Professional Documents
Culture Documents
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Usia
: 42 tahun
Status
: Menikah
Pekerjaan
: IRT
Alamat
: Rawasari
B. DATA DASAR
Keluhan Utama
Sakit di wajah sebelah kiri sejak 1 tahun SMRS
Riwayat pengobatan
Pasien sejak + 5 tahun yang lalu rutin mengonsumsi obat alerginya, keluhan
dirasakan membaik tetapi sering kambuh lagi.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Nadi
: 80x/menit, reguler
Suhu
: Afebris
Pemeriksaan Sistemik
Kepala
: DBN
Mata
: CA (-/-), SI (-/-)
Toraks
: DBN
Abdomen
: DBN
Ekstremitas
: DBN
Liang
&dindingtelinga
Sempit
Kelainan
Kel. Kongenital
Trauma
Radang
Nyeritekan
Cukuplapang (N)
Dekstra
+
Sinistra
+
Sempit
Hiperemis
Edema
Massa
lapang
-
lapang
-
Secret/serumen
Membran timpani
Utuh
Perforasi
Mastoid
Tesgarputala
Hidung
Hidungluar
Sinus paranasal
Rinoskopi anterior
Vestibulum
Secret
Konkha inferior
Konkha media
Septum
Massa
Bau
Warna
Jumlah
+ (N)
Sedikit
+ (N)
Sedikit
Warna
Reflekcahaya
Bulging
Retraksi
Atrofi
Nyeritekan
Tandaradang
Nyeriketok
Rinne
Schwabach
Weber
Abu-abu
Cone of light (+)
+
N
Lateralisasi (-)
Abu-abu
Cone of light (+)
+
N
Lateralisasi (-)
Deformitas
Kelainankongenital
Trauma
Radang
Nyeriketok
Nyeritekan
Vibrise
+
Radang
Cukuplapang
Lapang
Sempit
Jenis
Tidak ada
Jumlah
Bau
Ukuran
eutrofi
Warna
Hiperemis
Permukaan
Licin
Edema
(+)
Ukuran
eutrofi
Warna
Hiperemis
Permukaan
Licin
Edema
Cukuplurus/deviasi
Deviasi (-)
Permukaan
Warna
Spina
Krista
Abses
Perforasi
Lokasi
Bentuk
Ukuran
Permukaan
Warna
Konsistensi
Orofaringdanmulut
+
Sempit
Purulen
Sedikit
+
Hipertrofi
Hiperemis
Licin
(+)
Hipertrofi
Hiperemis
Licin
(+)
Deviasi (-)
-
Palatum
mole Simetris/tidak
Simetris
Simetris
Normal
Normal
Licin
T1
Normal
Licin
-
Normal
Normal
Licin
T1
Normal
Licin
-
+arkus faring
Dinding faring
Tonsil
D.
Warna
Edema
Warna
Permukaan
Ukuran
Warna
Permukaan
Muarakripti
Detritus
Eksudat
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Nilai
Nilai Normal
Hematokrit
38
37-47
hemoglobin
13,7
13-18
Leukosit
7.700 mm3
4.000-10.000
Trombosit
187.000mm3
150.000-400.000
GDS
90 g/dl
70-120
Ureum
30
20-40 mg/dl
Creatinin
1,0
0,5-1,2 mg/dl
SGOT
22
<42
SGPT
16
<41
Radiologi
Interpretasi
Kesan
RESUME KASUS
Wanita, 42 tahun datang dengan keluhan Sakit di wajah sebelah kiri. Keluhan
sudah dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya pasien mengeluhkan wajah
sebelah kirinya sering terasa sakit. Sakit terutama dirasakan pada daerah wajah di
dekat hidung. Sakit dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan wajah terasa penuh. Selain
itu, hidung terasa tersumbat dan sering keluar cairan seperti ingus berwarna putih,
kental dan berbau. Kadang terasa cairan mengalir ke tenggorokan. Pasien juga
mengeluhkan sering mencium bau busuk dari hidungnya. Hidung sering tersumbat
dan bersin-bersin terutama jika terkena cuaca dingin dan sering pada pagi hari.Kadang
keluhan disertai badan terasa lemas, batuk dan pilek terus menerus dan sering
kambuh, demam tidak ada.
Pasien sudah sering berobat ke dokter untuk mengobati penyakitnya dan
diberikan obat minum, namun menurut pasien, tidak ada perubahan yang berarti dari
penyakitnya. Pasien punya riwayat alergi terhadap cuaca dingin dan debu. Pasien rutin
mengonsumsi obat alerginya.
Pemeriksaan Fisik
E.
F.
G.
