You are on page 1of 24

1.

1 Latar Belakang
Atom-atom didalam suatu molekul itu tidak diam melainkan bervibrasi
(bergetar). Ikatan kimia yang menghubungkan dua atom dapat dimisalkan sebagai
dua bola yang dihubungkan oleh suatu pegas. Bila radiasi inframerah dilewatkan
melalui

suatu

cuplikan

maka

molekul-molekulnya

dapat

menyerap

(mengabsorpsi) energi dan terjadilah transisi di antara tingkat vibrasi dasar dan
tingkat tereksitasi. Contoh suatu ikatan C-H yang bervibrasi 90 triliun kali
dalam satu detik harus menyerap radiasi inframerah pada frekuensi tersebut
untuk pindah ke tingkat vibrasi tereksitasi pertama. Pengabsorpsian energi pada
frekuensi dapat dideteksi oleh spektrofotometer infra merah yang memplot jumlah
radiasi infra merah yang akan memberikan informasi tentang gugus fungsional
suatu molekul (Moras,dkk, 2008).
Reaksi antara asam lemak dan alkohol menghasilkan senyawa ester. Senyawa ester
yang dihasilkan mengandung gugus fungsi penyusunnya. Setiap gugus yang terdapat
pada senyawa penghasil ester akan mempunyai vibrasi alamiah yang biasanya
berbeda-beda. Apabila vibrasi alamiah gugus molekul cocok dengan frekuensi
radiasi IR, maka akan terjadi interaksi medan listrik yang menyebabkan perubahanperubahan vibrasi yang menandakan terjadinya absorbs radiasi IR oleh gugus
molekul (Hart, dkk, 2003).
Fourier Tansform Infrared Spectroscopy (FTIR)

adalah sebuah teknik yang

digunakan untuk mendapatkan spektrum inframerah dari absorbansi, emisi,

fotokonduktivitas atau Raman Scattering dari sampel padat, cair dan gas. FTIR
digunakan untuk mengamati interaksi molekul

dengan

menggunakan

radiasi

elektromagnetik yang berada pada panjang gelombang 0,75-1000 m atau pada


bilangan

gelombang

13.000 - 10

cm

-1

. FTIR

dapat

digunakan

untuk

menganalisa senyawa organik dan anorganik. Selain itu, FTIR juga dapat
digunakan untuk analisa kualitatif meliputi analisa gugus fungsi (adanya peak dari
gugus fungsi spesifik) beserta polanya dan analisa kuantitatif dengan melihat
kekuatan absorbsi senyawa pada panjang gelombang tertentu (Sastrohamidjojo,
2007).
Dalam menganalisis suatu zat dapat digunakan beberapa metode. Namun, untuk
mengetahui metode yang cocok untuk analisis suatu zat perlu keahlian untuk
memahami prinsip kerja, keunggunlan serta kekurangan suatu metode tersebut.
Untuk itu, sebagai seorang kimia, dalam menganalisis

suatu

senyawa

maka

sangat penting baginya untuk memahami metode yaitu salah satunya adalah
menggunakan instrumen FTIR.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada percobaan ini adalah Gugus fungsi apa saja yang
teridentifikasi dari spektrum FTIR pada senyawa ester etil oksalat dan etil asetat ?

1.3 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu mengidentifikasi gugus fungsi pada senyawa
ester etil oksalat dan etil asetat dengan alat FTIR.

1.4 Manfaat Percobaan


Manfaat Percobaan ini yaitu agar dapat memberikan pengetahuan dan informasi
kepada mahasiswa tentang alat FTIR, khususnya bagi mahasiswa yang akan
melakukan penelitian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reaksi Esterifikasi


Esterifikasi merupakan proses pembuatan ester dimana asam karboksilat dan alkohol
dipanaskan dengan menggunakan katalis asam seperti asam sulfat pekat atau ptoluena sulfonat dan kesetimbangan tercapai dengan ester dan H 2O.

Reaksi ini

berlangsung secara reversible atau bolak balik, dan tanpa kehadiran katalis rekasi
berjalan sangat lambat. Reaksi berkesitimbangan karena pada esterifikasinya
dihasilkan air yang dapat menghidrolisis kembali ester yang telah terbentuk menjadi
asam karboksilat pembentuknya. Proses ini disebut esterifikasi Fiscer, karena Emil
Fiscer adalah orang yang mengembangkan metode ini. Meskipun reaksi ini
merupakan reaksi kesetimbangan, reaksi dapat digeser ke kanan dengan beberapa
cara, salah satu caranya dapat digunakan alkohol atau asam karboksilat berlebih
(Fessenden, 1989).

