You are on page 1of 11

Definisi

Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit
radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem
imun (Smeltzer. Suzanne C. 2002).

SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak
faktor dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan
sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan (Albar, 2008).
SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan
sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi
klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. Etiologi dari beberapa penyakit
collagen-vascular sering tidak diketahui tetapi sistem imun terlibat sebagai mediator
terjadinya penyakit tersebut (Wim de Jong, 2009)

Klasifikasi
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
1. Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus yang
menyerang kulit.
2. Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di dalam tubuh,
seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan sistem saraf. Selanjutnya kita
singkat dengan SLE (Systemics Lupus Erythematosus).
3. Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat tertentu. Gejalagejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat dihentikan.

Etiologi
1. Faktor genetik
Mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan penyakit SLE. Sekitar 10%
20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first degree relative) yang menderita SLE. Angka
kejadian SLE pada saudara kembar identik (24-69%) lebih tinggi daripada saudara kembar
non-identik (2-9%).
2. Faktor lingkungan
Pada Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang mengubah
struktur DNA di daerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan sistem imun.
SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang
mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak
terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein
tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks
antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing tersebut (Herfindal et al., 2000).
Selain itu infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada sistem imun dengan
mekanisme menyebabkan peningkatan antibodi antiviral sehingga mengaktivasi sel B
limfosit nonspesifik yang akan memicu terjadinya SLE (Herfindal et al., 2000).

Manifestasi Klinis
1. Sistem Muskuloskeletal
Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak,
rasa kaku pada pagi hari.
2. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal
hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3. Sistem kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.
4. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
5. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura
di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral

tangan dan berlanjut nekrosis.


6. Sistem perkemihan
Glomerulus renal yang biasanya terkena.
7. Sistem saraf
Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit
neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.

Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan
autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi
antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang
biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan
beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat
dalam

penyakit

SLE-

akibat

senyawa

kimia

atau

obat-obatan.

Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel Tsupresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan
jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi
tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.

Komplikasi
a. Gagal Ginjal
b. Kerusakan Jaringan Otak
c. Infeksi Sekunder

Pemeriksaan Penunjang
a. CBC (Complete Blood Cell Count) untuk mengukur jumlah sel darah, maka terdapat
anemia, leukopenia,trombositopenia.
b. ESR(Erithrocyte Sedimen Rate), laju endap darah pada lupus akan ESR akan lebih cepat
dari pada normal.
c. (biopsi) untuk mengetahui fungsi hati dan ginjal
d. Urinalysis pengukuran urin kadar protein dan sel darah merah
e. X-ray dada
f. Uji imunofluroresensi ANA pada setiap pasien SLE + sehingga uji tersebut sangat sensitif.

Penatalaksanaan
1. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama
kortikosteroid, secara topikal untuk kutaneus.
2. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, musPemeriksaan kuloskeletal dan sistemik ringan
SLE
3. Preparat imunosupresan ( pengkelat dan analog purion ) untuk fungsi imun.

ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Identitas Klien
Penyakit SLE ( Sistemik Lupus Eritematosus ) kebanyakan menyerang wanita, bila
dibandingkan dengan pria perbandingannya adalah 8 : 1. Penyakit ini lebih sering
dijumpai pada orang berkulit hitam dari pada orang yang berkulit putih.
Penyakit DLE ( Lupus eritematosus Diskoid ) kebanyakan menyerang manusia dewasa
dengan umur antara 25 - 40 tahun. Penderita wanita berjumlah 2 kali lebih banyak
dibanding dengan penderita pria. Dapat mengenai semua ras, namun terbanyak
menyerang pada orang kulit hitam.
KELUHAN UTAMA
Pada SLE ( Sistemik Lupus Eritematosus )
Kelainan kulit meliputi eritema malar ( pipi ) rash seperti kupu-kupu, yang dapat
mengenai seluruh tubuh, sebelumnya pasien mengeluh demam dan kelelahan.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pada penderita SLE di duga adanya riwayat penyakit Anemia Hemolitik,
Trombositopeni. Kelainan pada proses pembekuan darah ( kemungkinan sindroma,
antibody, antikardiolipin ).
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Faktor genetic keluarga yang mempunyai kepekaan genetik sehingga cenderung
memproduksi auto antibody tertentu sehingga keluarga mempunyai resiko tinggi
terjadinya Lupus Eritematosus.
POLA POLA FUNGSI KESEHATAN
a. Pola Nutrisi

