You are on page 1of 32

STRATEGI PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG

DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Disusun oleh :
Kelompok 1
Andina Avika Hasdi

D151130261

Dewi Elfrida S

D151130336

Dwi Ernaningsih

D151130366

Fiqy Hilmawan

D151130301

Reza Hanifah

D151130321

Rudi Dedi Iskandar

D151130281

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sub sektor peternakan merupakan salah satu bidang yang memiliki peran
besar dalam peningkatan pendapatan peternak, meningkatkan populasi dan produksi
ternak sebagai modal dalam penyediaan pangan terutama pangan asal hewan bagi
masyarakat. Oleh karena itu, sub sektor peternakan perlu dibangun dan
dikembangkan sebagai salah satu usaha agribisnis peternakan dan optimalisasi
pemanfaatan sumber daya alam sehingga upaya pengembangan peternakan dapat
ditingkatkan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan petanipeternak pada khususnya.
Seiring dengan era otonomi daerah, suatu wilayah dituntut untuk berusaha
dalam

merancang

dan

mengembangkan

wilayahnya

menjadi

lebih

baik.

Pengembangan potensi ternak potong di suatu wilayah akan sangat membantu upaya
pemenuhan kebutuhan protein hewani terutama daging yang semakin meningkat
seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Selain membantu dalam pemenuhan
protein hewani, pengembangan potensi ternak tersebut juga diharapkan dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat daerah.
Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau di Indonesia dengan wilayah
serta keanekaragaman sumberdaya yang sangat besar dan berpotensi. Pulau
Kalimantan termasuk dalam koridor III dalam program Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia dengan rentang waktu tahun 2011-2025.
Pulau Kalimantan memiliki lima provinsi yang kaya akan sumberdaya alam baik
yang diperbaharui maupun tidak dapat diperbaharui meliputi sektor pertanian,
perikanan, kehutanan, pertambangan, dan peternakan. Sektor peternakan sendiri,
didominasi oleh peternakan ternak ruminansia terutama ternak sapi potong. Ternak
ruminansia di pulau Kalimantan digunakan sebagai pasokan daging bagi konsumsi
masyarakat Kalimantan maupun keluar pulau Kalimantan.
Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi dengan luasan
wilayah terbesar ketiga di Indonesia yaitu 146.807 km 2. Populasi ternak sapi potong
di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2012 sebesar 169.240 ekor. Provinsi
Kalimantan Barat memiliki potensi pengembangan peternakan yang baik karena
memiliki populasi ruminansia yang tinggi serta luasan wilayah yang besar. Melihat

hal tersebut, peluang pengembangan peternakan sapi potong di Provinsi Kalimantan


Barat masih cukup besar dan berpotensi untuk dikembangkan karena masih banyak
potensi yang belum dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat petani peternak.
Potensi wilayah Provinsi Kalimantan Barat sebagai daerah produksi ternak sapi
potong memiliki target dan sasaran yaitu guna menjadikan Provinsi Kalimantan
Barat sebagai daerah penghasil ternak sapi potong disamping bidang kehutanan dan
perkebunan (kelapa sawit dan karet) tentunya dengan jumlah produksi yang stabil
dan kualitas ternak yang dihasilkan baik sesuai dengan kondisi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, dan sumberdaya lainnya yang dimiliki.
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menganalisis potensi wilayah
Provinsi Kalimantan Barat dalam penambahan daya tampung ternak sapi potong
serta menyusun strategi pengembangan peternakan.

PEMBAHASAN
Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Barat
Letak Geografis dan Luas Wilayah
Kalimantan Barat secara astronomis terletak antara 3o20LS-2o30LU;
107o40-114o30 BT. Batas-batas wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah sebagai
berikut: sebelah utara dengan Malaysia, sebelah barat dengan Selat Karimata,
sebelah timur dengan Provinsi Kalimantan Tengah, dan sebelah selatan dengan Laut
Jawa. Luas wilayah Kalimantan Barat adalah 146.807 km 2 (7,53% luas Indonesia).
Kalimantan Barat terbagi dalam 10 kabupaten dan 2 kotamadya.
Kondisi Alam
Wilayah Kalimantan Barat beriklim tropis basah dengan curah hujan merata
sepanjang tahun dengan puncak hujan tertinggi pada bulan Agustus (776,8 mm) dan
terendah pada bulan April (70,4 mm). Pada tahun 2010 suhu udara maksimum di
Kalimantan Barat mencapai 34oC dan terendah sebesar 22oC.
Penggunaan Lahan
Sebagian besar lahan di Kalimantan Barat merupakan hutan (44,07%) dan
padang rumput (33,16%). Sementara areal perkebunan seluas 1.887.867 ha (12,86%)
dari 14,68 ribu hektar luas Kalimantan Barat, hanya 0,77% digunakan untuk
permukiman penduduk.
Penduduk
Jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 berdasarkan hasil
sensus penduduk 2010 berjumlah sekitar 4,395 juta jiwa di mana sekitar 2,246 juta
berjenis kelamin lelaki dan 2,149 juta jiwa berjenis kelamin perempuan. Luas
wilayah Provinsi Kalimantan Barat sebesar 146.807 Km2 atau lebih besar dari Pulau
Jawa dan kepadatan penduduk Kalimantan Barat baru sekitar 30 Jiwa per kilometer
persegi. Kondisi ini tentunya kurang menguntungkan dalam rangka percepatan
pembangunan wilayah khususnya menyangkut pengelolaan Sumber Daya Alam
(SDA) dengan segala potensi dan keragamannya (Kalbar dalam Angka, 2011).
Daerah Kalimantan Barat dihuni oleh penduduk asli Dayak dan kaum
pendatang lainnya dari Sumatra seperti kaum urban dari Tiongkok dan daerah di