Gambar 2.1 Reaksi Esterifikasi (Kac, 2001)

Esterifikasi suatu asam karboksilat berlangsung melalui serangkaian tahap protonasi


dan deprotonasi. Oksigen karbonil diprotonasi, dan alcohol nukleofilik menyerang
karbon positif dan eliminasi air akan menghasilkan ester yang dimaksud. Laju
esterifikasi suatu asam karboksilat bergantung pada halangan sterik dalam alkohol

dan asam karboksilatnya. Urutan kereaktifan alkohol terhadap esterifikasi adalah


ROH tersier < ROH sekunder < ROH primer ( Fessenden, 1989).

2.2 Ester
Ester merupakan salah satu derivat asam karboksilat yang gugus hidroksilnya
digantikan oleh gugus alkoksi (-OR). Nama suatu ester terdiri dari dua kata. Kata
pertama ialah nama gugus alkil yang terikat pada oksigen ester. Kata kedua berasal
dari nama asam karboksilatnya dengan menghilangkan kata asam. Beberapa ester
merupakan zat yang berbau enak dan menyebabkan cita rasa dan harum dari banyak
buah-buahan dan bunga. Beberapa contoh senyawa ester yang mempunyai aroma
buah adalah etil butirat (buah nanas), pentil asetat (buah pisang), dan oktil asetat
(buah jeruk). Senyawa ester juga memiliki hubungan sintetik dengan senyawa lain,
diantaranya ester dapat dibuat dari senyawa anhidrida asam, asam karboksilat,
ataupun halide asam. Selain itu, senyawa ester dapat dihasilkan senyawa asam
karboksilat, amida, polyester, ester lain dan alkohol ( Hart, dkk, 2003).

Gambar 2.2 Struktur Ester ( Wikipedia, 2015)

2.3 Asam Karboksilat

Asam karboksilat adalah suatu senyawa organic yang mengandung gugus karboksil (COOH). Gugus karboksil mengandung sebuah gugus karbonil dan sebuah gugus
karboksil. Interaksi dari kedua gugus ini mengakibatkan suatu keaktifan kimia yang
unik untuk senyawa kimia asam karboksilat ( Jannah, 2008).
Asam karboksilat tergolong polar. Sama halnya dengan alkohol, asam karboksilat
membentuk ikatan hidrogen dengan sesamanya atau dengan molekul lain (Hart, dkk,
2003). Jadi, asam karboksilat memiliki titik didih tinggi untuk bobot molekulnya,
bahkan lebih tinggi dibandingkan alkohol padanannya. Sifat kimia yang paling
menonjol dari asam karboksilat adalah kesamannya. Dibandingkan dengan asam
mineral seperti HCl dan HNO3, asam karboksilat adalah asam lemah. Namun asam
karboksilat lebih bersifat asam daripada alkohol atau fenol, terutama karena stabilisasi
resonansi anion karboksilatnya. Asam karboksilat bersifat sebagai asam hal ini
dikareakan ada unsur H yang terdapat dalam senyawa asam karboksilat. Senyawa asam
karboksilat dapat membentuk senyawa asam lemak (Wikipedia, 2015).
2.4 Alkohol
Alkohol memiliki rumus umum R-OH dan dicirikan oleh hadirnya gugus hidroksil (OH). Strukturnya mirip dengan air, tetapi satu hidrogen digantikan oleh gugus alkil.
Dalam sistem IUPAC, gugus hidroksil pada alkohol dinyatakan dengan akhiran ol.
Pada nama umum, kata terpisah alkohol diletakkan sesudah nama gugus alkil. Rumus
kimia umum alkohol adalah CnH2n+1OH. Alkohol digolongkan kedalam alkohol primer
(1o), sekunder (2o), atau tersier (3o), bergantung apakah satu, dua atau tiga gugus
organik yang berhubungan dengan atom pembawa hidroksil. Titik didih alkohol jauh

lebih tinggi daripada eter atau hidrokarbon yang bobot molekulnya serupa. Hal ini
karena alkohol membentuk ikatan hidrogen dengan sesamanya. Ikatan OH
terpolarisasi

oleh

tingginya

elektronegativitas

atom

oksigen.

