You are on page 1of 6

Kavitas

Kavitas didefinisikan sebagai keadaan patologis dengan gambaran gas yang mengisi
ruang dalam zona konsolidasi paru atau dalam massa atau nodul, yang terbentuk oleh
ekspulsi bagian nekrotik pada lesi melalui cabang bronkus dan secara radiologi akan tampak
gambaran lusen dalam zona konsolidasi paru, massa atau nodul. Area lusen dalam paru
mungkin dapat berisi cairan dengan gambaran air-fluid level yang dikelilingi dinding dengan
ketebalan yang bervariasi (>4 mm). Kavitas biasanya disebabkan oleh karsinoma
bronkogenik, metastase paru, vaskulitis, dan penyakit infeksius seperti abses paru, septik
emboli, tuberkulosis dan infeksi jamur.1,2

Gambar 2.1. Gambaran Kavitas pada Beberapa Penyakit


(a) Gambaran kavitas besar (panah merah) dan perluasan infiltrat pada lobus superior dekstra yang disebabkan
oleh tuberkulosis; (b) Gambaran kavitas besar (panah kuning) dengan dinding tebal lobus superior sinistra yang
disebabkan sentral nekrosis pada karsinoma; (c) Gambaran lesi yang membentuk kavitas (panah biru) yang
disebabkan Wegener granulomatosis.3

Patofisiologi Kavitas
Kavitas merupakan hasil dari salah satu dari sejumlah proses patologis yang meliputi
nekrosis supuratif (misalnya, abses paru piogenik), nekrosis kaseosa (misalnya, tuberkulosis),
nekrosis iskemik (misalnya, infark paru), dilatasi kistik struktur paru (misalnya, obstruksi
katup bola dan pneumonia pneumositis), atau perubahan jaringan paru oleh struktur kistik
(misalnya, echinococcus). Selain itu, proses keganasan mungkin membentukan kavitas terkait
nekrosis akibat pengobatan. Kemungkinan bahwa proses pembentukan kavitas tergantung
pada kedua faktor yaitu host dan sifat dari proses patogenik yang mendasari.1,2
Secara umum, beberapa proses tertentu cenderung membentuk kavitas lebih sering
dibandingkan yang lainnya. Sebagai contoh, Mycobacterium tuberculosis umumnya memiliki
prevalensi tertinggi membentuk kavitas di antara beberapa penyakt infeksi lainnya. Mungkin
dikarenakan patogen ini menyebabkan nekrosis kaseosa yang luas. Pada kasus tuberkulosis,
kecenderungan untuk membentuk kavitas jelas meningkatkan penyebaran organisme karena
kavitas mengandung sejumlah besar organisme, dan kemudian dengan mudah ditularkan ke

host lain yang rentan. Patogen lain, seperti Klebsiella pneumoniae yang berhubungan dengan
nekrosis piogenik yang luas juga sering membentuk kavitas.1,2
Predileksi untuk membentuk kavitas nekrotik mungkin dikarenakan respon inflamasi
yang mendasari bersamaan dengan aspirasi asam lambung atau faktor spesifik organisme,
seperti endotoksin. Pada umumnya, organisme subakut atau infeksi paru kronis (misalnya,
mikobakterium dan jamur) tampaknya lebih sering dikaitkan dengan terbentuknya kavitas
dari pada infeksi paru akut (misalnya virus dan Streptococcus pneumoniae). Aturan ini
memiliki banyak pengecualian (misalnya, pneumonia nekrositis akibat Staphylococcus
aureus dan K. Pneumonia). 1,2
Gambaran Thoraks untuk Menentukan Kavitas
Foto polos dada dan computed tomography (CT) merupakan modalitas radiografi
yang paling sering digunakan untuk gambaran dada. Ultrasound kurang optimal untuk
pencitraan parenkim paru karena buruknya transmisi suara melalui paru yang sebagian besar
berisi udara. Pada magnetic resonance imaging (MRI) gambaran paru akan terbatas dengan
gerakan artefaak dan resolusi untuk menggambarkan ruang relatif rendah, sehingga modalitas
ini umumnya tidak digunakan untuk memeriksa paru. CT jelas lebih sensitif dibandingkan
dengan

foto

polos

untuk

mendeteksi

kelainan

paru,

terutama

pada

pasien

immunocompromised (pasien dengan infeksi paru). Bagaimana pun, CT dapat menunjukkan


ukuran, bentuk dan ketepatan lokasi kista atau kavitas ketika lesi tidak tampak foto
konvensional.1,2