Indonesia lainnya. Suku bangsa yang dominan yaitu Dayak ,Melayu dan Tionghoa
yang jumlahnya melebihi 90% penduduk Kalimantan Barat. Selain itu, terdapat juga
suku-suku bangsa lain, antara lain Bugis, Jawa, Madura, Minangkabau, Sunda,
Batak, dan lain-lain yang jumlahnya dibawah 10%. Dari berbagai suku ini masingmasing memiliki adat istiadat yang berbeda-beda sehingga masing-masing suku
mempunyai cara pandang kehidupan yang berbeda pula dalam aspek sosial budaya.
Masyarakat yang ada Kalimantan Barat dapat dikatakan sebagai daerah yang
memiliki masyarakat yang majemuk karena masyarakatnya yang multikultural. Pada
dasarnya suatu masyarakat dikatakan multikultural jika dalam masyarakat tersebut
memiliki keanekaragaman dan perbedaan. Keragaman dan perbedaan yang dimaksud
antara lain, keragaman struktur budaya yang berakar pada perbedaan standar nilai
yang berbeda-beda, keragaman ras, suku dan agama . Dalam hal ini masyarakat
multikultural tidak bersifat homogen, namun memiliki karakteristik heterogen di
mana pola hubungan sosial antar individu di masyarakat berusaha untuk toleransi dan
harus menerima kenyataan untuk hidup berdampingan secara damai satu sama lain
dengan perbedaan yang melekat pada tiap etnisitas sosial dan budayanya. Namun
kemajemukan masyarakat yang multikultural ini sangat mungkin terjadinya konflik
vertikal dan horizontal yang dapat menghancurkan masyarakat tersebut.
Konflik vertikal dapat berarti hubungan interaksi antara suatu kelas sosial
yang berbeda tingkatan akibat adanya pertentangan kepentingan ataupun kelompok
sosial yang berbeda di satu pihak dengan satu kelompok di pihak lainnya. Sedangkan
konflik horizontal berarti hubungan interaksi antar kelas sosial yang secara sengaja
menciptakan konflik sebagai kamuflase atau cara untuk mendukung terwujudnya
tujuan atau kondisi yang dikehendaki oleh beberapa pihak tertentu. Kemajemukan
masyarakat yang terjadi di Kalimantan Barat tanpa disertai rasa toleransi dan saling
menghargai antar sesama masyarakat tentunya akan menimbulkan bahaya laten yang
sewaktu-waktu dapat menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat
Pendidikan
Salah satu indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan sumber daya
manusia adalah melalui sektor pendidikan. Perkembangan pendidikan di Kalimantan
Barat cukup memprihatinkan, dimana sebagian masyarakat memiliki tingkat
pendidikan yang masih rendah walaupun jumlah murid pada setiap jenjang

pendidikan semkain bertambah tiap tahun (murid SD dari 574.551 pada tahun
2005/2006 menjadi 593.812 pada tahun 2007/2008, murid SMP meningkat sekitar
6,05% dari tahun 2006/2007 menjadi 168.230, murid SMA pada tahun 2006/2007
70.550 menjadi 73.241 pada tahun 2007/2008). Komposisi penduduk yang bekerja di
Provinsi Kalimantan Barat, masih didominasi oleh pekerja yang berpendidikan
rendah, yaitu sekitar 78,84% adalah tamat SLTP kebawah. Lapangan usaha yang
paling dominan adalah sektor pertanian yaitu menyerap sekitar 60,43% dari total
angkatan kerja yang bekerja.
Dilihat dari komposisi dan kualifikasi pendidikan aparatur, masih ditemukan
suatu keadaan yang belum seimbang dan belum sesuai di beberapa strata pendidikan.
Sementara pola pembinaan dan pengembangan karier belum jelas. Analisis jabatan
juga belum diterapkan. Sistem kesejahteraan pegawai belum memadai. Tidak adanya
instansi vertikal di daerah sebagai konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah
mengakibatkan program pembangunan peternakan dan kesehatan hewan di daerah
kurang berjalan secara optimal. Ini tercermin dari masih adanya tumpang tindih
antara kebijakan pusat dan daerah.
Budaya
Penduduk Kalimantan Barat yang sebagian besar merupakan suku dayak
yang menjalani hidupnya dengan cara mendiami hutan dan berburu. Jumlah
penduduk di Provinsi Kalimantan Barat menurut sensus tahun 2004 berjumlah
4.073.304 jiwa (1,85% penduduk Indonesia) Yang terdiri dari berbagai macam suku
bangsa di antara nya: Dayak, Melayu, Bugis, Jawa ,Sunda ,batak,dan lain-lain.
Suku dayak merupakan penduduk asli pulau Kalimantan. Kelompok Suku
Dayak, terbagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub. Masingmasing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya
yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat
istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut
suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap
pemukiman mereka.
Masyarakat dayak mempunyai kebiasaan untuk berburu. Alat yang biasa
digunakan untuk menangkap hewan buruan adalah sumpit dan tombak. Adat istiadat
suku dayak selalu member ajaran kehidupan yang baik pada setiap warganya.

Terutama dalam hal mencari makan atau berburu. Mereka tidak pernah melakukan
pembunuhan kepada binatang apabila persediaan makanan mereka masih cukup
namyak. Demikian pula untuk bahan makanan yang lain, terutama yang diambil dari
tanaman.
Peternakan Sapi Potong di Provinsi Kalimantan Barat
Secara umum terdapat beberapa wilayah di Kalimantan Barat yang
merupakan daerah sentra produksi sapi potong, seperti di Sanggau Ledo, Sambas,
Samalantan, Sungai Raya, Mempawah Hilir, Sekadau, Sintang, Ketapang, Rasau
Jaya dan Sungai Kakap. Kecenderungan pola pemeliharaan Sapi potong yang
dilakukan masyarakat peternak di Kalimantan Barat adalah pola pembibitan dan
penggemukan, serta jenis sapi yang dipelihara adalah sapi Peranakan Ongole (PO),
sapi Bali, sapi lokal Kalimantan Barat dan sapi peranakan hasil IB.
Berdasarkan data kelompok ternak sapi di Kalimantan Barat pada tahun 2010
terdapat 204 kelompok ternak. Distribusi kelompok terbesar adalah Kabupaten
Sambas 24 kelompok, Kabupaten Kubu Raya 21 kelompok, Kabupaten Melawi 21
kelompok, Kabupaten Bengkayang 20 kelompok, Kota Singkawang 20 kelompok
Kabupaten Sekadau 19 kelompok, sedangkan kabupaten kota lainnya memiliki
kelompok ternak dibawah 15 kelompok. Berdasarkan rata-rata populasi ternak per
kelompok, maka Kabupaten Kayong Utara memiliki populasi ternak sapi per
kelompok tertinggi, yaitu 68 ekor, diikuti Kabupaten Bengkayang sebesar 64,85 ,
Kabupaten Pontianak sebesar 52,11 ekor, Kabupaten Kubu Raya sebesar 52 ekor,
Kabupaten Ketapang sebesar 40,69 ekor dan kabupaten lainnya rata-rata populasi
ternak sapi per kelompok adalah dibawah 40 ekor. Data-data tersebut merupakan
justifikasi penetapan lokasi untuk kegiatan pendampingan PSDS oleh BPTP Kalbar
(Litbang Kalbar, 2013).
Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh peternak di Kalimantan
Barat saat ini, diantaranya adalah kesulitan mendapatkan sapi bakalan untuk
dilakukan penggemukan dalam pemeliharaan. Saat ini, sapi bakalan tersebut
sebagian besar didatangkan dari pulau Madura melalui transportasi kapal laut dalam
periode dua mingguan atau bulanan. Kondisi tersebut terjadi salah satunya karena

kecenderungan peternak untuk tidak melakukan pemeliharaan pola pembibitan


ternak sapi potong, sehingga belum optimalnya produksi dan produktifitas anak sapi
dari dalam wilayah Kalimantan Barat sendiri (Litbang Kalbar, 2013).

