Professional Documents
Culture Documents
Nama
NIM
Judul Referat
Referat ini telah disetujui oleh dokter pembimbing untuk dijadikan salah satu syarat mengikuti
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak periode 14 September 2015 sampai dengan 21
November 2015 di RSUD Budhi Asih.
Yang bertanda tangan dibawah ini,
Dokter Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, karena atas rahmat dan karuniaNya saya dapat menyelesaikan Referat dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak periode
14 September 2015 sampai dengan 21 November 2015 di RSUD Budhi Asih, yang berjudul
Sianosis pada Anak ini.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada dr. Kirana Kamima, Sp.A yang telah
membimbing penyusun referat ini, serta kepada seluruh dokter yang telah membantu
membimbing penyusun selama kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Budhi Asih
Jakarta. Dan juga ucapan terima kasih kepada teman-teman di kepaniteraan ini, serta kepada
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberi dukungan dan
bantuannya kepada penyusun.
Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kami dan para pembaca pada umumnya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun diharapkan dari pembaca sekalian.
BAB I
PENDAHULUAN
2
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan data terakhir dari Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyebutkan 250 juta penduduk dunia (4,5%) membawa genetik Thalasemia. Dari 250
juta, 80-90 juta di antaranya membawa genetik Thalasemia Beta.
Sementara itu di Indonesia Jumlah penderita Thalasemia hingga tahun 2009 naik
menjadi 8, 3 persen dari 3.653 penderita yang tercatat pada tahun 2006. Hampir 90% para
penderita penyakit genetik sintesis Hemoglobin (Hb) ini berasal dari kalangan
masyarakat miskin.
Kejadian thalasemia sampai saat ini tidak bisa terkontrol terkait faktor genetik
sebagai batu sandungan dan belum maksimalnya tindakan screening untuk thalasemia
khususnya di Indonesia.
Thalasemia pertama kali ditemukan pada tahun 1925 ketika Dr. Thomas B.
Cooley mendeskripsikan 5 anak anak dengan anemia berat, splenomegali, dan biasanya
ditemukan abnormal pada tulang yang disebut kelainan eritroblastik atau anemia
Mediterania karena sirkulasi sel darah merah dan nukleasi. Pada tahun 1932 Whipple dan
Bradford menciptakan istilah thalasemia dari bahasa yunani yaitu thalassa, yang artinya
laut (laut tengah) untuk mendeskripsikan ini. Beberapa waktu kemudian, anemia
mikrositik ringan dideskripsikan pada keluarga pasien anemia Cooley, dan segera
menyadari bahwa kelainan ini disebabkan oleh gen abnormal heterozigot. Ketika
homozigot, dihasilkan anemia Cooley yang berat.Thalassemia merupakan penyakit
anemia hemolitik herediter yang disebabkan oleh defek genetik pada pembentukan rantai
globin. Pertama kali ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Italia antara
1925-1927 oleh Thomas Cooley. Kata thalassemia dimaksudkan untuk mengaitkan
penyakit tersebut dengan penduduk mediterania, dalam bahasa Yunani Thalassa berarti
laut dan emia yang berarti darah.1,4
Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras Mediterania, Timur Tengah, India,
sampai Asia Tenggara. Dalam 30 tahun terakhir ini, daerah tersebut telah mengalami
perubahan pola penyakit yang bermakna. Peningkatan kebersihan dan pelayanan dan
pelayanan kesehatan menyebabkan penyakit infeksi dan malnutrisi berkurang. Dulu, bayi
yang lahir dengan kelainan darah, meninggal pada usia kurang dari setahun. Tapi saat ini
sebagian besar berhasil selamat dan memerlukan diagnosis dan penatalaksanaan yang
lanjut. Karena penatalaksanaan thalassemia cukup mahal, perubahan ini akan
menghabiskan dana yang cukup besar di negara frekuensi thalassemia tinggi.
