You are on page 1of 38

BAB I

PENDAHULUAN
Thalassemia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia dan Indonesia. World
Health Organization (WHO) pada tahun 1994 menyatakan bahwa sekitar 4,5% dari
total penduduk dunia adalah pembawa sifat kelainan ini. Dari jumlah tersebut
sebanyak 80-90 juta adalah pembawa sifat thalassemia beta dan sisanya adalah
pembawa sifat thalassemia alfa dan hemoglobinopati (HbE, HbS, HbO, dan lain
lain).2 Di Indonesia, thalassemia merupakan kelainan genetik yang paling banyak
ditemukan. Di Pusat Thalassemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) sampai dengan akhir tahun 2008 terdaftar 1.455 pasien yang terdiri dari 50%
thalassemia beta, 48,2% thalassemia beta/Hb-E, dan 1,8% pasien thalassemia alfa.
Diperkirakan tiap tahunnya di Indonesia lahir 2.500 anak dengan thalassemia. Jumlah
pasien yang tinggi tersebut merupakan beban tersendiri baik bagi keluarga pasien
maupun pemerintah. Biaya pengobatan suportif berupa transfusi darah dan kelasi besi
mencapai Rp 200-300 juta/tahun/pasien.1
Thalassemia alfa () disebabkan berkurang atau tidak adanya sintesis rantai
yang disebabkan oleh mutasi gen globin baik berupa delesi gen maupun non-delesi
(mutasi titik). Angka kejadian thalassemia cukup bervariasi, namun cukup tinggi di
Asia Tenggara dan Cina Selatan. Frekuensi pembawa sifat berdasarkan parameter
indeks sel darah merah di Indonesia berkisar 2,6%-11%.2Pada umumnya anak dengan
penyakit thalassemia mayor tidak akan mencapai usia produktif bajkan mati di dalam
kandungan atau lahir mati seperti pada thalassemia alfa mayor. Untuk yang bertahan
hidup, pasien thalassemia mayor menanggung beban yang sangat berat karena akan
mendertia anemia berat dan mendapatkan tranfsusi darah seumur hidup. Pemberian
transfusi darah yang berulang akan menimbulkan komplikasi hemosiderosis dan
hemokromatosis sehingga menyebabkan kerusakan organ tubuh seperti hati, limpa,
ginjal, jantung, dan pankreas. Efek lain yang ditimbulkan akibat transfusi yaitu
tertularnya penyakit lewat transusi seperti hepatitis B, hepatitis C, dan HIV.

Kegagalan dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang normal


adalah salah satu komplikasi yang signifikan pada pasien dengan thalassemia. Faktor-

faktor yang dikatakan memiliki kontribusi dalam etiologi dari kegagalan tubuh
kembang anak thalassemia adalah adanya anemia kronis, toksisitas dari terapi kelasi
besi deferoxamine, peningkatan

konsumsi

energi karena digunakan untuk

hematopoiesis dan kerja jantung, defisiensi zat gizi seperti kalori, asam folat, zinc,
dan vitamin A, gangguan homeostasis kalsium, dan kelainan pada tulang, serta
disfungsi hepar dan pankreas.3 Penyebab keterlambatan pubertas adalah timbunan
besi dalam tubuh maka diperlukan terapi kelasi besi yang benar dan adekuat untuk
mencegah kelainan- kelainan yang disebabkan karena timbunan besi. Selain karena
timbunan besi kegagalan pubertas dapat juga disebabkan karena gizi yang tidak baik.
Pada anak thalassemia di RSAB Harapan Kita hampir semua menderita gizi kurang
(92,9%) dan hanya satu anak dengan gizi baik. Anemia kronis yang diderita anak
thalassemia juga makin menurunkan keadaan gizi sehingga dapat menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan keterlambatan pubertas.4
Sebuah penelitian di India menunjukkan sebagian besar pasien thalassemia
(74%) ternyata memilliki kualitas hidup yang buruk. Tidak hanya itu, sekitar 44%
memiliki masalah psikologis seperti gejala cemas, depresi, dan gangguan
perilaku. Penelitian yang dilakukan di Malaysia juga menampilkan hasil yang serupa.
Kualitas hidup anak dengan thalassemia lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol
anak sehat. Thalassemia memiliki efek negatif terhadap fungsi fisis, emosi, sosial, dan
kemampuan bersekolah. Kualitas hidup yang rendah pada pasien thalassemia mayor
berkaitan dengan berbagai macam faktor, misalnya diagnosis dan tata laksana,
perjalanan penyakit yang kronis, penampilan, frekuensi kunjungan ke rumah sakit
untuk transfusi darah, keterlambatan perkembangan seksual, infertilitas, komplikasi
penyakit, gangguan psikiatri dan lain-lain.5

