You are on page 1of 15

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Ny. F

Jenis kelamin : Wanita

Usia

: 42 tahun

Status

: Menikah

Pekerjaan

: IRT

Alamat

: Rawasari

B. DATA DASAR

Keluhan Utama
Sakit di wajah sebelah kiri sejak 1 tahun SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan sudah dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya pasien
mengeluhkan wajah sebelah kirinya sering terasa sakit. Sakit terutama dirasakan pada
daerah wajah di dekat hidung. Sakit dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan wajah terasa
penuh. Selain itu, hidung terasa tersumbat dan sering keluar cairan seperti ingus
berwarna putih, kental dan berbau. Kadang terasa cairan mengalir ke tenggorokan.
Pasien juga mengeluhkan sering mencium bau busuk dari hidungnya. Hidung sering
tersumbat dan bersin-bersin terutama jika terkena cuaca dingin dan sering pada pagi
hari.Kadang keluhan disertai badan terasa lemas, batuk dan pilek terus menerus dan
sering kambuh, demam tidak ada.
Pasien sudah sering berobat ke dokter untuk mengobati penyakitnya dan
diberikan obat minum, namun menurut pasien, tidak ada perubahan yang berarti dari
penyakitnya. Pasien punya riwayat alergi terhadap cuaca dingin dan debu. Pasien rutin
mengonsumsi obat alerginya.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Riwayat sakit
gigi disangkal. Riwayat trauma disangkal.Pasien belum pernah dirawat di Rumah
Sakit sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan keluhan yang
dialami pasien.

Riwayat pengobatan
Pasien sejak + 5 tahun yang lalu rutin mengonsumsi obat alerginya, keluhan
dirasakan membaik tetapi sering kambuh lagi.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan


Pasien sebagai ibu rumah tangga, makan teratur 3x sehari dengan porsi
sedang, riwayat merokok (-), riwayat minum kopi (-).

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos Mentis

Nadi

: 80x/menit, reguler

Suhu

: Afebris

Pemeriksaan Sistemik
Kepala

: DBN

Mata

: CA (-/-), SI (-/-)

Toraks

: DBN

Abdomen

: DBN

Ekstremitas

: DBN

Status Lokalis THT


Telinga:
Pemeriksaan
Dauntelinga

Liang
&dindingtelinga
Sempit

Kelainan
Kel. Kongenital
Trauma
Radang
Nyeritekan
Cukuplapang (N)

Dekstra
+

Sinistra
+

Sempit
Hiperemis
Edema
Massa

lapang
-

lapang
-

Secret/serumen
Membran timpani
Utuh

Perforasi
Mastoid
Tesgarputala
Hidung
Hidungluar

Sinus paranasal
Rinoskopi anterior
Vestibulum

Secret

Konkha inferior

Konkha media

Septum

Massa

Bau
Warna
Jumlah

+ (N)
Sedikit

+ (N)
Sedikit

Warna
Reflekcahaya
Bulging
Retraksi
Atrofi
Nyeritekan
Tandaradang
Nyeriketok
Rinne
Schwabach
Weber

Abu-abu
Cone of light (+)
+
N
Lateralisasi (-)

Abu-abu
Cone of light (+)
+
N
Lateralisasi (-)

Deformitas
Kelainankongenital
Trauma
Radang
Nyeriketok
Nyeritekan

Sinus maksilaris (+)


Sinus maksilaris (+)

Vibrise
+
Radang
Cukuplapang
Lapang
Sempit
Jenis
Tidak ada
Jumlah
Bau
Ukuran
eutrofi
Warna
Hiperemis
Permukaan
Licin
Edema
(+)
Ukuran
eutrofi
Warna
Hiperemis
Permukaan
Licin
Edema
Cukuplurus/deviasi
Deviasi (-)
Permukaan
Warna
Spina
Krista
Abses
Perforasi
Lokasi
Bentuk
Ukuran
Permukaan
Warna
Konsistensi
Orofaringdanmulut

+
Sempit
Purulen
Sedikit
+
Hipertrofi
Hiperemis
Licin
(+)
Hipertrofi
Hiperemis
Licin
(+)
Deviasi (-)
-

Palatum

mole Simetris/tidak

Simetris

Simetris

Normal
Normal
Licin
T1
Normal
Licin
-

Normal
Normal
Licin
T1
Normal
Licin
-

+arkus faring
Dinding faring
Tonsil

D.