Polarisasi

ini

menempatkan muatan positif parsial pada atom hidrogen dan muatan negatif parsial
pada atom oksigen ( Hart, dkk, 2003).
2.4 Spektrofotometer FTIR
Spektrofotometri inframerah merupakan salah satu metode dalam identifikasi struktur
suatu senyawa yaitu dengan mengetahui adanya gugus-gugus fungsional utama dalam
suatu sampel. Pada spektrofotometri inframerah, setiap gugus fungsi pada suatu
senyawa akan menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang
karakteristik. Bila sinar inframerah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik,
maka sejumlah frekuensi diserap sedang frekuensi yang lain diteruskan atau
ditransmisikan ( Sastrohamidjojo, 2007).
Sinar inframerah mempunyai energi yang rendah dengan bilangan gelombang antara
600-4000 cm-1 atau sekitar (1,7 x 10 -3 cm sampai dengan 2,5 x 10-4 cm). Sinar infra
merah hanya dapat menyebabkan vibrasi (getaran) pada ikatan baik berupa rentangan
(stretching = str) maupun berupa bengkokan (bending = bend) (Marham Sitorus, 2009).
Bila radiasi inframerah dilewatkan melalui suatu cuplikan, maka molekul-molekulnya
dapat menyerap (mengabsorpsi) energi dan terjadilah transisi diantara tingkat vibrasi
dasar (ground state) dan tingkat energi tereksitasi (exited state) (Sumar, Hendayana
dkk, 1994).

Radiasi IR tidak memiliki cukup energi untuk menyebabkan transisi elektronik. Bila
radiasi IR dilewatkan melalui suatu cuplikan, maka molekul akan menyerap energi
sehingga terjadi vibrasi. Panjang gelombang serapan oleh suatu ikatan bergantung pada
jenis getaran ikatan antar atom. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan akan
menyerap radiasi IR pada panjang gelombang yang berbeda (Fessenden & Fessenden,
1986). Vibrasi yang terjadi meliputi vibrasi ulur dan tekuk dan dikenal beberapa istilah,
yaitu rocking, twisting, scissoring, dan waging (Hollas, 2004).
Setiap gugus yang terdapat pada senyawa akan mempunyai vibrasi alamiah yang
biasanya berbeda-beda. Apabila vibrasi alamiah gugus molekul cocok dengan
frekuensi radiasi IR, maka akan terjadi interaksi medan listrik yang menyebabkan
perubahan-perubahan vibrasi yang menandakan terjadinya absorbsi radiasi IR oleh
gugus molekul (Hart, dkk, 2003).

Gambar 2.3 Skema IR (Silverstain, 1967)


Berbeda dari spektrometer klasik, FTIR tidak mengukur panjang gelombang satu
demi satu, melainkan dapat mengukur intensitas transmitan pada berbagai panjang
gelombang secara serempak (Skoog et al, 1998). Monokromator prisma atau grating

yang dapat mengurangi energi sinar diganti dengan interferometer. Interferometer ini
mengatur intensitas sumber sinar inframerah dengan mengubah posisi dari cermin
pemantul yang memantulkan sinar dari sumber sinar ke sampel. Jadi, adanya
interferometer membuat spektrometer mampu mengukur semua frekuensi optik
secara serempak dengan mengatur intensitas dari setiap frekuensi tunggal sebelum
sinyal sampai ke detektor. Hasil dari pindai interferometer yang berupa interferogram
(plot antara intensitas dengan posisi cermin) ini tidak dapat diinterpretasikan dalam
bentuk aslinya. Proses transformasi fourier akan mengubah interferogram menjadi
spektrum antara intensitas dengan frekuensi (George & McIntyre, 1987).