3
BAB II
THALASSEMIA
DEFINISI
Thalassemia adalah sekelompok heterogen penyakit anemia hipokromik herediter dengan
berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau parsial gen
globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah
penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA
yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan dan supresi total sintesis rantai
polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip
thalassemia; banyak di antara mutasi ini adalah unik untuk daerah geografi setempat. Pada
umumnya, rantai globin yang disintesis dalam eritrosit thalassemia secara struktural adalah
normal. Pada bentuk thalassemia- yang berat, terbentuk hemoglobin hemotetramer abnormal ( 4
4
atau 4) tetapi komponen polipeptida globin mempunyai struktur normal. Sebaliknya, sejumlah
Hb abnormal juga menyebabkan perubahan hemotologi mirip thalassemia.1
EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Fakta ini
mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak; menyerang hampir
semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia.2
Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia. Talasemia o
ditemukan terutama di Asia Tenggara dan kepulauan Mediterania, talasemia + tersebar di
Afrika, Mediterania, Timor Tengah, India dan Asia Tenggara. Angka kariernya mencapai 4080%.
Thalassemia memiliki distribusi sama dengan thalassemia . Dengan pengeecualian di
beberapa negara, frekuensinya rendah di Afrika, tinggi di negara Mediterania dan bervariasi di
Timor Tengah, India dan Asia Tenggara. Indonesia termasuk dalam sabuk thalassemia sehingga
prevalensi gen pembawa cukup tinggi yaitu 5-10%. Kurang lebih 3% dari penduduk dunia
mempunyai gen thalassemia dimana angka kejadian tertinggi sampai dengan 40% kasus adalah
di Asia. HbE yang merupakan varian thalassemia sangat banyak dijumpai di India, Birma dan
beberapa negara Asia Tenggara. Adanya interaksi HbE dan thalassemia menyebabkan
thalassemia HbE sangat tinggi di wilayah ini.3
Yayasan Thalassemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya 100.000 anak lahir di
dunia dengan Thalassemia mayor. Di Indonesia sendiri, tidak kurang dari 1.000 anak kecil
menderita penyakit ini. Sedang mereka yang tergolong thalassemia trait jumlahnya mencapai
sekitar 200.000 orang. Di Indonesia thalassemia merupakan penyakit terbanyak diantara
golongan anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler. Jenis thalassemia terbanyak yang
ditemukan di Indonesia adalah thalassemia beta mayor sebanyak 50% dan thalassemia HbE
sebanyak 45%. Rekuensi pembawa sifat thalassemia untuk Indonesia ditemukan berkisar antara
3-10%. Bila frekuensi gen thalassemia 5% dengan angka kelahiran 23 dan jumlah populasi
penduduk Indonesia sebanyak 240 juta, diperkirakan akan lahir 3000 bayi pembawa gen
thalassemia setiap tahunnya.4
Di RSCM sampai dengan akhir tahun 2008 terdapat 1442 pasien thalassemia mayor yang
berobat jalan di Pusat Thalassemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM yang terdiri
dari 52% pasien thalassemia homozigot, 46,5 % pasien thalassemia HbE, serta 1,3% pasien
thalassemia . Sekitar 70-100% pasien baru, datang tiap tahunnya. 4
transfusi darah, atau komplikasi dari terapi khelasi, seperti katarak, tuli, atau infeksi, merupakan
komplikasi yang potensial.2
Ras
Meskipun thalassemia ditemukan pada semua ras dan etnik grup, ada beberapa tipe
thalassemia yang sering ditemukan pada grup tertentu dibanding dengan yang lain. thalassemia
biasa ditemukan di Eropa Selatan, Timur Tengah, India, dan Africa. thalassemia biasa
ditemukan di Asia Tenggara; meskipun juga ditemukan di bagian dunia yang lain. Mutasi
spesifik pada thalassemia sudah dapat discrenning dan didiagnostik kelainannya. thalassemia
trait di Afrika is biasanya bukan dari cis-delesi dari kromosom 16, berbeda dengan di Asia
Tenggara, dimana terjadi komplit absence dari gene pada salah satu kromosom. Pada kedua
orang tua yang memiliki cis-delesi, bayinya bisa saja mengalami hydrops fetalis. Karena alasan
ini, hydrops fetalis tidak beresiko tinggi pada orang Afrika tetapi beresiko tinggi pada Asia
Tenggara.2
Sex 2
Baik pria maupun wanita,keduanya memiliki kemungkinan yang sama.
Usia 2
Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia saat timbulnya gejala
bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis pada pasien dengan kasus-kasus
yang parah dan temuan hematologik pada pembawa (carrier) tampak jelas pada saat lahir.
Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis yang tidak jelas penyebabnya pada neonatus,
digambarkan di bawah ini, sangat mendukung diagnosis.
Namun, pada thalassemia- berat, gejala mungkin tidak jelas sampai paruh kedua tahun
pertama kehidupan; sampai waktu itu, produksi rantai globin dan penggabungannya ke Hb
Fetal dapat menutupi gejala untuk sementara.
