Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kecelakaan kerja masih menjadi permasalahan di Indonesia. Menurut data
ILO secara global, diperkirakan sekitar 337 juta kecelakaan kerja terjadi tiap
tahunnya yang mengakibatkan sekitar 2,3 juta pekerja kehilangan nyawa. Selain
itu, data PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) memperlihatkan bahwa
sekitar 0,7 persen pekerja Indonesia mengalami kecelakaan kerja yang
mengakibatkan kerugian nasional mencapai Rp 50 triliun (ILO, 2011).
Angka kecelakaan kerja di Indonesia yang tercatat berdasarkan Laporan
Kemenakertrans yang dikutip oleh Rosidi, dkk. (2011) menyebutkan pada tahun
2009 terdapat 96.314 kasus dan tahun 2010 65000 kasus. Dikutip dari laporan
Kemenakertrans (2012) tahun 2011 terdapat 99.491 kasus kecelakaan kerja.
Berdasarkan data World Safety (Sumamur, 2009), setiap tahun terjadi 270
juta kecelakaan kerja, dengan korban meninggal sebanyak 350.000 orang
pertahunnya. Kehilangan hari kerja karena kecelakaan tersebut sebanyak 4 atau
lebih hari kerja. Insidensi penyakit akibat kerja tercatat 160 juta kasus setiap
tahunnya. Kematian oleh kecelakaan dan penyakit akibat kerja perharinya 5000
orang, atau sekitar 4% Gross Domestic Product (GDP) atau US$ 1.25 1.353 juta
hilang oleh karena membiayai cidera, penyakit dan kematian.
Terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja tentu saja menjadikan
masalah yang besar bagi kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang diderita
tidak hanya berupa kerugian materi, namun lebih dari itu adalah timbulnya korban
jiwa. Kehilangan sumber daya manusia merupakan kerugian yang sangat besar
karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh
teknologi apapun. Kerugian yang berlangsung dari timbulnya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja adalah biaya pengobatan dan kompensansi. Biaya tidak
langsung adalah kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja yang baik, penghentian alat produksi, dan hilangnya waktu
kerja (Helliyanti, 2009).
Menurut Santoso (2004), kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak
diduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah
diatur. Kecelakaan terjadi tanpa disangka-sangka dalam sekejap mata, dan setiap
kejadian terdapat empat faktor bergerak dalam satu kesatuan berantai, yakni:
lingkungan, bahaya, peralatan dan manusia.
Pada Undang-Undang RI No. 13 tahun 2003 dinyatakan dalam
mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup
kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.
Berbagai upaya dilakukan perusahaan sebagai tempat kerja untuk melindungi
pekerjanya dari bahaya kecelakaan kerja. Perilaku tidak aman merupakan salah
satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja, hal ini menjadi penting untuk
menghindari terjadinya kematian maupun kerugian yang ditimbulkan.
Teori Bird menyatakan bahwa nearmiss yang terus berulang dan
kebanyakan disebabkan karena unsafe act atau unsafe behavior dapat
meningkatkan risiko kecelakaan kerja yang lebih serius. Hal ini didukung oleh
National Safety Council (NSC) (2011) melakukan riset yang menghasilkan fakta
penyebab kecelakaan kerja 88% adalah adanya unsafe behavior, 10% karena
unsafe condition dan 2% tidak diketahui penyebabnya. DuPont (2005) juga
menemukan kecelakaan kerja yang selama ini terjadi diakibatkan unsafe act
sebesar 96% dan unsafe condition sebesar 4%. Unsafe behavior merupakan
Kecelakaan Kerja
Tahun 2013
11 kasus
Tahun 2014
11 kasus
Tahun 2015
(sampai dengan bulan Agustus)
10 kasus
adanya unsafe action yang dilakukan pekerja seperti tidak menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD), kurangnya kewaspadaan akan bahaya seperti terkena gram
dari gerinda, terjepit plat, tertimpa alat kerja. Selain unsafe action, penyebab dari
kecelakaan kerja tersebut adanya unsafe condition seperti kondisi lingkungan
yang kurang rapi dan bersih.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya PT. GDS memfokuskan terhadap
perbaikan unsafe action dalam upaya mengurangi jumlah angka kecelakaan kerja
dan juga dalam rangka meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) di PT. GDS.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah adalah sebagai
berikut:
1. Faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja di PT.
Gunawan Dianjaya Steel Tbk. (GDS)?
2. Seberapa banyak incidence rate dan severity rate di PT. Gunawan
Dianjaya Steel Tbk. (GDS) periode tahun 2014?
1.3
1.3.1
Tujuan Residensi
Tujuan Umum
Menggambarkan kecelakaan kerja yang terjadi di PT. Gunawan Dianjaya
Manfaat Residensi
Bagi Mahasiswa
dalam
merencanakan
dalam
tim
untuk
dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah semua kejadian yang tidak direncanakan yang
kerja disini berarti bahwa kecelakaan terjadi karena akibat dari pekerjaan atau
pada waktu melaksanakan pekerjaan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
kecelakaan akibat kerja adalah suatu peristiwa yang tidak terduga, tidak terencana
tidak dikehendaki dan menimbulkan kerugian baik jiwa maupun harta yang
disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan yaitu ketika
pulang dan pergi ke tempat kerja melalui rute yang biasa dilewati.