Warna
Edema
Warna
Permukaan
Ukuran
Warna
Permukaan
Muarakripti
Detritus
Eksudat

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Nilai

Nilai Normal

Hematokrit

38

37-47

hemoglobin

13,7

13-18

Leukosit

7.700 mm3

4.000-10.000

Trombosit

187.000mm3

150.000-400.000

GDS

90 g/dl

70-120

Ureum

30

20-40 mg/dl

Creatinin

1,0

0,5-1,2 mg/dl

SGOT

22

<42

SGPT

16

<41

Radiologi

Interpretasi
Kesan

: Tampak perselubungan homogen di daerah sinus maksilaris sinistra


: Sinusitis maksilaris sinistra

RESUME KASUS
Wanita, 42 tahun datang dengan keluhan Sakit di wajah sebelah kiri. Keluhan
sudah dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya pasien mengeluhkan wajah
sebelah kirinya sering terasa sakit. Sakit terutama dirasakan pada daerah wajah di
dekat hidung. Sakit dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan wajah terasa penuh. Selain
itu, hidung terasa tersumbat dan sering keluar cairan seperti ingus berwarna putih,
kental dan berbau. Kadang terasa cairan mengalir ke tenggorokan. Pasien juga
mengeluhkan sering mencium bau busuk dari hidungnya. Hidung sering tersumbat
dan bersin-bersin terutama jika terkena cuaca dingin dan sering pada pagi hari.Kadang
keluhan disertai badan terasa lemas, batuk dan pilek terus menerus dan sering
kambuh, demam tidak ada.
Pasien sudah sering berobat ke dokter untuk mengobati penyakitnya dan
diberikan obat minum, namun menurut pasien, tidak ada perubahan yang berarti dari
penyakitnya. Pasien punya riwayat alergi terhadap cuaca dingin dan debu. Pasien rutin
mengonsumsi obat alerginya.
Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan Hidung didapatkan hasil:


Tampak konka inferior dan media hiperemis, terdapat edema konka dan konka
hipertrofi.
Terdapat sekret purulen dan berbau

Pemeriksaan sinus paranasal

E.
F.
G.

Terdapat nyeri tekan dan nyeri ketok pada sinus maksilaris sinistra

DIAGNOSIS
TERAPI
PROGNOSIS

: Sinusitis maksilaris sinistra kronik


: Operasi pembedahan caldwell Luc (CWL)

Quo ad vitam : bonam


Quo ad sanam : bonam

TINJAUAN PUSTAKA
A. SINUS PARANASAL
1. ANATOMI SINUS PARANASAL
Sinus paranasalis merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Sinus terletak
di bagian depan pada wajah yaitu dahi, di antara mata, dan pada tulang pipi. Secara
embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus
frontal. Sinus maksila dan etmoid telah ada sejak anak lahir, sedangkan sinus frontalis
berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.
Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian
postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal
pada usia antara 15-18 tahun.
Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral
rongga udara hidung; jumlah, bentuk, ukuran, dan simetri bervariasi. Sinus-sinus ini
membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah dan diberi nama sesuai: sinus
maksilaris, sfenoidalis, frontalis, dan etmoidalis. Yang terakhir biasanya berupa
kelompok-kelompok sel etmoidalis anterior dan posterior yang saling berhubungan,
masing-masing kelompok bermuara ke dalam hidung. Seluruh sinus dilapisi oleh
epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan
mukus, dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat,
rongga terutama berisi udara.

Rongga-rongga sinus paranasalis.


2. PEMBAGIAN SINUS PARANASAL
Pembagian sinus paranasalis antara lain :
a. SINUS MAKSILARIS
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus
maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya
mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk
segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksilla yang disebut
fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila,
dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah
dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium
sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke
hiatus semi lunaris melalui infundibulum etmoid. Suplai darah terbanyak melalui
cabang dari arteri maksilari. Inervasi mukosa sinus melalui cabang dari nervus
maksilaris.
b. SINUS FRONTAL
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan
keempat fetus, berasal dari sel-sel resessus frontal atau dari sel-sel infundibulum
etmoid. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan
dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuklekuk. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa
serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frotal mudah menjalar ke daerah ini.
Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resessus frontal.
Resessus frontal adalah bagian dari sinus etmoid anterior. Suplai darah diperoleh
dari arteri supraorbital dan arteri supratrochlear yang berasal dari arteri oftalmika
yang merupakan salah satu cabang dari arteri carotis inernal. Inervasi mukosa
disuplai oleh cabang supraorbital dan supratrochlear cabang dari nervus frontalis
yang berasal dari nervus trigeminus.
c. SINUS ETHMOID
Pada orang dewasa sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian
posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4,5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya
0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior. Sinus etmoid beronggarongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam
massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan dinding
medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel).
7

Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang
bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus
superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di
bawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya
lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero- superior dari
perlekatan konka media. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang
sempit, disebut resessus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Atap sinus
etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa. Dinding
lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid
dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan
sinus sfenoid. Suplai darah berasal dari cabang nasal dari sphenopalatina arteri.
Inervasi mukosa berasal dari divisi oftalmika dan maksilari nervus trigeminus.
d. SINUS SPHENOID
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya
adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya
bervariasai dari 5-7,5 ml. Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa
serebrimedia dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah
lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak
sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri
posterior di daerah pons. Suplai darah berasal dari arteri carotis internal dan
eksternal. Inervasi mukosa berasal dari nervus trigeminus.
3. FUNGSI SINUS PARANASAL
Sampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus
paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi
apa-apa karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Beberapa teori
yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain:
1) Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk mamanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus
kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan
beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus.
2) Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita
dan fosa serebri dari shu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi
8

kenyataanya sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organorgan yang dilindungi.
3) Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.
Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan
memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini
tidak dianggap bermakna.
4) Membantu resonansi udara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi udara dan
mempengaruhi kualitas udara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus
dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang
efektif.
5) Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus
6) Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang

turut masuk dalam udara

B. SINUSITIS
1. DEFINISI SINUSITIS
Sinusitis adalah peradangan pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis diberi
nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansinusitis. Sinus
paranasal adalah suatu celah, rongga, atau kanal antara tulang di sekitar rongga
hidung. Sinus paranasal terdiri dari empat sinus yaitu sinus maksilaris (terletak di
pipi), sinus etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi), dan sinus
sfenoidalis (terletak di belakang dahi). Sinusitis bisa terjadi pada masing-masing sinus
tersebut tetapi yang paling sering terkena adalah sinus maksilaris. Hal ini disebabkan
sinus maksila adalah sinus yang terbesar dan dasarnya mempunyai hubungan dengan
dasar akar gigi, sehingga dapat berasal dari infeksi gigi.
2.

EPIDEMIOLOGI
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari,
bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh
dunia. Sinusitis menyerang 1 dari 7 orang dewasa di United States, dengan lebih dari 30
juta individu yang didiagnosis tiap tahunnya. Individu dengan riwayat alergi atau asma
9

berisiko tinggi terjadinya rhinosinusitis.Prevalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa


18-75 tahun dan kemudian anak-anak berusia 15 tahun. Pada anak-anak berusia 5-10
tahun. Infeksi saluran pernafasan dihubungkan dengan sinusitis akut. Sinusitis jarang
pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun karena sinus belum berkembang dengan
baik sebelum usia tersebut.Sinusitis maksila paling sering terjadi daripada sinusitis
paranasal lainnyakarena:
1.Ukuran: Sinus paranasal yang terbesar.
2. Posisi ostium: Posisi ostium sinus maksila lebih tinggi daripada dasarnya sehingga
aliran sekret / drainasenya hanya tergantung dari gerakan silia.
3. Letak ostium : Letak ostium sinus maksila berada pada meatus nasi medius di sekitar
hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.
4. Letak dasar :Letak dasar sinus maksila berbatasan langsung dengan dasar akar gigi
(prosesus alveolaris) sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila.
3.

KLASIFIKASI
Konsensus internasional tahun 2004 membagi rinosinusitis menjadi akut (ARS)
dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik
(CRS) jika lebih dari 3 bulan. Pada sinusitis bakteri kronik, infeksi lebih cenderung
mengarah pada kerusakan sistem aliran mukosiliar akibat infeksi berulang
dibandingkan infeksi bakteri yang persisten. Kadang-kadang semua sinus paranasal
meradang pada waktu yang sama (pansinusitis).

