You are on page 1of 3

apakah setiap polisi yang melakukan pemeriksaan kendaraan bermotor harus

memiliki surat tugas?


Masih terkait soal tilang. Beberapa hari belakangan ramai diperbincangkan soal
rekaman video yang dibuat seorang pengendara kendaraan bermotor yang
mempertanyakan surat tugas polisi yang ingin memeriksa surat kendaran dan
surat izin mengemudinya. Dalam pemberitaan, disebutkan bahwa pengendara ini
kesal karena dirinya diberhentikan oleh petugas di sebuah tikungan jalan yang
sepi. Tidak diceritakan apa masalahnya hingga dia dihentikan di ruas jalan
tersebut. Ia juga mengajak masyarakat agar berani mempertanyakan praktik
pemeriksaan yang demikian, dan lebih teliti membedakan mana razia resmi
mana yang illegal dengan mempertanyakan surat tugas atau memperhatikan
keadaan-keadaan teknis seperti tanda-tamda operasi resmi.
Sejak lama, sudah ada tulisan dalam blog yang intinya sama yakni mengajak
masyarakat supaya lebih kritis terhadap tindakan pihak kepolisian dalam
melakukan pemeriksaan kendaraan di jalan, malah ada kesan untuk mengajari
melawan polisi agar terhindar dari tilang.
Ada dua hal pokok yang perlu diperhatikan masyarakat terkait masalah ini.
Pertama, memahami jenis-jenis tindakan kepolisian atau instansi terkait dalam
penegakan hukum di bidang lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana diatur
dalam UU No. 22 Tahum 2009 dalam hal pemeriksaan kendaraan bermotor di
jalan. Kedua, bagaimana membedakan Operasi Kepolisian (sering disebut razia)
resmi dan tidak resmi.
Pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan dilakukan secara berkala (tiap 6 bulan
sekali) atau secara insidental. Pemeriksaan kendaraan bermotor secara
insidental dilakukan berdasarkan tiga hal, 1. Operasi Kepolisian, 2. Terjadi
pelanggaran yang tertangkap tangan, 3. Penanggulangan kejahatan. Pasal 14
Peraturan Pemerintah No 80 Tahun 2012. Inilah jenis-jenis pemeriksaan
kendaraan di jalan.
Lalu, pasal 15 (1) mengatur begini : Petugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan yang melakukan Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala
atau insidental atas dasar Operasi Kepolisian dan/atau penanggulangan
kejahatan wajib dilengkapi dengan surat perintah tugas.
Nah, jadi, pemeriksaan kendaraan bermotor yang dilakukan oleh petugas
kepolisian atau penyidik pegawai negeri sipil atau gabungan dari mereka
berdasarkan operasi kepolisian dan penanggulangan kejahatanlah yang harus
memenuhi syarat adanya surat perintah tugas. Sedangkan pemeriksaan karena
ada pelanggaran yang tertangkap tangan tidak perlu. Analoginya begini, kalau
ada penjambret kebetulan terlihat polisi, apakah polisi ini perlu minta surat
perintah penangkapan atau perintah penyitaan agar dia bisa mengejar dan
menangkap pelakunya? Keburu kabur dong penjahatnya. Sama seperti
pelanggaran lalu lintas, kalau ada polisi lalu lintas kebetulan melihat pelanggar
lampu lalu lintas, dia bisa langsung menghentikan pengendara dan melakukan
tindakan.
Lain halnya dengan pemeriksaan yang didasari atas operasi kepolisian atau
penanggulangan kejahatan. Operasi kepolisian itu biasanya dilakukan melibatkan
banyak petugas pada waktu-waktu dan tempat tertentu serta ada tanda-tanda