BAB II
PRESENTASI KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS I
Nama Mahasiswa : Malika
NIM
: 030.10.168

Pembimbing : Dr. Meiharty, Sp.A


Tanda tangan :

IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. AR
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 4 tahun 9 bulan
Tempat/ tanggal lahir : Jakarta, 21 April 2011
Agama
: Islam
Pendidikan
: Belum sekolah
Alamat
: Jl.Kebon nanas utara II/19 RT05/04 Cipinang Cempedak
.Jatiegara.Jakarta Timur.
IDENTITAS ORANG TUA
Ayah
Nama
Umur
Pekerjaan
Pendidikan
Suku bangsa
Agama
TB
Alamat

: Tn. H
: 30 tahun
: Wiraswasta
: SMA
: Jawa
: Islam
: 172 cm
: Jl.Kebon nanas utara II/19

Ibu
Nama
Umur
Pekerjaan
Pendidikan
Suku bangsa
Agama
TB
Alamat

: Ny. Y
: 27 tahun
: Ibu rumah tangga
: SMA
: Jawa
: Islam
: 164 cm
: Jl.Kebon nanas utara II/19

RT05/04 Cipinang

RT05/04 Cipinang

Cempedak

Cempedak

.Jatiegara.Jakarta Timur.

.Jatiegara.Jakarta Timur.

Hubungan dengan orang tua : Pasien merupakan anak kandung.PERAWATAN

KE-1
I.

ANAMNESIS
Lokasi

: Bangsal lantai 5 Timur, kamar 514

Tanggal / waktu

: 3 Februari 2015 pukul 07.00 WIB

Tanggal masuk

: 1 Februari 2016 pukul 00.54 WIB

Keluhan utama

: Os kejang 5 menit ,sejak 10 menit SMRS.

Keluhan tambahan : Demam, batuk.


A. Riwayat Penyakit Sekarang
II.

Pasien datang ke UGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan kejang 5


menit SMRS, berupa kejang seluruh tubuh dengan disertai demam dengan
gerakan menyentak, berulang, cepat, kaki dan tangan dalam tertekuk, mata
berkedip, rahang bawah maju mundur, perut tegang, dada nyendol dengan
durasi 3 menit. Setelah kejang pasien langsung tersadar dan bersikap
kembali normal,sebelumnya pasien memang sudah mengalami demam
sejak 1 hari SMRS dan ini adalah kejang pertama kali yang di alami oleh
pasien.Pasien juga mengeluh keluhan lainnya berupa batuk dan pilek yang
sudah berlangsung 1 hari.Keluhan lain seperti diare,nyeri kepala, kepala
yang

terasa

memberat,

mata

merah,

telinga

berdengung,

nyeri

tenggorokan, suara serak, sesak nafas, mual, muntah maupun penurunan


nafsu makan dan penurunan berat badan disangkal.BAK dan BAB tidak
terdapat kelainan.
B. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Penyakit
Alergi

Umur
(-)

Cacingan

(-)

DBD
(-)
Otitis
(-)
Parotitis
(-)
Kesimpulan riwayat

Penyakit
Difteria
Diare
Kejang
Morbili
Operasi
penyakit

Umur
(-)
Kadang-

Penyakit
Penyakit ginjal

Umur
(-)

Penyakit jantung
(-)
kadang
(-)
Radang paru
(-)
(-)
TBC
(-)
(-)
Transfusi darah
(-)
yang pernah diderita: Pasien tidak pernah

mengalami gejala serupa atau menerima transfusi darah sebelumnya.


C. Riwayat Kehamilan/ Persalinan
Morbiditas kehamilan
KEHAMILAN Perawatan antenatal
KELAHIRAN

Tempat persalinan
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
Keadaan bayi

Tidak ada
Rutin kontrol ke Klinik Bidan(selalu
datang sesuai anjuran bidan)
Klinik Bidan
Bidan
Spontan
Penyulit : Tidak ada
39 minggu
Berat lahir : 2.900 gr
Panjang lahir : 49 cm
4

Lingkar kepala : Tidak tahu


Langsung menangis (+)
Kemerahan (+)
Kuning (-)
Nilai APGAR : 9/10
Kelainan bawaan : Tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan/ persalinan : Kontrol kehamilan baik,
persalinan spontan, cukup bulan, berat badan lahir sesuai dengan masa
kehamilan, tidak ada kelainan atau penyakit yang membutuhkan perawatan
di rumah sakit.
D. Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi I : 9 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental: Tidak ada
Psikomotor : Tengkurap

: 4 bulan

(Normal: 3-4 bulan)

Duduk

: 7 bulan

(Normal: 6-9 bulan)

Berdiri

: 9 bulan

(Normal: 9-12 bulan)

Berjalan

: 12 bulan

(Normal: 13 bulan)

Bicara

: 12 bulan

(Normal: 9-12 bulan)

Perkembangan pubertas: Belum masa pubertas.