2.2
2.2.1
Kelima faktor ini tersusun layaknya kartu domino yang diberdirikan. Jika
satu kartu jatuh, maka kartu ini akan menimpa kartu lain hingga kelimanya akan
roboh secara bersama.
Ilustrasi ini mirip dengan efek domino yang telah dikenal sebelumnya, jika
satu bangunan roboh, kejadian ini akan memicu peristiwa beruntun yang
menyebabkan robohnya bangunan lain.
Gambar 2.1
Teori Domino Heinrich
Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan
menghilangkan tindakan tidak aman (unsafe action) sebagai poin ketiga dari lima
faktor penyebab kecelakaan. Menurut penelitian yang dilakukannya, tindakan
tidak aman ini menyumbang 98% penyebab kecelakaan.
Dengan penjelasannya ini, Teori Domino Heinrich menjadi teori ilmiah
pertama yang menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan tidak lagi
dianggap sebagai sekedar nasib sial atau karena peristiwa kebetulan.
2.2.2
10
88% kasus kecelakaan disebabkan oleh unsafe action, 10% disebabkan oleh
unsafe condition, dan 2% merupakan takdir Tuhan. Namun teori tersebut
dikembangkan oleh Frank Bird Jr yang dalam bukunya berjudul Practical Loss
Control Leadership, bahwa kecelakaan disebabkan oleh banyak faktor yang
mendukung untuk terjadinya kecelakaan.
Gambar 2.2
Teori Loss Causation Model
Berdasarkan
gambar
2.2
diatas
menyebutkan
bahwa
kecelakaan
11
12
13
Gambar 2.3
Piramida Kecelakaan
14
2.4
perusahaan terhadap perusahaan lainnya dalam jenis indrustri yang sama, maka
perlu diperhitungkan juga perbedaan yang mugkin disebabkan oleh lainnya
jumlah tenaga kerja yang bekerja diantara perusahaan tersebut. Dalam hal ini
dilakukan dengan menghitung angka frekuensi kecelakaan yaitu banyaknya
kecelakaan untuk setiap jam-manusia (Sumamur, 1996).
Agar bisa dilakukan perbandingan, maka perlu adanya metode pengukuran
kinerja di bidang keselamatan dan kesehatan kerja. Kinerja perusahaan
dipengaruhi oleh beberapa variabel, seperti jumlah pekerja, peralatan dan
tekhnologi yang digunakan, skala operasi dan sebagainya. Keluaran yang diukur
adalah data kecelakaan. Agar bia dibandingkan satu sama lain, maka diperlukan
adanya standarisasi data (Syukri Sahab, 1997).
2.4.1
Incidence Rate
Incidence rate digunakan untuk menginformasikan mengenai presentase
2.4.2
15
Indikator hilangnya hari kerja akibat kecelakaan kerja untuk per sejuta jam
kerja orang.
Rumus:
2.5
memiliki landasan hukum yang wajib dipatuhi semua pihak, baik pekerja,
pengusaha atau pihak yang terkait lainnya. Ada beberapa peraturan perundangan
yang berlaku di Indonesia, beberapa diantaranya:
1) Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja;
2) Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Kebijakan merupakan persyaratan utama dalam semua sistem manajemen
seperti Manajemen Lingkungan, Mutu dan lain-lain. kebijakan merupakan roh
dari sebuah sistem. Oleh karena itu, OHSAS 18001 mensyaratkan ditetapkannya
kebijakan K3 dalam organisasi oleh manajemen puncak. Kriteria kebijakan K3
adalah sebagai berikut.
1. Sesuai dengan sifat dan skala resiko K3 organisasi;
2. Mencakup komitmen untuk peningkatan berkelanjutan;
3. Termasuk adanya komitmen untuk sekurangnya memenuhi perundangan
4.
5.
6.
7.
K3 yang berlaku;
Didokumentasikan, diimplementasikan, dan dipelihara;
Dikomunikasikan kepada seluruh pekerja;
Tersedia bagi pihak lain yang terkait;
Ditinjau ulang secara berkala untuk memastikan bahwa masih relevan dan
sesuai dengan organisasi.
16
BAB 3
METODE KEGIATAN RESIDENSI
3.1
Lokasi Residensi
Residensi ini dilaksanakan di PT. Gunawan Dianjaya Steel Tbk Jalan
Kegiatan Residensi
Pelaksanaan residensi berlangsung pada tanggal 03 Agustus 2015 31
SEPTEMBER
KEGIATAN
I
Persiapan
Pelaksanaan Residensi
Supervisi Pembimbing
Pembuatan Laporan
II
III
IV
II
III
IV
17
Seminar/ujian
Perbaikan laporan
No.
Minggu ke-
1.
Tabel 3.2
Rincian Pelaksanaan Kegiatan Residensi
Tanggal
Log Book
3 Agustus 2015
2.
4 Agustus 2015
3.
5 Agustus 2015
4.
6 Agustus 2015
5.
7 Agustus 2015
6.
10 Agustus 2015
11 Agustus 2015
12 Agustus 2015
13 Agustus 2015
Kunjungan ke descaler
14 Agustus 2015
Ijin ke kampus
18 Agustus 2015
19 Agustus 2015
20 Agustus 2015
21 Agustus 2015
7.
8.
9.
10.
Libur
11.
12.
13.
14.
18
15.
16.
17.
18.
