Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Kelompok 1
Andina Avika Hasdi
D151130261
Dewi Elfrida S
D151130336
Dwi Ernaningsih
D151130366
Fiqy Hilmawan
D151130301
Reza Hanifah
D151130321
D151130281
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sub sektor peternakan merupakan salah satu bidang yang memiliki peran
besar dalam peningkatan pendapatan peternak, meningkatkan populasi dan produksi
ternak sebagai modal dalam penyediaan pangan terutama pangan asal hewan bagi
masyarakat. Oleh karena itu, sub sektor peternakan perlu dibangun dan
dikembangkan sebagai salah satu usaha agribisnis peternakan dan optimalisasi
pemanfaatan sumber daya alam sehingga upaya pengembangan peternakan dapat
ditingkatkan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan petanipeternak pada khususnya.
Seiring dengan era otonomi daerah, suatu wilayah dituntut untuk berusaha
dalam
merancang
dan
mengembangkan
wilayahnya
menjadi
lebih
baik.
Pengembangan potensi ternak potong di suatu wilayah akan sangat membantu upaya
pemenuhan kebutuhan protein hewani terutama daging yang semakin meningkat
seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Selain membantu dalam pemenuhan
protein hewani, pengembangan potensi ternak tersebut juga diharapkan dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat daerah.
Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau di Indonesia dengan wilayah
serta keanekaragaman sumberdaya yang sangat besar dan berpotensi. Pulau
Kalimantan termasuk dalam koridor III dalam program Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia dengan rentang waktu tahun 2011-2025.
Pulau Kalimantan memiliki lima provinsi yang kaya akan sumberdaya alam baik
yang diperbaharui maupun tidak dapat diperbaharui meliputi sektor pertanian,
perikanan, kehutanan, pertambangan, dan peternakan. Sektor peternakan sendiri,
didominasi oleh peternakan ternak ruminansia terutama ternak sapi potong. Ternak
ruminansia di pulau Kalimantan digunakan sebagai pasokan daging bagi konsumsi
masyarakat Kalimantan maupun keluar pulau Kalimantan.
Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi dengan luasan
wilayah terbesar ketiga di Indonesia yaitu 146.807 km 2. Populasi ternak sapi potong
di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2012 sebesar 169.240 ekor. Provinsi
Kalimantan Barat memiliki potensi pengembangan peternakan yang baik karena
memiliki populasi ruminansia yang tinggi serta luasan wilayah yang besar. Melihat
PEMBAHASAN
Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Barat
Letak Geografis dan Luas Wilayah
Kalimantan Barat secara astronomis terletak antara 3o20LS-2o30LU;
107o40-114o30 BT. Batas-batas wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah sebagai
berikut: sebelah utara dengan Malaysia, sebelah barat dengan Selat Karimata,
sebelah timur dengan Provinsi Kalimantan Tengah, dan sebelah selatan dengan Laut
Jawa. Luas wilayah Kalimantan Barat adalah 146.807 km 2 (7,53% luas Indonesia).
Kalimantan Barat terbagi dalam 10 kabupaten dan 2 kotamadya.
Kondisi Alam
Wilayah Kalimantan Barat beriklim tropis basah dengan curah hujan merata
sepanjang tahun dengan puncak hujan tertinggi pada bulan Agustus (776,8 mm) dan
terendah pada bulan April (70,4 mm). Pada tahun 2010 suhu udara maksimum di
Kalimantan Barat mencapai 34oC dan terendah sebesar 22oC.
Penggunaan Lahan
Sebagian besar lahan di Kalimantan Barat merupakan hutan (44,07%) dan
padang rumput (33,16%). Sementara areal perkebunan seluas 1.887.867 ha (12,86%)
dari 14,68 ribu hektar luas Kalimantan Barat, hanya 0,77% digunakan untuk
permukiman penduduk.
Penduduk
Jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 berdasarkan hasil
sensus penduduk 2010 berjumlah sekitar 4,395 juta jiwa di mana sekitar 2,246 juta
berjenis kelamin lelaki dan 2,149 juta jiwa berjenis kelamin perempuan. Luas
wilayah Provinsi Kalimantan Barat sebesar 146.807 Km2 atau lebih besar dari Pulau
Jawa dan kepadatan penduduk Kalimantan Barat baru sekitar 30 Jiwa per kilometer
persegi. Kondisi ini tentunya kurang menguntungkan dalam rangka percepatan
pembangunan wilayah khususnya menyangkut pengelolaan Sumber Daya Alam
(SDA) dengan segala potensi dan keragamannya (Kalbar dalam Angka, 2011).