E. Riwayat Makanan
Umur
(bulan)

ASI/PASI

Buah / Biskuit

Bubur Susu

Nasi Tim

02

ASI

24

ASI

46

ASI

68

ASI

8 10

ASI

10 -12

ASI

Umur diatas 1 tahun:


Jenis Makanan
Nasi
Sayur
Daging
Telur
Ikan
Tahu
Susu
Lain-lain

Frekuensi dan Jumlah


3x/ hari, 1 centong
2x/ minggu
2-3x/ minggu, setengah potong
2x/ minggu, 1 butir
1-2x/ minggu, seperempat ikan
2-3/ minggu, 1 potong
14x/ minggu, 250 mL.
Ciki , somay , cimol, jarang makan buah .

Kesulitan makan : Sejak lahir pasien mendapatkan ASI eksklusif.


Asupan makanan pasien sehari-hari cukup baik, untuk makan sayur
dan buah , pasien jarang makan sayur danbuah.Untuk minum susu
pasien suka untuk minum susu , pasien meminum susu 2 x dalam
sehari saat pagi hari dan malam hari

Kesimpulan riwayat makanan : Pasien mengalami kesulitan makan.Namun


untuk total kalori yang dikonsumsi per hari kesannya cukup untuk usianya.
Asupan serat dan zat besi terkesan kurang.
F. Riwayat Imunisasi
Vaksin
BCG
DPT / PT

Dasar ( umur )
1 bulan
2 bulan 4 bulan 6 bulan

Ulangan ( umur )
-

Polio

0 bulan

2 bulan

4 bulan

Campak
Hepatitis B

9 bulan
0 bulan

1 bulan

6 bulan

Kesimpulan riwayat imunisasi: Imunisasi dasar lengkap dan tepat waktu.

G. Riwayat Keluarga
a. Corak Reproduksi
No

Tanggal
lahir

Jenis
kelamin

1. 21-04-2011
Laki-laki
b. Riwayat Pernikahan
Nama
Perkawinan keUmur saat menikah
Pendidikan terakhir
Agama
Suku bangsa
Keadaan kesehatan
Kosanguinitas
Penyakit, bila ada

Hidup

Lahir
mati

Abortus

Mati
(sebab)

Keterangan
kesehatan

pasien

Ayah
Tn. H
1
25 tahun
SMA
Islam
Jawa
Sehat
Tidak ada
Tidak ada

Ibu
Ny. Y
1
23 tahun
SMA
Islam
Jawa
Sehat
Tidak ada
Tidak ada

c. Riwayat Penyakit Keluarga: kakek pasien memiliki penyakit dibetes


melitus , utnuk keluarga lain tidak ada kelainan.
d. Riwayat Kebiasaan: Ayah pasien yang tinggal serumah memiliki
kebiasaan.merokok.Keluarga pasien yang tinggal serumah tidak ada yang
memiiki kebiasaan suka meminum alkohol atau mengkonsumsi obatobatan terlarang.
Kesimpulan riwayat keluarga: Tidak ada keluarga pasien yang memiliki
gejala serupa. Riwayat transfusi darah (-).

H. Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal bersama dengan kedua orang tua .Rumah merupakan rumah
sewaan, bertingkat satu, beratap genteng, berlantai keramik, dan berdinding
tembok. Ventilasi dan pencahayaan cukup baik. Sumber air bersih dari jet
sanyo. Sumber air minum dari air isi ulang. Sampah dibuang ke tempat
sampah dan setiap hari dikumpulkan di tempat sampah depan rumah. Rumah
pasien terletak di kawasan padat penduduk namuntidak kumuh.Tidak
terdapat kawasan peternakan di sekitar tempat tinggal pasien. Tidak ada
orang di sekitar pasien yang mengkonsumsi obat TB ataupun memiliki
gejala batuk berdahak > 3 minggu.
Kesimpulan keadaan lingkungan: Keadaan lingkungan rumah kurang
baik, risiko penularan dengue besar.
I. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Ayah pasien saat ini bekerja sebagai wiraswasta, dengan penghasilan
Rp.5.000.000,00/bulannya.

Sedangkan

ibu

pasien

adalah

ibu

rumah.Penghasilan tersebut diakui cukup untuk memenuhi kebutuhan seharihari.


Kesimpulan sosial ekonomi: Pasien berasal dari keluarga dengan taraf
sosial ekonomi menengah .

