Professional Documents
Culture Documents
dilanggar, bukan sebesar denda yang nanti akan dijatuhkan hakim. Misalnya
denda maksimal yang tercantum di UU Lalu-Lintas jika mengemudikan
kendaraan tapi tidak punya SIM adalah Rp1.000.000. Maka jika menggunakan
blangko biru, maka kita harus menitipkan uang di Bank sejumkah Rp 1.000.000.
Nanti kalau dijatuhkan denda Rp.50.000oleh hakim, maka sisanya yakni
Rp950.000 bisa diambil kembali
Karena itulah kalau hal semacam ini diketahui dengan jelas, maka wajar jika ada
yang memilih hadir saja di sidang atau menyuruh orang lain
mewakilinya(dengan surat kuasa) Daripada harus menitipkan uang sebanyak itu.
Setelah sidang, lalu denda di bayar, barang bukti langsung dikembalikan. Kalau
menggunakan blangko biru, barang bukti yang disita bisa diambil setelah kita
menitipkan uang di bank, tapi tetap harus menghadiri sidang atau menyuruh
orang lain untuk mewakili (atau kalau tidak datang, putusannya akan
diberitahukan) untuk mengetahui berapa denda yang dijatuhkan kepada kita,
lalu selisih antara denda dan uang titipan bisa diambil menggunakan salah satu
salinan blangko tilang yang telah tercantum besaran denda.
Sebenarnya sama saja banyak waktu dan tenaga yang tersita. Bedanya hanya
ketika menggunakan blangko boru, barang sitaan bisa langsung kita ambil
kembali.
Tapi, terlepas dari hal-hal teknis di atas, yang sepertinya akan terus
disempurnakan, ada hal lain yang perlu kita apresiasi dari kreativitas ini, yakni
ajakan untuk tidak ikut-ikutan korupsi. Soal tilang adalah persoalan hukum yang
sangat sederhana, yang saya sendiripun setelah menjadi hakim baru bisa
memaksakan diri untuk malu jika sampai kena tilang, apalagi sampai berdamai
dengan Polisi dengan pasal 20 ribu atau 50 ribu