Populasi Ternak Ruminansia


Populasi ternak ruminansia di Provinsi Kalimantan Barat terdiri atas ternak
sapi potong, sapi perah, kerbau, domba, kambing. Populasi sapi potong menempati
urutan pertama dengan jumlah 176.734 ekor. Populasi ternak sapi potong per
kabupaten dan kota di Porvinsi Kalimantan Barat ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Populasi ternak sapi potong per kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan
Barat tahun 2010 (ekor)

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa populasi sapi potong tertinggi


berturut-turut terdapat di Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Sintang, serta

populasi terendah di Kota Singkawang dan Kota Pontianak. Data pemotongan ternak
sapi potong di Provinsi Kalimantan Barat dilihat di Tabel 2.
Tabel

Jumlah

pe

motongan

tern

ak

per

kab

upaten

dan

kot

a di Provinsi
Kalimantan
Barat tahun
2010 (ekor)

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa pemotongan ternak sapi potong pada
tahun 2010 sebesar 46.616 ekor atau 26,37% dari populasi sapi potong pada tahun

yang sama. Pemotongan ternak tertinggi terdapat di Kabupaten Pontianak serta Kota
Pontianak. Tingkat konsumsi daging di Kalimantan Barat masih rendah yaitu sebesar
1,091 kg pertahun atau 2,99 gram per kapita/hari (Kalbar dalam Angka, 2011).
Begitu juga tingkat konsumsi daging di pulau Kalimantan pada umumnya yang
masih rendah.
Ketersediaan Hijauan
Peluang penambahan ternak perlu diketahui agar kapasitas tampung suatu
wilayah dapat optimal. Luas lahan dan produksi hijauan tiap penggunaan
lahan/tahunnya perlu diketahui untuk menghitung daya tampung di suatu wilayah.
Ketersediaan bahan kering rumput di Provinsi Kalimantan Barat dapat dilihat di
Tabel 3.
Tabel 3 Ketersediaan bahan kering rumput di Provinsi Kalimantan Barat (Ton BK
per tahun)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kabupaten
Sambas
Bengkayang
Landak
Pontianak
Sanggau
Ketapang
Sintang
kapuas hulu
Sekadau
Melawi
kayong utara
kota kubu raya
kota Pontianak
kota singkawang

Lahan Sawah
19.711,69
6.131,81
18.428,43
5.836,68
16.200,95
23.248,56
5.600,13
6.083,29
574,17
1.098,38
2.060,11
14.859,70
36,75
1.597,04

Lahan Kering
19.908,42
18.729,22
56.203,40
19.967,14
33.983,18
74.631,76
53.398,86
26.335,32
12.227,87
75,06
0,00
0,00
742,75
134,39

Lahan Hutan
129.097,4
62.982,32
79.638,01
1.289,617
38.252,92
627.991,5
452.199,4
112.223,5
130.366,4
527.770
210.879,6
255.158,7
0,00
11.978,61

Sumber : Hasil Pengolahan dari data Kalbar dalam Angka (2011)

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa ketersediaan bahan kering hijauan


ternak ruminansia untuk Provinsi Kalimantan Barat masih sangat besar. Terutama di
Kabupaten Ketapang dengan jumlah bahan kering hijauan yang sangat besar. Jumlah
ketersediaan bahan kering terkecil terdapat di Kota Pontianak dan Kabupaten
Pontianak. Wilayah Kabupaten dengan ketersediaan bahan kering hijauan makanan
ternak yang tinggi dapat digunakan sebagai sarana dalam penambahan kapasitas
tampung populasi ternak ruminansia.

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) di Provinsi


Kalimantan Barat
Kemampuan suatu wilayah dalam menampung ternak harus melihat data
pekarangan, luas lahan garapan dan hutan berikut daya tampung dari masing-masing
lahan tersebut. Ada pembatasan untuk lahan garapan yaitu sawah, lading, hutan,
perkebunan dan tegalan. Perhitungan KPPTR ini didasarkan pada metode
Pengembangan Pemetaan Potensi Wilayah (Ditjen Peternakan, 1985) yang dilihat
dari dua sumberdaya yaitu lahan dan tenaga kerja, dengan persamaan sebagai
berikut:
a. PMSL = a.LG + b.PR + c.R
PMSL = Potensi maksimum (ST) berdasarkan sumberdaya lahan, yaitu lahan
garapan (LG), padang rumput (PR) dan rawa (R).
LG

= Lahan garapan tanaman pangan (ha) yaitu hasil penjumlahan dari


luas lahan sawah (basah dan kering), tegalan/ladang dan
perkebunan.

= Koefisien yang dihitung sebagai nisbah populasi ternak ruminansia


(ST) dengan luas lahan garapan (ha). Nilai a dalam perhitungan ini
adalah nilai untuk Propinsi Jawa Timur, yaitu 0,8 ST/ha LG.
Propinsi Jawa Timur dipakai sebagai standar baku untuk
penghitungan nilai PMSL didasarkan pada pertimbangan bahwa
populasi ternak ruminansia yang sangat padat di propinsi tersebut
belum pernah diberitakan telah menimbulkan kerusakan lahan
maupun kualitas ternak dengan kata lain keadaan peternakan
ruminansia di Propinsi Jawa Timur mencerminkan keadaan yang
optimum.

PR

= Luas padang rumput (ha).

= Koefisien yang dihitung sebagai kapasitas tampung padang rumput


alam, yaitu 0,5 ST/ha.

= Luas rawa (ha). Rawa di Provinsi Kalimantan Barat merupakan


rawa air tawar.

= Koefisien yang dihitung sebagai kapasitas tampung rawa air tawar


yaitu 2 ST/ha.

b. KPPTR (SL) = PMSL POPRIL


KPPTR (SL) = Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (ST)
berdasarkan sumberdaya lahan.
POPRIL

= Populasi riil ternak ruminansia (ST) pada tahun tertentu.

Tabel 4 Nilai KPPTR per kabupaten dan kota Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010
(ST)
No

Kabupaten/Kota

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Sambas
Bengkayang
Landak
Pontianak
Sanggau
Ketapang
Sintang
Kapuas Hulu
Sekadau
Melawi
Kayong Utara
Kota Kubu
Raya
Kota Pontianak
Kota
Singkawang
Total

13
14

Nilai
Kapasitas
Tampung (ST)
244.432,6
212.893,8
493.437
58.462,3
718.773,6
1.157.635
796.228
544.760,4
161.500,5
45.572,5
54.124,9
146.266,4
2.248.8
19.591,2
4.655.927

Populasi
(ST)

Pemanfaatan
(%)

Peluang
Penambahan
(ST)

10.798,12
10.458,87
9.045,41
17.824,46
9.204,31
16.253,35
18.076,81
19.761,43
8.035,36
6.802,21
6.526,84
14.766,84

4.42
4.91
1.83
30.49
1.28
1.40
2.27
3.63
4.98
14.93
12.06
10.10

233.634,5
202.434,9
484.391,6
40.637,84
709.569,3
1.141.382
778.151,2
524.999
153.465,1
38.770,29
47.598,06
131.499,6