Penderita SLE banyak yang kehilangan berat badannya sampai beberapa kg,
penyakit ini diseratai adanya rasa mual dan muntah sehingga mengakibatkan
penderita nafsu makannya menurun.
b. Pola Aktivitas
Penderita SLE sering mengeluhkan kelelahan yang luar biasa, Pada penderita
SLE beresiko mengalami nyeri pada persendian nya.
c. Pola Eliminasi
Tidak semua dari penderita SLE mengalami nefritis proliferatif Namun, secara
klinis penderita ini juga mengalami diare.
d. Pola Sensori dan Kognitif
Pada penderita SLE, Daya perabaannya akan sedikit terganggu bila pada jari
jari tangannya terdapat lesi vaskulitik atau lesi semi vaskulitik
e. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversibel yang menimbulkan bekas
seperti luka dan warna yang buruk pada kulit penderita SLE dan terutama akan
membuat penderita merasa malu dengan adanya lesi kulit yang ada.

PEMERIKSAAN FISIK
a. Sistem Integumen
Pada penderita SLE cenderung mengalami kelainan kulit yang bersifat
irreversibel.
b. Kepala
Pada penderita SLE mengalami lesi pada kulit kepala dan kerontokan yang
sifatnya reversibel dan rambut yang hilang akan tumbuh kembali.

c. Muka
Pada penderita SLE tidak selalu terdapat pada muka/wajah
d. Telinga
Pada penderita SLE tidak selalu ditemukan lesi di telinga.
e. Mulut
Pada penderita SLE sekitar 20% terdapat lesi mukosa mulut.
Pada penderita DLE mukosa mulutnya juga sering terdapat lesi sebesar 15 %
bersifat irreversibel.
f. Ekstrimitas
Pada penderita SLE sering dijumpai lesi pada jari-jari tangan dan jari jari-jari
kaki, juga sering merasakan nyeri sendi.
g. Paru paru
Penderita SLE mengalami pleural effusion, pneumonitis.
h. Leher
Penderita SLE tiroidnya mengalami abnormal, hyperparathyroidisme.
i. Jantung
Penderita SLE dapat mengalami perikarditis, myokarditis, endokarditis.
j. Gastro Intestinal
Penderita SLE mengalami hepatomegaly / pembesaran hepar, nyeri pada perut.
k. Muskuluskletal
Penderita mengalami arthralgias, symmetric polyarthritis,
l. Neurologis
Penderita mengalami depresi.

Diagnosa
1). Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan.
2). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya tonus otot
3). Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.

Intervensi
1). Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan.
Tujuan

: Perbaikan dalam tingkat kenyamanan

kriteria hasil

: - Pasien merasa derajat nyeri menurun


- Dapat melakukan relaksasi dan distraksi

1.Lakukan

Itervensi
sejumlah tindakan

Rasional
yang 1.mengendalikan rasa nyeri dan relaksasi

memberikan kenyaman atau kompres terhadap nyeri


panas/ dingin: masase, perubahan posisi,
istirahat, kasur busa, bantal penyangga,
bidai teknik relaksasi aktivitas yang
mengalihkan perhatian.
2.Berikan