Klasifikasi
Akut
Subakut
Akut Rekuren
Kronik
Eksaserbasi Akut Rinosinusitis Kronik

Durasi
7 hari hingga 4 minggu
4 hingga 12 minggu
4 kali episode ARS per tahun
12 minggu
Keadaan akut yang memburuk pada CRS

Klasifikasi Rinosinusitis

10

4.

ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI


Sinusitis dapat disebabkan oleh:
1. Bakteri : Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza, Streptococcus group
A, Staphylococcus aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil gram -, Pseudomonas.
2. Virus :Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus
3. Bakteri anaerob: fusobakteria
4. Jamur

5.

FAKTOR PREDISPOSISI
a. Obstruksi mekanis : Deviasi septum, corpus alienum, polip, tumor, hipertrofi konka
b. Infeksi : Rhinitis kronis dan rhinitis alergi yang menyebabkan obstruksi ostium sinus
serta menghasilkan banyak lendir yang merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan kuman.
c. Adanya infeksi pada gigi
d. Lingkungan berpolusi, udara dingan dan kering yang dapat merubah mukosa dan
merusak silia

6.

PATOFISIOLOGI
Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya udem pada dinding hidung dan sinus
sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan pada ostium sinus, dan berpengaruh
pada mekanisme drainase di dalam sinus. Virus tersebut juga memproduksi enzim dan
neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada
lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang
diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk
berkembangnya bakteri patogen. Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal
meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus.Konsumsi
oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus dan akan
memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob.
Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktiviitas
leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak
adekuat, obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa
bakteri patogen.

7. GEJALA KLINIS
Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika
penderita bangun pada pagi hari. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh sinusitis dapat
dibagi dua, yaitu; gejala subyektif (dirasakan) dan gejala obyektif (dilihat).

11

Gejala subyektif antara lain demam, lesu, hidung tersumbat, sekresi lendir
hidung yang kental dan terkadang berbau, sakit kepala yang menjalar dan lebih berat
pada pagi hari. Pada sinusitis yang merupakan komplikasi penyakit alergi sering kali
ditandai bersin, khususnya pagi hari atau kalau dingin.
Gejala objektif kemungkinan ditemukan pembengkakan pada daerah bawah
orbita (mata) dan lama kelamaan akan bertambah lebar sampai ke pipi. Sinusitis akut
dan kronis memiliki gejala yang sama, yaitu nyeri tekan dan pembengkakan pada sinus
yang terkena, tetapi ada gejala tertentu yang timbul berdasarkan sinus yang terkena:
1. Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi dan sakit
kepala.
2.Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi.
3. Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit
kepala di dahi. Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri bila
pinggiran hidung di tekan, berkurangnya indera penciuman dan hidung tersumbat.
4. Sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan
bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau kadang
menyebabkan sakit telinga dan sakit leher.
Gejala lainnya adalah: tidak enak badan, demam, letih, lesu, batuk, yang
mungkin semakin memburuk pada malam hari, hidung meler atau hidung tersumbat .
Demam dan menggigil menunjukkan bahwa infeksi telah menyebar ke luar sinus.
Selaput lendir hidung tampak merah dan membengkak, dari hidung mungkin keluar
nanah berwarna kuning atau hijau.
Berdasarkan data Rhinosinusitis Task Force of the American Academy of
Otolaryngology-Head and Neck Surgery (1997), gejala dan tanda sinusitis dibagi
menjadi kriteria mayor dan minor. Gejala mayor antara lain : obstruksi
hidung/sumbatan,

adanya

sekret

hidung

yang

purulen,

gangguan

penghidu

sepertihiposmia/anosmia, dijumpai sekret purulen pada pemeriksaan hidung, nyeri


wajah seperti tertekan, kongesti wajah (penuh), dan demam (hanya pada sinusitis akut).
Sedangkan gejala minor antara lain : sakit kepala, demam (non-akut), halitosis,
lemah/letih, nyeri gigi, batuk, nyeri telinga/ seperti ditekan dan merasa penuh di telinga.
Untuk diagnosis sinusitis dibutuhkan 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor dan 2 gejala
minor.
8.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
12

Beberapa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis diantaranya adalah :


1. Transluminasi : sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap
2. Rontgen sinus paranasalis : sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa ;
penebalan mukosa, spasifikasi sinus (berkurangnya pneumatisasi) gambaran air fluid
level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto waters. CT Scan
dan sinoscopy juga dapat dilakukan.
3. Pemeriksaan mikrobiologi dan tes resistensi.
9.