Gambar 2.2. Perbandingan Foto Polos denga CT Scan


(a) CT San dan (b) Foto polos; tampak pada gambar (a) CT scan lebih rinci memerikan
gambaran keadaan patologis paru sehingga dapat mengidentifikasi setiap kelainan seperti
adanya kavitas. Bentuk kavitas sebagai hasil dari infeksi atau penyakit yang mendasari.2

Gambaran yang digunakan untuk menbedakan diagnosis


Gambaran lesi kavitas kadang sangat berguna untuk membedakan diantara sekian
banyak etiologi yang mendasari. Namun, tetap harus dikombinasikan dengan keadaan klinis
dan data laboratorium untuk mendapatkan diagnosis yang akurat. Salah satu metode
tradisional yang digunakan untuk menggolongkan lesi kavitas adalah dengan mengukur
ketebalan dinding. Beberapa penyakit tertentu sering digambarkan dengan gambaran dinding
yang tebal atau berdingding tipis. Tentu saja, pengukuran ini akan tergantung teknik
pencitraan yang digunakan (foto polos atau CT scan).2,4
Pada salah satu penelitian pengukuran ketebalan dinding kavitas pada 399.400 foto
polos didapatkan bahwa pengukuan ketebalan ini lebih berguna untuk mempredeksikan
apakah kavitas bersifat maligna atau tidak. Kavitas dengan ketebalan dinding maksimum 4
mm atau kurang biasanya disebabkan proses non maligna. Rongga dengan ketebalan
maksimal 5-15 mm, sebesar 60% non malogna dan 40% maligna. Sedangkan, kavitas dengan
ketebalan 15 mm atau lebih biasanya 90% maligna. Pada dua penelitian ini, lokasi lesi dan
adanya air-fluid level tidak berkorelasi baik dengan maligna atau non maligna. Tidak ada
penelitian sistematik yang mendukung pengukuran ketebalan kavitas untuk membedakan
etiologi pada kavitas akibat penyakit infeksi.2,4
Walaupun pengukuran ketebalan masih banyak dipertanyakan, namun karakteristik
radiogfrafi lain mungkin dapat memberikan petunjuk tambahan untuk mengetahui penyakit
yang mendasari. Adanya kavitas di lobus superior mungkin dapat menunjukkan etiologi
mikobakterium, sedangkan lesi terbatas hanya pada satu lobus dengan beberapa pembesaran
kelenjar getah bening di mediatinum lebih dikaitkan dengan etiologi lain. Faktor non
radiografi seperti usia 50 tahun dan riwayat keganasan juga dapat dihubungkan dengan
etiologi non mikobaterium.2,4
Emfisema
Emfisema merupakan penyakit paru obstruksi kronis.

Emfisema didefinisikan

sebagai keadaan abnormal, pelebaran permanen jalan napas bagian distal hingga bronkiolius
terminal akibat kerusakan dinding bronkiolus. Penyakit ini berlangsung kronis sehingga
banyak orang tidak mengenali gejala-gejalanya sampai tahap akhir penyakit. Gambaran klinis
pada emfisema adalah pink puffer, pasien tampak kurus dan tidak sianosis (pink), pasien
tampak terengah-engah (puffer). Pada pasien emfisema akan melakukan kompensasi dengan
hiperventilasi dan penurunan curah jantung agara rasio ventilasi dengan perfusi seimbang.

