dalam jaringan
pengaman sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan
tatalaksana gizi buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk
menjadi 10,1% pada tahun 1998, 8,1% pada tahun 1999, dan 6,3% tahun 2001. Namun
pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali 7% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15%.4,7
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dan Laporan Survei Departemen
Kesehatan-Unicef tahun 2005, dari 343 kabupaten/kota di Indonesia penderita gizi buruk
sebanyak 169 kabupaten/kota tergolong prevalensi sangat tinggi dan 257 kabupaten/kota
lainnya prevalensi tinggi. Dari data Depkes juga terungkap masalah gizi di Indonesia
ternyata lebih serius dari yang kita bayangkan selama ini. Gizi buruk atau anemia gizi
tidak hanya diderita anak balita, tetapi semua kelompok umur. Perempuan adalah yang
paling rentan, disamping anak-anak. Sekitar 4 juta ibu hamil, setengahnya mengalami
anemia gizi dan satu juta lainnya kekurangan energi kronis (KEK). Dalam kondisi itu,
rata-rata setiap tahun lahir 350.000 bayi lahir dengan kekurangan berat badan (berat
badan rendah).4
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan
kesehatan masyarakat merupakan salah satu tataran pelaksanaan pendidikan dan
pemantauan kesehatan masyarakat. Pemantauan dan deteksi tumbuh kembang anak,
termasuk di dalamnya ganguan gizi, pada usia dini merupakan bagian dari tugas tenaga
kesehatan puskesmas di wilayah kerjanya masing-masing. Apabila tidak dilakukan
pemantauan dan dan deteksi tumbuh kembang anak usia dini secara benar dan cermat,
maka disfungsi tersebut dimungkinkan akan menjadi kelainan permanen pada diri anak.
1,2,3
menjadi sangat penting. Atas latar belakang tersebut dilaksanakan mini project sosialisasi
dan pelatihan deteksi dan intervensi gizi buruk pada anak kepada kader kesehatan di
Kelurahan Sanan Wetan. Melalui upaya tersebut diharapkan puskesmas sebagai ujung
tombak pelayanan kesehatan masyarakat dapat turut mempersiapkan anak Indonesia
menjadi calon generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas, tangguh dan berbudi luhur.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
-
Peningkatan
kualitas
pelayanan
kesehatan
masyarakat
di
Puskesmas Sananwetan?
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Penulis
-
Berperan serta dalam upaya deteksi dan intervensi dini gizi buruk.
Mengaplikasikan pengetahuan mengenai program deteksi dan
Menambah
pemahaman
para
tenaga
kesehatan
puskesmas
Sebagai
bahan
evaluasi
bagi
Puskesmas
Sananwetan
tentang
gambaran
Masyarakat terfasilitasi dalam program deteksi dan intervensi dini gizi buruk pada
anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat
badan menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely
underweight (Kemenkes RI, 2011), sedangkan menurut Depkes RI
2008, keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak berdasarkan indeks
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan
tanda-tanda
klinis
marasmus,
kwashiorkor
dan
marasmus-
kwashiorkor.1,4
2. Epidemiologi
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun
Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data
Susenas menunjukkan bahwa jumlah balita yang BB/U <-3SD Z-score
WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningka tdari 6,3% menjadi 7,2%
tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6 % padatahun 1995. Upaya
pemerintahan tara lain melalui Pemberian Makanan Tambahan dalam
Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui
pelatihan-pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan,
berhasil
1998; 8,1% tahun 1999 dan 6,3 % tahun 2001. Namun pada tahun
2002 terjadi peningkatan kembali menjadi 8% dan pada tahun 2003
menjadi 8,15 %. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi
buruk dengan gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmuskwashiorkor) umumnya disertai dengan penyakit infeksi seperti diare,
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Tuberkulosis (TB) serta penyakit
infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54 % angka
kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19 % diare, 19%
ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria dan 32 % penyebab lain.5
Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami
perbaikan. Hal ini dapat dilihat antara lain dari penurunan prevalensi
gizi buruk pada anak balita dari 5,4% pada tahun 2007 menjadi 4,9%
6
atau
karena
Gangguan
kelainan
berat
metabolic
setiap
atau
system
malformasi
tubuh
dapat
mengakibatkan malnutrisi.6
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.
Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut),
tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah
kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan
pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak
tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan,
karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus
adalah : Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar
lemak serta otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit, wajah
seperti orang tua, Iga gambangm perut cekung, otot paha mengendor
(baggy pant), cengeng, rewel dan setelah mendapat makan anak
masih terasa lapar
3.2 Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger
baby),
bilamana
dietnya
mengandung
cukup
energi
disamping
Walaupun
defisiensi
kalori
dan
nutrien
lain
mempersulit
mungkin kecil
dan tipis dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak yang berambut
hitam, dispigmentasi menghasilkan corak merah atau abu-abu pada
warna rambut (hipokromotrichia) .6
Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya
anoreksia, mual, muntah, dan diare terus menerus. Otot menjadi
lemah, tiois, dan atrofi, tetapi kadang-kadang mungkin ada kelebihan
lemak subkutan. Perubahan mental, terutama iritabilitas dan apati
sering ada. Stupor, koma dan meninggal dapat menyertai.6
Ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah perubahan
status
mental
cengeng,
rewel,
kadang
apatis,
rambut
tipis
membulat
dan
sembab,
pandangan
mata
anak
sayu,
kelainan
rambut,
kelainan
kulit,
sedangkan
kelainan
konsumsi balita
serta
kuantitas
ketersediaannya.
pengetahuan
gizi
seseorang,maka
ia
akan
semakin
10
pula
pada
factor
social
ekonomi
lainnya
seperti
akses
kesehatan
mencakup
pelayanan
kedokteran
Secara
umum
akses
kesehatan
masyarakat
adalah
preventif
(pencegahan)
dan
promotif
(peningkatan
11
bahwa
akses
kesehatan
masyarakat
tidak
melakukan
masyarakat
yang
optimal
kebutuhan
kesehatan
dan
yang
kurang
seperti
berat
badan
yang
kurang
12
bahu lengan pantat dan pah; tulang iga terlihat jelas dengan atau
tanpa adanya edema.7
5. Alur dan Penatalaksanaan Gizi Buruk
5.1. Deteksi Dini
Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dapat dilakukan pada semua tingkat
pelayanan. Deteksi dini ini dilakukan dengan mengukur tinggi badan, berat badan, dan
lingkar kepala. Adapun pelaksana dan alat yang digunakan adalah sebagai berikut : 1,3
Tingkat Pelayanan
Keluarga
Masyarakat
Pelaksana
Orang tua
KMS
Kader kesehatan
Timbangan dacin
Petugas PADU, BKB, TPA,
dan guru TK
Dokter
Tabel BB/TB
Bidan
Grafik LK
Perawat
Timbangan
Ahli Gizi
Alat ukur tinggi badan
Petugas Lainnya
Pita pengukur lingkar kepala
Puskesmas
Keterangan:
PADU
BKB
TPA
TK
: Taman Kanak-Kanak
LK
: Lingkar Kepala
Tabel 5. Pelaksana dan Alat yang Digunakan pada Deteksi Dini Pertumbuhan
Diambil dari: Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi
Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI, 2006. Hal. 41
3,7
13
kaki, jaket, topi, jam tangan, kalung, dan tidak memegang sesuatu
Anak berdiri di atas timbangan tanpa dipegangi
Lihat jarum timbangan sampai berhenti
Baca angka yang ditunjukan oleh jarum timbangan atau angka timbangan
Jika anak terus menerus bergerak, perhatikan gerakan jarum, baca angka di
tengah-tengah antara gerakan jarum ke kanan dan ke kiri.
14
Gambar 1. Posisi
ketika dilakukan
pengukuran
panjang badan
Cara
mengukur
dengan
Anak tidak memakai
posisi berdiri
sandal
atau
sepatu
agak kencang.