24 Agustus 2015
Pengecekan APAR
25 Agustus 2015
Pengecekan Hydrant
26 Agustus 2015
Safety Patrol
27 Agustus 2015
Safety Patrol
Lanjutan
No. Minggu ke-
Tanggal
Log Book
19.
28 Agustus 2015
Pembuatan laporan
20.
31 Agustus 2015
Pembuatan laporan
3.3
19
1. Observasi Lapangan
Objek yang diobservasi adalah implementasi K3 di seluruh area produksi
pembuatan Plate di PT. Gunawan Dianjaya Steel Tbk. Surabaya.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan bagian K3 dari PT. Gunawan Dianjaya Steel
Tbk. Surabaya dan pekerja mengenai masalah K3 (Kesehatan dan
Keselamatan Kerja), dan operasional kerja.
3. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan cara mempelajari dokumen dan catatancacatan perusahaan yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan
keselamatan kerja pada bagian K3, prosedur kerja operasional yang
berhubungan dengan bahaya di PT. Gunawan Dianjaya Steel Tbk.
Surabaya.
3.5
20
3.6
deskriptif, data tersebut diperoleh dan dianalisis dengan dasar teori yang ada,
sehingga memberikan suatu gambaran yang cukup jelas. Selanjutnya diteliti
kemudian diambil suatu kesimpulan dari hasil analisis tersebut, dan atas
kesimpulan tersebut dianjurkan saran untuk perbaikan yang diharapkan menjadi
bahan dan pertimbangan bagi perusahaan.
BAB 4
HASIL KEGIATAN RESIDENSI
4.1
21
22
Kanada. GDS terus berkembang karena produk baja mereka bisa dikatakan bagus.
Hal tersebut disebabkan karena GDS mengambil bahan baku dari China dan Rusia
dengan kualitas baja yang sangat padat dan bagus.
Pada
tahun
2014
Perusahaan
telah
mengikutsertakan
sejumlah
karyawannya untuk mengikuti pelatihan, seminar, dan sosialisasi peraturanperaturan yang diadakan lembaga swasta maupun pemerintah, antara lain:
a. Seminar Perpajakan terbaru;
b. Sosialisasi Peraturan OJK dan BEI;
c. Seminar pengembangan di bidang IT;
d. Training Ahli K3 dan SMK3 kepada karyawan dan manajemen;
e. Training mengenai manajemen lingkungan hidup;
f. Training mengenai manajemen dan audit energi.
4.1.1
Visi
23
Gambar 4.1
Struktur Organisasi PT. GDS tahun 2014
Pada struktur organisasi PT. Gunawan Dianjaya Steel Tbk., Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) termasuk dalam divisi Energi & K3L, yang diketuai
oleh Purnomo. Divisi ini terletak dibawah divisi QA/QC General Manager, dan
langsung dibawah naungan Direktur perusahaan. Sedangkan untuk Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) terletah dibawah arahan
langsung dari direktur, setara dengan Corporate Secretary dan Internal Audit.
4.1.3 Komposisi Karyawan
Tabel 4.1
Tingkat Pendidikan Karyawan PT. GDS
Pendidikan
2014
2013
Sa Sarjana
54
56
A Ahli Madya
356
349
48
48
Se Sekolah Dasar
20
20
Ju Jumlah
486
481
Jumlah total karyawan yang dimiliki PT. Gunawan Dianjaya Steel Tbk.
pada tahun 2013 sebanyak 481 karyawan. Sedangkan pada tahun 2014 terjadi
peningkatan jumlah karyawan sebanyak 5 karyawan, sehingga jumlahnya menjadi
486 karyawan. Dari jumlah karyawan pada tahun 2014 tersebut, tingkat
24
Gambar 4.2
Struktur P2K3 PT. Gunawan Dianjaya Steel Tbk.
25
Pada struktur P2K3 PT. Gunawan Dianjaya Steel Tbk. diatas, terdapat
sekretaris yang berada langsung setelah ketua dan wakil ketua P2K3. Kemudian
terdapat 12 anggota didalam P2K3. Selain anggota, didalam P2K3 juga memiliki
tim tanggap darurat, dimana tim tanggap darurat tersebut terdiri dari beberapa
karyawan yang tersebar pada masing-masing divisi. Tim tanggap darurat dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu tim pemadam kebakaran, tim P3K dan tim Evakuasi
dan Pemulihan.
4.1.5
26
27
insiden
K3
dari
aktivitas
yang
ada
di
area
Kantor/Perusahaan.
2) Kinerja pemasok yang dilakukan oleh Departemen Pembelian.
d. Wakil manajemen mengkomunikasikan Kebijakan K3 dan sasaran dan
Program K3 melalui poster maupun metode lain. Safety Prosedur
Pelatihan Tenaga Kerja.
e. Realisasi dari perbaikan K3 direkam dan disimpan oleh Sekretaris
P2K3 dan dilaporkan kepada Wakil Manajemen dalam rapat tinjauan
manajemen atau sebelum rapat dilaksanakan, sesuai kebutuhan.
f. Setiap perubahan baik struktur organisasi, kebijakan K3, sasaran dan
Program K3 maupun dokumen K3 harus dikomunikasikan kepada
Wakil Manajemen sehingga integritas dari sistem dapat dijaga.
3. Komunikasi Internal dan Rapat Tinjauan Manajemen
28
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi,
epidemiologi.
5) Hasil kajian kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
6) Adanya pelaporan.
7) Adanya saran dan pekerja/buruh.
