You are on page 1of 23

BAB III

TUGAS KHUSUS
3.1 Judul
Perhitungan Kinerja Heat Exchanger 114-C Ditinjau dari Nilai Pressure Drop
(P) pada Unit Purifikasi Amoniak di PUSRI-II Palembang.
3.2 Latar Belakang
Unit penukar kalor adalah suatu alat untuk memindahkan panas dari
suatu fluida ke fluida yang lain. Sebagian besar dari industri-industri yang
berkaitan dengan pemrosesan selalu menggunakan alat ini, sehingga alat
penukar kalor ini mempunyai peran yang penting dalam suatu proses produksi
atau operasi.
Alat penukar kalor sangat dibutuhkan pada proses produksi dalam
suatu

industri termasuk di PT Pupuk Sriwidjaja Palembang maka

untuk

mengetahui kinerja dari alat penukar kalor perlu dilakukan analisis. Salah satu
tipe dari alat penukar kalor yang banyak dipakai adalah Shell and Tube
Heat Exchanger. Alat ini terdiri dari sebuah shell silindris di bagian luar
dan sejumlah tube (tube bundle) di bagian dalam, dimana temperatur fluida
di dalam tube bundle berbeda dengan di luar tube (di dalam shell) sehingga
terjadi perpindahan panas antara aliran fluida di dalam tube dan di luar tube.
Daerah yang berhubungan dengan bagian dalam tube disebut dengan tube side
dan yang di luar dari tube disebut shell side. Ada beberapa jenis heat exchanger
yang digunakan di PT Pupuk Sriwidjaja Palembang salah satunya adalah jenis
Heat Exchanger 114-C. Alat heat exchanger ini digunakan dalam Unit Purifikasi
Amoniak Di Pusri II, yang berfungsi untuk mendinginkan gas panas yang berasal
dari effluent methanator menggunakan media pendingin boiler feed water (BFW).
Kinerja dari Heat Exchanger 114-C perlu dikontrol agar kelangsungan
proses dapat berjalan dengan baik. Untuk mengetahui kelayakan operasinya maka
kinerja Heat Exchanger 114-C harus selalu dievaluasi. Evaluasi ini dapat
dilakukan terhadap nilai pressure drop (P). Selama ini pemahaman mahasiswa
tentang Heat Exchanger hanya sebatas teori yang didapatkan selama proses
72

73

belajar di perguruan tinggi sehingga perlu dikaji lagi bagian Heat Exchanger
dalam skala industri terutama terkait tentang spesifikasinya.
3.3 Tujuan
Tujuan dari tugas khusus ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memahami proses perpindahan panas pada alat Heat Exchanger 114-C
pada unit Purifikasi Amoniak di PUSRI-II Palembang.
2. Untuk mengetahui nilai pressure drop (P) pada alat Heat Exchanger 114-C.
3. Untuk mengetahui Kinerja Heat Exchanger 114-C pada unit Purifikasi
Amoniak di PUSRI-II Palembang.
3.4 Manfaat
Manfaat dari tugas khusus ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui kondisi peralatan dari aspek perpindahan panasnya.
2. Dapat menjadi informasi tambahan bagi industri dalam mengevaluasi kinerja
Heat Exchanger 114-C pada unit Purifikasi Amoniak di PUSRI-II Palembang.
3.5 Rumusan Masalah
Permasalahan pada tugas khusus ini adalah bagaimana proses perpindahan
panas pada alat Heat Exchanger 114-C pada unit Purifikasi Amoniak di
PUSRI-II Palembang. Pemecahan masalahya adalah dengan mengetahui nilai
pressure drop (P) dan kinerja Heat Exchanger 114-C pada unit Purifikasi
Amoniak di PUSRI-II Palembang.
3.6 TINJAUAN PUSTAKA
3.6.1 Perpindahan Panas
Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari
suatu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan
sama sekali. Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya
kenaikan suhu suatu zat dan atau perubahan tekanan, reaksi kimia dan
kelistrikan. Proses terjadinya perpindahan panas dapat dilakukan secara