Bentuk thalassemia ringan sering ditemukan secara kebetulan pada berbagai usia. Banyak
pasien dengan kondisi thalassemia- homozigot yang jelas (yaitu, hipokromasia, mikrositosis,
elektroforesis negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua orang tua terpengaruh) mungkin tidak
menunjukkan gejala atau anemia yang signifikan selama beberapa tahun. Hampir semua pasien
dengan kondisi tersebut dikategorikan sebagai thalassemia- intermedia. Situasi ini biasanya
terjadi jika pasien mengalami mutasi yang lebih ringan, yaitu gabungan heterozygote for B+ dan
B-0 thalssemia, atau gabungan dengan heterozygote yang lain.
FISIOLOGI HEMATOPOESIS
Maximow (1924) mengemukakan suatu dalil bahwa sel darah berasal dari satu sel induk.
Hal ini kemudian dikembangkan oleh Downey (1938) yang membuat hipotesa dengan konsep
hirarki dari sel pluripoten dan selanjutnya Till dan Mc Culloch (1961) menyimpulkan bahwa satu
sel induk merupakan koloni yang memperlihatkan diferensiasi multilineage atau pluripoten
menjadi eritroid, mieloid serta megakariosit. Dari penelitian-penelitian tersebut ditetapkan bahwa
sel stem ada pada hematopoisis. Sistem hematopoitik mempunyai karakteristik berupa pergantian
sel yang konstan untuk mempertahankan populasi leukosit, trombosit dan eritrosit.3
Sistem hematopoetik dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Sel Stem (progenitor awal) yang menyokong hematopoiesis.
2. Colony forming unit (CFU) sebagai pelopor yang selanjutnya berkembang dan
berdiferensiasi dalam memproduksi sel.
3. Faktor regulator yang mengatur agar Sistem berlangsung beraturan.
Sel Stem merupakan satu sel induk (klonal) yang mempunyai kemampuan berdiferensiasi
menjadi beberapa turunan, membelah diri dan memperbaharui populasi sel stem sendiri di
bawah pengaruh faktor pertumbuhan hematopoitik.Hematopoitik membutuhkan perangsang
untuk pertumbuhan koloni granulosit dan makrofag yang disebut "Colony Stimulating
Factor" (CSF) yang merupakan glikoprotein.
8
Dalam proses selanjutnya diketahui regulasi hematopoisis sangat kompleks dan faktor
pertumbuhan yang berfungsi tumpang tindih serta banyak tempat untuk memproduksi faktorfaktor tersebut, termasuk organ hematopoetik. 3
Dikenal sejumlah sitokin yang mempunyai peranan dalam meningkatkan aktifitas
hematopoitik (Tabel 1.1 Faktor pertumbuhan hematopoiesis serta karakterisitiknya)
Faktor
CS1 (M-CSF)
Sel Stimulasi
Monosit
Sumber
Lokasi
Produksi
Kromosom
Sel
endotel, 5q33-1
monosit,
fibroblast
GM-CSF
Granulosit,
megakariosit Sel
eritrosit,sel
stem,
sel
5q23-31
blas endotel,
leukemik
G-CSF
T,
fibroblast
endotel, 17q11-22
monosit
Granulosit,
sel
progenitor,
eritroid Sel T
5q23-31
multipoten,
blas leukemia
IL-4
Sel B, T
Sel T
5q31
IL-5
Sel B, CFU-Eo
Sel T
5q31
IL-6
7p15
sel
epitel
IL-7
Sel B
Leukosit
8q-12-13
IL-8
Sel T, neutrofil
Leukosit
IL-9
BFU-E, CFU-GEMM
Limfosit
5q31
IL=11
Sel B, T,
Makrofag
7q11-22
CFU-GEMM,
Makrofag
Eritropoietin
CFU-E, BFU-E
Ginjal, hepar
7q11-22
c-kit
Progenitor primitif
NI
NI
"stem
figand
cell
factor"
GM-CSF = granulocyte macrophage colony stimulating factor, G-CSF= granulocyte colony
stimulating factor, IL=interleukin, BFU-E=burst forming unit erithrocyte, CFU -E= colony
forming unit erythrocyte, CFU-GEMM= colony forming unit granulocyte, erythrocyte,
macrophage monocyte, CFU-GM= colony forming unit netrophil-macrophage3
Pembentukan dan asal darah
Perkembangan sistem vaskuler dan hematopoisis dimulai pada awal kehidupan embrio
dan berlangsung secara paralel/bersamaan sampai masa dewasa mempunyai hubungan dengan
lokasi anatomi yang menyokong hematopoesis tersebut.3
Secara garis besar perkembangan hematopoisis dibagi dalam 3 periode:
1. Hematopoisis yolk sac (mesoblastik atau primitif)
2. Hematopoisis hati (definitif)
3. Hematopoisis medular
11
Hematopoisis medular
Merupakan periode terakhir pembentukan sistem hematopoesis dan dimulai sejak masa
gestasi 5 bulan. Ruang medular terbentuk dalam tulang rawan dan tulang panjang dengan
proses reabsorpsi.