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Percobaan ini dilaksanakan pada tanggal 30 November 2015 di Laboratorium Kimia
Organik Jurusan kimia Fakultas maatematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas
Tadulako.
3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu asam asetat, asam oksalat, asam
sulfat pekat, dan etanol. Alat

yang digunakan pada percobaan ini yaitu

spektrofotometer FTIR, rak tabung reaksi, tabung reaksi, pipet tetes, dan penangas
air.
3.3 Prosedur Kerja
Isi masing-masing 1 ml asam asetat dan asam oksalat ke dalam dua tabung reaksi
kemudian tambahkan masing-masing ke dalam tabung reaksi tersebut 1 ml etanol dan
3 tetes asam sulfat pekat. Selanjutnya panaskan dalam penangas air selama 15 menit
lalu analisis hasil reaksi dengan menggunakan FTIR. Tentukan pula spectrum IR dari
bahan awal asam asetat, asam oksalat dan etanol. Lalu bandingkan dengan spektrum
IR dari senyawa ester yang diperoleh dan spectrum IR dari bahan awal.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan

Gambar 4.1 Spektrum FTIR Etil Oksalat

Gambar 4.2 Spektrum FTIR Etil Asetat

Gambar 4.3 Spektrum FTIR Etanol

Gambar 4.4 Spektrum FTIR Asam Oksalat

Gambar 4.5 Spektrum FTIR Asam Asetat

Table 4.1 Perbandingan spektrum FTIR Etil Oksalat, Etil Asetat, Etanol, Asam
Asetat dan Asam Oksalat
Bilangan gelombang (cm-1)
Gugus fungsi
Etil Oksalat

Etil

Etanol

Asam

Asam

3337

Asetat
3399

3411

Asetat
-

Oksalat
3376

O-H ulur

2354

2838

2610

2142

C-H alkana ulur

1641

1644

C = O ulur

1044

1710

C-O ulur

876

879-645

883

C-H out of plane

4.2 Pembahasan
Spektrofotometri inframerah merupakan salah satu metode dalam identifikasi struktur
suatu senyawa yaitu dengan mengetahui adanya gugus-gugus fungsional utama dalam
suatu sampel. Pada spektrofotometri inframerah, setiap gugus fungsi pada suatu
senyawa akan menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang
karakteristik. Bila sinar inframerah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik,
maka sejumlah frekuensi diserap sedang frekuensi yang lain diteruskan atau
ditransmisikan ( Sastrohamidjojo, 2007).
Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada senyawa ester etil
oksalat dan etil asetat dengan alat FTIR. Spektrum sampel yang dibaca adalah etil
oksalat, etil asetat, etanol, asam oksalat dan asam asetat menggunakan instrumen
FTIR. FTIR digunakan untuk melakukan analisa kualitatif yaitu untuk mengetahui
ikatan kimia yang dapat ditentukan dari spektra vibrasi yang dihasilkan oleh suatu
senyawa pada panjang gelombang tertentu. Selain itu digunakan juga untuk analisa
kuantitatif yaitu melakukan perhitungan tertentu dengan menggunakan intensitas.
Prinsip kerja spektroskopi FTIR adalah adanya interaksi energi dengan materi. Dalam
percobaan ini materi berupa molekul senyawa kompleks yakni sukrosa, fruktosa, dan
glukosa yang ditembak dengan energi dari sumber sinar yang akan menyebabkan
molekul tersebut mengalami vibrasi. Sumber sinar yang digunakan adalah laser, yang
apabila dialiri arus listrik maka laser ini dapat memancarkan infrared. Vibrasi dapat

terjadi karena energi yang berasal dari sinar infrared tidak cukup kuat untuk
menyebabkan terjadinya atomisasi ataupun eksitasi elektron pada molekul senyawa
yang ditembak dimana besarnya energi vibrasi tiap atom atau molekul berbeda
tergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya sehingga
dihasilkan frekuaensi yang berbeda pula. Perbedaan mendasar antara IR dan FTIR
adalah pada FTIR interferogramnya menggunakan mecrosem dan letak cerminnya
(fixed mirror dan moving mirror) paralel. Spektroskopi inframerah berfokus pada
radiasi elektromagnetik pada rentang frekuensi 400 4000 cm-1 dimana cm-1 disebut
sebagai wavenumber (1/wavelength) yakni suatu ukuran unit untuk frekuensi.
Interaksi antara materi berupa molekul senyawa kompleks dengan energi berupa sinar
infrared mengakibatkan molekul-molekul bervibrasi dimana besarnya energi vibrasi
tiap komponen molekul berbeda-beda tergantung pada atom-atom dan kekuatan
ikatan yang menghubungkannya sehingga akan dihasilkan frekuensi yang berbeda
(Sastrohamidjojo, 2007).
Perlakuan pertama menghidupkan alat FTIR dengan mencolok kabel terlebih dahulu
lalu menekan tombol power pada CPU kemudian pilih OPUS dan masukkan kata
sandi OPUS. Setelah itu tunggu hingga alat dapat digunakan, lalu melakukan
pengukuran dengan menentukan identitas sampel, sampel yang digunakan