74

langsung, yaitu fluida yang panas akan bercampur secara langsung dengan
fluida dingin tanpa adanya pemisah dan secara tidak langsung, yaitu bila
diantara fluida panas dan fluida dingin tidak berhubungan langsung tetapi
dipisahkan oleh sekat-sekat pemisah.
Menurut Holman,1995 mekanisme perpindahan panas terdiri atas :
1. Perpindahan Panas Secara Konduksi, merupakan perpindahan panas
antara molekul-molekul yang saling berdekatan antar yang satu dengan
yang lainnya dan tidak diikuti oleh perpindahan molekul-molekul
tersebut secara fisik.
2. Perpindahan Panas Secara Konveksi, merupakan perpindahan panas
dari suatu zat ke zat yang lain disertai dengan gerakan partikel atau zat
tersebut secara fisik.
3. Perpindahan Panas Secara Radiasi, merupakan perpindahan panas
tanpa melalui media (tanpa melalui molekul). Suatu energi dapat
dihantarkan dari suatu tempat ke tempat lainnya (dari benda panas ke
benda yang dingin) dengan pancaran gelombang elektromagnetik
dimana tenaga elektromagnetik ini akan berubah menjadi panas jika
terserap oleh benda yang lain.
Kemampuan untuk menerima panas dipengaruhi oleh :
1. Koefisien overall perpindahan panas
Koefisien overall perpindahan panas menyatakan mudah atau tidaknya
panas berpindah dari fluida panas ke fluida dingin dan juga menyatakan
aliran panas menyeluruh sebagai gabungan proses konduksi dan
konveksi.
2. Selisih temperature rata-rata logaritmik (LMTD)
Selisih temperature rata-rata logaritmik (LMTD) merupakan perbedaan
temperature yang dipukul rata-rata setiap bagian heat exchanger karena
perbedaan temperature tiap bagian tidak sama.
3.6.2 Heat Exchanger

75

Heat exchanger adalah suatu alat penukar panas yang digunakan


untuk memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu fluida untuk
dipindahkan ke fluida lainnya melalui suatu proses yang disebut dengan
proses perpindahan panas (heat transfer).
Heat exchanger dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam
(Kern,1966), yaitu :
1. Heat Exchanger berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi :
a. Shell and Tube Exchanger, merupakan Heat Exchangerdengan pipa
besar (shell) berisi beberapa tube yang relatif kecil.
b. Double Pipe Exchanger, merupakanHeat Exchangerdimana pipa yang
satu berada di dalam pipa yang lebih besar yang merupakan dua pipa
yang konsentris.
c. Box Cooler, merupakanHeat Exchangeryang memiliki susunan pipapipa atau beberapa bundle pipa dimasukkan ke dalam box berisi air.
2. Heat Exchanger berdasarkan jenis alirannya dibedakan menjadi :
a. Counter Current, merupakan jenis Heat Exchanger dimana fluida
panas

mengalir dengan arah yang berlawan dengan media

pendinginnya.
b. Co-Current, merupakan Heat Exchanger dimana fluida panas
mengalir searah dengan media pendinginnya.
c. Cross Flow, merupakan Heat Exchanger dimana fluida panas
mengalir dengan saling memotong arah dengan media pendinginnya.
Heat Exchanger ini merupakan gabungan dari counter current dan cocurrent Heat Exchanger.
3.6.3 Shell and Tube Exchanger
Heat Exchanger tipe shell dan tube pada dasarnya terdiri dari berkas
tube (tube bundles) yang dipasangkan di dalam shell yang berbentuk
silinder. Bagian ujung dari berkas tube dikencangkan pada dudukan tube
yang disebut tube sheet dan sekaligus berfungsi untuk memisahkan fluida
yang mengalir di sisi shell dan di sisi tube. Pada shell and tube exchanger
satu fluida mengalir didalam tube sedang fluida yang lain mengalir di ruang
antara tube bundle dan shell.

76

Komponen penyusun Heat Exchanger jenis shell and tube dapat dilihat
pada Gambar 38, terdiri dari :
1.

Shell
Shell merupakan bagian tengah alat penukar panas dan tempat untuk
tube bundle. Antara shell dan tube bundle terdapat fluida yang menerima
atau melepaskan panas.

2.

Tube
Tube merupakan pipa kecil yang tersusun di dalam shell yang
merupakan tempat fluida yang akan dipanaskan ataupun didinginkan.
Tube tersedia dalam berbagai bahan logam yang memiliki harga
konduktivitas panas besar sehingga hambatan perpindahan panasnya
rendah.

3.

Tube sheet
Tube sheet komponen ini adalah suatu pelat lingkaran yang fungsinya
memegang ujung-ujung tube dan juga sebagai pembatas aliran fluida di
sisi shell dan tube.

4.

Tube pitch
Tube pitch adalah jarak center-to-center diantara tube-tube yang
berdekatan. Lubang tube tidak dapat dibor dengan jarak yang sangat
dekat, karena jarak tube yang terlalu dekat akan melemahkan struktur
penyangga tube. Jarak terdekat antara dua tube yang berdekatan disebut
clearance. Tube diletakkan dengan susunan bujur sangkar atau segitiga
dapat dilihat pada Gambar 36.