Pada masa gestasi 32 minggu sampai lahir, semua rongga sumsum tulang diisi jaringan
hematopoitik yang aktif dan sumsum tulang penuh berisi sel darah. Dalam perkembangan
selanjutnya fungsi pembuatan sel darah diambil alih oleh sumsum tulang, sedangkan hepar
tidak berfungsi membuat sel darah lagi.3
Sel mesenkim yang mempunyai kemampuan untuk membentuk sel darah menjadi
kurang, tetapi tetap ada dalam sumsum tulang, hati, limpa, kelenjar getah bening dan
dinding sus, dikenal sebagai sistem retikuloendotelial.
Pada bayi dan anak, hematopoisis yang aktif terutama pada sumsum tulang
termasuk bagian distal tulang panjang. Hal ini berbeda dengan dewasa normal di mana
hematopoisis terbatas pada vertebra (tulang belakang), tulang iga, tulang dada (sternum),
pelvis, skapula, skull (tulang tengkorak kepala) dan jarang yang berlokasi pada humerus dan
femur.
Selama masa intra uterin, hematopoisis terdapat pada tulang (skeletal) dan
ekstraskeletal dan pada waktu lahir hematopoisis terutama pada skeletal. Secara umum
hematopoisis ekstra medular terutama pada organ perut, terjadi akibat penyakit yang
menyebabkan gangguan produksi satu atau lebih tipe sel darah, seperti eritroblastosis
fetalis, anemia pernisiosa, talasemia, sickel cell anemia, sferositosis herediter dan variasi
leukemia.
Perpindahan lokasi anatomi hematopoisis disertai perpindahan populasi sel sampai ini
belum dapat diketahui mekanismenya.3
12
Migrasi pluripoten stem cell dari yolk sac ke hati, diikuti dengan sintesis hemoglobin
fetal dan awal sintesis rantai . Setelah masa gestasi 8 minggu Hb-F paling dominan dan setelah
janin berusia 6 bulan merupakan 90% dari keseluruhan hemoglobin, kemudian berkurang
bertahap dan pada saat lahir ditemukan kira-kira 70% Hb-F. sintesis Hb-F menuurun secara cepat
setelah bayi lahir dan setelah usia 6-12 bulan hanya sedikit ditemukan.
Hemoglobin dewasa 4
Pada masa embrio telah dapat dideteksi HbA (22) karena telah terjadi perubahan
sintesis rantai menjadi dan selanjutnya globin meningkat pada masa gestasi 6 bulan
ditemukan 5-10% HbA, pada waktu lahir mencapai 30% dan pada usia 6-12 bulan sudah
memperlihatkan gambaran hemoglobin dewasa.
Hemoglobin dewasa minor (HbA2) ditemukan kira-kira 1% pada saat lahir dan pada usia
12 bulan mencapai 2-3,4%, dengan rasio normal antara HbA dan HbA 2 adalah 30:1. Perubahan
hemoglobin janin ke dewasa merupakan proses biologi berupa diferensiasi sel induk eritroid, sel
stem pluripoten, gen dan reseptor yang mempengaruhi eritroid dan dikontrol oleh faktor
humoral.
Gambar 6.
Sintesis rantai globin primitive
dan definitif selama periode
embrional, fetal dan pascanatal
dalam hubungannya dengan
perubahan tempat eritropoesis.
PATOFISIOLOGI
Hemoglobin (Hb) tersusun atas heme yang merupakan cincin porfirin dalam ikatan
dengan Fe dan globulin yang merupakan protein pendukung. Satu molekul hemoglobin
mengandung 4 sub-unit. Masing-masing sub-unit tersusun atas satu molekul globin dan satu
molekul heme.