8) Evaluasi kebijakan K3.
9) Tujuan sasaran dan kinerja K3.
10) Hasil temuan audit K3.
termasuk
29
11) Evaluasi
efektivitas
penerapan
SMK3
dan
kebutuhan
pengembangan SMK3.
4.1.7
Gunawan Dianjaya Steel Tbk. Surabaya yaitu kegiatan komunikasi, partisipasi &
konsultasi dan kegiatan investigasi dan pelaporan insiden. Untuk penjelasan
kegiatan komunikasi, partisipasi & konsultasi terdiri dari beberapa proses, seperti
yang dijelaskan dibawah ini.
1. Induksi K3;
Induksi K3 akan diberikan kepada karyawan baru, karyawan lama yang
pindah tugas atau dipromosikan, tamu, subkontraktor dan pihak lain yang
berkepentingan.
2. Rapat K3;
Rapat K3 dilakukan dengan melibatkan Manajer, Ka.Shift, Ka.Sie,
Waka.Sie, Anggota, AK3, wakil manajemen dan wakil dari subkontraktor
(jika dibutuhkan) dan hasilnya dicatat sebagai risalah rapat, untuk menjadi
dasar dalam implementasi K3. Contoh: HSE meeting, safety talk,
pertemuan sasaran K3, dll.
3. Rapat Tinjauan Manajemen;
Rapat tinjauan manajemen dilakukan sesuai prosedur tinjauan manajemen.
30
perusahaan
dengan
menggunakan
formulir
konsultasi
dan
31
32
kecelakaan,
sakit,
insiden
dan
ketidaksesuaian
harus
33
3. Laporan Tertulis
a. Laporan kejadian kecelakaan harus dibuat dalam bentuk/format K.2
Laporan ini akan dibuat oleh Sekretaris P2K3, Kepala Bagian terkait
dan aslinya diserahkan kepada JAMSOSTEK Cab.Surabaya, sesegera
mungkin dan tidak boleh lebih dari 24 jam setelah kejadian.
b. Kepala Bagian terkait akan meninjau ulang laporan, mensirkulasi dan
mendistribusikan sesuai dengan instruksi yang tertera dalam lembar
bentuk laporan. Laporan investigasi kecelakaan diminta:
1) Kecelakaan menyebabkan hari hilang;
2) Kecelakaan tidak ada hari hilang;
3) Kerusakan harta benda dan kerugian;
4) Kebakaran;
5) Kejadian dengan potensi kecelakaan berat (nyaris celaka);
c. Pelaporan kepada DISNAKER hanya dibuat untuk kecelakaan yang
terjadi pada karyawan perusahaan.
d. Laporan-laporan kecelakaan, investigasi dan analisis akan dirangkum
dalam laporan bulanan keselamatan dan kerugian yang dibuat oleh
Ketua K3. Laporan ini akan didistribusikan kepada seluruh Kepala
Bagian/Ketua
Regu
Committee/P2K3.
dan
didiskusikan
dalam
rapat
Safety
34
tindakan
emergensi
yang
tepat
dan
pelaporan
35
terulang
kembali
kejadian
yang
sama.
Salinan
36
kualitas
37
Alur Produksi
Gambar 4.3
Alur Produksi
38
Pada gambar 4.3 diatas merupakan alur produksi dari perusahaan. Dimulai
dari slab datang, kemudian diproses sehingga menjadi plate dan siap untuk
dikirim kepada konsumen. Untuk penjelasan lebih jelasnya sebagai berikut.
a. Slab
Slab atau bahan baku berupa baja tebal yang di datangkan dari luar negeri.
Yang memiliki reputasi internasonal.
Gambar 4.4
Slab
b.
Slab Cutting
Slab Cutting merupakan pemotongan bahan baku hingga menjadi beberapa
bagian, pemotongan sesuai ukuran yang ditentukan.
Gambar 4.5
Slab Cutting
c. Reheating Furnace
Setelah terbagi menjadi beberapa potong, baja tersebut dipanaskan di dapur
pemanas sampai suhu standar, sesuai dengan kualitas dan ukurannya.
39
Gambar 4.6
Reheating Furnace
d. Descaler
Slab yang membara dibersihkan dengan mesin pembersih kerak dengan
cara disemprotkan air berkecepatan tinggi untuk menghilangkan kotoran
dari prosees sebelumnya.
Gambar 4.7
Descaler
40
Gambar 4.8
4-High Roughing & Finishing Mill
f. Hot leveller
Untuk memastikan kerataan dan mutu plat yang prima, digunakan mesin
perata permukaan plat.
Gambar 4.9
Hot Leveller
g. Diving Shear
Plat yang memanjang akibat tahap sebelumnya dipotong lebih pendek
dengan mesin pembagi.
41
Gambar 4.10
Diving Shear
h. Cooling bed
Meja pendingin membantu mendinginkan secara alami alat yang panas
hingga mencapai suhu lingkungan.
Gambar 4.11
Cooling Bed
i.
Plate Cutting
Plat di potong sesuai ukuran pemesanan, jika tebal plat lebih atau sama
dengan 15mm maka digunakan flame cutting atau pemotongan dengan las
campuran LPG dan oksigen. Namun bula ketebalan kurang dari 15 mm,
42
Gambar 4.12
Plate Cutting
j. Stenciled
Pemberian Label pada bagian atas plat besi, sesuai dengan nomer seri
pemesanan dan warna sesuai dengn ketebalan.
k. Storage
Plat yang telah dilabel sudah selesai dan disimpan di ruang penyimpanan
dan siap dikirim ke pemesanan.