1.409,35
5.545,67

62.67
28.31

839,45
14.045,53

154.509,02

3,3

4.501.418

Sumber : Hasil perhitungan berdasarkan data Kalbar dalam Angka (2011)

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa Provinsi Kalimantan Barat memiliki


populasi ternak ruminansia sebesar 154.509,02 ST. Provinsi tersebut masih dapat
ditingkatkan populasi ternak ruminansia sebesar 4.501.418 ST atau pemanfaatannya
masih 3,3%. Dari ke 14 Kota dan Kabupaten, wilayah dengan pemanfaatan wilayah
terbesar terdapat di Kota dan Kabupaten Pontianak yaitu 62,67% dan 30,49% . Kota
Pontianak sendiri merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Barat yang menurut
RUTRW dipergunakan sebagai pusat pemerintahan atau perdagangan. Secara
keseluruhan wilayah kabupaten dan kota di Kalimantan Barat masih dapat
ditingkatkan populasi ternak ruminansia dan belum ada yang melebihi kapasitas

tampung. Hal ini disebabkan adanya wilayah yang sangat luas serta populasi ternak
yang masih sedikit. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa penyebaran ternak
ruminansia di Provinsi Kalimantan Barat tidak merata sehingga dapat menjadikan
adanya wilayah-wilayah yang memiliki kepadatan populasi tinggi sedangkan
kemampuan wilayah untuk menghasilkan hijauan makanan ternak menjadi
berkurang.
Kebijakan Daerah Kalimantan Barat
Aspirasi masyarakat dalam pembangunan peternakan khususnya melalui
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dapat dilakukan melalui
pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan hewani asal ternak, dan kebutuhan untuk
industri. Aspirasi masyarakat untuk pemenuhan tersebut diatur dalam beberapa
kebijakan dan regulasi lingkup kewenangan Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan.
Pembangunan peternakan dan kesehatan hewan saat ini telah dipayungi oleh
Undang Undang Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
telah memberi kewenangan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
untuk merumuskan norma, standar, pedoman, dan kriteria di bidang peternakan dan
kesehatan hewan. Belum dimilikinya perangkat hukum yang terkait dengan
pemberian insentif dan fasilitasi kelompok peternak dalam bentuk Undang- Undang
atau Peraturan Pemerintah atau Penetapan Presiden serta peraturan perundangan
lainnya. Belum optimalnya fungsi kelembagaan, rendahnya dukungan institusi lain
yang terkait dalam mendukung pembangunan peternakan dan kesehatan hewan,
lemahnya koordinasi lintas sektor, rendahnya penerapan standar mutu bibit, kurang
terkendalinya persilangan ternak asli, lokal, dan eksotik juga merupakan sisi
kelemahan.
Adanya pembiayaan melalui Corporate Social Responsibility (CSR) dan
melalui anggaran belanja Pemerintah Daerah, meningkatnya tuntutan One World
One Health (Kesehatan Semesta) untuk kesehatan manusia, hewan dan lingkungan,
dan adanya pengaturan perwilayahan peternakan. Perkembangan teknologi informasi
perdagangan juga akan berdampak ganda (multiplier effect) bagi dunia usaha
peternakan. Paradigma otonomi daerah menjadi faktor signifikan yang harus
dipertimbangkan dalam menyusun suatu kebijakan. Pemberian otonomi ke daerah

pada dasarnya memberikan kesempatan bagi daerah untuk mengoptimalkan


pengelolaaan potensi daerah guna meningkatkan pembangunan daerah salah satunya
dalam produksi peternakan.
Potensi Pasar
Provinsi Kalimantan Barat memiliki tingkat konsumsi daging sapi yang terus
meningkat. Berdasarkan data Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan,
konsumsi daging di Kalimantan Barat pada tahun 2006 yaitu 28.676 ton dan
meningkat pada tahun 2010 menjadi 31.477 ton dengan pertumbuhan konsumsi
daging sebesar 12,7%. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa populasi ternak
sapi potong di provinsi Kalimantan Barat yang digembalakan pada mini ranch adalah
156.569 ekor, dengan pemotongan pertahun 28.605 ekor/tahun dan produksi daging
4.324 ton/tahun. Sisa kebutuhan ternak adalah 35.000/tahun ( 8.000-10.000 ekor
didatangkan dari Jawa Timur).
Pengembangan peternakan di wilayah Kalimantan Barat memiliki potensi
yang cukup besar . Pengembangan peternakan sapi potong di wilayah Kalimantan
Barat dapat dilakukan di kabupaten Pontianak, Sambas, Kota Singkawang,
Bengkayang, Sanggau dan Ketapang, dengan daya dukung berupa limbah pertanian
dan perkebunan untuk pakan ternak dan RPH sapi di Kabupaten Pontianak. Potensi
pasar dari daging yang dihasilkan meliputi pasar lokal dan ekspor. Pasar lokal
dimaksud untuk memenuhi kebutuhan daging yang sebagian besar masih dipenuhi
dari wilayah lain. Sedangkan ekspor dapat dilakukan ke wilayah Serawak dan Brunai
yang merupakan Negara yang berbatasan dengan wilayah Kalimantan Barat.

Analisis SWOT Peternakan Sapi Potong Provinsi Kalimantan Barat


1. Matriks Internal Faktor Evaluation (IFE)
Tabel 5 Matriks Internal Faktor Evaluation (IFE)
Faktor internal
Kekuatan :
1. Beberapa wilayah di Kalimantan
Barat merupakan daerah sentra
produksi Sapi potong
2. Ketersediaan bahan kering hijauan
ternak ruminansia untuk Provinsi
Kalimantan Barat masih sangat besar
3. Kapasitas daya tampung wilayah
untuk ternak masih sangat besar
4. Jumlah pekerja yang memadai
Kelemahan :
1. Program pembangunan peternakan
dan kesehatan hewan di daerah kurang
berjalan secara optimal
2. Peternak kesulitan mendapatkan sapi
bakalan
3. Tingkat
konsumsi
daging
di
Kalimantan Barat masih rendah
4. Belum dimilikinya perangkat hukum
yang terkait dengan pemberian
insentif dan fasilitasi kelompok
peternak
5. Sarana produksi ternak kurang
memadai
6. Pengetahuan SDM masih rendah
tentang peternakan
Total

Bobot

Peringkat

Bobot x

(A)

(B)

Peringkat

0,107

0,428

0,107

0,428

0,107

3,75

0,401

0,093

3,5

0,326

0,107

0,428

0,093

3,25

0,302

0,107

0,428

0,093

0,279

0,093

0,326

0,093

0,279

3,625

Keterangan : Skor pembobotan total = 1,00-1,99 (lemah), 2-2,99 (rata-rata), 3-4 (kuat)