14
Globulin terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida, yaitu sepasang rantai dan sepasang
rantai non alpha (,,). Kombinasi rantai polipeptida tersebut akan menentukan jenis
hemoglobin. Hb A (22) merupakan lebih dari 96 % Hb total, Hb F (22) kurang dari 2% dan
Hb A2 (22) kurang dari 3%. Pada janin trisemester III kehamilan hampir 100% Hb adalah Hb
F.
Setelah
lahir,
sintesis
globin
makin
menurun
digantikan
oleh
globin
Gambar
hemoglobin dapat mengikat 4 molekul oksigen. Hemoglobin yang merupakan suatu protein,
disintesis berdasarkan informasi genetik. Masing-masing polipeptida penyusun Hb berbeda
dalam urutan asam aminonya.
Genotip
Hb yang terbentuk
22
22
22
berikutnya. Mutasi ini dapat memperpendek rantai asam amino maupun memperpanjangnya.
Kelainan mutasi dapat pula terjadi pada kesalahan berpasangan kromosom pada proses miosis
yang mengakibatkan perubahan susunan material genetik. Bila terjadi crossing over pada
kesalahan berpasangan itu, sebagai hasil akhir peristiwa tadi akan terjadi apa yang disebut
duplikasi, delesi, translokasi dan inversi. Kerusakan pada salah satu kromosom homolog
menimbulkan terjadinya keadaan heterozigot, sedangkan kerusakan pada kedua kromosom
homolog menimbulkan keadaan homozigot.
Pada thalassemia homozigot sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis sama sekali.
Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya kekurangan sintesis
rantai akan menyebabkan kurangnya pembentukan Hb.
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita
penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang
diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala
dari penyakit ini.2
Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis dari unit
globin pada Hb A. pada thalasemia heterozigot, sintesis globin kurang lebih separuh dari
nilai normalnya. Pada thalasemia homozigot, sintesis globin dapat mencapai nol.
Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai , sintesis Hb A total menurun dengan
sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia homozigot mengalami
anemia berat. Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai menjadi teraktifasi sehingga
hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun sintesis rantai ini tidak
efektif dan secara kuantitas tidak mencukupi.7
Pada thalasemia homozigot, sintesis rantai tidak mengalami perubahan. Ketidakseimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini mengakibatkan kelebihan adanya rantai bebas di
dalam sel darah merah yang berinti dan retikulosit. Rantai bebas ini mudah teroksidasi. Mereka
dapat beragregasi menjadi suatu inklusi protein (heinz bodies), menyebabkan kerusakan
membran pada sel darah merah dan destruksi dari sel darah merah imatur dalam sumsum tulang
sehingga jumlah sel darah merah matur yang diproduksi menjadi berkurang. Sel darah merah
17
yang beredar kecil, terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi globin, dan mengandung komplemen
hemoglobin yang menurun. Hal yang telah disebutkan diatas adalah gambaran dari Anemia
Cooley: hipokromik, mikrositik dan poikilositik.
Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa, hepar, dan
sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini. Sel darah merah yang
mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur yang lebih panjang.
Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oxigen carrying capacity dari setiap
eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang jumlahnya sedikit) mengalami hemolisa
secara prematur.
Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-sumsum tulang
dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak. Namun mekanisme kompensasi
ini tidak efektif karena adanya kematian yang prematur dari eritroblas. Hasilnya adalah suatu
ekspansi sumsum tulang yang masif yang memproduksi sel darah merah baru.
Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal dari
tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur yang kritis pada
pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-sumber biokimia yang vital dari tempattempat yang membutuhkannya dan menempatkan suatu stress yang sangat besar pada jantung.
Secara klinis terlihat sebagai kegagalan dari pertumbuhan dan perkembangan, kegagalan jantung
high output, kerentanan terhadap infeksi, deformitas dari tulang, fraktur patologis, dan kematian
di usia muda tanpa adanya terapi transfusi.8
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki, dan
terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan berkurang dan
makrofag akan mempertahankan kadar besi.
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun
akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita thalassemia-
berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya
produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun penderita dalam keadaan
iron overload.
18
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain bernama
ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag menuju plasma dan
menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan
besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita dengan
thalassemia- yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda
sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai contoh,
penderita thalassemia- intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki jumlah
ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang mendapatkan transfusi darah
secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan protein
pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada thalassemia berat, transferrin
tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki
material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ,
seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organorgan tersebut (organ damage).2
KLASIFIKASI
Thalassemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat
pengurangan
produksi
satu
atau
lebih
rantai
globin.