Gambar 4.13
Storage
l. Shipment
Plat-plat baja yang berkualitas siap di kirim ke pemesan melalui jalur darat
serta laut.
43
4.1.9
Risiko Bahaya
Didalam proses produksi, terdapat beberapa risiko bahaya yang
RISIKO BAHAYA
Terjepit, Terhimpit dan Debu
Produksi
a. Slab Cutting
b. Reheating Furnace
c. Descaler
Lanjutan
AREA KERJA
d.
RISIKO BAHAYA
Suhu Panas, Bising dan Debu
e. Diving Shear
f. Cooling Bed
g. Plate Cutting
Risiko Ergonomi,
Peledakan
Workshop
Debu,
Risiko
44
Rincian Prosedur:
1. Identifikasi Bahaya K3
a. Sekretaris P2K3 membentuk tim di unit kerja masing-masing yang
terdiri dari personil berpengalaman dan memiliki pengetahuan tentang
K3 dan dipimpin kepala bagian & Manajer masing-masing.
b. Pembentukan tim dilakukan di awal implementasi SMK3, saat ada
perubahan proses/peralatan maupun proses/peralatan baru. Identifikasi
dilakukan
juga
diawal
informasi
proyek
untuk
diidentifikasi
melihat
kondisi
45
berlaku,
diadakan
penilaian
dampak
&
risiko
dengan
46
ijin
kerja,
persetujuan
penambahan,
pengurangan
maupun
penggantian,
maka
47
pada tahun 2013 sebanyak 11 kasus kecelakaan, sedangkan pada tahun 2014
jumlah angka kecelakaan kerja sama dengan tahun 2013 sebanyak 11 kasus
kecelakaan. Pada tahun 2015 sampai bulan Agustus tercatat sebanyak 10 kasus
kecelakaan, hal ini bisa saja terjadi peningkatan kecelakaan kerja. Berikut
perincian data mengenai jumlah kecelakaan dan penyebab kecelakaan kerja di PT.
GDS dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015.
4.2.1
No.
Jam
Lokasi
Keterangan
Penyebab
1.
16 Januari 10.10
2013
2.
28 Januari 02.00
2013
Finishing
Tangan
terjepit Koordinasi
antara plate & roll
tidak
baik
antara pekerja
dengan
48
operator crane
3.
30 Januari 08.30
2013
Mekanik
Terkena
percikan Tidak waspada
gram mata kiri
terhadap
bahaya rekan
pekerja yang
sedang
menggerinda
4.
31
Maret
2013
Kamar
Mandi
5.
10
2013
Mei 00.20
6.
23
2013
Mei 09.00
Mill Area
7.
Mekanik
Terkena
percikan Tidak waspada
gram mata kiri
terhadap
bahaya rekan
pekerja yang
sedang
menggerinda
Lanjutan
No.
Tanggal
Jam
8.
5
September
2013
09.00
9.
10.
Lokasi
Keterangan
Penyebab
Civil
28 Agustus 09.00
2013
Tangga
Gunting 40
7 November
2013
49
11.
30
November
2013
09.00
Area
Gudang
Spare part
Kejatuhan
As
kuningan, pada saat
meletakkan as di
atas roll, ujung as
meleset jari
manis sebelah kiri
Pekerja kurang
waspada dan
kurang
terampil dalam
bekerja
50
Januari 2013 dan 12 Juli 2013 berlokasi di area mekanik, sedangkan kasus pada
tanggal 10 Mei 2013 berlokasi di Gas Cutting Plate (GCP) II. Ketiga kasus
kecelakaan tersebut merupakan unsafe action dari pekerja. Karena pekerja tidak
sadar dan waspada akan bahaya pada saat rekan pekerja sedang menggerinda atau
mengelas. Mereka berada di dekat rekan pekerja yang melakukan pekerjaan
tersebut.
Pada kasus kecelakaan tanggal 5 September 2013 jam 09.00 murni
merupakan tindakan unsafe action dikarenakan terkena cutter pada saat
memperbaiki helm. Apabila helm dalam kondisi yang tidak layak pakai lagi
karena rusak, maka pekerja seharusnya menghubungi pihak manajemen agar
menukar dengan helm baru yang layak pakai, tidak dengan memperbaiki sendiri
yang ujungnya mengalami kecelakaan.
Kemudian kasus kecelakaan terjadi pada tanggal 30 November 2013 di
gudang spare part. Kecelakaan tersebut dikarenakan kejatuhan as kuningan, pada
saat meletakkan as diatas roll, ternyata ujung as meleset sehingga mengenai jari
manis sebelah kiri. Kecelakaan terjadi karena kurang kewaspadaan dan kurang
komunikasinya pekerja tersebut pada saat meletakkan as diatas roll. Kasus
kecelakaan tersebut merupakan unsafe action dari pekerja karena kurang waspada
dan kurang terampil dalam melakukan pekerjaan.
Kasus kecelakaan yang terjadi pada tanggal 23 Mei 2013 berlokasi di mill
area. Kecelakaan dikarenakan terjepit sling pada saat maintenance sehingga
mengakibatkan tertimpanya ibu jari tangan kiri pekerja. Kecelakaan tersebut
51
merupakan tindakan unsafe action karena kurang waspada dan kurang hati-hati
pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapi. Komunikasi yang kurang lancar
terhadap sesama rekan pekerja pun menjadi salah satu penyebab terjadinya
kecelakaan terjepit alat kerja.