Gambar 36. Tubes Layout yang Umum pada HE

77

5.

Channel cover
Channel cover merupakan bagian penutup pada konstruksi Heat
Exchanger yang dapat dibuka pada saat pemeriksaan dan pembersihan
alat.

6.

Pass divider
Pass divider berupa pelat yang dipasang di dalam channel untuk membagi
aliran fluida tube.

7.

Baffle
Baffle pada umumnya tinggi segmen potongan dari baffle adalah
seperempat diameter dalam shell yang disebut 25% cut segmental baffle.
Baffle tersebut berlubang-lubang agar bisa dilalui oleh tube yang
diletakkan pada rod-baffle. Baffle digunakan untuk mengatur aliran lewat
shell sehingga turbulensi yang lebih tinggi akan diperoleh. Untuk lebuh
jelasnya segemental baffle dapat di lihat pada Gambar 37.

Gambar 37.Segmental Baffle

Gambar 38. Komponen Penyusun Heat Exchanger Jenis Shell and Tube

78

Untuk menghitung Overall Coefficient Heat (Ud) pada alat 115-C dapat
dilakukan dengan beberapa tahapan penyelesaian sebagai berikut:
1. Menentukan sifat-sifat fisis cairan pada bagian shell dan tube.
Untuk menghitung fouling factor (Rd) pada Ammonia Condenser (U-EA404) diperlukan data sifat fisis cairan, yaitu : viskositas (), kapasitas panas (cp),
konduktivitas termal (k). Data sifat fisis cairan untuk cairan nonviskos ( < 1cp)
dihitung pada suhu rata-rata (Kern, 1950)
T1 T2
2

Tavg =
Dimana :
Tavg = Temperatur rata-rata
T1
= Temperatur masuk
T2
= Temperatur keluar
a. Menentukan kapasitas panas (Cp)
Penentuan kapasitas panas (Cp) dapat dilihat pada Gambar 3, Kern
b. Menentukan viskositas ()
Penentuan viskositas () dapat dilihat pada Gambar 15, Kern
c. Menentukan konduktivitas thermal (k)
Penentuan konduktivitas thermal (k) dapat dilihat pada Tabel 5, Kern
2.

Menghitung neraca panas fluida (Qs = Qt)


Q Shell = W x Cp x T............................................................. (Pers 5.7,Kern)
Q Tube = w x Cp x t............................................................... (Pers 5.7,Kern)

3. Menghitung beda temperature rata-rata logaritmik (t LMTD)


t = FT x LMTD
(T1 - t2) - (T2 - t1)
(T1 - t2)
ln
(T2 - t1)
LMTD
=...................................................... (Pers 5.14,Kern)
(T 1 T 2)
(t 2 t1)

R=

.................................................................. ( Pers 5.14, Kern)

(t 2 t1)
(T 1 t1)

S=

..................................................................... ( Pers 5.14,

Kern)
FT

..................................................................... ( Gambar 18 Kern)

79

t = FT x LMTD........................................................... ( Pers 7.42, Kern)


4. Menghitung Temperatur Kalorik (Tc dan tc)
Temperatur kalorik ditafsirkan sebagai temperatur rata-rata fluida yang
terlibat dalam pertukaran panas di dalam penukar panas.
Tc = T2 + Fc (T1-T2) ............................................................... (Pers 5.28,Kern)
tc = t1 + Fc (t2-t1) ....................................................................(Pers 5.29,Kern)
Dari Fig. 17 Kern didapat harga Kc dan Fc dengan perbandingan

tc
th

tc
T 2 t1

th
T1 t 2

Tetapi jika nilai viskositas kedua fluida

kurang dari 1 ( < 1 cp) maka

temperature kalorik sama dengan temperature rata-ratanya (Tc = Tavg dan tc =


tavg) dan nilai s = 1 ; t = 1
5. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas pada bagian Tube (hi dan hio)
a. Menghitung daerah aliran yang tegak lurus di dalam tube (at)
at

Nt x a' t
144 x n

.........................................................................(Pers 7.48,Kern)

Dimana :
NT = Jumlah Tube
at = Flow area per tube (in2), diperoleh dari tabel 10 Kern
n

= Jumlah tube passes

b. Menghitung laju alir fluida dingin (Gt)


Gt

w
at

............................................................................... (Pers 7.2 ,Kern)

