Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik
yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif
nonreversibel atau reversibel parsial dan berhubungan dengan respon inflamasi
paru terhadap partikel atau gas yang beracun serta berbahaya. PPOK terdiri dari
bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik
merupakan kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak
minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut, dan
tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema ialah suatu kelainan
anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai dengan kerusakan dinding alveoli.3
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik yang juga
memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat
dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria
PPOK. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) ditandai dengan obstruksi aliran
udara. Penyakit ini terutama disebabkan oleh merokok.3
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan suatu keadaan yang
ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel.
Keterbatasan aliran udara ini biasanya progresif dan disertai respons inflamasi
abnormal paru terhadap partikel atau gas toksik. Global Innitiative for Obstructive
Lung Disease (GOLD) tidak memasukkan definisi emfisema dan bronkitis kronik
ke dalam PPOK karena emfisema merupakan diagnosis patologis dan bronkitis
kronik merupakan diagnosis klinis atau epidemiologis yang tidak menggambarkan
keterbatasan aliran udara serta morbiditas dan mortalitas pasien PPOK.2
II. Epidemiologi
3
Estimasi
dengan
pemodelan
di
12
negara
Asia
Tenggara
oleh asap rokok. Sampai saat ini belum semua gen yang berperan sebagai
komponen genetik terhadap PPOK diketahui. Sebagian besar penelitian
mengindikasikan bahwa komponen genetik terdiri dari beberapa gen, masingmasing dengan efek yang kecil. Gen yang berperan dalam kejadian PPOK
mungkin dapat melalui beberapa mekanisme yang berbeda. Faktor genetik
tersebut bisa saling berinteraksi satu dengan lainnya serta dengan faktor risiko
lingkungan sehingga mengaburkan efek gen terhadap fenotip.2
Faktor risiko genetik yang paling dipercaya saat ini yang
didokumentasikan dengan baik adalah defisiensi 1-antiripsin yang merupakan
penghambat utama protease serin dalam sirkulasi. Defisiensi herediter yang jarang
terjadi ini sering ditemukan pada individu asli Eropa utara. Di Amerika Serikat
pasien dengan defisiensi 1-antiripsin hanya 1% dari seluruh pasien PPOK.
Beberapa jenis penelitian memberi kesan bahwa faktor genetik selain defisiensi
1-antiripsin mungkin berperan dalam perkembangan PPOK. Defisiensi 1antitripsin terdapat pada sebagian kecil populasi di seluruh dunia tetapi dapat
menggambarkan interaksi antara faktor pejamu dan pajanan lingkungan pada
kejadian PPOK. Di Indonesia defisiensi antitripsin-1 sangat jarang terjadi.2
Dalam pencatatan riwayat perlu diperhatikan riwayat merokok, apakah
merupakan perokok aktif, perokok pasif, atau bekas perokok. Derajat berat
merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang
rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Hasilnya
dipresentasikan menjadi ringan (0-200),sedang (200-600),dan berat (>600).3
Beberapa faktor risiko antara lain:
1. Pajanan dari partikel.
a. Merokok.
Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di
negara berkembang. Perokok aktif dapat mengalami hipersekresi mucus dan
obstruksi jalan napas kronik. Dilaporkan ada hubungan antara penurunan volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dengan jumlah, jenis dan lamanya merokok.
Perokok pasif juga menyumbang terhadap symptom saluran napas dan PPOK
dengan peningkatan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel dan gas-gas
berbahaya. Merokok pada saat hamil juga akan meningkatkan risiko terhadap
janin dan mempengaruhi pertumbuhan paru-parunya.1
b. Polusi indoor.
Memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek
misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak
diperkirakan memberi kontribusi sampai 35%. Manusia banyak menghabiskan
waktunya pada lingkungan rumah (indoor) seperti rumah, tempat kerja,
perpustakaan, ruang kelas, mall, dan kendaraan. Polutan indoor yang penting
antara lain SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan
pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap dari cat, karpet, dan mebelair,
bahan percetakan dan alergi dari gas dan hewan peliharaan serta perokok
pasif.WHO melaporkan bahwa polusi indoor bertanggung jawab terhadap
kematian dari 1,6 juta orang setiap tahunnya. Pada studi kasus kontrol yang
dilakukan di Bogota, Columbia, pembakaran kayu dihubungkan dengan risiko
tinggi PPOK.1
c. Polusi outdoor.
Polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP 1, inhalan yang
paling kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan debu. Bahan asap
pem- bakaran/pabrik/tambang. Bagaimanapun peningkatan relatif kendaraan
sepeda motor di jalan raya pada dekade terakhir ini telah mengkhawatirkan
sebagai masalah polusi udara pada banyak kota metropolitan seluruh dunia. Pada
negara dengan income rendah dimana sebagian besar rumah tangga di masyarakat
menggunakan cara masak tradisional dengan minyak tanah dan kayu bakar, polusi
indoor dari bahan sampah biomassa telah memberi kontribusi untuk PPOK dan
penyakit kardiorespiratory, khususnya pada perempuan yang tidak merokok
PPOK adalah hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan pajanan
lingkungan dari bahan beracun, seperti asap rokok, polusi indoor dan out door. Di
Mexico, Tellez Rojo et al, menemukan bahwa peningkatan materi partikel
10g/m3 dikaitkan dengan peningkatan penyakit saluran napas 2,9% dan kematian
PPOK 4,1%. Di Hongkong sebuah studi kohort prospektif menemukan bahwa
terhadap wanita adalah 2,80%. Usia tua rata-rata 2,71%, konsumsi alkohol ratarata 1,77%, dan kurang aktivitas fisik 2,66%.1
Derajat 0 (berisiko) Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk
V. Patofisiologi
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi
akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis
emfisema:
- Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer,
terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama,
- Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan
terbanyak pada paru bagian bawah,
- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal,
duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura.6
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi
karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis,
metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan
napas.6
Patofisiologi PPOK melibatkan beberapa sel inflamasi, mediator
inflamasi dan stres oksidatif seperti halnya perubahan pada sistem kardiovaskular
sebagai hasil pajanan asap rokok dan berkembang menjadi keterbatasan aliran
udara yang progresif. Sel inflamasi dan mediator menginduksi metaplasia sel
goblet,hipersekresi mukus, hipertrofi otot polos jalan napas dan hilangnya fungsi
mukosiliar. Hipersekresi mukus dan kehilangan fungsi siliar adalah keadaan yang
mempermudah terjadinya infeksi oleh virus maupun bakteri yang dapat mengubah
kondisi jalan napas. Infiltrasi sel yang melepaskan enzim proteolitik dan
mengakibatkan kerusakan menetap. Pada saat yang sama, reactive oxygen species
(ROS) dihasilkan dalam kompartemen paru sebagai hasil dari inhalasi asap rokok
atau peningkatan produksi oleh aktivasi sel infl amasi dan aktivasi siklus xantin
oksidase. Oksidan-oksidan ini akan menghambat 1-antitripsin yang merupakan
salah satu penghambat enzim elastase yang berperan dalam kerusakan parenkim
dan kehilangan elastisitas rekoil.2
1-antitripsin adalah protein serum yang diproduksi oleh hepar dan
pada keadaan normal terdapat di paru untuk menghambat kerja enzim elastase
neutrofil yang destruktif terhadap jaringan paru. Penurunan kadar 1-antitripsin
sampai kurang dari 35% nilai normal (150-350 mg/dl) menyebabkan proteksi
terhadap jaringan parenkim paru berkurang, terjadi penghancuran dinding alveoli
yang bersebelahan, dan akhirnya menimbulkan emfisema paru. Aktivasi neutrofil
jalan nafas menyebabkan pelepasan elastase neutrofil. Elastase akan merangsang
makrofak melepaskan chemoattractant leukotrien B4 (LTB4) yang menimbulkan
penarikan neutrofil plasma. Penarikan neutrofil melewati jaringan interstisial
menyebabkan kerusakan jaringan ikat.2
Penelitian terbaru pada hewan yang mengalami emfisema adalah
bahwa kerusakan parenkim juga disebabkan oleh proses apoptosis endotel
vaskular dan sel alveoli yang mendukung bahwa kejadian emfisema disebabkan
oleh gangguan vaskular. Inflamasi dan stres oksidatif merupakan peran utama
pada patofisiologi perubahan kompartemen paru pada pasien PPOK. Patofisiologi
serta tampilan klinis PPOK rumit dan belum semuanya dapat dipahami. Fenotip
PPOK sangat sulit diidentifikasi dan penelitian genetik telah dilakukan pada
pasien menurut fenotip klinis yang berbeda-beda.2
VI.