Kasus kecelakaan yang terjadi pada tanggal 31 Maret 2013 berlokasi di
kamar mandi dikarenakan terpeleset. Hal ini sekilas dapat ditarik kesimpulan
merupakan unsafe condition karena kondisi lantai kamar mandi yang licin. Unsafe
condition tersebut dikarenakan manajemen tidak melakukan pengecekan secara
berkala terhadap kondisi kamar mandi pekerja. Seharusnya pihak manajemen
membuat checklist pengecekan kondisi kamar mandi secara berkala, bisa setiap
hari atau setiap minggu, dan menunjuk salah satu pekerja sebagai penanggung
jawab untuk mengecek sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Jadi pada kasus
kecelakaan ini, merupakan kesalahan dari pihak manajemen (lack of control) yang
lalai terhadap kondisi kamar mandi pekerja.
Kasus kecelakaan yang terjadi pada tanggal 28 Agustus 2013 berlokasi di
tangga gunting 40 dikarenakan terpeleset dan jatuh pada saat menuruni anak
tangga. Hal ini sekilas merupakan unsafe condition. Namun jika diperhatikan
lebih lanjut, merupakan kurang perhatiannya manajemen terhadap tangga yang
ada di lokasi kerja. Menurut hasil observasi penulis, pada lokasi tersebut, anak
tangganya kurang lebar dan jika ingin menuruni anak tangga kaki dalam posisi
miring. Anak tangga yang kurang lebar tersebut dapat mengakibatkan kecelakaan
di pekerja. Seharusnya pada saat merencanakan membuat tangga, menurut
52
pedoman pembuatan tangga yang ideal dengan lebar anak tangga yang cukup
sehingga dapat naik atau turun tangga dengan nyaman.
Kasus kecelakaan pada tanggal 7 November 2013 berlokasi di kereta work
roll mill area dikarenakan tertimpa pipa pada saat pembongkaran workroll mill
area sehingga mengenai bagian bawah leher dari pekerja. Kecelakaan tersebut
merupakan unsafe condition, dikarenakan para pekerja telah menggunakan alat
pelindung diri (APD) yang baik dan prosedur kerja yang benar, tetapi pada saat
pembongkaran, pipa terjatuh dan menimpa pada pekerja.
Dari sebelas kasus kecelakaan yang terjadi di PT. Gunawan Dianjaya Steel
(GDS) Tbk. periode tahun 2013, faktor penyebab yang paling menonjol adalah
perilaku unsafe action dari pekerja yang berjumlah 8 kasus, kemudian lack of
control dari pihak manajemen yang berjumlah 2 kasus, dan yang terakhir
dikarenakan unsafe condition yang berjumlah 1 kasus.
4.2.2
No.
Jam
Lokasi
Keterangan
Penyebab
1.
10 Januari 15.00
2014
Depan
gedung EAF
alat
2.
12 Maret 16.00
2014
Cooling Bed
53
3.
15 Maret 19.00
2014
4.
23
April
2014
Finishing
5.
28 Agustus 10.30
2014
Gedung
EAF
6.
3
September
2014
09.00
Gas Cutting
Slab (GCS)
Pinggang
terkilir Posisi dan cara
pada
saat kerja
yang
pembersihan
kurang baik
7.
6
September
2014
10.00
Furnace
8.
4 Desember
2014
Gas Cutting
Slab
Terkena
ledakan Kebocoran di
selang
oksigen selang oksigen
mesin portable
9.
5 Desember 20.00
2014
Kereta
Transfer
Koordinasi
tidak
baik
dengan
operator crane
Keterangan
Penyebab
alat
Lanjutan
No.
Tanggal
10.
6 Desember
2014
11.
12
Desember
2014
Jam
Lokasi
Mekanik
01.30
Terkena
gram
54
55
kaki kanan dan kiri luka sobek dan lecet. Kecelakaan ini karena tindakan unsafe
action dari pekerja. Pekerja kurang waspada terhadap lingkungan kerjanya, dan
pekerja tidak menggunakan safety shoes.
Pada kasus kecelakaan tanggal 6 Desember 2014, kecelakaan tersebut
dikarenakan terkena percikan gram sehingga mengakibatkan sakit pada mata.
Untuk lokasi kecelakaan berlokasi di area mekanik. Kasus kecelakaan tersebut
merupakan unsafe action dari pekerja. Karena pekerja tidak sadar dan waspada
akan bahaya pada saat rekan pekerja sedang menggerinda atau mengelas. Mereka
berada di dekat rekan pekerja yang melakukan pekerjaan tersebut.
Kecelakaan yang terjadi pada tanggal 12 Desember 2014 jam 01.30
berlokasi di Gas Cutting Plate (GCP) III. Pekerja terpeleset pada saat menarik
kereta potong mundur sehingga kaki kiri terkena cutting torch yang sudah
dinyalakan. Kasus kecelakaan tersebut dikarenakan tindakan unsafe action dari
pekerja. Pekerja pada area tersebut sering dijumpai oleh penulis tidak
menggunakan safety shoes. Selain itu tingkat kewaspadaan dari pekerja sudah
menurun karena jam kerja dini hari.