Dimana :
Gt = mass velocity fluida dingin
c. Menghitung Reynold number (Ret)

80

Re t

D x Gt

......................................................................(Pers 7.3,Kern)
Dimana :
Ret

Bilangan Reynold pada bagian tube (tidak bersatuan)

ID tube (ft), diperoleh dari tabel 10 Kern

d. Mencari nilai jH
jH
= Figure 24 kern
e. Menghitung nilai Thermal Function (Prandl Number)
(

cp x
)
k

1/3

............................................................................ (Pers 6.15,Kern)

Dimana :
Cp

= kapasitas panas
= viskositas
= konduktivitas thermal

f. Perhitungan Inside Film Coefficient (hi/)


hi/= jH .
= hi x

k
cp x 1/ 3
.(
)
k
De

................................................. (Pers 6.15,Kern)

ID
OD

hio
Dimana :
jH = Faktor untuk HeatExchanger (diperoleh dari Gambar.24, Kern)
ID = Diameter bagian dalam shell (m)
OD = Diameter bagian luar tube(m)
6. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas pada Bagian Shell (ho)
a. Menghitung cross flow area pada bagian shell (as)
as

ID x C' x B
PT

Dimana:

................................................................... (Pers 7.1,Kern)

81

ID = Diameter bagian dalam shell


C = Clearance = PT OD tube
PT = Tube Pitch
B

= Baffle Spacing

b. Menghitung laju alir fluida dingin (Gs)

Gs =

w
as

............................................................................... (Pers 7.2,Kern)

Dimana :
Gs = mass velocity fluida pada sisi bagian shell
as = cross flowarea pada bagian shell
c.

Menghitung Reynold Number (Res)


Re s

De x Gs

..................................................................... (Pers 7.3,Kern)


Dimana :
Res = Bilangan Reynold pada bagian shell (tidak bersatuan)
De = Shell side equivalent diameter
d. Mencari nilai jH
jH
= ..........................................................................(Gambar 28, Kern)
e. Menghitung nilai Thermal Fuction (Prandl Number)
(

cp x 1 / 3
)
k

............................................................................ (Pers 6.15,Kern)

f. Perhitungan Outside film Coefficient (h0/)


k
cp x 1/ 3
.(
)
k
De

h0/ = jH .
...................................................(Pers 6.15,Kern)
Dimana :
jH = Faktor untuk HeatExchanger (diperoleh dari fig.28, Kern 1950)
k

= konduktivitas thermal zat

De = Shell side equivalent diameter

82

7. Menghitung Corrected Cooeficient


Pada tube :
t
= (/w) 0.14
hio
=(hio/) x ............................................................. (Pers 6.36,Kern)
Pada shell
s
= (/w) 0.14
hio
= (ho/) x s........................................................... (Pers 6.37,Kern)
8. Menghitung koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk permukaan bersih
(Uc)
Uc =

hioxho
hio ho

...................................................................... (Pers 6.38,Kern)

9. Menghitung koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk permukaan kotor


(UD)
Q
Axt

............................................................................ (Pers 6.11,Kern)


D =
U
A = ax L x Nt
Dimana :
Q
A
L
Nt
a

= Jumlah panas yang dikeluarkan


= Luas permukaan
= Panjang tube (m)
= Jumlah tube (buah)
= tabel 10, Kern

10. Menghitung fouling factor (Rd)


UC UD
Rd = UC x UD ................................................................... (Kern, 1950)
11. Perhitungan Pressure Drop
Shell side
2

f x Gs x Ds x N 1
5,22 x1010 De x s x s

Ps

Dimana :
Ps

= Total Pressure drop pada Shell (psi)

= Friction factor Shell (ft2/in2)

(Gambar C.14, Hlm. 121)

83

Gs

= Mass velocity (lb/hr.ft2)

= Spec.Gravity

N + 1 = jumlah lintasan aliran melalui baffle


Tube side
2

f x Gt x L x n
5,22 x 1010 D x s x t

Pt

Dimana :
Pt

= Pressure drop tube (psi)

= Friction factor tube (ft2/in2)

Gt

= Mass velocity (lb/hr.ft2)

Spgr

= Spec.Gravity

= Inside diameter (ft)

= jumlah pass Tube

(Gambar C.14, Hlm. 121)

4 x n V2
x
s
2g
Pr =
Dimana :
Pr = Return pressure drop pada tube (psi)
V2
2g
= Velocity head (psi)
s

= Spec.Gravity

Maka :
PT

= Pt + Pr

Dimana :
PT

= Total Pressure Drop pada Tube (psi)