Matriks IFE adalah alat perumusan strategi yang mana meringkas dan
mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area-area fungsional bisnis dan
menjadi landasan untuk mengindentifikasi serta mengevaluasi hubungan diantara
area tersebut (David, 2009). Analisis matriks IFE dilakukan dengan mengolah faktorfaktor internal usaha ternak menjadi kekuatan dan kelemahan usaha. Hasil pemberian
bobot dan peringkat terhadap faktor-faktor internal dilakukan oleh anggota

kelompok. Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal yang dilanjutkan dengan


penghitungan bobot dan rating masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan maka
diperoleh nilai skor seperti yang tertera pada Tabel 5. Besar kecilnya bobot yang
diberikan tergantung pada besar kecilnya pengaruh atau tingkat kepentingan variabel
terhadapa kesuksesan usaha ternak ini sedangkan rating yang diberikan tergantung
pada tinggi rendahnya respon (prioritas) yang ditunjukan terhadap kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki. Putong (2003) menyatakan bahwa setiap faktor diberi
bobot mulai dari skala 4 (sangat penting), 3 (penting), 2 (kurang penting) dan 1
(tidak penting). Setiap faktor diberi peringkat atau rating mulai dari skala 4 (sangat
tinggi), 3 (tinggi), 2 (sedang), dan 1 (rendah).
Tabel 6 Matriks Internal Faktor Evaluation (IFE)
Faktor internal
Kekuatan :
1. Beberapa wilayah di Kalimantan
Barat merupakan daerah sentra
produksi sapi potong
2. Ketersediaan bahan kering hijauan
ternak ruminansia untuk Provinsi
Kalimantan Barat masih sangat besar
3. Kapasitas daya tampung wilayah
untuk ternak masih sangat besar
4. Jumlah pekerja yang memadai
Kelemahan :
1. Program pembangunan peternakan
dan kesehatan hewan di daerah kurang
berjalan secara optimal
2. Peternak kesulitan mendapatkan sapi
bakalan
3. Tingkat
konsumsi
daging
di
Kalimantan Barat masih rendah
4. Belum dimilikinya perangkat hukum
yang terkait dengan pemberian
insentif dan fasilitasi kelompok
peternak
5. Sarana produksi ternak kurang
memadai
6. Pengetahuan SDM masih rendah

Bobot

Peringkat

Bobot x

(A)

(B)

Peringkat

16

16

3,75

15

3,5

3,5

12,25

16

3,5

3,25

11,38

16

3,5

10,5

3,5

3,5

12,5

3,5

10,5

tentang peternakan
Total

37,5

Keterangan : Skor pembobotan total = 1,00-1,99 (lemah), 2-2,99 (rata-rata), 3-4 (kuat)

Besar kecilnya bobot yang diberikan tergantung pada besar kecilnya


pengaruh atau tingkat kepentingan variabel terhadapa kesuksesan usaha ternak ini
sedangkan rating yang diberikan tergantung pada tinggi rendahnya respon (prioritas)
yang ditunjukan terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.
2. Matriks Eksternal Faktor Evaluation (EFE)
Matriks evaluasi faktor eksternal memungkinkan para penyusun strategi untuk
meringkas dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis,
lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi, dan kompetitif (David, 2009).
Analisis matriks EFE yang dilakukan terhadap faktor eksternal yang terbagi menjadi
peluang dan ancaman. Hasil analisis matriks EFE dapat dilihat pada Tabel 6. Analisis
eksternal merupakan suatu proses yang dilakukan oleh perencana strategis dalam
melihat sektor lingkungan yang ada di luar kendali perusahaan untuk menentukan
peluang dan ancaman (Jauch dan Glueck, 1995)
Tabel 7 Matriks Eksternal Faktor Evaluation (EFE)
Faktor Strategis Eksternal
Peluang :
1. Permintaan dan konsumsi daging sapi yang
terus meningkat
2. Adanya pembiayaan melalui Corporate
Social Responsibility (CSR)
3. Potensi pasar meliputi pasar lokal dan
ekspor yang cukup besar
4. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan
konsumsi daging (gizi)
5. Adanya kuota import ternak dari
pemerintah
Ancaman :
1. Penyebaran penyakit
2. Kenaikan biaya transportasi
3. Adanya fluktuasi ekonomi
4. Adanya persaingan pasar bebas dalam hal
penyediaan daging dan ternak bakalan

Bobot

Rating

Skor

(A)

(B)

pembobotan

0,121

0,484

0,121

3,5

0,363

0,121

3,5

0,424

0,121

0,484

0,106

3,5

0,371

0,121
0,107
0,091
0,091

4
3
3
3

0,484
0,321
0,273
0,273

Total

3,447

Keterangan : Skor pembobotan total = 1,00-1,99 (rendah), 2-2,99 (rata-rata), 3-4 (tinggi)

Tabel 8 Matriks Eksternal Faktor Evaluation (EFE)


Faktor Strategis Eksternal
Peluang :
1. Permintaan dan konsumsi daging sapi yang
terus meningkat
2. Adanya pembiayaan melalui Corporate
Social Responsibility (CSR)
3. Potensi pasar meliputi pasar Jocal dan
ekspor yang cukup besar
4. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan
konsumsi daging (gizi)
5. Adanya kuota import ternak dari
pemerintah
Ancaman :
1. Penyebaran penyakit
2. Kenaikan biaya transportasi
3. Adanya gejolak ekonomi yang naik turun
4. Adanya persaingan pasar bebas dalam hal
penyediaan daging dan ternak bakalan
Total

Bobot

Rating

Bobot x

(A)

(B)

Peringkat

16

3,5

14

3,5

14

16

3,5

3,5

12,25

4
3,5
3
3

4
3
3
3

16
10,5
9
9

33

Keterangan : Skor pembobotan total = 1,00-1,99 (rendah), 2-2,99 (rata-rata), 3-4 (tinggi)

Analisis SWOT
Rangkuti (1997) mengatakan bahwa analisis SWOT adalah indentifikasi
berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini
didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang
(opportunities), namun secara bersamaan dapat

meminimalkan

kelemahan

(weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu


berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan.
SWOT adalah singkatan dari lingkungan Internal Strengths dan Weaknesses serta
lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis. Analisis
SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman
(threats ) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness).

Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah


matrix SWOT. Matrix ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya. Matrix ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan
alternatif strategis. 1) Strategi S-O, strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran
perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya; 2) Strategi W-O, strategi yang diterapkan
berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan
yang ada; 3) Strategi S-T, strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki
perusahaan untuk mengatasi ancaman; dan 4) Strategi W-T, strategi yang didasarkan
pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang
ada serta menghindari ancaman.
Analisis ini dilakukan untuk melihat kelemahan, kekuatan, peluang dan
ancaman dalam merencanakan pengembangan peternakan sapi potong di Provinsi
Kalimantan Barat. Beberapa faktor yang dianalisis adalah internal yang meliputi
kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness), serta faktor eksternal yaitu peluang
(opportunities) dan ancaman (threats). Dengan analisis SWOT dapat diidentifikasi
berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan suatu strategi pengembangan.
Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan
peluang tapi secara bersamaan juga bisa meminimalkan kelemahan dan ancaman.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam menyusun matriks SWOT adalah
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

Menentukan faktor-faktor peluang eksternal perusahaan


Menentukan faktor-faktor ancaman eksternal perusahaan
Menentukan faktor-faktor kekuatan internal perusahaan
Menetukan faktor-faktor kelemahan internal perusahaan
Menyesuaikan kekuatan internal dengan peluang

mendapatkan strategi S-O


6. Menyesuaikan kelemahan

internal

mendapatkan strategi W-O


7. Menyesuaikan kekuatan internal

dengan
dengan

eksternal

untuk

peluang

eksternal

untuk

ancaman

eksternal

untuk

mendapatkan strategi S-T


8. Menyesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk
mendapatkan strategi W-T

Pada dasarnya analisis SWOT haruslah membandingkan kondisi sama yang


dihadapi oleh pesaingnya berdasarkan kriteria subjektif ataupun objektif (skala
industri), sebab dengan membandingkan maka perusahaan yang berkepentingan
dapat menentukan rencana strategis untuk menghadapi persaingan tersebut. Akan
tetapi bila perusahaan yang dimaksud hingga pada saat dilakukan kajian situasi
ternyata tidak memiliki data tentang pesaing atau pesaingnya belum terpetakan baik
dalam skala industri (kumpulan perusahaan yang menghasilkan barang sama)
maupun gari inteligen perusahaan, sedangkan perusahaan mendesak sekali untuk
mempersiapkan rencana usaha strategis terutama dari

segi pemasaran dan

manajemen organisasi, maka dengan menggunakan analisis SWOT yang


dimodifikasi sedemikian hingga menjadikan ia dapat digunakan oleh perusahaan
tanpa harus mengetahui skala industri atau data inteligen mengenai pesaingnya
(Putong, 2003).
Program Pengembangan Peternakan di Provinsi Kalimantan Barat
Program

pengembangan

mengoperasionalkan

agrbisnis

kebijaksanaan

peternakan

pembangunan

dimaksudkan

peternakan

untuk

berwawasan

agribisnis, yang mengarahkan agar seluruh subsistem agribisnis dapat secara


produktif dan efisien menghasilkan berbaga produk peternakan yang memiliki nilai
tambah dan daya saing yang tinggi dipasar domistik maupuan pasar internasional.
Tujuan

program

pengembangan

agribisnis

peternakan

adalah

mendorong

berkembangnya usaha dengan wawasan bisnis yang mampu menghasilkan produk


peternakan dan industri peternakan primer yang berdaya saing, menghasilkan nilai
tambah bagi peningkatan pendapatan, tenaga kerja peternakan, pengembangan
ekonomi wilayah, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para peternak dan
produsen dan mendukung pertumbuhan pendapatan daerah.
Berdasarkan identifikasi faktor internal dan eksternal tentang kondisi
peternakan sapi potong di Provinsi Kalimantan Barat dapat ditarik sebuah kajian
dalam pembentukan strategi pengembangan ternak sapi potong di provinsi tersebut.
Faktor-faktor internal yang terdapat dalam Provinsi Kalimantan Barat dalam
pengembangan peternakan sapi potong yaitu faktor kekuatan dan kelemahan. Faktor
kekuatan (Strengths) yang berhasil diidentifikasi meliputi adanya beberapa wilayah
yang merupakan sentra sapi potong, ketersediaan hijauan pakan yang melimpah,

kapasitas tampung ternak yang besar, dan jumlah SDM yang memadai. Faktor
kelemahan (weakness) yang berhasil diidentifikasi meliputi proses pengembangan
peternakan dan kesehatan hewan yang belum optimal, adanya kesulitan mendapatkan
sapi bakalan, tingkat konsumsi daging yang masih rendah, belum adanya fasilitas
perangkat hukum, sarana produksi ternak kurang memadai, dan pengetahuan SDM
peternakan yang kurang memadai.
Faktor eksternal yang meliputi faktor peluang (opportunities) dan ancaman
(treaths). Faktor peluang yang berhasil diidentifikasi antara lain : permintaan
konsumsi daging yang terus meningkat, adanya pembiayaan CSR, potensi pasar local
dan impor yang besar, meningkatnya kesadaran masyarakat akan konsumsi daging
dan adanya batasan kuota impor dari pemerintah pusat. Sedangkan yang menjadi
faktor ancamannya antara lain ; adanya penyebaran penyakit menular, kenaikan biaya
transportasi, fluktuasi ekonomi, dan adanya persaingan pasar bebas dalam hal
penyediaan daging.
Strategi S-O (Strengths dan Opportunities)
Strategi ini disusun berdasarkan identifikasi peningkatan faktor kekuatan dan
memanfaatkan peluang diperoleh kebijakan adanya penambahan dan pembukaan
lahan peternakan yang baru di Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu juga diperoleh
strategi peningkatan produktivitas ternak sapi yang telah ada dan penambahan ternak
sapi dari luar daerah. Hal ini dikarenakan adanya luasan lahan penyedia hijauan
pakan ternak dan kapasitas tampung ruminansia yang masih sangat besar di Provinsi
Kalimantan Barat. Selain itu juga adanya tingkat permintaan akan konsumsi daging
yang akan meningkat seiring dengan pertambahan penduduk setiap tahun.
Strategi W-O (Weakness dan Opportunities)
Strategi ini disusun berdasarkan identifikasi peminimalan kelemahan dengan
memanfaatkan peluang. Kebijakan yang diperoleh adalah dengan adanya program
pembentukan sentra pembibitan dan kelembagaan ternak, pelatihan/penyuluhan
kepada peternak, dan dibuka kerjasama antara pihak pemerintah dengan pihak
swasta. Hal ini karena peternak masih sangat sulit mendapatkan bibit sapi bakalan
padahal potensi pasar sangat besar. Selain itu juga adanya pengetahuan SDM yang
masih sangat rendah dan belum adanya perangkat hukum yang memfasilitasi
kelompok peternak yang telah ada.