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik pada pasien dilakukan di bangsal lantai 5 timur, kamar 515,
pada tanggal 2 Desember 2015 pukul 07.30 WIB
STATUS GENERALISATA
KEADAAN UMUM
Kesan Sakit
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Kesan Gizi
: Kurang
Keadaan lain
: Anemis (+), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)
DATA ANTROPOMETRI
Berat Badan sekarang
Tinggi Badan

: 14 kg
: 105 cm

Lingkar Kepala
: 50 cm
Lingkar Lengan Atas : 14 cm

STATUS GIZI
- BB / U = Antara -2SD- +2SD = Berat badan cukup menurut kurva
WHO 2006
- TB / U = Antara -2SD- +3SD = Tinggi badan normal menurut kurva
WHO 2006
- BB / TB= Antara -2SD - +2SD = Gizi cukup berdasarkan kurva WHO
2006
- LK
= 50cm (2 SD menurut Kurva Nellhaus)
Kesimpulan status gizi : Menurut parameter BB/TB, gizi pasien termasuk
dalam kategori gizi cukup. Menurut parameter TB/U pasien termasuk kategori
normal.

TANDA VITAL

Tekanan Darah : 110/ 60 mmHg


Nadi : 110 x/ menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Pernapasan : 22 x/ menit, tipe abdomino-torakal.
Suhu: 36,0o C (diukur dengan termometer air raksa di aksila)

KEPALA

: Normocephali, deformitas (-), hematoma (-).

RAMBUT

: Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.

WAJAH

: Wajah simetris, tidak terdapat edema.Kelainan dismorfik (-).


Facies Cooley (-). Kumis dan janggut (-).

MATA :
Visus
Sklera ikterik
Konjuntiva pucat
Exophthalmus
Strabismus
Nistagmus
Refleks cahaya
Alis
Bulu mata

: Kesan baik
Ptosis
: -/: -/Lagofthalmus : -/: +/+
Cekung
: -/: -/Kornea jernih : +/+
: -/Lensa jernih : +/+
: -/Pupil
: Bulat, isokor
: Langsung +/+ , tidak langsung +/+
: Hitam, distribusi merata
: Hitam, distribusi merata, madarosis (-/-), trikiasis (-/-)

TELINGA :
Bentuk
Nyeri tarik aurikula
Liang telinga
Serumen
Cairan

: Normotia
: -/: Lapang
: -/: -/-

Tuli
: -/Nyeri tekan tragus : -/Membran timpani : Sulit dinilai
Refleks cahaya
: Sulit dinilai

HIDUNG :
Bentuk
Sekret
Mukosa hiperemis

: Simetris
: +/-+
: -/-

Napas cuping hidung


Deviasi septum
Konka eutrofi

:-/:: +/+

BIBIR:Simetris saat diam, mukosa pucat (+), kering (-), sianosis (-),
labioschizis (-), cheilitis (-), perleche (-).
MULUT:
-

Trismus (-), mukosa mulut pucat, oral higiene kurang baik, mukosa gusi
dan pipi merah muda, ulkus (-), halitosis (-), palatoschizis (-).
Caries dentis (+) di molar 2 bawah dextra dan sinistra.

10

Lidah : Normoglosia, pucat (+), kering (-), ulkus (-), hiperemis (-) massa (-),
atrofi papil (-),coated tongue (-), geographic tongue (-), bifurcatio lidah (-),
tremor (-)

TENGGOROKAN:
-

Arkus faring simetris, hiperemis (-), oral thrush (-). Tonsil T1-T1tenang, kripta
tidak melebar, detritus (-). Faring hiperemis (-), granulasi (-), massa (-), abses
(-), PND (-)

LEHER:
-

Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB,
tidak tampak deviasi trakea.
Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid.
Tidak teraba pembesaran KGB.
Trakea teraba di tengah.

KETIAK: Tidak tampak pertumbuhan rambut ketiak.

11

THORAKS:
JANTUNG
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi
: Batas kiri jantung : ICS V linea midklavikularis sinistra
Batas kanan jantung : ICS III V linea parasternalis dextra
Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
PARU
Inspeksi
-

Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan
yang tertinggal, tipe pernapasan abdomino-torakal, retraksi (-), tidak
ditemukan efloresensi pada kulit dinding dada.

Palpasi
-

Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri, vocal
fremitus sama kuat kanan dan kiri.
Angulus costae 75o

Perkusi
-

Sonor di kedua lapang paru.


Batas paru dan hepar di ICS VI linea midklavikularis dextra

Auskultasi

:Suara napas vesikuler, reguler, ronkhi -/-, wheezing -/-

ABDOMEN :
Inspeksi
-

Perut datar, tidak ada efloresensi yang bermakna, roseola spots (-), tidak
tampak adanya benjolan, gerakan peristaltik, venektasi, dan smiling
umbilicus.

Palpasi
-

Supel, nyeri tekan (-) pada, turgor kulit baik.