3.6.4 Metanasi
Tahapan proses metanasi adalah sebagai berikut:

84

1. Pendinginan gas proses (shellside) di 101-c melalui pertukaran panas dengan


air umpan ketel (tubeside) hingga temperatur gas proses turun menjadi 734oC,
kemudian masuk ke 102-C untuk didinginkan lagi yaitu proses gas di tubeside
dan air umpan ketel di shellside hingga temperature 371oC dengan TRC 10 by
pass 102-C sebagai alat pengendali.
2. Gas proses pada temperatur 371 masuk ke HT shift converter untuk merubah
CO menjadi CO2 dengan reaksi sebagai berikut:
CO + H2O CO2 + H2 + heat
Tidak semua CO bisa dirubah menjadi CO 2, maka suhu CO tersebut akan
diturunkan lagi sekecil mungkin pada LT shift converter. Kadar CO yang
keluar dari HF shift Converter 3,5 % dry basis dengan temperatur 432 437oC.
3. Gas proses yang akan masuk ke LT shift converter (LTS), harus melalui proses
pendinginan terlebih dahulu hingga temperature 210oC, yaitu melalui 2 bahan
penukar panas. Penukas panas yang dilalui untuk P-II, III & IV pertama di
103-C yaitu pertukaran panas antara gas proses di tubeside, sedangkan BFW
di shelltube, kedua melalui 104-C dengan gas proses di tubeside dan Syn gas
dari 136-C dari shellside. Melalui pengaturan by pass 103-C via TRC-11,
temperatur masuk LTS diharapkan 210 oC. Untuk PUSRI-IB juga melalui dua
penukar panas yaitu 103-C1 dan 103-C2, dimana kedua-duanya dialirkan
BFW di tubeside, dan gas proses di shellside. Untuk mengatur BFW ke 103C2 dipasang katup kontrol TRC-1011 sebagai by pass sehingga temperatur gas
proses masuk LTS dapat di kendalikan pada temperatur yang diinginkan.
Persamaan reaksi di LTS sama dengan reaksi di HTS yaitu :
CO + H20 CO2 + H2 + heat
Keluar dari LTS ini, gas proses masih mengandung CO = 0,3 % dry basis
dan temperatur 254 oC selanjutnya di alirkan ke daerah CO2 Removal.
a. Gas proses yang keluar dari LTS yang banyak mengandung CO 2 (hasil
reaksi di HTS & LTS) akan diserap CO2 nya di CO2 Absorber 101-E,
dimana temperatur gas proses ini terlebih dahulu diturunkan pada batasbatas yang diperbolehkan.
Tahapan pendinginan gas proses tersebut sebagai berikut :

85

Gas proses didinginkan di 1153-C pada PUSRI II,III dan IV oleh


kondensat proses hingga temperatur 178oC kemudian dimasukan ke
Reboiler 1105-C dan 1113-C untuk dimanfaatkan memanaskan
Benfield. Selanjutnya pada Separator 102-F terjadi pemisahan
kondensat proses dengan gas proses selama proses pendinginan tadi.
Temperatur gas proses masuk ke bagian bawah CO2 Absorber

diharapkan sebesar 127 oC.


Gas proses didinginkan di BFW Exchanger 131-C pada PUSRI IB
hingga temperatur 188 oC, masuk ke 111-C dengan temperatur keluar
157 oC, selanjutnya masuk ke 105-C & 113-C dengan temperatur
keluar 93 oC. Kondensat yang diperoleh dari gas proses pada
separator 102-FI selanjutnya masuk ke bagian bawah CO 2 Absorber.
Penyerap CO2 di CO2 Absorber ini ada dua jenis penyerap yaitu : dari
bagian tengah menggunakan larutan semi lean, yang dipompakan
oleh Semi Lean Solution Pump dan bagian atas menggunakan Lean
Solution yang dipompakan oleh Lean Solution pump.Sistem
penyerapan didalam CO2 Absorber ini dengan sistem Counter
Current yaitu gas proses dari bawah dan larutan Benfield dari bagian
atasnya. Agar penyerapan ini sempurna didalam CO2 Absorber
terdapat bed Flexiring untuk menambah luas permukaan panyerapan,
sehingga terjadi kontak antara larutan Benfield dengan gas yang
merata (sempurna).Penyerapan CO2 didalam CO2 Absorber terjadi
karena proses reaksi kimia sebagai berikut:
K2CO3 + H2O + 2CO2 2KHCO3
Kemudian gas proses naik dan keluar dari bagian puncak CO2
Absorber, sedangkan larutan Benfield yang telah menyerap CO2 ini
yang dinamakan Rich Solution Benfield turun ke bagian bawah CO2
Absorber, selanjutnya dikirim ke CO2 Stripper untuk di regenerasi
lagi di Reboiler, dengan cara mamanaskan hingga temperatur 120 oC
guna melepaskan gas CO2. Gas CO2 ini akan dikirim ke Urea untuk
bahan baku pembuatan Urea dan larutan Benfield yang telah babas