Kecelakaan yang terjadi pada tanggal 5 Desember 2014 jam 20.00
berlokasi di kereta transfer. Pekerja terjepit plate pada saat penurunan dari crane
sehingga melukai 2 jari tangan kanan. Kasus kecelakaan ini penyebabnya adalah
unsafe action dari pekerja. Lemahnya koordinasi, komunikasi dari pekerja dengan
operator crane dan juga kurang waspadanya pekerja terhadap risiko bahaya pada
pekerjaan tersebut sehingga mengakibatkan terjepit plate.
56
Kecelakaan yang terjadi pada tanggal 10 Januari 2014 jam 15.00 berlokasi
di depan gedung EAF. Pekerja tertimpa alat kerja sehingga mengakibatkan jari
kelingking patah dan jari manis retak. Kecelakaan ini penyebabnya adalah unsafe
condition, karena pekerja telah bekerja dengan sesuai prosedur dan menggunakan
alat pelindung diri (APD) yang lengkap.
Kecelakaan yang terjadi pada tanggal 28 Agustus 2014 jam 10.30
berlokasi di gedung EAF. Pekerja terjepit alat kerja sehingga mengakibatkan jari
kelingking kanan dan kuku terkelupas. Kasus kecelakaan ini penyebabnya adalah
unsafe condition, karena pekerja telah bekerja sesuai dengan prosedur dan
menggunakan alat pelindung diri (APD) yang lengkap.
Kecelakaan yang terjadi pada tanggal 4 Desember 2014 berlokasi di area
Gas Cutting Slab. Pekerja terkena ledakan selang oksigen dari mesin portable.
Kasus kecelakaan ini penyebabnya adalah unsafe condition, karena pekerja telah
bekerja sesuai dengan prosedur dan menggunakan alat pelindung diri (APD) yang
lengkap, namun terdapat kebocoran di selang oksigen dan akhirnya terjadilah
ledakan.
Dari sebelas kasus kecelakaan yang terjadi di PT. Gunawan Dianjaya Steel
(GDS) Tbk. periode tahun 2014, faktor penyebab yang paling menonjol adalah
perilaku unsafe action dari pekerja yang berjumlah 8 kasus, dan yang dikarenakan
unsafe condition yang berjumlah 3 kasus.
4.2.3
57
No.
Tanggal
Jam
Lokasi
Keterangan
Penyebab
1.
2 Januari 09.20
2015
Maintenanc
e
2.
20 Januari
2015
Mekanik
3.
11 Februari 11.00
2015
Crane
4.
8
April 19.00
2015
Test House
5.
24
April 03.00
2015
Water
Treatment
tempat
pompa
6.
27
April 20.40
2015
Daerah
Morgoil
Operator crane
terkena debu
alat
Lanjutan
No.
Tanggal
7.
22
2015
8.
2 Juli 2015
9.
30
2015
Jam
Mei 05.30
09.30
Juli 20.00
Lokasi
Area Listrik
Keterangan
Penyebab
Naik
tempat
kerja
tidak
sesuai dengan
tempatnya
58
10.
26 Agustus 10.00
2015
Mill Area
Pekerja tidak
mengecek
kondisi balok
kayu
59
60
benar dan menggunakan alat pelindung diri (APD) yang lengkap, namun pada saat
melakukan pekerjaan gerinda tersebut pecah.
Kecelakaan yang terjadi pada tanggal 11 Februari 2015 berlokasi di crane.
Kecelakaan tersebut dikarenakan mata kelilipan debu. Sekilas kecelakaan ini
merupakan unsafe condition, namun jika ditelaah lebih dalam lagi dikarenakan
lack of control dari manajemen. Karena dari pihak manajemen kurang melakukan
pengendalian terhadap bahaya. Pengendalian engineering memang telah
diterapkan untuk pengendalian terhadap debu, seperti adanya kipas angin (fan) di
sekitar area kerja yang berpotensi menimbulkan debu. Namun kipas tersebut
dirasa penulis masih belum cukup maksimal dalam membersihkan debu, sehingga
operator crane dapat kelilipan debu. Karena ada kejadian seperti ini seharusnya
menjadi evaluasi dari pihak manajemen dalam melakukan pendekatan
pengendalian engineering secara optimal.
Kecelakaan yang terjadi pada tanggal 8 April 2015 berlokasi di area Test
House. Kecelakaan tersebut terjadi karena pekerja tertimpa alat kerja dan
menimpa jari tangan kiri dari pekerja. Kecelakaan kerja ini penyebabnya adalah
unsafe condition, karena pekerja telah melakukan prosedur kerja yang sesuai dan
menggunakan alat pelindung diri (APD) yang lengkap, namun pada saat bekerja,
alat tersebut jatuh dan menimpa tangan pekerja.
Kecelakaan yang terjadi pada tanggal 24 April 2015 berlokasi di area
Water Treatment tempat pompa. Kecelakaan tersebut terjadi karena pekerja
terkena dan tertimpa alat kerja yang mengenai kening pekerja. Kecelakaan kerja
61
62
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1
Steel (GDS) Tbk. periode tahun 2013 sampai dengan bulan Agustus tahun 2015,
disebabkan oleh unsafe action sebanyak 21 kasus kecelakaan. Kemudian faktor
63
64
menggunakan alat pelindung diri (APD) pada saat melakukan pekerjaan, namun
kondisi lingkungan yang membahayakan maka dapat menimbulkan kecelakaan.