Hal
ini
menyebabkan
Sindroma klinik
Thalassemia
Penghapusan 4 gen- hydrops fetalis
Kematian in utero
Anemia hemolitik
19
Thalassemia
Homozigot thalassemia mayor
Thalassemia intermediate
Sindroma klinik yang disebabkan oleh Anemia hipokrom mikrositik, hepatosejenis lesi genetik
Thalassemia-7
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin- banyak ditemukan
di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi gen globin-
menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin- pada individu normal,
dan empat bentuk thalassemia- yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua,
tiga, dan semua empat gen ini.
Tabel 3. Thalassemia-
20
Genotip
Jumlah gen
/
4
-/
3
--/ atau 2
/-
--/-
1
Penyakit Hb H
15-30% Hb Bart
--/-0
Hydrops fetalis
>75% Hb Bart
Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Barts = 4, HbH = 4
Hb H
-
jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.
Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb,
sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa juga dicari akan adanya
kelainan hematologi pada anggota keluarga (misalnya orangtua) untuk mendukung
diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua yang menunjukkan
adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang
cukup kuat menuju diagnosis thalasemia.7
b. Trait thalassemia-
- Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang rendah.
Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen pada satu kromosom 16 atau satu gen
pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara,
-
21
c. Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin , merepresentasikan thalassemia-
intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel
darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan
pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai tetramer
(Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga menampilkan
gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.7
Gambar 11. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang
menunjukkan Heinz-Bodies
d. Thalassemia- mayor
22
Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-,
Thalassemia- 8
Sama dengan thalassemia-, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-; antara
lain :
a. Trait thalassemia+ heterozigot (Thalassemia minor)
-
23
Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang
khas.
Gambar 14. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)
-
Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan. Limpa
dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada
penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.
Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak terjadi
karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis
pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung
kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian
terminal.
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia- homozigot yang tidak
ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak
25
ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah
besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi
intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai , juga terlihat pasca
splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi.
Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity).
Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam
eritrosit.8
c. Karier Thalassemia
Hampir tanpa gejala, dengan anemia ringan, dan jarang didapatkan splenomegali.
Didapatkan penurunan ringan kadar Hb, dengan penurunan MCH dan MCV yang
bermakna. Apusan darah memperlihatkan hipokromik, mikrositik, dan basophillic
stippling dalam berbagai tingkatan. Pada 4-6% kasus, HbA2 meningkat 2 kali normal,
50% kasus memperlihatkan peningkatan HbF.3,4
d. Thalassemia Intermedia
Individu dengan thalassemia intermedia menunjukkan gejala klinis lebih lama dibanding
thalassemia mayor, mengalami anemia yang lebih ringan, dan secara definisi tidak
membutuhkan transfusi. Istilah thalassemia beta intermedia dipakai mulai kondisi yang
hampir seberat thalassemia beta, dengan anemiaberat dan gangguan pertumbuhan sampai
kondisi yang hampir seringan karier thalassemia yang hanya bisa diketahui dari
pemeriksaan rutin hematologi. Pada varian yang lebih berat didapatkan gangguan
pertumbuhan, perubahan tulang, dan gagal tumbuh sejak awal, penatalaksanaannya tidak
dibedakan dengan thalassemia yang bergantung transfusi. Pada kasus lain didapatkan
pasien dengan tumbuh kembangyang baik, keadaan yang hampir stabil dan splenomegali
ringan maupun sedang disertai anemia ringan. Pada pasien ini komplikasi bisa timbul
seiring bertambahnya umur. Hipertrofi sumsum eritroid dengan kemungkinan
eritropoiesis ekstrameduler yang merupakan mekanisme kompensasi dari anemia kronik
umumnya ditemukan. Konsekuensi dari hal ini diantaranya adalah perubahan tulang,
osteoporosis progresif, sampai fraktur spontan, luka di kaki, defisiensi folat,
hipersplenisme, anemia progresif, dan efek penimbunan zat besi karena peningkatan
absorbsi di saluran cerna.3
e. Thalassemia dengan varian structural globin
26
27
DIAGNOSIS BANDING
Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal ini
disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran eritrosit mikrositik
hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena pada anemia defisiensi Fe
didapatkan : 10
-
SI rendah
TIBC meningkat
28
Darah2
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia adalah:
29
Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit, peningkatan
jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme
akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.
Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.
Gambaran darah tepi
Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada gambaran
sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel dan target
sel.
definitif
ditegakkan
dengan
pemeriksaan
eleltroforesis
hemoglobin.
Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada orang
30
tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar
HbA2. Petunjuk adanya thalassemia adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada
thalassemia kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya
tidak melebihi 1%.
3. Pemeriksaan sumsum tulang2
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali.
Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai
perbandingannya 10 : 3.
4. Pemeriksaan rontgen5
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat
tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat
diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal
terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi gambaran
mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut dengan
hair on end yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.
31
Gambar 19. Gambar rontgen kepala Hair on end dan tulang panjang yang terjadi
penipisan korteks.
5. EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya. Kadang
ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya.
6. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.
7. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin untuk memonitor efek
terapi desferioksamin (DFO) dan shelating agent.9
KOMPLIKASI
Splenomegali. Limpa sebagai tempat perombakan eritrosit yang telah terdestruksi bekerja
lebih keras sehingga menyebabkan pembesaran limpa yang makin memburuk. Hal ini
kemudian dapat menyebabkan terjadinya hipersplenisme dimana fungsi limpa tidak
terkontrol dengan baik, sehingga dapat mendestruksi sel darah yang lain seperti leukosit dan
trombosit yang berujung pada terjadinya pansitopenia.
Anak dengan thalassemia mayor dengan transfusi yang tidak adekuat dapat menyebabkan
pertumbuhan terhambat (eritropoiesis inefektif menyebabkan metabolic rate meningkat) dan
mudah terinfeksi, hepatosplenomegali, penipisan cortex tulang dan mudah fraktur.
Hemosiderosis akibat pemberian transfusi, sehingga kadar serum besi yang berlebihan. Hal
tersebut dikarenakan eritropoiesis yang terjadi pada thalassemia menyebabkan peningkatan
absorpsi besi karena adanya downregulation (menurunkan fungsi) HAMP gen, yang
memproduksi hormon dari hepar yaitu hepcidin. Hepcidin merupakan regulator utama bagi
zat besi. Hepcidin meregulasi absorpsi besi dari diet, konsentrasi besi plasma dan distribusi
32
besi ke jaringan. Hepcidin bekerja dengan cara mendegradasi reseptor untuk eksporter besi
seluler yaitu ferroportin. Jika ferroportin terdegradasi, aliran zat besi dari mukosal intestine
menuju plasma menjadi berkurang. Dari makrofag dan hepatosit mempengaruhi kadar ion
besi yang rendah. Sehingga apabila terjadi defisiensi hepcidin, absorpsi besi meningkat dan
terdeposit didalam makrofag.12
Deposit besi yang berlebihan dapat tertimbun di banyak jaringan tubuh seperti hati (fatty
liver, sirosis hepatis), organ endokrin (dengan kegagalan pertumbuhan, pubertas terhambat
atau tidak terjadi, diabetes melitus, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme, osteoporosis), pada
otot jantung (menimbulkan kegagalan jantung), sendi (nyeri sendi), kulit (hiperpigmentasi).
Congestive heart failure dan cardiac aritmia pada transfusi tanpa chelating agent.
Limpa sebagai tempat perombakan eritrosit yang telah terdestruksi bekerja lebih keras
sehingga menyebabkan pembesaran limpa yang makin memburuk. Hal ini kemudian dapat
menyebabkan terjadinya hipersplenisme dimana fungsi limpa tidak terkontrol dengan baik,
sehingga dapat mendestruksi sel darah yang lain seperti leukosit dan trombosit yang
berujung pada terjadinya pansitopenia.
Wanita dengan fetus -thalassemia meningkatkan komplikasi pada kehamilan karena
toksikemia dan peradarahan post partum.10
TERAPI
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah
diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang dipastikan
terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada
penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan kelainan
genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena
penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi darah
merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai pada
usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal untuk
menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.
a. Transfusi Darah 4
33
transfusi
melihat
keadaan
lainnya,
misalnya
perubahan
wajah,
tulang.
Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu studi
lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel
Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan TrimetoprimSulfametoksazol.
b. Terapi Khelasi (Pengikat Besi) 4
paha
lateral.