86

CO2 nya dikembalikan lagi ke CO2 Absorber guna menyerap CO2


yang ada didalam gas proses.
b. Gas proses yang keluar dari puncak CO2 Absorber masih mengandung
CO2 relatif kecil dan CO sekitar 0,3 % akan dimasukan ke Metanator
untuk dijadikan metan, juga mengandung bintik-bintik air yang akan
dipisahkan saat proses gas dimasukan ke KO. Drum yang di dalamnya
terdapat Wire demisting pad. Katalis Metanator yang panas akan rusak
bila ada cairan yang terbawa oleh gas proses. Bila terjadi carry over (ada
cairan yang berlebihan) tindakan yang harus dilakukan yaitu dengan
membuang gas proses yang ke Metanator dengan menutup katup masuk.
Proses gas ini harus dinaikkan temperaturnya sampai 316 oC yang
dikendalikan oleh TRC-12 dengan melalui heat exhangers. Reaksi yang
terjadi pada Metanator adalah ssebagai berikut :
CO + 3H2 CH4 + H20 + heat
CO2 + 4H2 CH4 + 2H20 + heat
kedua reaksi ini adalah reaksi eksotermis yang banyak memerlukan
hydrogen (H2), sedangkan metan (CH4) ini akan menjadi gas inert
didaerah Syn Loop. Untuk diketahui bahwa setiap 1 % mol CO 2 akan
menaikan temperatur 60oC dan CO = 72oC, Metanator ini dilengkapi
dengan proteksi alarm dan trip sistem dimana secara interlock akan
menutup katup masuk metanator,karena tingginya temperatur reaksi
eksotermis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 39.

Gambar 39. Flowsheet Metanasi

87

3.6.5 Fouling Factor (Rd)


Fouling factor adalah suatu angka yang menunjukkan hambatan
akibat adanya kotoran yang terbawa oleh fluida yang mengalir dalam Heat
Exchanger, yang melapisi bagian dalam dan luar Tube. Fouling factor
berpengaruh terhadap proses perpindahan panas, karena pergerakannya
terhambat oleh deposit. Fouling factor ditentukan berdasarkan harga
koefisien perpindahan panas menyeluruh untuk kondisi bersih m kotor pada
alat penukar panas yang digunakan.
Nilai fouling factor didapat dari perhitungan dan desain yang dapat
dilihat dari Tabel 12 Kern. Apabila nilai fouling factor hasil perhitungan
lebih besar dari nilai fouling factor desain maka perpindahan panas yang
terjadi di dalam alat tidak memenuhi kebutuhan prosesnya adan harus
segera dibersihkan. Nilai fouling factor dijaga agar tidak melebihi nilai
fouling factor desainnya agar alat Heat Exchanger dapat mentransfer panas
lebih besar untuk keperluan prosesnya. Perhitungan fouling factor berguna
dalam mengetahui apakah terdapat kotoran di dalam alat dan kapan harus
dilakukan pencucian.
Fouling dapat terjadi dikarenakan adanya :
1. Pengotor berat hard deposit, yaitu kerak keras yang berasal dari hasil
korosi atau coke keras.
2. Pengotor berpori porous deposit, yaitu kerak lunak yang berasal dari
dekomposisi kerak.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya fouling pada alat heat
exchanger adalah :
1.

Kecepatan aliran fluida

2.

Temperatur fluida

3.

Temperatur permukaan dinding tube

4.

Fluida yang mengalir di dalam dinding tube

88

Pencegahan fouling dapat dilakukan dengan tindakan tindakan


sebagai berikut :
1. Menggunakan bahan konstruksi yang tahan terhadap korosi.
2. Menekan potensi fouling, misalnya dengan melakukan penyaringan.
3.7 Pemecahan Masalah
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 29 Juli-2 Agustus 2015
pada pukul 10.00 WIB. Pengambilan data dari ruang teknis PHP P-II
Palembang dan meninjau langsung ke lokasi alat. Data yang diambil dari
ruang teknis PAP P-II adalah data laju operasi, spesifikasi alat, temperatur
inlet dan outlet boiler feed water dan laju alir, sedangkan data yang diambil
dari lokasi alat yaitu temperatur inlet dan outlet effluent methanator.
3.8 Hasil Perhitungan
Data yang diambil pada tanggal 29 Juli 2 Agustus 2015 dari ruang
teknis dan lapangan dapat dilihat pada Tabel 13 dan aliran yang masuk ke
114-C dapat dilihat pada Gambar 40.