yaitu

sukrosa, glukosa dan fruktosa dengan rentang bilangan gelombang 4000- 600 cm -1
dan jumlah scaning sebanyak 20 kali serta jenis output pengukuran yang digunakan
yaitu %T. Kemudian melakukan pengukuran background (tanpa sampel), setelah itu

melakukan pengukuran sampel hingga muncul spektrum FTIR dan melakukan


manipulasi spectrum dengan menggunakan tools pada aplikasi FTIR. Langkahlangkah melakukan manipulasi spectrum adalah klik menu manipulate kemudian
melakukan baseline correction lalu klik correct.
Hasil percobaan ini diperoleh hasil spektrum yaitu untuk gugus O-H ulur pada etil
oksalat terjadi disekitar vibrasi 3337 cm-1, pada etil asetat berada disekitar vibrasi
3399 cm-1, pada etanol berada disekitar vibrasi 3411 cm-1, pada asam asetat tidak
terdapat spektrum gugus OH dan pada asam oksalat pada 3376cm -1.

Tidak

terdapatnya spectrum gugus OH pada asam asetat hal ini mungkin dikarenakan bahan
sampel yang digunakan sudah rusak ataupun sudah terkontaminasi dengan zat lain.
Selanjutnya untuk gugus C-H alkana ulur pada etil oksalat tidak terdapat
spektrumnya, pada etil asetat berada disekitar vibrasi 2354 cm -1, pada etanol berada
disekitar vibrasi 2838 cm-1, pada asam asetat berada pada vibrasi 2610 cm -1 dan pada
asam oksalat berada disekitar vibrasi 2142 cm - . Tidak terdapatnya spectrum gugus
C-H pada etil oksalat hal ini mungkin dikarenakan bahan sampel yang digunakan
sudah rusak ataupun sudah terkontaminasi dengan zat lain. Spectrum untuk gugus
C=O ulur pada etil oksalat terjadi disekitar vibrasi 1641 cm-1 , pada etil asetat 1644
cm-1 , pada etanol, asam asetat dan asam oksalat tidak terdapat spectrum gugus C=O.
Tidak terdapatnya spectrum gugus C=O ulur pada etanol, asam asetat dan asam okslat
hal ini mungkin dikarenakan bahan sampel yang digunakan sudah rusak ataupun
sudah terkontaminasi dengan zat lain dan tidak bersihnya tempat sampel FTIR
sehingga mempengaruhi hasil yang diperoleh.

Selanjutnya untuk gugus C-O ulur pada etil oksalat, etil asetat dan asam oksalat tidak
terdapat spectrum gugus C-O ulurnya, pada etanol berada disekitar vibrasi 1044 cm -1
dan pada asam asetat berada disekitar vibrasi 1710 cm-1. Tidak terdapatnya spectrum
gugus C-O ulur pada etil oksalat, etil asetat dan asam okslat

hal ini mungkin

dikarenakan bahan sampel yang digunakan sudah rusak ataupun sudah terkontaminasi
dengan zat lain dan tidak bersihnya tempat sampel FTIR sehingga mempengaruhi
hasil yang diperoleh . Untuk gugus CH out of plane pada etil oksalat dan asam
oksalat tidak terdapat spektrumnya, pada etil asetat berada disekitar vibrasi 876 cm -1,
pada etanol berada disekitar vibrasi 879-645 cm -1 dan pada asam asetat berada
disekitar vibrasi 883 cm-1. Tidak terdapatnya spectrum gugus CH out of plane pada
etil oksalat, dan asam okslat