Baca angka pada pertemuan dengan angka 0
Tanyakan tanggal lahir bayi / anak, hitung umur bayi / anak
Hasil pengukuran dicatat pada grafik lingkaran kepala menurut umur dan
jenis kelamin anak
Buat garis yang menghubungkan antara ukuran yang lalu dengan ukuran
sekarang
Lingkar Kepala
Anak
Interpretasi :
Jika ukuran lingkaran kepala anak berada di dalam jalur hijau maka lingkaran
kepala anak normal
16
Jika ukuran lingkaran kepala anak berada diluar jalur hijau maka lingkaran kepala
Intervensi :
Puskesmas
Pelaksana
Orang tua
Buku KIA
Kader kesehatan, BKB, TPA
Petugas Pusat PADU terlatih KPSP
Guru TK terlatih
TDL
TDD
Dokter
KPSP
Bidan
TDL
Perawat
TDD
Keterangan:
PADU
BKB
TPA
TK
: Taman Kanak-Kanak
KIA
KPSP
TDL
TDD
Diambil dari: Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI, 2006. Hal. 41
17
o Skrining Perkembangan
Menurut batasan WHO, skrining adalah prosedur yang relatif cepat, sederhana
dan murah untuk populasi yang asimtomatik tetapi mempunyai risiko tinggi atau
dicurigai mempunyai masalah. Blackman (1992) menganjurkan agar bayi atau anak
dengan risiko tinggi (berdasarkan anamnesis atau pemeriksaan fisik rutin) harus
dilakukan skrining perkembangan secara periodik. Sedangkan bayi atau anak dengan
risiko rendah dimulai dengan kuesioner praskrining yang diisi atau dijawab oleh
orangtua. Bila dari kuesioner dicurigai ada gangguan tumbuh kembang dilanjutkan
dengan skrining. 1,3
A. Skrining/ Pemeriksaan Perkembangan Anak Menggunakan Kuesioner Pra
Skrining Perkembangan ( KPSP )
Kuesioner ini diterjemahkan dan dimodifikasi dari Denver Prescreening
Developmental Questionnaire (PDQ) oleh tim Depkes RI yang terdiri dari beberapa
dokter spesialis anak, psikiater anak, neurolog, THT, mata dan lain-lain pada tahun 1986.
Tujuan skrining / pemeriksaan perkembangan anak menggunakan KPSP adalah untuk
mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan. 1,6
Jadwal skrining / pemeriksaan KPSP adalah pada umur 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24,
30,36, 42, 48, 54, 60, 66 dan 72 bulan. Jika anak belum mencapai umur skrining tersebut,
minta ibu datang kembali pada umur skrining yang terdekat untuk pemeriksaan rutin.
Misalnya bayi umur 7 bulan, diminta datang kembali untuk skrining pada umur 9 bulan.
Apabila orang tua datang dengan keluhan anaknya mempunyai masalah tumbuh
kembang sedangkan umur anak bukan umur skrining maka pemeriksaan menggunakan
KPSP untuk umur skrining terdekat yang lebih muda. 6
o Alat / instrument yang digunakan adalah :
Alat Bantu pemeriksaan berupa : pensil, kertas, bola sebesar bola tennis, kerincingan,
kubus berukuran sisi 2,5 cm sebanyak 6 buah, kismis, kacang tanah, potongan biscuit
kecil berukuran 0,5-1 cm.
18
Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal, bulan dan tahun anak lahir.Bila
umur anak lebih dari 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan. Contoh : bayi umur 3 bulan
16 hari, dibulatkan menjadi 4 bulan. Bila umur bayi 3 bulan 15 hari dibulatkan
menjadi 3 bulan.
Setelah menentukan umur anak, pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak.
Perintahkan kepada ibu/pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan tugas yang
tertulis pada KPSP. Contoh: Pada posisi bayi anda telentang, tariklah bayi anda pada
pergelangan tangannya secara perlahan-lahan ke posisi duduk.
Jelaskan kepada orangtua agar tidak ragu-ragu atau takut menjawab, oleh karena itu
pastikan ibu/pengasuh anak mengerti apa yang ditanyakan kepadanya.
Tanyakan pertanyaan tersebut secara berurutan, satu persatu. Setiap pertanyaan hanya
ada 1 jawaban, Ya atau Tidak. Catat jawaban tersebut pada formulir.
Jawaban Ya : Bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak bisa atau pernah atau
Untuk jawaban Tidak, perlu dirinci jumlah jawaban tidak menurut jenis
keterlambatan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan
kemandirian).