Boiler Feed Water Out

223,8 oC

Syn Gas In
300,86 oC

89

Syn Gas Out

Boiler Feed Water In

129,76 oC
Flow rate: 71.437,32841 Ib/hr

108,96 oC
Flow rate : 110.629,4766 lb/hr

Gambar 40. Skema HE 114-C

Tabel 13. Kondisi Operasi Rata-Rata Heat Exchanger 114-C

Feed Water (Shell)


Tanggal

Temp
in
(C)

Temp
out
(C)

Effluent Methanator (Tube)

Flowrate

Temp

(lb/hr)

in
(C)

Temp
out
(C)

Flowrate
(lb/hr)

90

30/7/2015

108,5

223

110.629,4766

330

130

81282,78557

31/7/2015

108

223

110.629,4766

330

130

74773,1286

1/8/2015

109

224

110.629,4766

281,3

129,8

81246,43709

2/8/2015

109,5

225

110.629,4766

283

130

73066,88018

3/8/2015

109,8

224

110.629,4766

280

129

81282,78837

Jumlah

544,8

1119

553147,383

1504,3

648,8

391652,0198

108,96

223,8

110.629,4766

300,86

129,76

78330,40396

Rata-rata

Selanjutnya berdasarkan hasil perhitungan rata-rata dari beberapa data yang


diperoleh dari tanggal 29 Juli 2 Agustus 2015 dengan metode Kern, diperoleh
hasil perhitungan pada Heat Exchanger 114-C yang dapat dilihat pada Tabel 14.
Mengenail langkah-langkah perhitungan dap at dilihat pada lampiran B

Nilai Actual
Perhitungan

Shell Side

Tube Side

(Feed Water)

(Effluent Methanator)

Flow Rate (Ib/hr)

110.629,4766

Temp. Inlet (oF)

228,128

573,548

Temp. Outlet (oF)

434,84

265,568

LMTD (oF)

78330,40396

77,3256

91

Average Temperature (oF)

331,484

Overall Clean Coefficien

419,558
999,0888

(Btu/(hr)(ft2)(oF)
Design Overall Coefficient

61,1172

(Btu/(hr)(ft2)(oF)
Fouling Factor (hr)(ft2)

0,0153

(oF)/Btu
Pressure Drop (Kg/cm2)

0,0953

0,1229

3.9 Pembahasan
Beradasarkan data dan perhitungan yang diperoleh maka untuk mengetahui
kinerja dari Heat Exchanger 114-C harus dicari nilai yang berkaitan dengan
kinerja heat exchanger 114-C seperti Overall Heat Coeficient (UD), Fouling
Factor (RD), dan Pressure Drop (P). Hasil perhitungan akan digunakan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai efisiensi alat. Alat
heat exchanger ini

mengalami masalah (trouble) kebocoran, sehingga perlu

dilakukan evaluasi kinerja pada alat.


Laju alir yang digunakan untuk boiler feed water adalah 110.285,8934 Ib/hr
sedangkan laju alir yang yang terdapat pada effluent methanor adalah
71.215,46468 Ib/hr. Selanjutnya nilai LMTD (Log Mean Temperature Different)