Daerah Kalimantan Barat dihuni oleh penduduk asli Dayak dan kaum
pendatang lainnya dari Sumatra seperti kaum urban dari Tiongkok dan daerah di
Indonesia lainnya. Suku bangsa yang dominan yaitu Dayak ,Melayu dan Tionghoa
yang jumlahnya melebihi 90% penduduk Kalimantan Barat. Selain itu, terdapat juga
suku-suku bangsa lain, antara lain Bugis, Jawa, Madura, Minangkabau, Sunda,
Batak, dan lain-lain yang jumlahnya dibawah 10%. Dari berbagai suku ini masingmasing memiliki adat istiadat yang berbeda-beda sehingga masing-masing suku
mempunyai cara pandang kehidupan yang berbeda pula dalam aspek sosial budaya.
Masyarakat yang ada Kalimantan Barat dapat dikatakan sebagai daerah yang
memiliki masyarakat yang majemuk karena masyarakatnya yang multikultural. Pada
dasarnya suatu masyarakat dikatakan multikultural jika dalam masyarakat tersebut
memiliki keanekaragaman dan perbedaan. Keragaman dan perbedaan yang dimaksud
antara lain, keragaman struktur budaya yang berakar pada perbedaan standar nilai
yang berbeda-beda, keragaman ras, suku dan agama . Dalam hal ini masyarakat
multikultural tidak bersifat homogen, namun memiliki karakteristik heterogen di
mana pola hubungan sosial antar individu di masyarakat berusaha untuk toleransi dan
harus menerima kenyataan untuk hidup berdampingan secara damai satu sama lain
dengan perbedaan yang melekat pada tiap etnisitas sosial dan budayanya. Namun
kemajemukan masyarakat yang multikultural ini sangat mungkin terjadinya konflik
vertikal dan horizontal yang dapat menghancurkan masyarakat tersebut.
Konflik vertikal dapat berarti hubungan interaksi antara suatu kelas sosial
yang berbeda tingkatan akibat adanya pertentangan kepentingan ataupun kelompok
sosial yang berbeda di satu pihak dengan satu kelompok di pihak lainnya. Sedangkan
konflik horizontal berarti hubungan interaksi antar kelas sosial yang secara sengaja
menciptakan konflik sebagai kamuflase atau cara untuk mendukung terwujudnya
tujuan atau kondisi yang dikehendaki oleh beberapa pihak tertentu. Kemajemukan
masyarakat yang terjadi di Kalimantan Barat tanpa disertai rasa toleransi dan saling
menghargai antar sesama masyarakat tentunya akan menimbulkan bahaya laten yang
sewaktu-waktu dapat menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat
Pendidikan
Salah satu indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan sumber daya
manusia adalah melalui sektor pendidikan. Perkembangan pendidikan di Kalimantan
Barat cukup memprihatinkan, dimana sebagian masyarakat memiliki tingkat
pendidikan yang masih rendah walaupun jumlah murid pada setiap jenjang
pendidikan semkain bertambah tiap tahun (murid SD dari 574.551 pada tahun
2005/2006 menjadi 593.812 pada tahun 2007/2008, murid SMP meningkat sekitar
6,05% dari tahun 2006/2007 menjadi 168.230, murid SMA pada tahun 2006/2007
70.550 menjadi 73.241 pada tahun 2007/2008). Komposisi penduduk yang bekerja di
Provinsi Kalimantan Barat, masih didominasi oleh pekerja yang berpendidikan
rendah, yaitu sekitar 78,84% adalah tamat SLTP kebawah. Lapangan usaha yang
paling dominan adalah sektor pertanian yaitu menyerap sekitar 60,43% dari total
angkatan kerja yang bekerja.
Dilihat dari komposisi dan kualifikasi pendidikan aparatur, masih ditemukan
suatu keadaan yang belum seimbang dan belum sesuai di beberapa strata pendidikan.
Sementara pola pembinaan dan pengembangan karier belum jelas. Analisis jabatan
juga belum diterapkan. Sistem kesejahteraan pegawai belum memadai. Tidak adanya
instansi vertikal di daerah sebagai konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah
mengakibatkan program pembangunan peternakan dan kesehatan hewan di daerah
kurang berjalan secara optimal. Ini tercermin dari masih adanya tumpang tindih
antara kebijakan pusat dan daerah.
Budaya
Penduduk Kalimantan Barat yang sebagian besar merupakan suku dayak
yang menjalani hidupnya dengan cara mendiami hutan dan berburu. Jumlah
penduduk di Provinsi Kalimantan Barat menurut sensus tahun 2004 berjumlah
4.073.304 jiwa (1,85% penduduk Indonesia) Yang terdiri dari berbagai macam suku
bangsa di antara nya: Dayak, Melayu, Bugis, Jawa ,Sunda ,batak,dan lain-lain.