Menurut teori Loss Causation Model pada faktor penyebab langsung (immediate
causes) terdapat salah satu pemicu terjadinya kecelakaan yaitu faktor kondisi
tidak aman (unsafe condition).
Unsafe condition menurut teori disebabkan karena peralatan yang sudah
tidak layak pakai, pengamanan gedung yang kurang standar dan sifat pekerjaan
yang mengandung potensi bahaya. Hal ini sesuai dengan kasus kecelakaan yang
terjadi di PT. GDS seperti selang bocor pada saat perbaikan dan pekerja terkena
semburan api. Dalam kasus kecelakaan ini pekerja telah melakukan prosedur kerja
yang sesuai dan menggunakan alat pelindung diri (APD) yang lengkap, namun
pada saat perbaikan, selang tersebut bocor dan menimbulkan semburan api yang
mengenai pekerja.
Sedangkan untuk kasus kecelakaan yang disebabkan oleh lack of control
manajemen merupakan titik awal dari pemicu utama kecelakaan menurut teori
loss causation model. Jika lack of control tidak dilakukan tindakan pencegahan,
maka dampaknya akan mengenai basic causes, immediate causes, incident dan
berakhir dengan loss. Lack of control dikarenakan kurangnya pengawasan dari
pihak manajemen terhadap berjalannya penerapan aspek-aspek keselamatan kerja
di lingkungan kerja.
Pada salah satu kasus kecelakaan yang terjadi dikarenakan lack of control
yaitu pada tanggal 31 Maret 2013 berlokasi di kamar mandi disebabkan terpeleset.
65
(GDS) Tbk., dilakukan pada periode tahun 2014, karena data sudah direkapitulasi
dan lengkap oleh pihak manajemen. Sedangkan pada tahun sebelumnya data
masih belum direkapitulasi. Sehingga penulis memfokuskan untuk melakukan
perhitungan tingkat kecelakaan pada periode tahun 2014.
5.2.1
Incidence Rate
Untuk total jam kerja setahun, penulis memberikan asumsi bekerja selama
66
Nilai incidence rate didapatkan 11,34. Maksud dari nilai incidence rate ini
adalah tingkat terjadinya insiden kecelakaan pada tahun 2014 sebesar 11,34 kali.
Jika dilihat bahwa tingkat terjadinya insiden kecelakaan sebesar 11,34 kali dalam
satu tahun, maka setiap bulan hampir terjadi 1 (satu) kecelakaan. Hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan tidak berhasil mencapai program zero accident,
dikarenakan telah terjadi sekitar 11,34 kali kecelakaan dalam satu tahun.
5.2.2
Severity Rate
Untuk jumlah hari kerja yang hilang akibat dari kecelakaan kerja pada
67
tidak
terjadinya
kehilangan
hari
kerja
(Permenakertrans
no.
PER-
Rekomendasi
Berdasarkan gambaran kecelakaan kerja dan penghitungan dari tingkat
kecelakaan kerja yang terjadi di PT. Gunawan Dianjaya Steel (GDS) Tbk., periode
tahun 2013-2015, maka penulis dapat memberikan rekomendasi yang dapat
dilakukan oleh perusahaan untuk meminimalkan risiko terjadinya kecelakaan
kerja. Berikut rekomendasinya.
1. Perusahaan dapat menerapkan safety briefing yang bisa diterapkan minimal
satu minggu satu kali kepada koordinator masing-masing area kerja, dengan
tujuan agar mengingatkan kembali akan pentingnya Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3);
2. Perusahaan dapat memberikan sosialisasi K3 di kalangan pekerja secara
berkala, misal 1 bulan sekali. Pemberian materi tentang pentingnya K3 bagi
pekerja. Seperti contoh, penggunaan APD yang baik dan benar, mematuhi
aturan keselamatan dalam perusahan, dan lain-lain. Dalam pemberian materi
harus kreatif, seperti dengan menggunakan video.
3. Perusahaan dapat menerapkan pengecekan secara berkala terhadap kondisi area
lingkungan kerja, seperti di kamar mandi, di tangga, agar kecelakaan kerja
dapat dihindari.
68
BAB 6
PENUTUP
6.1
Kesimpulan
Dari hasil analisis yang penulis lakukan terhadap kecelakaan kerja yang
terjadi di PT. Gunawan Dianjaya Steel (GDS) Tbk. periode tahun 2013-2015,
maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut.
1. Kecelakaan kerja yang terjadi di PT. Gunawan Dianjaya Steel (GDS) Tbk.
periode tahun 2013 sampai dengan bulan Agustus 2015, tercatat sebanyak
69
70
Saran
Saran yang penulis dapat berikan terkait dengan kecelakaan kerja yang
terjadi di PT. Gunawan Dianjaya Steel (GDS) Tbk. adalah sebagai berikut.
1. Perusahaan harus lebih memberikan perhatian yang khusus kepada
penegakan K3 di lingkungan kerja;
2. Perusahaan harus tegas dalam menjalankan peraturan K3 di lingkungan
kerja untuk membuktikan komitmen terhadap K3;
3. Penggantian rambu-rambu peringatan bahaya yang ada di dalam pabrik
karena rambu-rambu yang sudah ada sudah tidak layak lagi;
4. Perusahaan juga harus memperhatikan kebersihan dan kenyamanan
lingkungan di area sekitar pabrik.