19
5.2 Pengobatan
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase
stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus
trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase.
Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus
maupun marasmik-kwarshiorkor.
1. Tahap Penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima
makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi
protein (TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat,
adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada
kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika
berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa
makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi.
Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara
berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila
ada, berikan ASI.
Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan
seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan
dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan
biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan
sehari.
b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara
bertahap dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap
selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa,
dan
20
21
garis
jiwa
besar,
karena
dalam
kondisi
berberbagai
akut, gizi
disfungsi
buruk
yang
di
bisa
alami,
akibatnya
anak
tidak
dapat
catch
up
dan
mengejar
22
perkembangn
kognitif,
penurunan
integrasi
sensori,
Sananwetan
berbatas
wilayah
sebelah
utara
dengan
23
24
25
Jumlah Penduduk sampai dengan tahun 2014 berdasarkan data statistik tiap
kelurahan di Kecamatan Sananwetan sejumlah 53.821 jiwa dengan jumlah KK 17.995
serta mayoritas penduduk memeluk agama Islam. Adapun jumlah Penduduk Gakin /
non Gakin dapat dilihat pada tabel berikut :
Distribusi jumlah penduduk gakin dan non gakin di Wilayah Kecamatan
Sananwetan tahun 2014 (berdasarkan data survei tahun 2009)
26
27
mempermudah
jangkauan
masyarakat
untuk
menggunakan
28
mencegah
dan
mengatasi
permasalahan
kesehatan
yang
2.
3.
Keuangan
4.
5.
Pengelola sarpras
6.
Loket
7.
Caraka
Upaya Kesehatan Masyarakat dan Perorangan
Upaya Kesehatan Wajib
Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya pelayanan Penunjang
1.
2.
Laboratorium
3.
Apotik
Upaya Pelayanan Inovasi
1.
PONED
2.
MTBS
3.
PKPR/Jiwa
Jaringan Pelayanan Puskesmas
Puskesmas Pembantu
8.2.4. Susunan Kepegawaian dan Perlengkapan
a. Susunan Kepegawaian
30
31
b.
Perlengkapan
Sarana Fisik Gedung Puskesmas
No.
BANGUNAN
KONDISI FISIK
JML
BUA
H
Pusk.Induk
Rawat Inap
Puskesmas
3 Pembantu
LUAS
TANAH
TAHUN
DAYA
LUAS
DIBANGU
BANGUNAN
N
LISTRIK
m2
m2
( WATT )
2136.4
496.5
1975
1300
420
2005
3000
a. Pustu Bendil
336
70
1980
1300
b. Pustu Bendogerit
660
70
1990
900
c. Pustu Gedog
d. Pustu Plosokerep
155.26
56
1979
900
e. Pustu Klampok
450
70
1996
900
f. Pustu Rembang
308
70
1990
900
Poskesdes
Posyandu
59
Jenis
Jumlah
BAIK
Kendaraan
KONDISI
KELAYAKAN
SEDAN
G
RUSAK
YA
TIDAK
Roda 4
( Empat )
2
Kendaraan
Roda
2 ( dua )
32
Alat-alat Kesehatan
Alat alat kesehatan yang ada di UPTD puskesmas Sananwetan terdiri dari :
1. PERALATAN UNTUK DIAGNOSTIK KLINIK
2. PERALATAN UNTUK KESEHATAN GIGI
3. PERALATAN UNTUK LABORATORIUM
4. PERALATAN UNTUK TINDAKAN MEDIS
5. LINEN
6. PERALATAN UNTUK PENYULUHAN
7. PERALATAN NON-MEDIK
8.2.5. Program Kesehatan Puskesmas Kecamatan Sananwetan
Berdasarkan
Penilaian
Kinerja
Puskesmas
program
pelayanan
dari :
Promosi Kesehatan
Kesehatan lingkungan
Upaya Perbaikan gizi
Kesehatan Ibu Dan Anak Termasuk Keluarga Berencana
Upaya Pencegahan Dan Pemberantaasan Penyakit Menular
Pengobatan
2. Program Manajemen Puskesmas
Program manajemen puskesmas di Puskesmas Sananwetan terdiri dari :
Manajemen Operasional Puskesmas
Manajemen Alat Dan Obat
Manajemen Keuangan Di Puskesmas
Manajemen Ketenagaan
Manajemen Pengolahan Barang/Aset
3. Program Pengembangan / inovatif
Program pengembangan / inovatif di Puskesmas Sananwetan terdiri dari
:
a. Upaya Kesehatan Usia Lanjut
b. Upaya kesehatan Mata/pencegahan kebutaan
c. Upaya Kesehatan Telinga / Pencegahan Gangguan Pendengaran
d. Kesehatan Jiwa
33
j.