Hiperventilasi menyebabkan pasein terengah-engah dan penurunan curah jantung yang


menyebabkan pasien kurus.1,5
Kerusakan pada emfisema digolongkan menjadi beberapa bentuk antara lain
sentrilobar, paraseptal dan panacinar. Emfisema sentrilobar merupakan kerusakan jalan
napas yang dimulai dari tengah, namun

selama penyakit berlangsung seluruh lobulus

sekunder paru juga terkena. Septum intralobular paru diantara lebulus yang rusak tampak
mirip dengan kista paru. Keadaan ini utamanya beruhubuangan dengan merokok, dan muncul
lebih dominan pada lobus superior. Pada emfisema, udara yang mengisi ruang membuat
bentuk poliglonal sebagai lobulus sekunder paru.1,5,6
Emfisema paraseptal meliputi bagian distal lobulus sekunder paru, duktus dan sakus
alveolus dan biasanya tampak sebagai satu baris memanjang, struktur berisi udara dengan
dinding tipis terdistribusi di daerah subpleura. Bentuk emfisema ini umumnya paling sedikit
ditemui. Emfisema panlobular, meliputi alveolus bagian distal dan bronkiolus terminal. Lebih
dominan area bawah paru dan secara umum merupakan perkembangan pada pasien dengan
defisiensi 1-antitripsin. Tidak seperti emfisema sentrilobular, bentuk ini melibatkan
parenkim paru yang lebih luas, khususnya lobus bawah.1,5,6

Gambar 2.3. Subtipe emfisema paru


Bentuk emfisema paru digolongkan menjadi beberapa bentuk antara lain sentrilobar,
paraseptal dan panacinar.5

Gambaran foto polos dada tidak menggambarkan emfisema secara langsung,


melainkan menyimpulkan diagnosis berdasarkan keadaan yang terjadi pada pasien emfisema.
Hiperinflasi paru, ditandai dengan hemidiafragma rata, gambaran radiolusen ireguler,
peningkatan udara di retrsosternal, peningkatan diameter antero-posterior dada (barrelshaped chest), celah antar koste melebar dan jantung pendulum (tear drop).2,5

Gambar 2.4. Foto dada Emfisema


(a) tampak gambaran hiperinflasi paru yang ditandai hemidiafragma rata,
lapang paru tampak lebih lusen, celah antar koste melebar; (b) Peningkatan udara retrosternal;
(c) Difragma lebih datar dibandingkan normal.7

Saat ini CT scan merupakan modalitas untuk mendeteksi emfisema. CT mampu membedakan
antara bentuk emfisema sentrolobar, paraseptal dan panlobar.2

Gambar 2.5. CT Scan Emfisema


(a) sentrolobar; (b) paraseptal; (c) panlobar.4

Daftar Pustaka
1. Beth G, Jason ES. Cavitary pulmonary disease. Durham: American Society for
Microbiology; April 2008. Vol. 21, No. 2. p. 305-333.
2. Hyeon KK, Chul-Gyu Y. Multiple cystic lung disease. Seoul: The Korean Academy of
Tuberculosis and Respiratory Diseases; 2013. Vol. 2013; 74:97-103. p. 97-98.
3. Anonim. Focal and multifocal lung disease. Colorado: American Lung Association;
2010.
4. Kemal O, Huseyin O. Imaging findings of focal and multiple cystic and cavitary lung
lesions. Konya: Departmen of Radiology, Meram Medical Faculty; 2012.
5. Masashi T, Junya F, Norihisa N, Ryutoro T, Yukihiro N, Yoko M, Hideji O, et al.
Imaging of pulmonary emphysema;: apictorial review. Toyama: Dove Medical Press;
2008. Vol. 2008:3 (2). p. 193-204.
6. William H. Learning radiology recognizing the basic. Philadelphia: Mosby Elsevier;
2007.
7. Anonim. Emphysema. Colorado: American Lung Association; 2009.

You might also like