Terdapat nyeri tekan dan nyeri ketok pada sinus maksilaris sinistra
DIAGNOSIS
TERAPI
PROGNOSIS
TINJAUAN PUSTAKA
A. SINUS PARANASAL
1. ANATOMI SINUS PARANASAL
Sinus paranasalis merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Sinus terletak
di bagian depan pada wajah yaitu dahi, di antara mata, dan pada tulang pipi. Secara
embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus
frontal. Sinus maksila dan etmoid telah ada sejak anak lahir, sedangkan sinus frontalis
berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.
Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian
postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal
pada usia antara 15-18 tahun.
Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral
rongga udara hidung; jumlah, bentuk, ukuran, dan simetri bervariasi. Sinus-sinus ini
membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah dan diberi nama sesuai: sinus
maksilaris, sfenoidalis, frontalis, dan etmoidalis. Yang terakhir biasanya berupa
kelompok-kelompok sel etmoidalis anterior dan posterior yang saling berhubungan,
masing-masing kelompok bermuara ke dalam hidung. Seluruh sinus dilapisi oleh
epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan
mukus, dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat,
rongga terutama berisi udara.
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang
bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus
superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di
bawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya
lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero- superior dari
perlekatan konka media. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang
sempit, disebut resessus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Atap sinus
etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa. Dinding
lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid
dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan
sinus sfenoid. Suplai darah berasal dari cabang nasal dari sphenopalatina arteri.
Inervasi mukosa berasal dari divisi oftalmika dan maksilari nervus trigeminus.
d. SINUS SPHENOID
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya
adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya
bervariasai dari 5-7,5 ml. Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa
serebrimedia dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah
lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak
sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri
posterior di daerah pons. Suplai darah berasal dari arteri carotis internal dan
eksternal. Inervasi mukosa berasal dari nervus trigeminus.
3. FUNGSI SINUS PARANASAL
Sampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus
paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi
apa-apa karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Beberapa teori
yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain:
1) Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk mamanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus
kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan
beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus.
2) Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita
dan fosa serebri dari shu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi
8
kenyataanya sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organorgan yang dilindungi.
3) Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.
Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan
memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini
tidak dianggap bermakna.
4) Membantu resonansi udara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi udara dan
mempengaruhi kualitas udara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus
dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang
efektif.
5) Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus
6) Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang
B. SINUSITIS
1. DEFINISI SINUSITIS
Sinusitis adalah peradangan pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis diberi
nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansinusitis. Sinus
paranasal adalah suatu celah, rongga, atau kanal antara tulang di sekitar rongga
hidung. Sinus paranasal terdiri dari empat sinus yaitu sinus maksilaris (terletak di
pipi), sinus etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi), dan sinus
sfenoidalis (terletak di belakang dahi). Sinusitis bisa terjadi pada masing-masing sinus
tersebut tetapi yang paling sering terkena adalah sinus maksilaris. Hal ini disebabkan
sinus maksila adalah sinus yang terbesar dan dasarnya mempunyai hubungan dengan
dasar akar gigi, sehingga dapat berasal dari infeksi gigi.
2.
EPIDEMIOLOGI
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari,
bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh
dunia. Sinusitis menyerang 1 dari 7 orang dewasa di United States, dengan lebih dari 30
juta individu yang didiagnosis tiap tahunnya. Individu dengan riwayat alergi atau asma
9
KLASIFIKASI
Konsensus internasional tahun 2004 membagi rinosinusitis menjadi akut (ARS)
dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik
(CRS) jika lebih dari 3 bulan. Pada sinusitis bakteri kronik, infeksi lebih cenderung
mengarah pada kerusakan sistem aliran mukosiliar akibat infeksi berulang
dibandingkan infeksi bakteri yang persisten. Kadang-kadang semua sinus paranasal
meradang pada waktu yang sama (pansinusitis).
Klasifikasi
Akut
Subakut
Akut Rekuren
Kronik
Eksaserbasi Akut Rinosinusitis Kronik
Durasi
7 hari hingga 4 minggu
4 hingga 12 minggu
4 kali episode ARS per tahun
12 minggu
Keadaan akut yang memburuk pada CRS
Klasifikasi Rinosinusitis
10
4.
5.
FAKTOR PREDISPOSISI
a. Obstruksi mekanis : Deviasi septum, corpus alienum, polip, tumor, hipertrofi konka
b. Infeksi : Rhinitis kronis dan rhinitis alergi yang menyebabkan obstruksi ostium sinus
serta menghasilkan banyak lendir yang merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan kuman.
c. Adanya infeksi pada gigi
d. Lingkungan berpolusi, udara dingan dan kering yang dapat merubah mukosa dan
merusak silia
6.