Hepar : Tidak teraba membesar.
Lien : Tidak teraba membesar.
Ginjal : Ballotement -/-, Nyeri ketok CVA -/-

Perkusi
: Timpani pada seluruh regio abdomen. Shifting dullness (-).
Auskultasi :Bising usus (+), frekuensi 4x / menit.
KGB :
Preaurikuler
: Tidak teraba membesar
Postaurikuler
: Tidak teraba membesar
Submandibula
: Tidak teraba membesar
Supraclavicula
: Tidak teraba membesar
Axilla
: Tidak teraba membesar
Inguinal
: Tidak teraba membesar

12

ANGGOTA GERAK :
Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi tangan dan kaki,
serta sikap badan, tidak terdapat keterbatasan gerak sendi, akral hangat pada
keempat ekstremitas, sianosis (-), edema (-), capillary refill time< 2 detik.
Tangan
Tonus otot
Sendi
Lain-lain

Kanan
Normotonus
Aktif
Edema (-)

Kiri
Normotonus
Aktif
Edema (-)

Kanan
Normotonus
Aktif
(+)
(-)
Edema (-)

Kiri
Normotonus
Aktif
(+)
(-)
Edema (-)

Kanan

Kiri

Biseps

Triceps

Patella

Achiles

Kaki
Tonus otot
Sendi
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Lain-lain
Status Neurologis
Refleks Fisiologis

13

Refleks Patologis

Kanan

Kiri

Babinski

Chaddock

Oppenheim

Gordon

Schaeffer

Kanan

Kiri

Kerniq

Laseq

Brudzinski I

Brudzinski II

Rangsang meningeal
Kaku kuduk

Saraf cranialis
- N. I (Olfaktorius)
Tidak dilakukan pemeriksaan
- N. II dan III (Opticus dan Occulomotorius)

14

Pupil bulat isokor 3mm / 3mm, RCL +/+, RCTL +/+


- N. IV dan VI (Trochlearis dan Abducens)
Gerakan bola mata baik ke segala arah
- N. V (Trigeminus)
Tidak ada gangguan sensibilitas wajah
- N. VII (Facialis)
Wajah simetris
Motorik: dapat menutup mata sempurna, dapat mengernyitkan dahi, dan dapat
tersenyum dengan baik
Sensorik: tidak ada gangguan pengecapan
- N. VIII (Vestibulo-kokhlearis)
Dapat mendengar bunyi gesekan jari pada kedua telinga
- N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Tidak ada gangguan menelan
- N. XI (Aksesorius)
Dapat mengangkat kedua bahu dan memutar kepala dengan baik
- N. XII (Hipoglosus)
Gerakan lidah tidak terganggu, tidak terdapat paralisis, kekuatan lidah baik

PUNGGUNG:
-

Bentuk tulang belakang normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

KULIT:
-warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, tidak
terdapat efloresensi bermakna, turgor kulit baik, lembab, capillary refill time< 2
detik.

15

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah lengkap :
Tanggal 1-2-2016
Hematologi

Hasil

Nilai Normal

Leukosit

9,3 ribu/ L*

5,5 15,5

Eritrosit

4,9 jt/ L

3,7 5.7

Hemoglobin

11,9 g/ dL

10,8 12,8

Hematokrit

36 %

31 43

Trombosit

218 ribu / L

217 497

MCV

73,6 fL

73 101

MCH

24,5pg

23 31

33,3 g/dL

32 36

13,6 %

<14

83mg/dl

52-98

Natrium

136 mmol/L

136-155

Kalium

3,2 mmol/L

3,6-5,5

Klorida

112mmol/L

98-109

MCHC
RDW
Kimia Klinik
Metabolisme karbohidrat
Gula darah sewaktu
Elektrolit Serum

Kesimpulan Pemeriksaan Penunjang :

hipokalemia

IV. RESUME
Pasien seorang anak laki-laki berusia 4 tahun 9 bulan datang dengan keluhan
kejang 5 menit SMRS , kejang didahului demam tinggi , kejang seluruh tubuh
gerakan menyentak, berulang, cepat, kaki dan tangan dalam tertekuk, mata
berkedip, rahang bawah maju mundur, perut tegang, dengan durasi tidak lebih
dari 5 menit .Demam dirasakan pasien sejak 1 hari SMRS.Kejang merupakan
16

