You are on page 1of 19

KELOMPOK III

ANDI KUMALA
AHMAD BASIR
ERNA H
ZULKIFLI YUNUS
SISKA
ARIFUDDIN
FITRIANINGSIH
HASNATANG MALANG
BASMA

Konsep Medis
Definisi
Morbus Hannsen adalah penyakit infeksi yang kronis,
disebabkan oleh Mikrobakterium leprae yang obligat
intra seluler yang menyerang syaraf perifer, kulit, mukosa
traktus respiratorik bagian Atas .

Etiologi
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh Mikrobakterium
Leprae atau kuman kusta.

Patogenesis
Meskipun cara masuk M. leprae ke dalam tubuh masih belum
diketahui dengan pasti, beberapa penelitian telah
memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui kulit yang
lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui
mukosa nasal. Pengaruh, M leprae terhadap kulit bergantung
pada faktor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. leprae
pada, suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang lama,
serta sifat kuman yang avirulens dan nontoksis.
M. leprae merupakan parasit obligat intraselular yang terutama
terdapat pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah
superfisial pada dermis atau sel Schwann di jaringan saraf. Bila
kuman M. leprae masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan
bereaksi mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit
darah, sel mononuklear, histiosit)

Manifestasi klinis
Lesi kulit yang anestesi
Penebalan saraf perifer
Ditemukan mycobacterium leprae.

Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Bakterioskopik
Test Mitsuda

Pencegahan
Penerangan dengan memberikan sedikit penjelasan
tentang seluk beluk penyakit lepra pada pasien
Pengobatan profilaksis dengan dosis yang lebih
rendah dari pada dosis therapeutic.
Vaksinasi dengan BCG yang juga mempunyai daya
profilaksis terhadap lepra

Pengobatan
1. PB ( Tipe kering )
Pengobatan bulanan :hari pertama : 2 Kapsul Rifampisin I
Tablet Dapsone (DDS) Pengobatan harian : hari ke 2 28 : tablet
Dapsone (DDS) Lama pengobatan : 6 Blister diminum selama 6
9 bulan
2. MB ( Tipe basah )
Pengobatan bulanan : hari pertama :2 Kapsul Rifampisin 3
Tablet Lamrene 1 Tablet Dapsone pengobatan harian : hari ke 2
28 :1 Tablet Lamrene 1 Tablet Dapsone (DDS) lama
pengobatan : 12 blister diminum selama 12 18.

Konsep asuhan keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Mencakup Nama, umur Jenis Kelamin
alamat,pekerjaan
pendidikan agama dll.
2. Riwayat Kesehatan
- RKD
Biasanya klien pernah menderita penyakit atau masalah dengan
kulit misalnya: penyakit panu.kurab. dan perawatan kulit yang
tidak terjaga atau dengan kata lain personal higine klien yang
kurang baik

Next
- RKS
Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan
keluhan adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri
tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum
penderita (demam ringan) dan adanya Komplikasi pada organ
tubuh dan gangguan perabaan ( mati rasa pada daerah yang
lesi )
-RKK
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun
yang disebabkan oleh kuman kusta ( mikobakterium leprae)
yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu
anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen
akan tertular.

3. Riwayat Psikososial
Klien yang menderita morbus hansen akan malu karena
sebagian besar masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit
ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup
diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa
pada konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan
komplikasi yang diderita.
4. Riwayat Sosial Ekonomi
Biasanya klien yang menderita penyakit ini kebanyakan dari
golonganmenengah kebawah terutam apada daerah yang
lingkungannya kumuh dan sanitasi yang kurang baik.
5. Pola Aktifitas Sehari-hari
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada
tangan dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami
ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena
kondisinya yang tidak memungkinkan.

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena
reaksi berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus
hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf tepi motorik.
a. Sistem penglihatan
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata
anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi
mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi
kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta.
Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan
pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis.
Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka
alis mata akan rontok
b. Sistem pernafasan
Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan
terdapat gangguan pada tenggorokan.

c. Sistem Persyarafan
- Kerusakan Fungsi Sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/
mati rasa. Alibat kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki
dapat terjadi luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan
kurang/ hilangnya reflek kedip.
- Kerusakan fungsi motorik
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh
dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) karena tidak
dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan
akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila
terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat
dirapatkan (lagophthalmos).
-Kerusakan fungsi otonom
Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan
gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering,
menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.

d. Sistem musculoskeletal
Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan
atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan
atropi.
e. Sistem Integumen.
Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak
eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul
(benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan
kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah
sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah.
Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.

Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan
lesi dan proses inflamasi
2) Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan
dengan proses inflamasi jaringan
3) Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan
kelemahan fisik
4) Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan
dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh

Intervensi keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi berhenti dan
berangsur-angsur sembuh.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan regenerasi jaringan
- Mencapai penyembuhan tepat waktu pada lesi
Intervensi:
1) Kaji / catat warna lesi,perhatikan jika ada jaringan nekrotik dan kondisi sekitar
luka
Rasional: Memberikan inflamasi dasar tentang terjadi proses inflamasi dan atau
mengenai sirkulasi daerah yang terdapat lesi.
2) Berikan perawatan khusus pada daerah yang terjadi inflamasi
Rasional: menurunkan terjadinya penyebaran inflamasi pada jaringan sekitar.
3) Evaluasi warna lesi dan jaringan yang terjadi inflamasi perhatikan adakah
penyebaran pada jaringan sekitar
Rasional : Mengevaluasi perkembangan lesi dan inflamasi dan mengidentifikasi
terjadinya komplikasi.
4) Bersihan lesi dengan sabun pada waktu direndam
Rasional: Kulit yang terjadi lesi perlu perawatan khusus untuk mempertahankan
kebersihan lesi
5) Istirahatkan bagian yang terdapat lesi dari tekanan
Rasional: Tekanan pada lesi bisa maenghambat proses penyembuhan

2. Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses


inflamasi jaringan
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi
berhenti dan berangsur-angsur hilang
Kriteria hasil :
-Setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi dapat
berkurang dan nyeri berkurang dan beraangsur-angsur hilang
Intervensi:
1) Observasi lokasi, intensitas dan penjalaran nyeri
Rasional: Memberikan informasi untuk membantu dalam memberikan
intervensi.
2) Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan atau keadaan pasien
3) Ajarkan dan anjurkan melakukan tehnik distraksi dan relaksasi
Rasional: Dapat mengurangi rasa nyeri.
4) Atur posisi senyaman mungkin
Rasional: Posisi yang nyaman dapat menurunkan rasa nyeri
5) kolaborasi untuk pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional: menghilangkan rasa nyeri.

3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kelemahan fisik dapat
teratasi dan aktivitas dapat dilakukan
Kriteria hasil:
-Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
-Kekuatan otot penuh
Intervensi:
1) Pertahankan posisi tubuh yang nyaman
Rasional: meningkatkan posisi fungsional pada ekstremitas
2) Perhatikan sirkulasi, gerakan, kepekaan pada kulit
Rasional: oedema dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas
3) Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif
kemudian aktif
Rasional: mencegah secara progresif mengencangkan jaringan,
meningkatkan pemeliharaan fungsi otot/ sendi
4) Jadwalkan pengobatan dan aktifitas perawatan untuk memberikan
periode istirahat
Rasional: meningkatkan kekuatan dan toleransi pasien terhadap
aktifitas
5) Dorong dukungan dan bantuan keluaraga/ orang yang terdekat pada
latihan
Rasional: menampilkan keluarga / oarng terdekat untuk aktif dalam
perawatan pasien dan memberikan terapi lebih konstan

4. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan


dan kehilangan fungsi tubuh
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tubuh dapat berfungsi secara optimal
dan konsep diri meningkat
Kriteria:
-Pasien menyatakan penerimaan situasi diri
-Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negative
Intervensi :
1) Kaji makna perubahan pada pasien
Rasional: episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba. Ini memerlukan
dukungan dalam perbaikan optimal
2) Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergantungan dan kemarahan. Perhatikan
perilaku menarik diri.
Rasional: penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap apa yang terjadi
membantu perbaikan
3) Berikan harapan dalam parameter situasi individu, jangan memberikan
kenyakinan yang salah
Rasional: Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk
menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realitas
4) Berikan penguatan positif
Rasional: kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping
positif
5) Berikan kelompok pendukung untuk orang terdekat
Rasional: meningkatkan ventilasi perasaan dan memungkinkan respon yang lebih
membantu pasien

You might also like