PATOFISIOLOGI
Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya udem pada dinding hidung dan sinus
sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan pada ostium sinus, dan berpengaruh
pada mekanisme drainase di dalam sinus. Virus tersebut juga memproduksi enzim dan
neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada
lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang
diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk
berkembangnya bakteri patogen. Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal
meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus.Konsumsi
oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus dan akan
memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob.
Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktiviitas
leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak
adekuat, obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa
bakteri patogen.
7. GEJALA KLINIS
Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika
penderita bangun pada pagi hari. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh sinusitis dapat
dibagi dua, yaitu; gejala subyektif (dirasakan) dan gejala obyektif (dilihat).
11
Gejala subyektif antara lain demam, lesu, hidung tersumbat, sekresi lendir
hidung yang kental dan terkadang berbau, sakit kepala yang menjalar dan lebih berat
pada pagi hari. Pada sinusitis yang merupakan komplikasi penyakit alergi sering kali
ditandai bersin, khususnya pagi hari atau kalau dingin.
Gejala objektif kemungkinan ditemukan pembengkakan pada daerah bawah
orbita (mata) dan lama kelamaan akan bertambah lebar sampai ke pipi. Sinusitis akut
dan kronis memiliki gejala yang sama, yaitu nyeri tekan dan pembengkakan pada sinus
yang terkena, tetapi ada gejala tertentu yang timbul berdasarkan sinus yang terkena:
1. Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi dan sakit
kepala.
2.Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi.
3. Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit
kepala di dahi. Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri bila
pinggiran hidung di tekan, berkurangnya indera penciuman dan hidung tersumbat.
4. Sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan
bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau kadang
menyebabkan sakit telinga dan sakit leher.
Gejala lainnya adalah: tidak enak badan, demam, letih, lesu, batuk, yang
mungkin semakin memburuk pada malam hari, hidung meler atau hidung tersumbat .
Demam dan menggigil menunjukkan bahwa infeksi telah menyebar ke luar sinus.
Selaput lendir hidung tampak merah dan membengkak, dari hidung mungkin keluar
nanah berwarna kuning atau hijau.
Berdasarkan data Rhinosinusitis Task Force of the American Academy of
Otolaryngology-Head and Neck Surgery (1997), gejala dan tanda sinusitis dibagi
menjadi kriteria mayor dan minor. Gejala mayor antara lain : obstruksi
hidung/sumbatan,
adanya
sekret
hidung
yang
purulen,
gangguan
penghidu
PEMERIKSAAN PENUNJANG
12
DIAGNOSIS
Diagnosis
ditegakkan
berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik
dan
maksilaris. Indikasi operasi dengan metode ini yaitu jika gagal terapi konservatif
dengan obat-obatan dan terlihat manifestasi klinis seperti mukokel sinus maksilaris,
polip antrokoanal, misetoma, atau benda asing yang tidak dapat dijangkau melalui
endoskopi intranasal.
11. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah:
1. Kelainan pada orbita ; Terutama disebabkan oleh sinusitis ethmoidalis karena
letaknya yang berdekatan dengan mata, Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis
dan perkontinuitatum, Edema palpebra, Preseptal selulitis, Selulitis orbita tanpa
abses, Selulitis orbita dengan sub atau extraperiostel abses, Selulitis orbita dengan
intraperiosteal abses, Trombosis sinus cavernosus.
2. Kelainan intrakranial : Abses extradural, subdural, dan intracerebral, Meningitis,
Encephalitis, Trombosis sinus cavernosus atau sagital.
3. Kelainan pada tulang : Osteitis, Osteomielitis.
4. Kelainan pada paru : Bronkitis kronik, Bronkhiektasis.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam Boies H. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi keenam. 1997. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
2. Arsyad, Soepardi, dkk. Buku Ajar Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi
keenam. 2007. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3. Benninger MS, Poole M, Ponikau J. 2003. Adult chronic rhinosinusitis: definitions,
diagnosis, epidemiology, and pathophysiology. Otolaryngol Head Neck Surg (supl)
129S: S1-S32.
4. Estuningtyas, Ari, dan Azalea Arif. Obat Lokal. Dalam: Farmakologi dan Terapi.
Gunawan, Sulistia Gan, dkk. Ed. Kelima. Jakarta: Departemen Farmakologi FKUI,
2008: 531-2
5. Netter, Caldwell Luck Surgey, avalaible at http://netterimages.com/image/11784.htm,
diakses March 1st 2014
6. Pattel A, Surgical Treatment of Chronic Maxillary Sinusitis Surgical Overview
avalaible at http://emedicine.medscape.com/article/861886-overview
7. Steven Schaefer, Caldwell-Luc Procedure: Operative Technique avalaible at di
https://www.nyee.edu/ent_rss_sts_caldluc02.html
15