episode pertama yang dialami oleh pasien bersamaan.Pasien juga mengeluhkan


adanya batuk pilek yang di rasakan 1 hari sebelum masuk rumah sakit.Keluhan
lain disangkal
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
compos mentis, dan kesan gizi cukup baik. Pada pemeriksaan tanda vital dan status
generalis didapatkan hasil dalam batas normal, namun pada pemeriksaan hidung
didapatkan sekret pada kedua lubang hidung.. Pada pemeriksaan status neurologis
didapatkan hasil dalam batas normal
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil dalam batas normal kecuali
leukosit yang sedikit meningkat yakni 16,5ribu/L yang mungkin disebabkan
karena pasien sedang menderita ISPA.
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang:
a. Kejang Demam Simpleks
b. Kejang Demam Kompleks
c. Kejang Generalisata
d. Epilepsi Parsial
e. Infeksi tetanus
f. Electrolite imbalance
g. Brain injury
h. Tumor otak
i. Sepsis
2. Batuk dan pilek:
a. ISPA
b. Sinusitis
c. Faringitis
d. Laringitis
e. Bronkitis
f. Bronkiolitis
g. Pneumonia
h. TB paru
i. Otitis media akut
17

j. Konjunctivitis akut
3.Caries dentis

18

VI.

DIAGNOSIS KERJA
Kejang demam simpleks
ISPA
Hipokalemia
Caries dentis

VII.PEMERIKSAAN ANJURAN
- Tes fungsi ginjal
- PCR
- Pemeriksaan feces lengkap
- Pemeriksaan urinalisa lengkap
- Foto rontgen thoraks
- Sediaan apus darah tepi
- Sediaan apus sumsum tulang
VIII. TATALAKSANA
Non-medikamentosa
- Komunikasi, informasi, dan edukasi orang tua pasien mengenai keadaan dan
-

penyakit pasien
Edukasi orang tua pasien tentang gizi dan jenis makanan yang baik dan
seimbang serta mempertimbangkan untuk memilih jajanan yang dimakan

oleh pasien.
Penyuluhan

mengenai

kebersihan

lingkungan

untuk

mengurangi

kemungkinan terjadinya gangguan pernafasan,infeksi bakteri atau infestasi


parasit.
Medikamentosa
- IVFD KAEN 3B 3cc/kgbb/jam 3 X 14 kg/jam 72 cc/jam.
- Inj. Ampisilin 4x350 mg IV
Dosis : 25-20mg/kgbb/hari
Pasien : 4x350 mg IV
- Paracetamol 140 mg kalau suhu > 38oC
Dosis : 10-20 mg /kgbb/kali
Pasien : 10x14kg= 140 mg/kali
- Diazepam 1,4 mg kalau suhu >38,5 oC
Dosis :0,1 mg/kgbb/kali
Pasien : 0,1 x 14 =1,4 /kali
- Ambroxol 3mg (dosis: 1,5 mg/kgbb/hari = 1,5x14=9/hari)
- Salbutamol 0,5 mg(dosis: 0,1mg/kgbb/hari=0,1x14=1,4/hari)
m.f pulv 3 x 1
- Cetirizine 2 x 3,5 mg syr
Dosis : 0,25 mg/kgbb/kali
Pasien : 3,5 mg / sendok obat

IX. PROGNOSIS

19

Ad Vitam
Ad Sanationam
Ad Fungsionam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

20

X.

FOLLOW UP
Hari Perawatan ke-2 (2-2-2016)
S
Demam (-)
Kejang (-)
Batuk (+)
Pilek(+)

O
TSS, CM
BB 14 kg
N: 104x/ menit
R: 20x/ menit
S: 37,5oC
Mata: CA +/+, SI -/Hidung:NHC(-),sekret+/+
Mulut: pucat (+)caries
dentis (+)
Pulmo:SNV (+/+), ronchi
(-/-)
Cor: BJ I II regular, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen: supel, NTE(+),
hepar 2/5-1/2, lien
Schuffner II-III.
Ekstremitas: hangat ++/++,
pucat ++/++, CRT <2

A
Kejang demam
simpleks
ISPA
Hipokalemia
Caries Dentis

P
IVFD KAEN 3B
72 cc/jam.
Inj.

Ampisilin

4x350 mg IV
Paracetamol 140
mg kalau suhu >
38oC
Diazepam 1,4 mg
kalau suhu >38,5
o

Ambroxol 3mg
Salbutamol 0,5
Cetirizine 2 x 3,5
mg syr
Saran :
Konsul dokter
gigi

21

URINALISIS

Hasil

Nilai Normal

Warna

Kuning

Kuning

Kejernihan

Jernih

Jernih

Glukosa

Negatif

Negatif

Bilirubin

Negatif

Negatif

Keton

+1

Negatif

pH

6,0

4,6 8

1.025

1,005 1,030

Darah samar

Negatif

Negatif

Albumin urin

Negatif

Negatif

Urobilinogen

0,2 EU/ dL

0,1 1

Nitrit

Negatif

Negatif

Esterase lekosit

Negatif

Negatif

Sedimen Urin :
Leukosit
Eritrosit
Epitel
Silinder
Kristal
Bakteri
Jamur

0-1/ LPB
0-1/ LPB
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

<5
<2
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Berat jenis

22

FAECES LENGKAP

Hasil

Nilai Normal

Coklat kehitaman
Lembek
Positif
Negatif

Coklat
Lunak
Negatif
Negatif

Mikroskopik :
Leukosit
Eritrosit
Amoeba coli
Amoeba histolitika
Telur cacing

Negatif
Positif
Negatif
Negatif
Negatif

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Pencernaan :
Lemak
Amilum
Serat
Sel ragi