Suku dayak merupakan penduduk asli pulau Kalimantan. Kelompok Suku
Dayak, terbagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub. Masingmasing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya
yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat
istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut
suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap
pemukiman mereka.
Masyarakat dayak mempunyai kebiasaan untuk berburu. Alat yang biasa
digunakan untuk menangkap hewan buruan adalah sumpit dan tombak. Adat istiadat
suku dayak selalu member ajaran kehidupan yang baik pada setiap warganya.
Terutama dalam hal mencari makan atau berburu. Mereka tidak pernah melakukan
pembunuhan kepada binatang apabila persediaan makanan mereka masih cukup
namyak. Demikian pula untuk bahan makanan yang lain, terutama yang diambil dari
tanaman.
Peternakan Sapi Potong di Provinsi Kalimantan Barat
Secara umum terdapat beberapa wilayah di Kalimantan Barat yang
merupakan daerah sentra produksi sapi potong, seperti di Sanggau Ledo, Sambas,
Samalantan, Sungai Raya, Mempawah Hilir, Sekadau, Sintang, Ketapang, Rasau
Jaya dan Sungai Kakap. Kecenderungan pola pemeliharaan Sapi potong yang
dilakukan masyarakat peternak di Kalimantan Barat adalah pola pembibitan dan
penggemukan, serta jenis sapi yang dipelihara adalah sapi Peranakan Ongole (PO),
sapi Bali, sapi lokal Kalimantan Barat dan sapi peranakan hasil IB.
Berdasarkan data kelompok ternak sapi di Kalimantan Barat pada tahun 2010
terdapat 204 kelompok ternak. Distribusi kelompok terbesar adalah Kabupaten
Sambas 24 kelompok, Kabupaten Kubu Raya 21 kelompok, Kabupaten Melawi 21
kelompok, Kabupaten Bengkayang 20 kelompok, Kota Singkawang 20 kelompok
Kabupaten Sekadau 19 kelompok, sedangkan kabupaten kota lainnya memiliki
kelompok ternak dibawah 15 kelompok. Berdasarkan rata-rata populasi ternak per
kelompok, maka Kabupaten Kayong Utara memiliki populasi ternak sapi per
kelompok tertinggi, yaitu 68 ekor, diikuti Kabupaten Bengkayang sebesar 64,85 ,
Kabupaten Pontianak sebesar 52,11 ekor, Kabupaten Kubu Raya sebesar 52 ekor,
Kabupaten Ketapang sebesar 40,69 ekor dan kabupaten lainnya rata-rata populasi
ternak sapi per kelompok adalah dibawah 40 ekor. Data-data tersebut merupakan
justifikasi penetapan lokasi untuk kegiatan pendampingan PSDS oleh BPTP Kalbar
(Litbang Kalbar, 2013).
Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh peternak di Kalimantan
Barat saat ini, diantaranya adalah kesulitan mendapatkan sapi bakalan untuk
dilakukan penggemukan dalam pemeliharaan. Saat ini, sapi bakalan tersebut
sebagian besar didatangkan dari pulau Madura melalui transportasi kapal laut dalam
periode dua mingguan atau bulanan. Kondisi tersebut terjadi salah satunya karena
populasi terendah di Kota Singkawang dan Kota Pontianak. Data pemotongan ternak
sapi potong di Provinsi Kalimantan Barat dilihat di Tabel 2.
Tabel
Jumlah
pe
motongan
tern
ak
per
kab
upaten
dan
kot
a di Provinsi
Kalimantan
Barat tahun
2010 (ekor)
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa pemotongan ternak sapi potong pada
tahun 2010 sebesar 46.616 ekor atau 26,37% dari populasi sapi potong pada tahun
yang sama. Pemotongan ternak tertinggi terdapat di Kabupaten Pontianak serta Kota
Pontianak. Tingkat konsumsi daging di Kalimantan Barat masih rendah yaitu sebesar
1,091 kg pertahun atau 2,99 gram per kapita/hari (Kalbar dalam Angka, 2011).
Begitu juga tingkat konsumsi daging di pulau Kalimantan pada umumnya yang
masih rendah.
Ketersediaan Hijauan
Peluang penambahan ternak perlu diketahui agar kapasitas tampung suatu
wilayah dapat optimal. Luas lahan dan produksi hijauan tiap penggunaan
lahan/tahunnya perlu diketahui untuk menghitung daya tampung di suatu wilayah.
Ketersediaan bahan kering rumput di Provinsi Kalimantan Barat dapat dilihat di
Tabel 3.