khusus seperti yang diatur dalam pasal 22 Pasal 14 Peraturan Pemerintah No 80


Tahun 2012 berikut :
Pasal 22 (1) Pada tempat Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara
berkala dan insidental wajib dilengkapi dengan tanda yang menunjukkan adanya
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan, kecuali tertangkap tangan. (2) Tanda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan pada jarak paling sedikit 50
(lima puluh) meter sebelum tempat pemeriksaan. (3) Pemeriksaan yang
dilakukan pada jalur jalan yang memiliki lajur lalu lintas dua arah yang
berlawanan dan hanya dibatasi oleh marka jalan, ditempatkan tanda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada jarak paling sedikit 50 (lima puluh)
meter sebelum dan sesudah tempat pemeriksaan. (4) Tanda sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus ditempatkan sedemikian rupa
sehingga mudah terlihat oleh pengguna jalan. (5) Dalam hal Pemeriksaan
Kendaraan Bermotor di Jalan dilakukan pada malam hari, petugas wajib: a.
menempatkan tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3); b.
memasang lampu isyarat bercahaya kuning; dan c. memakai rompi yang
memantulkan cahaya. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanda sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri
Jika anda melanggar aturan lalu lintas dan kebetulan ada petugas kepolisian
yang melihat kemudian melakukan tindakan, tidak perlu melawan.
Bekerjasamalah dengan polisi, minta maaf. Jika masih diberikan peringatan ya
syukur. Kalau ditilang ya sudah, ikuti saja. Kalau anda tidak merasa melakukan
pelanggaran, lakukanlah pembelaan diri, berikan argumentasi. Jika polisi tetap
ngotot, minta saja ditilang dan anda bisa membela diri di depan hakim. Saya
sendiri pernah melepaskan seseorang yang didakwa melanggar salah satu
ketentuan pidana dalam uu lalu lintas. Tapi kasusnya tidak akan saya bahas di
sini. Intinya, walaupun perkara tilang itu sangat sederhana sifatnya, bukan
berarti tidak mungkin terjadi kekeliruan yang menyebabkan seseorang bisa
bebas atau lepas dari tuntutan hukum.
Jika ada pemeriksaan kendaraan bermotor yang dilakukan oleh banyak petugas
polisi dan/atau penyidik dari Dinas Perhubungan di suatu tempat, tapi mungkin
menurut anda keadaannya meragukan, maka anda berhak menanyakan surat
perintah tugas.
Bagi anda yang ingin mengetahui lebih detail, bisa membaca UU No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah No 80
Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan
Penindaka Pelanggaran Lalu Lintas dan Jalan.
Semoga bermanfaat.

pahami ketika memilih blangko tilang warna biru.


Foto ini tersebar di internet dan belum diketahui siapa yang mengunggahnya
pertama kali. Secara teknis, tulisan itu tidak sepenuhnya selaras dengan
prosedur tilang. Jika pembuat foto ini pernah kena tilang dan mengikuti prosedur
penggunaan blangko tilang warna biru secara benar, mungkin dia akan berpikir
ulang membuat foto seperti ini, karena penitipan denda di bank sampai saat ini
masih harus sebesar denda maksimal yang tercantum dalam pasal yang

dilanggar, bukan sebesar denda yang nanti akan dijatuhkan hakim. Misalnya
denda maksimal yang tercantum di UU Lalu-Lintas jika mengemudikan
kendaraan tapi tidak punya SIM adalah Rp1.000.000. Maka jika menggunakan
blangko biru, maka kita harus menitipkan uang di Bank sejumkah Rp 1.000.000.
Nanti kalau dijatuhkan denda Rp.50.000oleh hakim, maka sisanya yakni
Rp950.000 bisa diambil kembali
Karena itulah kalau hal semacam ini diketahui dengan jelas, maka wajar jika ada
yang memilih hadir saja di sidang atau menyuruh orang lain
mewakilinya(dengan surat kuasa) Daripada harus menitipkan uang sebanyak itu.
Setelah sidang, lalu denda di bayar, barang bukti langsung dikembalikan. Kalau
menggunakan blangko biru, barang bukti yang disita bisa diambil setelah kita
menitipkan uang di bank, tapi tetap harus menghadiri sidang atau menyuruh
orang lain untuk mewakili (atau kalau tidak datang, putusannya akan
diberitahukan) untuk mengetahui berapa denda yang dijatuhkan kepada kita,
lalu selisih antara denda dan uang titipan bisa diambil menggunakan salah satu
salinan blangko tilang yang telah tercantum besaran denda.
Sebenarnya sama saja banyak waktu dan tenaga yang tersita. Bedanya hanya
ketika menggunakan blangko boru, barang sitaan bisa langsung kita ambil
kembali.
Tapi, terlepas dari hal-hal teknis di atas, yang sepertinya akan terus
disempurnakan, ada hal lain yang perlu kita apresiasi dari kreativitas ini, yakni
ajakan untuk tidak ikut-ikutan korupsi. Soal tilang adalah persoalan hukum yang
sangat sederhana, yang saya sendiripun setelah menjadi hakim baru bisa
memaksakan diri untuk malu jika sampai kena tilang, apalagi sampai berdamai
dengan Polisi dengan pasal 20 ribu atau 50 ribu

You might also like