preparat

anti

inflamasi 2.Mengurangi rasa nyeri dan memberikan

analgesic seperti yang dianjurkan

kenyaman pasien

3.Sesuaikan jadwal pengobatan untuk 3.Mengatur

kesiapan

pasien

untuk

memenuhi kebutuhan pasien terhadap melakukan pengobatan


penatalaksanaan nyeri
4.Dorong pasien untuk mengutarakan 4.Mengetahui derajat keparahan nyeri
perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat pasien
kronik penyakitnya
5.Jelaskan

patofisiologik

membantu

pasien

untuk

nyeri

dan

menyadari 5.Menjelaskan efek dari pengobatan yang

bahwa rasa nyeri sering membawanya sedang dijalani sekarang


kemetode terapi yang belum terbukti
manfaatnya
6.Bantu dalam mengenali nyeri dalam 6.metode terapi yang tepat

kehidupan

seorang

yang

membawa

pasien untuk memakai metode terapi


yang belum terbukti manfaatnya
7.Lakukan penilaian terhadap perubahan 7.mengetahui rasa nyeri
subjektif pada rasa nyeri

2). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen


miokard kurang dari kebutuhan.
Tujuan

: Perbaikan dalam pernafasan

Kriteria hasil : -Pasien tidak merasa sesak


-Dapat bernafas kembali dengan normaL
Intervensi
Rasional
1.Catat frekuensi jantung, irama, dan 1.kecenderungan menentukan
perubahan TD sebelum, selama, sesudah pasien
aktivitassesuai

indikasi.

terhadap

aktivitas

dan

respon
dapt

Hubungkan mengindifikasikan penurunan oksigen

dengan laporan nyeri dada/nafas pendek.

miokardia yang memerlukan penurunan


tingkat aktivitas/kembali tirah baring,
perubahan program obat, penggunaan
oksigen tambahan

2.Tingkatkan istirahat

{tempat tidur 2.menurunkan kerja miokardia/konsumsi

/kursi}. Batasi aktivitas pada dasar oksigen, menurunkan resiko komplikasi


nyeri/respon

hemodimanik.

.berikan {contoh; perluasan miokardium}

aktivitas sengang yang tidak berat


3.Batasi penugunjung atau kunjungan 3.Pembicaraan
oleh pasien

yang

panjang

sangat

mempengaruhi pasien, namun periode


yang tenang bersifat teraupetik.

4.Anjurkan

pasien

menghindari 4.Aktivitas memerlukan menahan nafas

peningkatan tekanan abdomen, contoh dan menunduk dapat mengakibatkan


mengejan saat defikasi

barikardi juga menurunkan jurah jantung


dan takikardi dan peningkatan TD

5.Jelaskan pola peningkatan bertahap dari 5.Aktivitas

yang

maju

memberikan

tingkat aktivitas, contoh bangun dari control jantung, meningkatkan regangan


kursi bila tak ada nyeri, ambulasi dan dan mencegah aktivitas berlebihan.
istirahat setelah makan

3). Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
Tujuan

: Pemeliharaan integritas kulit

Kriteria hasil : -Tidak terjadi kerusakan integritas kulit


-Tidak terjadi perubahan pada fungsi kulit
Intervensi
Rasional
1.lindungi kulit yang sehat terhadap 1.Agar kulit tidak terpajan dengan sinar
kemungkinan malserasi

UV

2.Juga dengan cermat terhadap resiko 2.Menghindari kerusakan integritas kulit


terjadinya

cedera

termal

akibat

penggunaan kompres panas yang terlalu


panas.
3.Nasehati pasien untuk menggunakan 3.Menghambat reaksi sinar UV
kosmetik dan preparat tabir surya
4.Kolaborasi pemberian NSAID dan 4.Untuk memberikan efek antipiretik,
kortikosteroid

Daftar Pustaka

antiinflamasi dan analgesic

Smeltzer. Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.
Albar 2008, Fundamentals Of Nursing, Edisi II Jakarta: EGC
Wim de Jong, 2009. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Cetakan I, EGC, Jakarta : EGC

You might also like