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Darah samar

Negatif

Negatif

Makroskopik :
Warna
Konsistensi
Lendir
Darah

Hari Perawatan ke-3 (3-2-2016)


S
Demam (-)
Kejang (-)
Batuk (+)
Pilek(+)

O
TSS, CM
BB 14 kg
N: 100x/ menit
R: 20x/ menit
S: 36,8oC
Mata: CA +/+, SI -/Hidung:NHC(-),sekret-/Mulut: pucat (+)caries
dentis (+)
Pulmo:SNV (+/+), ronchi
(-/-)
Cor: BJ I II regular, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen: supel, NTE(+),
hepar 2/5-1/2, lien
Schuffner II-III.
Ekstremitas: hangat ++/++,
pucat ++/++, CRT <2

Riw.Kejang
demam simpleks

Pasien boleh
pulang

ISPA

Obat pulang :
Amoksisilin syr
3x5cc untuk 3
hari.
PCT 140 mg
jika demam

Hipokalemia
Caries Dentis

(Ambroxol 3mg
Salbutamol 0,5 )
3x1 sch

Saran:
Berobat ke dokter
gigi .

23

Hari

24

BAB III
ANALISA KASUS
ANAMNESIS
Kasus yang dibahas adalah pasien bernama An. A usia 4 tahun 9 bulan,
jenis kelamin laki-laki yang dirawat dengan diagnosa kejang demam
simpleks. Pasien datang ke UGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan kejang
5 menit SMRS,kejang yang pertama kali dirasakan pasien dan disertai
demam.Dari gejala yang dikeluhkan oleh pasien tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa kejang yang terjadi pada pasien adalah kejang
demam. Maka, kemungkinan penyakit yang menyebabkan kejang seperti
ini adalah kejang demam simpleks , kejang demam kompleks , epilepsi
primer, epilepsi karena penyakit lain seperti meningitis, ensefalitis, trauma
kepala, maupun tumor otak.
Yang perlu diperhatikan selanjutnya ialah mengenai deskripsi kejang
yang dialami yaitu berupa kejang pada seluruh tubuh dengan gerakan
menyentak, berulang, cepat, kaki dan tangan dalam tertekuk, mata

25

berkedip, rahang bawah maju mundur, perut tegang, dengan durasi tidak
lebih dari 5 menit, pada saat terjadi kejang tidak terdapat gangguan
kesadaran ,setelah kejang berhenti kesadaran pulih kembali. Kejang yang
dialami pasien sesuai dengan klasifikasi kejang demam simpleks, dimana
terdapat gerakan yang menyentak, repetitif, tajam, lambat dan multipel
dilengan, tungkai, dan torso dengan waktu yang relatif singkat <15 menit.
Pada pasien, batuk yang terjadi adalah batuk berdahak, yang diawali
dengan pilek, tidak terdapat sesak nafas, nyeri tenggorokoan maupun
suara serak.Dari anamnesis terdapat kemungkinan pasien juga menderita
ISPA namun perlu dipastikan dengan pemeriksaan fisik.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada kasus ini, pemeriksaan fisik yang bermakna yakni didapatkan
secret +/+ pada hidung, pada pemeriksaan tenggorokan tidak didapatkan
tonsil hiperemis dan berukuran T1-T1, pada pemeriksaan paru juga tidak
didapatkan adanya ronkhi pada kedua lapang paru, hal ini menunjukkan
bahwa kemungkinan batuk yang dialami pasien merupakan ISPA. Pada
pemeriksaan status neurologis dimana tidak didapatkan hasil yang
patologis menandakan bahwa kejang yang dialami pasien lebih cenderung
menuju diagnosis kejang karena peyebab ekstrakranial

dibandingkan

kejang akibat gangguan intrakanial, sebab pada kejang karena penyebab


intrakranial

akan ditemukan reflex fisiologis yang meningkat dan reflex

patologis yang positif yang disebabkan karena adanya lesi UMN


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dari

hasil

pemeriksaan

laboratorium

didapatkan

hasil

hipokalemia

ringan ,karena pada kadar kalium yang dibawah 3 meq/L baru dapat
menyebabkan kejang pada otot, sedangkan kadar kalium pada pasien
adalah 3,2 meq/L, maka penyebab kejang karena hipokalemia dapat
disingkirkan.

26

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. KEJANG DEMAM
1.)

DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.1Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan
demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf

27

pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan
tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang
demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur
3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti
adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang
tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1
bulan) tidak termasuk kejang demam. 1,3 Kejang demam harus dibedakan
dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. 2 Definisi
ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis
yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya
mengenai susunan saraf pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau
lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan
lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
2

2. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kirakira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang
demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam
sedikit lebih sering pada laki-laki.3 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak
berumur 6 bulan samapi 5 tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam
pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2,10
3. KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit
dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik
dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24

28

jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh


kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.)

Kejang lama > 15 menit

2.)

Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului
kejang parsial

3.)

Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

4. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam.
Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau
saudara kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak
dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam
pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih
dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko
rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya
anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat
kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi. 5,6
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya
gangguan neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi
dalam keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali
kejang demam kompleks. 5,6
5. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru
dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi
otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan
air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan
29

sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali
ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar
sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel
dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a.
b.

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.


Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya.

c.

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau


keturunan.9
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan

kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan


meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi
difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan
terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita
kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan
ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 oC atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita
kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya
30

dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung
lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi

hipoksemia,

hiperkapnea,

asidosis

laktat

disebabkan

oleh

metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak


teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya
aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.9
6. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang
disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis
media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya
terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan dapat berbentuk tonik klonik, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang
biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan
relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2
menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,
inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),
gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.1,9,10
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit
kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15
31

menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari


otak.4
7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi
dalam keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.
b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal,
tanda peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6
c. Pemeriksaan Penunjang
1.) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis
dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.5
2.)

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk


menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko
terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil
seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu
pungsi lumbal dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat
dianjurkan dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19
bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak
perlu dilakukan pungsi lumbal. 5

3.)

Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan

elektroensefalografi

(EEG)

tidak

dapat

memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan


kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada

32

keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam


kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam
fokal.5
4.) Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography
scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang
sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ;
kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis
nervus VI, papil edema.5
8. DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan,
khususnya meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada
kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis media
tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan
antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal. 2
9. PENATALAKSANAAN
a.

Penatalaksanaan saat kejang


Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu
pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan
kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah
diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan lahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua
atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75
mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan
kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau
Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun
atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti,
dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih
tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan
33

Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap


belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal
10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin
kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat
intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung
dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau
kompleks dan faktor resikonya.5
b. Pemberian obat pada saat demam
1. Antipiretik
Tidak

ditemukan

bukti

bahwa

penggunaan

antipiretik

mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di


Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4
kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10
mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat
dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari
18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak
dianjurkan.2,3,5
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada
saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30%
-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg
setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada
25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat
demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
c. Pemberian Obat Rumat
1. Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan
ciri sebagai berikut (salah satu) ;
34

- Kejang lama > 15 menit


- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy,
retardasi mental, hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali
atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang
dari 12 bulan, kejang demam 4 kali per tahun.5
2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari
efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan
bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka
pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan
dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 4050% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada
sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun
asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis
asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital
3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan
selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.5
10. EDUKASI PADA ORANG TUA
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.
Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
a.

Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis


baik

b.

Memberitahukan cara penanganan kejang

c.

Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

d.

Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi


harus diingat adanya efek samping obat.4,5

35

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang


a.

Tetap tenang dan tidak panik.

b.

Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.

c.

Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala


miring.

Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.

Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu


ke dalam mulut.
a.

Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

b.

Tetap bersama pasien selama kejang.

c.

Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah


berhenti.

d.

Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit


atau lebih .5

11. VAKSINASI
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi
terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam
karena vaksinasi jarang. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki
kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada
umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak
akan berulang pada imunisasi berikutnya. Angka kejadian pasca vaksinasi
DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, Risiko ini tinggi
pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya. 5,7 Sedangkan setelah
vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko meningkat pada hari 8-14
setelah imunisasi.7 Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal
bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa
dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3
hari kemudian.5
12. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
36

biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah
dilaporkan.5,9
BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM
KEJANG

1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau


BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg =
10 mg

KEJANG
Diazepam
( 5 menit )
rektal
Di Rumah Sakit

KEJANG
Diazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(depresi pernapasan dapat terjadi)

KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20
mg/kgBB
Kecepatan 0,5 -1
mg/kgBB/menit
KEJANG
Transfer ke Ruang Rawat
Intensif

KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan

berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.


37

2.

Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur


dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan
hipotensi.6

DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di

Kapita Selekta

Kedokteran. Media Aesculapius FKUI. Jakarta.


2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006.
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI.
Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar
Pelayanan Medis Kesehatan Anak.Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak
2. FKUI. Jakarta.

38

You might also like