Penderita
yang
menerima
regimen
ini
dapat
mempertahankan kadar feritin serum < 1000 g/L. Efek samping yang mungkin
terjadi adalah toksisitas retina, pendengaran, gangguan tulang dan pertumbuhan,
reaksi lokal dan infeksi. DOF dapat diberikan melalui kantung infus sebanyak
1-2 gram untuk tiap unit darah yang ditransfusikan, melalui infus subkutan
dengan dosis 20-40mg/kg/hari selama 8-12 jam saat pasien tidur selama 5-7
hari/minggu.12
2. Deferipron (L1). Terapi standar biasanya menggunakan dosis 75 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis. Kelebihan deferipron dibanding deferoksamin adalah efek
proteksinya terhadap jantung. Anderson dkk menemukan bahwa pasien
thalassemia yang menggunakan deferipron memiliki insiden penyakit jantung
dan kandungan besi jantung yang lebih rendah daripada mereka yang
menggunakan deferoksamin. Meskipun begitu, masih terdapat kontroversi
35
penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi besi. Faktafakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan splenektomi. Limpa
berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari
besi tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan.
Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif, menyebabkan
penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan
transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi.
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-250 mL/kg
PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr/dL karena dapat menurunkan kebutuhan
sel darah merah sampai 30%.
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang
dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai anak
berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk
setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin setiap hari juga
bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / L pasca splenektomi.
e. Transplantasi sumsum tulang 4
Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali dilakukan tahun 1982.
Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi definitive untuk talasemia. Jarang
dilakukan karena mahal dan sulit.
f. Diet thalasemia 11,12
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut :
-
sehat.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari.
37
Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari
karena absorpsi besi dari makanan meningkat pada Thalasemia. Kopi dan teh diketahui dapat
membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.
38
PENCEGAHAN
Ada 2 pendekatan untuk menghindari thalassemia:
o Karena karier thalassemia bisa diketahui dengan mudah, skrinning populasi dan
konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 anak
mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.
o Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan bila
termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan
pada fetus dengan thalassemia berat.
o Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan skrinning premarital
yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program konseling verbal
maupun tertulis mengenai skrinning.
Alternatif lain bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasar ras,
melalui ukuran eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada thalassemia-). Bila kadarnya normal,
pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis rantai .4
PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti dijelaskan
sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan bahkan
asimptomatik hingga berat dan mengancam jiwa, tergantung pula pada terapi dan komplikasi
yang terjadi. Bayi dengan thalassemia mayor kebanyakan lahir mati atau lahir hidup dan
meninggal dalam beberapa jam. Anak dengan thalassemia dengan transfusi darah biasanya hanya
bertahan sampai usia 20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi.9
BAB III
KESIMPULAN
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Kelainan Hemoglobin:
Sindrom Thalassemia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. Hal 1708-1712.
2. Yaish
Hassan
M.
Thalassemia.
April
30,
2010.
Available
at
3. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Sel darah merah: Eritropoisis. Buku Ajar
Hematologi- Onkologi Anak. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta : 2010. Hal
1-6, 16-23.
4. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Hemoglobin Abnormal: Talasemia. Buku
Ajar Hematologi- Onkologi Anak.. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta : 2010.
Hal 64-84.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hematologi. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universita
Indonesia: Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
6. U.S Department of Health & Human
Services.
Thalassemias. Available
http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Thalassemia/Thalassemia_Causes.html.
Alpha.
August
26,
2009.
at:
Accessed
Available
at
at
8. Takeshita,
K.
Thalassemia
Beta.
September
27,
2010.
Available
9. Yaish Hassan M. Thalassemia: Differential diagnoses & Workup. April 30, 2010. Available
at : http://emedicine.medscape.com/article/958850-diagnosis
10. Hay WW, Levin MJ. Hematologic Disorders. Current Diagnosis and Treatment in
Pediatrics. 18th Edition. New York : Lange Medical Books/ McGraw Hill Publishing
Division ; 2007. Hal 841-845.
11. Haut, A., Wintrobe MM. The hemoglobinopathies and thalassemias. Forfar and Arneils
Textbook of Paediatrics. Edisi 7. Chruchill Livingstone. 2010. Hal 1621-1632.
12. Hoffbrand A.V., Pettit J.E., Moss P.A.H., Kelainan Genetik Pada Hemoglobin. In: Kapita
Selekta Hematologi. Edisi 4. Jakarta: EGC,2005. p.72-3
41