DIAGNOSIS
Diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan

fisik

dan

pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterioir,


pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan
dini. Tanda khasnya ialah adanya pus di meatus medius ( pada sinusitis maksila dan
ethmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior ( pada sinusitis ethmoid posterioir
dan sphenoid).Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering
ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius.CT scan sinus merupakan
gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus,
adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun
karena mahal hanya dikerjakan sebagi penunjang diagnostis sinusitis kronik yang tidak
membaik dengan pengobatan atau pre-operasi sebagai panduan operator saat
melakukan operasi sinus.
10.TERAPI
Tujuan terapi Sinusitis ialah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi
dan mencegah perubahan menjadi kronik.
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan KOM sehingga drainase dan
ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut
bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka
sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin. Jika
diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase maka dapat
diganti dengan amoksisilin klavulanat atau golongan sefalosforin generasi kedua. Pada
sinusitis diberikan antibiotik selama 10-14 hari meskipun gejala klinis sudah hilang.
Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif
dan anaerob. Selain dekongestan oral dan topikal terapi dapat diberikan jika diperlukan,
13

seperti analgetik, mukolitik, streroid topikal/oral, pencucian rongga hidung dengan


NaCL atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat
kolinergiknya dapat menyebabkan sekret mejadi lebih kental.
Tindakan operasi seperti Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS)
merupakan operasi untuk sinusitis kronik yang memerlukan tindakan operasi. Indikasi
tindakan operasi:

Sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat,


Sinusitis kronik disertai kista atau kelainan irreversibel,
Polip ekstensif,
Adanya komplikasi sinusitis, serta
Adanya sinusitis jamur.
Operasi dengan metode Caldwell-Luc dilakukan pada kelainan sinus

maksilaris. Indikasi operasi dengan metode ini yaitu jika gagal terapi konservatif
dengan obat-obatan dan terlihat manifestasi klinis seperti mukokel sinus maksilaris,
polip antrokoanal, misetoma, atau benda asing yang tidak dapat dijangkau melalui
endoskopi intranasal.
11. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah:
1. Kelainan pada orbita ; Terutama disebabkan oleh sinusitis ethmoidalis karena
letaknya yang berdekatan dengan mata, Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis
dan perkontinuitatum, Edema palpebra, Preseptal selulitis, Selulitis orbita tanpa
abses, Selulitis orbita dengan sub atau extraperiostel abses, Selulitis orbita dengan
intraperiosteal abses, Trombosis sinus cavernosus.
2. Kelainan intrakranial : Abses extradural, subdural, dan intracerebral, Meningitis,
Encephalitis, Trombosis sinus cavernosus atau sagital.
3. Kelainan pada tulang : Osteitis, Osteomielitis.
4. Kelainan pada paru : Bronkitis kronik, Bronkhiektasis.

14

DAFTAR PUSTAKA
1. Adam Boies H. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi keenam. 1997. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
2. Arsyad, Soepardi, dkk. Buku Ajar Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi
keenam. 2007. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3. Benninger MS, Poole M, Ponikau J. 2003. Adult chronic rhinosinusitis: definitions,
diagnosis, epidemiology, and pathophysiology. Otolaryngol Head Neck Surg (supl)
129S: S1-S32.
4. Estuningtyas, Ari, dan Azalea Arif. Obat Lokal. Dalam: Farmakologi dan Terapi.
Gunawan, Sulistia Gan, dkk. Ed. Kelima. Jakarta: Departemen Farmakologi FKUI,
2008: 531-2
5. Netter, Caldwell Luck Surgey, avalaible at http://netterimages.com/image/11784.htm,
diakses March 1st 2014
6. Pattel A, Surgical Treatment of Chronic Maxillary Sinusitis Surgical Overview
avalaible at http://emedicine.medscape.com/article/861886-overview
7. Steven Schaefer, Caldwell-Luc Procedure: Operative Technique avalaible at di
https://www.nyee.edu/ent_rss_sts_caldluc02.html

15

You might also like