Strategi S-T (Strenghts dan Treats)


Strategi ini disusun berdasarkan identifikasi pemanfaatan kekuatan dengan
meminimalkan ancaman. Kebijakan yang diperoleh adalah dengan adanya program
peningkatan pengawasan ,peredaran, dan pengobatan penyakit hewan menular serta
penerapan teknologi pengolahan hijauan pakan. Hal ini karena kemungkinan adanya
penyebaran penyakit ternak di Provinsi Kalimantan Barat dan persaingan pasar bebas
terutama untuk komoditas peternakan. Selain itu juga ketersediaan hijauan pakan
yang sangat besar terutama di musim penghujan sehingga diperlukan suatu
pengolahan pakan ke arah kualitas yang lebih baik terutama di musim kemarau tiba
sehingga kualitas pakan dan ketersediaannya tetap terjaga dengan baik.
Strategi W-T (Weakness dan Treats)
Strategi ini disusun berdasarkan identifikasi peminimalan kelemahan dengan
menghindari ancaman. Kebijakan yang diperoleh adalah dengan adanya program
peningkatan kemandirian peternakan dan mengurangi ketergantungan terhadap pihak
luar dan peningkatan sarana dan prasarana produksi ternak. Hal ini karena sarana
produksi ternak dan pengetahuan SDM tentang peternakan masih rendah di Provinsi
Kalimantan Barat sehingga peternak dituntut agar dapat lebih mandiri sehingga
mengurangi ketergantungan terhadap pihak luar yang tentunya berimbas pada
peningkatan biaya produksi peternakan. Selain itu juga masih kurangnya sarana
produksi ternak baik meliputi jalan transportasi, RPH, dan unit pemeriksaan ternak
padahal dilain pihak fluktuasi ekonomi dan persaingan bebas akan produk
peternakan makin meningkat.
Bedasarkan matriks SWOT, strategi yang dapat dilakukan terlebih dahulu
(jangka pendek) dengan melihat nilai yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan
dari faktor-faktor lingkungan eksternal dan internalnya adalah strategi S-O yaitu
penambahan dan pembukaan lahan peternakan yang baru di Provinsi Kalimantan
Barat. Selain itu juga diperoleh strategi peningkatan produktivitas ternak sapi yang
telah ada dan penambahan ternak sapi dari luar daerah. Sedangkan strategi yang
dapat dilakakan dalam jangka panjang adalah penerapan teknologi hijauan pakan
ternak.

Strengths (S)
INTERNAL

1. Beberapa wilayah di Kalimantan Barat merupakan daerah sen


produksi Sapi potong (0,428)
2. Ketersediaan bahan kering hijauan ternak ruminansia un
Provinsi Kalimantan Barat masih sangat besar (0,428)
3. Kapasitas daya tampung wilayah untuk ternak masih sangat be
(0,401)
4. Jumlah SDM yang memadai (0,326)

EKSTERNAL

1.

Opportunies (O)
Permintaan dan konsumsi daging sapi yang terus

2.

meningkat (0,484)
Adanya pembiayaan melalui Corporate Social

3.

Responsibility (CSR) (0,363)


Potensi pasar meliputi pasar lokal dan ekspor yang

4.
5.

Strategi S-O
1.
2.

cukup besar (0,424)


Meningkatnya
kesadaran
masyarakat
akan
konsumsi daging (gizi) (0,484)
Adanya kuota import ternak dari pemerintah (0,371)
Treaths (T)

1.
2.
3.
4.

Menambah dan membuka lahan peternakan di daerah


(S1, S2, S3, S4, O1, O2, O3, O5) (3,225)
Meningkatkan produktivitas ternak eksisting dan
menambah populasi ternak dari luar daerah.
(S1, S2, S3, S4, O1, O2, O3, O5) (3,225)

Penyebaran penyakit (0,484)


Kenaikan biaya transportasi (0,321)
Adanya fluktuasi ekonomi (0,273)
Adanya persaingan pasar bebas dalam
penyediaan daging dan ternak bakalan (0,273)

Strategi S-T
1.
2.
hal

Meningkatkan pengawasan ,peredaran, dan pengobatan


penyakit hewan menular (S1, S4, T1, T4) (1,511)
Penerapan teknologi hijauan pakan ternak (S2, T2, T3, T
(1,295)

Gambar 1. Matriks SWOT Sistem Peternakan Sapi Potong Di Provinsi Kalimantan Barat

KESIMPULAN
Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi terbesar di
Indonesia dengan luasan wilayah yang besar dan memiliki jumlah populasi ternak
sapi potong terbesar di Pulau Kalimantan. Dengan adanya luasan penyedia hijauan
pakan ternak yang besar, Provinsi Kalimantan Barat masih dapat ditingkatkan
populasi ternak ruminansianya sebesar 4.501.418 ST atau pemanfaatannya masih
3,3%. Potensi yang besar tersebut memberikan berbagai strategi pengembangan
peternakan sapi potong dengan melihat adanya berbagai faktor baik internal maupun
eksternal dari Provinsi Kalimantan Barat. Strategi ini disusun agar meningkatkan
produksi dan populasi ternak sapi potong di Kalimantan barat dan memberikan suatu
bahan rujukan bagi pemerintah setempat dalam program pengembangan peternakan
khususnya ternak sapi potong.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Perbedaan Sosial Budaya Masyarakat Kalimantan Barat sebagai
Bahaya

Laten

Konflik

.http://putradaerahkalbar.wordpress.

Vertikal

maupun

Horizontal

com/2011/04/18/sosial-budaya-

masyarakat-kalimantan-barat/.
Anonim. 2011. Kalimantan Barat dalam Angka. BPS provinsi Kalimantan Barat:
Percetakan Bhakti.
Kementrian Pertanian. 2011. Rencana Strategis; Direktorat Jendral peternakan dan
kesehatan Hewan 2010-2014. Direktorat jendral peternakan dan kesehatan
hewan.
Putong, I. 2003. Teknik Pemanfaatan Analisis SWOT Tanpa Skala Industri (ASWOT-TSI). Jurnal Ekonomi Bisnis No.2, Jilid 8. Universitas Bina Nusantara,
Jakarta.
Rangkuti, F. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Penerbit
Gramedia, Jakarta.
David, F. 2009. Strategic Management. Edisi ke-12. Salemba Empat, Jakarta.
Jauch, L. R & W. F. Glueck. 1995. Manajeme Strategis dan Kebijaksanaan
Perusahaan. Edisi ketiga. Erlangga, Jakarta.

LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan populasi ternak sapi potong per-kabupaten dan kota di
Provinsi Kalimantan Barat
No
.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kabupaten/Kota
sambas
bengkayang
landak
pontianak
sanggau
ketapang
sintang
kapuas hulu
sekadau
melawi
kayong utara
kota kubu raya
kota pontianak
kota singkawang
Total

Konversi ke satuan ternak dengan nilai koefisien 0,7583

Populasi
(ekor)
11.423
12.107
10.783
18.540
11.163
19.339
20.475
25.247
9.826
8.534
7.085
13.734
1.667
6.811
176.734

Populasi (ST)
8662.0609
9180.7381
8176.7489
14058.882
8464.9029
14664.7637
15526.1925
19144.8001
7451.0558
6471.3322
5372.5555
10414.4922
1264.0861
5164.7813
134017.3922

Lampiran 2. Perhitungan KPPTR di Provinsi Kalimantan Barat

Kabupaten
Kota
Sambas

Tegalan
(ha)
32888

Ladang
(ha)
13798

Sawah
(ha)
68662

Perkebunan
(ha)
136324

Rawa
(ha)
0

a.LG
(ha)
201337.6

b. PR

c.R

PMSL

POPRIIL

KPPTR (L)