hal ini mungkin dikarenakan bahan sampel yang

digunakan sudah rusak ataupun sudah terkontaminasi dengan zat lain dan tidak
bersihnya tempat sampel FTIR sehingga mempengaruhi hasil yang diperoleh.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Prinsip kerja spektroskopi FTIR adalah adanya interaksi energi dengan materi.
materi berupa molekul senyawa kompleks yang ditembak dengan energi dari
sumber sinar yang akan menyebabkan molekul tersebut mengalami vibrasi.
Sumber sinar yang digunakan adalah laser, yang apabila dialiri arus listrik maka
laser ini dapat memancarkan infrared. Vibrasi dapat terjadi karena energi yang
berasal dari sinar infrared tidak cukup kuat untuk menyebabkan terjadinya
atomisasi ataupun eksitasi elektron pada molekul senyawa yang ditembak dimana
besarnya energi vibrasi tiap atom atau molekul berbeda tergantung pada atomatom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya sehingga dihasilkan
frekuensi yang berbeda pula
2. Spektrum FTIR yang diperoleh untuk gugus O-H ulur pada etil oksalat terjadi
disekitar vibrasi 3337 cm-1, pada etil asetat berada disekitar vibrasi 3399 cm -1,
pada etanol berada disekitar vibrasi 3411 cm-1, pada asam asetat tidak terdapat
spectrum gugus OH dan pada asam oksalat pada 3376cm -1. Untuk gugus C-H
alkana ulur pada etil oksalat tidak terdapat spektrumnya, pada etil asetat berada
disekitar vibrasi 2354 cm-1, pada etanol berada disekitar vibrasi 2838 cm-1, pada
asam asetat berada pada vibrasi 2610 cm-1 dan

pada asam oksalat berada

disekitar vibrasi 2142 cm-1. Spectrum untuk gugus C=O ulur pada etil oksalat
terjadi disekitar vibrasi 1641 cm-1 , pada etil asetat 1644 cm-1 , pada etanol, asam
asetat dan asam oksalat tidak terdapat spectrum gugus C=O. Untuk gugus C-O
ulur pada etil oksalat, etil asetat dan asam oksalat tidak terdapat spectrum gugus
C-O ulurnya, pada etanol berada disekitar vibrasi 1044 cm -1 dan pada asam

asetat berada disekitar vibrasi 1710 cm-1. Untuk gugus CH out of plane pada etil
oksalat dan asam oksalat tidak terdapat spektrumnya, pada etil asetat berada
disekitar vibrasi 876 cm-1, pada etanol berada disekitar vibrasi 879-645 cm-1 dan
pada asam asetat berada disekitar vibrasi 883 cm-1.
5.2 Saran
Praktikum selanjutnya diharapkan alat spektrofotmeter IR sebelum dan sesudah
digunakan harus dibersihkan, karena kebersihan alat FTIR dapat berpengaruh
terhadap hasil spectrum yang diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA
Fessenden & Fessenden. 1986. Kimia Organik jilid 1. Erlangga. Jakarta
Fessenden, R. J., dan Fessenden, J.S. 1989. Kimia Organik Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Hart, H, Craine, L dan Hart, D. 2003. Kimia Organik : Suatu Kuliah Singkat.
Erlangga. Jakarta.
Hollas JM. 2004. Modern Spectroscopy. J Wiley. New York.
Jannah, Raodotul. 2008. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jarak Pagar dengan
Metanol Menggunakan Katalis Padatan Basa K2CO3/ Al2O3. Universitas
Indonesia. Depok.
Kac, A. 2001. The Foolproof Way to Make Biodiesel. Journey to Forever.
Moras, P., D Cleveland, J Zhou, RG Michel. 2008. A review of recent applications of
near infrared spectroscopy, and the characteristics of a novel PbS CCD arraybased near infrared spectrometer. Appl Spect Rev 37:383-428.
Sastrohamidjojo, H. 2007. Spektroskopi. Liberty. Yogyakarta.
Silverstain, R. M., dan Bassler, G. C. 1967, Spectrometric Identification of Organic
Compounds, Second Edition. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Sitorus, Marham. 2009. Transformasi Of Ricinoleic Of Castor Oil Into Linoleic
(Omega-6) and Conjugated Linoleic By Dehydration. Jurnal sains kimia
Universitas Andalas. Padang.
Skoog DA, FJ Holler, TA Nieman. 1998. Principles of Instrumental Analysis.
Harcaurt Brace. Philadelphia.
Sumar Hendayana, Asep Kadarohman, AA Sumarna dan Asep Supriatna. 1994.
Kimia Analitik Instrumen Edisi Kesatu. IKIP Semarang Press. Semarang.
Wikipedia. 2015. http://id. Wikipedia.org/ester-wikipedia bahasa
ensiklopedia bebas. Diakses tanggal 5 Desember 2015. Palu.

Indonesia,

You might also like