Diagnosis
Diagnosis PPOK ditegakkan berdasarkan anamnesis yaitu batuk,
produksi sputum, sesak napas dan riwayat pajanan terhadap faktor risiko. Tanda
dan gejala klinis seperti sesak napas dan waktu ekspirasi memanjang bisa
digunakan untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang baku
adalah spirometri. Bila spirometri tidak tersedia, diagnosis PPOK harus
ditegakkan menggunakan cara lain yang ada.3
Tingkat keparahan PPOK diukur dari skala sesak napas. Menurut
American Thoracic Society (ATS) penggolongan PPOK berdasarkan derajat
obstruksi saluran napas yaitu ringan, sedang, berat dan sangat berat. Gejala ini
ditandai dengan sesak napas pada penderita yang dirinci sebagai berikut :1
nilai VEP1 50 %.
Berjalan lebih lambat daripada orang lain yang sama usia karena sesak
napas, atau harus berhenti sesaat untuk bernapas pada saat berjalan walau
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,
gejala ringan hingga berat. Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :3
A.
Gambaran Klinis
a. Anamnesis
1.
2.
3.
4.
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan
polusi udara
5. Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
6. Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi.
b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan .
Inspeksi
-
Palpasi
-
Perkusi
-
Auskultasi
-
ekspirasi paksa
ekspirasi memanjang
bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer: Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP).
-
Uji bronkodilator
-
meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <
20% nilai awal dan < 200 ml
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
Hiperinflasi
Hiperlusen
Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus.
pemberian kortikosteroid.
1. Analisis gas darah.
Terutama untuk menilai :
-
6. Radiologi
-
7. Elektrokardiografi.
8. Ekokardiografi.
-
9. Bakteriologi
-
Gagal Jantung
Kongestif
(GOLD,2010)
Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik
Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas
spirometri)
Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan
Eksaserbasi
akut
pada
PPOK
berarti
timbulnya
perburukan
Sesak bertambah
Produksi sputum meningkat
Perubahan warna sputum
Sekunder :
-
Pnemonia
Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia
Emboli paru
Pneumotoraks spontan
Mengurangi gejala
Mencegah eksaserbasi berulang
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualiti hidup penderita
Karakteristik
Rekomendasi Pengobatan
Edukasi (hindari faktor pencetus)
Bronkodilator kerja singkat
(SABA, Antikolinergik cepat,
Xantin)bila perlu
Vaksin Influenza
Bronkodilator kerja singkat
Derajat I (PPOK
ringan)
Xantin)bila perlu
Derajat II (PPOK
gejala
VEP1/KVP < 70%;
sedang)
tanpa gejala
pemeliharaan
Antikolinergik kerja lama
berat)
tanpa gejala
pemeliharaan
Antikolinergik kerja lama
eksaserbasi berulang
PDE-4 inhibitor
2. Rehabilitasi (edukasi, nutris,
Derajat IV (PPOK
sangat berat)
rehabilitasi respirasi)
1. Pengobatan reguler dengan
bronkodilator.
Agonis B-2 kerja panjang
pemeliharaan
Antikolinergik kerja lama
eksaserbasi berulang
PDE-4 inhibitor
2. Rehabilitasi (edukasi, nutris,
rehabilitasi respirasi)
3. Terapi oksigen jangka panjang
jika gagal nafas
4. Ventilasi mekanis noninvasif
5. Pertimbangan terapi pembedahan
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :3
Eksaserbasi Akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingan
dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor
lainnya sepertinya polusi udara, kelelahan, atau timbulnya komplikasi. Ada pun
beberapa gejala dari eksaserbasi:
Sesak bertambah
Produksi sputum meningkat
Perubahan warna sputum
paling
umum
dari
suatu
eksaserbasi
adalah
infeksi
secara
tunggal
atau
kombinasi
dari
ketiga
jenis
kali perhari ).
Golongan agonis beta 2. Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,
peningkatan
jumlah
penggunaan
dapat
sebagai
monitor
timbulnya
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk
tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk
suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan
jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.3
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP 1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.3
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :3
-
makrolid
baru
Perawatan di Rumah Sakit : dapat dipilih
-
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang
sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan
sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi
tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
Antitusif
Diberikan dengan hati hati.
Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan
hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.3
Manfaat oksigen
-
Mengurangi sesak
Memperbaiki aktiviti
Mengurangi hipertensi pulmonal
Mengurangi vasokonstriksi
Mengurangi hematokrit
Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
Meningkatkan kualiti hidup
Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan
gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien
PPOK derajat berat dengan napas kronik.3
Nutrisi
Malnutrisi
sering
terjadi
pada
PPOK,
kemungkinan
karena
optimal yang disertai: simptom pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang
gawat darurat, dan kualitas hidup yang menurun. Program rehabilitiasi terdiri dari
3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.3