251672

P.Rumput
(ha)
86190

43095

244432.6

10798.12

233634.5

Bengkayang

30940

16744

21359

85518

154561

178490

123648.8

89245

212893.8

10458.87

202434.9

Landak

92846

12257

64192

205910

375205

386546

300164

193273

493437

9045.41

484391.6

Pontianak

32985

11181

20331

7984

72481

955

57984.8

477.5

58462.3

17824.46

40637.84

Sanggau

56139

31978

56433

315902

460452

700824

368361.6

350412

718773.6

9204.31

709569.3

Ketapang

123289

51686

80982

347661

603618

1349481

482894.4

674740.5

1157635

16253.35

1141382

Sintang

88213

40759

19507

302766

451245

870464

360996

435232

796228

18076.81

778151.2

Kapuas Hulu

43505

30549

21190

147419

242663

629260

18000

194130.4

314630

36000

544760.4

19761.43

524999

Sekadau

20200

9000

2000

20590

51790

240137

41432

120068.5

161500.5

8035.36

153465.1

10

Melawi

124

1528

3826

36947

42425

23265

33940

11632.5

45572.5

6802.21

38770.29

11

Kayong Utara

3382

7176

41435

51993

25061

41594.4

12530.5

54124.9

6526.84

47598.06

12

Kota
Kubu Raya

13553

51761

90784

156098

42776

124878.4

21388

146266.4

14766.84

131499.6

13

Kota Pontianak

1227

1146

128

130

2631

288

2104.8

144

2248.8

1409.35

839.4543

14

Kota
Singkawang

222

140

5563

16189

22114

3800

17691.2

1900

19591.2

5545.67

14045.53

522.578

237.701

423.110

1.755.559

2.938.948

4.537.537

18.000

2.351.158,4

2.268.769

36.000

4.655.927

154.509,02

4.501.418

No

TOTAL

LG (ha)

Lampiran 3 Matriks Internal Faktor Evaluation (IFE)


Faktor internal
Kekuatan :
1. Beberapa wilayah di Kalimantan
Barat merupakan daerah sentra
produksi Sapi potong
2. Ketersediaan bahan kering hijauan
ternak ruminansia untuk Provinsi
Kalimantan Barat masih sangat besar
3. Kapasitas daya tampung wilayah
untuk ternak masih sangat besar
4. Jumlah pekerja yang memadai
Kelemahan :
1. Program pembangunan peternakan
dan kesehatan hewan di daerah kurang
berjalan secara optimal
2. Peternak kesulitan mendapatkan sapi
bakalan
3. Tingkat
konsumsi
daging
di
Kalimantan Barat masih rendah
4. Belum dimilikinya perangkat hukum
yang terkait dengan pemberian
insentif dan fasilitasi kelompok
peternak
5. Sarana produksi ternak kurang
memadai
6. Pengetahuan SDM masih rendah
tentang peternakan
Total

Bobot

Peringkat

Bobot x

(A)

(B)

Peringkat

16

16

3,75

15

3,5

3,5

12,25

16

3,5

3,25

11,38

16

3,5

10,5

3,5

3,5

12,25

3,5

10,5

37,5

Keterangan : Skor pembobotan total = 1,00-1,99 (lemah), 2-2,99 (rata-rata), 3-4 (kuat)

Lampiran 4 Matriks Internal Faktor Evaluation (IFE)


Faktor internal
Kekuatan :
1. Beberapa wilayah di Kalimantan
Barat merupakan daerah sentra
produksi Sapi potong
2. Ketersediaan bahan kering hijauan
ternak ruminansia untuk Provinsi
Kalimantan Barat masih sangat besar
3. Kapasitas daya tampung wilayah
untuk ternak masih sangat besar
4. Jumlah pekerja yang memadai
Kelemahan :
1. Program pembangunan peternakan
dan kesehatan hewan di daerah kurang
berjalan secara optimal
2. Peternak kesulitan mendapatkan sapi
bakalan
3. Tingkat
konsumsi
daging
di
Kalimantan Barat masih rendah
4. Belum dimilikinya perangkat hukum
yang terkait dengan pemberian
insentif dan fasilitasi kelompok
peternak
5. Sarana produksi ternak kurang
memadai
6. Pengetahuan SDM masih rendah
tentang peternakan
Total

Bobot

Peringkat

Bobot x

(A)

(B)

Peringkat

0,107

0,428

0,107

0,428

0,107

3,75

0,401

0,093

3,5

0,326

0,107

0,428

0,093

3,25

0,302

0,107

0,428

0,093

0,279

0,093

3,5

0,326

0,093

0,279

Keterangan : Skor pembobotan total = 1,00-1,99 (lemah), 2-2,99 (rata-rata), 3-4 (kuat)

3,625

Lampiran 5 Matriks Eksternal Faktor Evaluation (EFE)


Faktor Strategis Eksternal
Peluang :
1. Permintaan dan konsumsi daging sapi yang
terus meningkat
2. Adanya pembiayaan melalui Corporate
Social Responsibility (CSR)
3. Potensi pasar meliputi pasar lokal dan
ekspor yang cukup besar
4. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan
konsumsi daging (gizi)
5. Adanya kuota import ternak dari
pemerintah
Ancaman :
1. Penyebaran penyakit
2. Kenaikan biaya transportasi
3. Adanya gejolak ekonomi yang naik turun
4. Adanya persaingan pasar bebas dalam hal
penyediaan daging dan ternak bakalan
Total

Bobot

Rating

Bobot x

(A)

(B)

Peringkat

16

3,5

14

3,5

14

16

3,5

3,5

12,25

4
3,5
3
3

4
3
3
3

16
10,5
9
9

33

Keterangan : Skor pembobotan total = 1,00-1,99 (rendah), 2-2,99 (rata-rata), 3-4 (tinggi)

Lampiran 6 Matriks Eksternal Faktor Evaluation (EFE)


Faktor Strategis Eksternal
Peluang :
1. Permintaan dan konsumsi daging sapi yang
terus meningkat
2. Adanya pembiayaan melalui Corporate
Social Responsibility (CSR)
3. Potensi pasar meliputi pasar lokal dan
ekspor yang cukup besar
4. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan
konsumsi daging (gizi)
5. Adanya kuota import ternak dari
pemerintah
Ancaman :
1. Penyebaran penyakit
2. Kenaikan biaya transportasi
3. Adanya fluktuasi ekonomi
4. Adanya persaingan pasar bebas dalam hal
penyediaan daging dan ternak bakalan
Total

Bobot

Rating

Skor

(A)

(B)

pembobotan

0,121

0,484

0,121

3,5

0,363

0,121

3,5

0,424

0,121

0,484

0,106

3,5

0,371

0,121
0,107
0,091
0,091

4
3
3
3

0,484
0,321
0,273
0,273

Keterangan : Skor pembobotan total = 1,00-1,99 (rendah), 2-2,99 (rata-rata), 3-4 (tinggi)

3,477

You might also like