92

yang merupakan suhu rata-rata aliran secara berlawanan arah yang didapat adalah
sebesar 77,3256 oF. Untuk mendapatkan nilai LMTD ini, harga Ft (faktor koreksi)
ditentukan dengan menggunakkan grafik LMTD Correction Factor (Kern, 1965)
dari grafik ini terlihat harga Ft yaitu 1,0.
Berdasarkan perhitungan fouling factor dapat dilihat bahwa nilai fouling
factor pada HE 114-C yaitu 0,015412 Btu/(hr)(ft2)(oF). Nilai fouling factor ini
merupakan angka yang menunjukkan hambatan akibat adanya kotoran yang
terbawa fluida yang mengalir didalam HE. Kotoran ini berasal dari fluida yang
mengalir didalam heat exchanger baik itu dari effluent methanator maupun boiler
feed water. Kotoran ini terbagi menjadi 2 jenis yaitu pengotor berat dan pengotor
berpori. Kotoran yang terbawa dari fluida tersebut akan menumpuk dan melapisi
dinding dalam dan luar tube, sehingga panas yang diserap akan terhalang oleh
adanya kotoran yang menempel. Akibat dari fouling factor ini dapat menyebabkan
kenaikan tahanan heat transfer sehingga menaikkan beban panas dan biaya
operasi maupun perawatan. Variabel-variabel operasi yang berpengaruh terhadap
fouling factor diantaranya adalah kecepatan linier fluida (velocity), temperature
permukaan dan temperature fluida karena kecepatan terbentuknya fouling akan
meningkat dengan naiknya temperatur.
Pada nilai Overall Heat Coefficient (UD) yang didapatkan adalah 60,9274
Btu/(hr)(ft2)(oF), nilai ini juga dipengaruhi oleh adanya fouling factor karena
semakin banyak kotoran yang menempel pada tube maka nilai overall heat
coefficient ini akan mengalami penurunan. Dari nilai yang didapatkan bahwa
kotoran yang menempel pada tube sedikit sehingga proses perpindahan panas
terjadi secara menyeluruh dari fluida dingin ke fluida panas yang semakin mudah.
Pressure drop yang dihitung untuk mengetahui kemampuan fluida
mempertahankan tekanan yang dimilikinya selama fluida mengalir. Harga
pressure drop yang diperoleh pada shell dan tube secara actual yaitu sebesar
3,82021 psi dan 0,041697 psi, sedangkan harga pressure drop secara desain pada
shell dan tube sebesar 0,4977 psi dan 2,133 psi. Pressure drop ini disebabkan
oleh friksi aliran dengan dinding dan pembelokkan arah. Nilai yang didapatkan
masih di bawah nilai standar yang diperbolehkan yaitu 10 psi (Kern, 1965). Hal
ini menunjukkan bahwa heat exchanger tersebut dinyatakan masih layak

93

dioperasikan karena tidak melebihi standar batas yang diperbolehkan. Apabila


dibandingkan dengan nilai pressure drop pada desain, untuk harga pressure drop
actual yang diperoleh pada shell melebihi dari harga desain, sehingga dapat
diasumsikan jika pada sisi shell terdapat pengotor yang menghambat jalannya
perpindahan panas yang menyebabkan nilai pressure drop secara actual melebihi
desain
3.10 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap kinerja dari Heat Exchanger 114-C
pada unit purifikasi Amoniak di pusri II, dapat disimpulkan bahwa:
1. Nilai fouling factor sebesar 0,015412 Btu/(hr)(ft2)(oF), menunjukkan bahwa
terdapat kotoran yang terakumulasi didalam Heat Exchanger.
2. Nilai Overall Heat Coefficient (UD) yang didapatkan adalah 60,9274 Btu/(hr)
(ft2)(oF). Ternyata bahwa kotoran yang menempel pada tube sedikit sehingga
hambatan terhadap proses perpindahan panas yg terjadi tidak terlalu besar.
3. Nilai pressure drop yang diperoleh pada shell yaitu sebesar 3,82021 psi
sedangkan pada tube sebesar 0,041697 psi. Nilai yang didapatkan masih
dibawah nilai standar yang diperbolehkan yaitu 10 psi (Kern, 1965).
3.11 Saran
Ditinjau dari kesimpulan diatas, penulis dapat memberikan saran sebagai
berikut :
a. Nilai fouling factor dan pressure drop yang didapatkan menunjukkan adanya
penyumbatan pada alat HE maka dari itu perlu dilakukan pembersihan untuk
mengeluarkan kotoran-kotoran yang menempel dan terakumulasi pada
peralatan HE 114-C agar tidak menghambat proses perpindahan panas pada
peralatan tersebut.
b. Pengecekan temperature masuk dan temperature keluar untuk methanator
effluent menggunakan sensor infra red (thermogun) pada peralatan Heat
Exchanger 114-C harus tepat pada titik fluida tersebut mengalir untuk
menghindari kekeliruan dalam menghitung efisiensi dari heat exchanger 114-C.

94

c. Perlu dilakukan perawatan dan pemeriksaan secara rutin pada heat exchanger
114-C agar efisiensi pada alat tersebut tidak mengalami penurunan.
d. Pembersihan pada alat Heat Exchanger dapat dilakukan dengan cara, pada sisi
shell direndam dengan air panas/ dengan menggunakan prinsip chemical
cleaning, sedangkan pada sisi tube dapat dilakukan pembersihan dengan cara
disemprot menggunakan air bertekanan tinggi.

You might also like