k. Pengembangan Ukbm
l.
Program Gizi
34
BAB III
METODE PENGUMPULAN DATA, PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
data tentang pengetahuan terkait tanda gejala, pencegahan serta deteksi dini.
3.1.5
Semua jenis data yang dikumpulkan pada mini project ini adalah data berupa hasil
intervensi. Pengumpulan data yang dilakukan dengan pengisian kuesioner dengan langkahlangkah sebagai berikut:
a. Pelaksana dalam hal ini dokter internship Puskesmas Sananwetan meminta persetujuan
responden untuk melakukan pengisian kuesioner.
b. Memberikan penjelasan tentang tujuan pengumpulan data dan sifat keikutsertaan
responden dalam hal ini.
35
c. Membagikan
kuesioner
kepada
responden
yaitu
kader
Posyandu
Kelurahan
Sananwetan.
d. Memberikan penjelasan kepada responden pada masing-masing pertanyaan yang belum
jelas dan mendampingi selama pengisian kuesioner.
e. Kuesioner yang telah diisi, dikumpulkan dan diperiksa kelengkapannya.
3.2 Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
3.2.1 Metode Intervensi
Metode intervensi yang digunakan dalam mini project ini adalah penyuluhan group
discussion dengan alat bantu slide dengan kuesioner yang dibagikan sebelumnya.
Kuesioner akan diberikan dalam bentuk soal pilihan ganda.
3.2.2
Petugas Penyuluhan
Sasaran Penyuluhan
Sasaran kegiatan mini project ini adalash kader Posyandu Kelurahan Sananwetan
36
BAB IV
HASIL
Berdasarkan hasil test yang diperoleh dari total lima puluh orang
subjek, ditemukan hasil sebagai berikut:
Nilai 85
Nilai 71
Nilai 57
Nilai 22
Nilai 100
mengalami
kesulitan
dalam
bagian
ini,
terutama
mengenai
Tanda Gejala
Deteksi Dini
20
40
60
80
100
120
37
Komposisi Hasil Tes terhadap Pengetahuan mengenai Tanda dan Gejala Gizi Buruk
Nilai 0
Nilai 50
Nilai 100
Komposisi Hasil Tes Peserta terhadap Pengetahuan mengenai Deteksi Dini Gizi Buruk
38
Nilai 66
Nilai 100
39
BAB V
KESIMPULAN
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI, 2006.
2. Depkes RI. Pedoman Kerja Puskesmas Mengacu Indonesia Sehat 2010. Jakarta, 2003.
3. Djauhar
Ismail.
Deteksi
Dini
Tumbuh
Kembang
Anak.
Diundur
dari:
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195604121983011ATANG_SETIAWAN/PERKEMBANGAN_ABK/DETEKSI_DINI_TUMBUH_KEMBA
NG_ANAK.pdf pada tanggal 15 Desember 2012 pukul 09.53.
4. Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong. Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten
Tabalong 2011. Tabalong, 2011.
5. Puskesmas Murung Pudak. Profil Puskesmas Murung Pudak Tahun 2011. Tabalong, 2011.
6. Soedjatmiko. Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang Balita. Diunduh dari:
http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/3-3-12.pdf pada tanggal 16 September 2012 pukul
9.26.
7. Riset Kesehatan Dasar 2007. Pedoman pengukuran dan Pemeriksaan. Badan Litbang dan
Pengembangan Kesehatan RI Departemen Kesehatan, Jakarta 2007.
41