Tabel 3 Ketersediaan bahan kering rumput di Provinsi Kalimantan Barat (Ton BK
per tahun)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Kabupaten
Sambas
Bengkayang
Landak
Pontianak
Sanggau
Ketapang
Sintang
kapuas hulu
Sekadau
Melawi
kayong utara
kota kubu raya
kota Pontianak
kota singkawang
Lahan Sawah
19.711,69
6.131,81
18.428,43
5.836,68
16.200,95
23.248,56
5.600,13
6.083,29
574,17
1.098,38
2.060,11
14.859,70
36,75
1.597,04
Lahan Kering
19.908,42
18.729,22
56.203,40
19.967,14
33.983,18
74.631,76
53.398,86
26.335,32
12.227,87
75,06
0,00
0,00
742,75
134,39
Lahan Hutan
129.097,4
62.982,32
79.638,01
1.289,617
38.252,92
627.991,5
452.199,4
112.223,5
130.366,4
527.770
210.879,6
255.158,7
0,00
11.978,61
PR
Tabel 4 Nilai KPPTR per kabupaten dan kota Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010
(ST)
No
Kabupaten/Kota
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Sambas
Bengkayang
Landak
Pontianak
Sanggau
Ketapang
Sintang
Kapuas Hulu
Sekadau
Melawi
Kayong Utara
Kota Kubu
Raya
Kota Pontianak
Kota
Singkawang
Total
13
14
Nilai
Kapasitas
Tampung (ST)
244.432,6
212.893,8
493.437
58.462,3
718.773,6
1.157.635
796.228
544.760,4
161.500,5
45.572,5
54.124,9
146.266,4
2.248.8
19.591,2
4.655.927
Populasi
(ST)
Pemanfaatan
(%)
Peluang
Penambahan
(ST)
10.798,12
10.458,87
9.045,41
17.824,46
9.204,31
16.253,35
18.076,81
19.761,43
8.035,36
6.802,21
6.526,84
14.766,84
4.42
4.91
1.83
30.49
1.28
1.40
2.27
3.63
4.98
14.93
12.06
10.10
233.634,5
202.434,9
484.391,6
40.637,84
709.569,3
1.141.382
778.151,2
524.999
153.465,1
38.770,29
47.598,06
131.499,6
1.409,35
5.545,67
62.67
28.31
839,45
14.045,53
154.509,02
3,3
4.501.418
tampung. Hal ini disebabkan adanya wilayah yang sangat luas serta populasi ternak
yang masih sedikit. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa penyebaran ternak
ruminansia di Provinsi Kalimantan Barat tidak merata sehingga dapat menjadikan
adanya wilayah-wilayah yang memiliki kepadatan populasi tinggi sedangkan
kemampuan wilayah untuk menghasilkan hijauan makanan ternak menjadi
berkurang.
Kebijakan Daerah Kalimantan Barat
Aspirasi masyarakat dalam pembangunan peternakan khususnya melalui
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dapat dilakukan melalui
pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan hewani asal ternak, dan kebutuhan untuk
industri. Aspirasi masyarakat untuk pemenuhan tersebut diatur dalam beberapa
kebijakan dan regulasi lingkup kewenangan Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan.
Pembangunan peternakan dan kesehatan hewan saat ini telah dipayungi oleh
Undang Undang Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
telah memberi kewenangan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
untuk merumuskan norma, standar, pedoman, dan kriteria di bidang peternakan dan
kesehatan hewan. Belum dimilikinya perangkat hukum yang terkait dengan
pemberian insentif dan fasilitasi kelompok peternak dalam bentuk Undang- Undang
atau Peraturan Pemerintah atau Penetapan Presiden serta peraturan perundangan
lainnya. Belum optimalnya fungsi kelembagaan, rendahnya dukungan institusi lain
yang terkait dalam mendukung pembangunan peternakan dan kesehatan hewan,
lemahnya koordinasi lintas sektor, rendahnya penerapan standar mutu bibit, kurang
terkendalinya persilangan ternak asli, lokal, dan eksotik juga merupakan sisi
kelemahan.
Adanya pembiayaan melalui Corporate Social Responsibility (CSR) dan
melalui anggaran belanja Pemerintah Daerah, meningkatnya tuntutan One World
One Health (Kesehatan Semesta) untuk kesehatan manusia, hewan dan lingkungan,
dan adanya pengaturan perwilayahan peternakan. Perkembangan teknologi informasi
perdagangan juga akan berdampak ganda (multiplier effect) bagi dunia usaha
peternakan. Paradigma otonomi daerah menjadi faktor signifikan yang harus
dipertimbangkan dalam menyusun suatu kebijakan. Pemberian otonomi ke daerah
Bobot
Peringkat
Bobot x
(A)
(B)
Peringkat
0,107
0,428
0,107
0,428
0,107
3,75
0,401
0,093
3,5
0,326
0,107
0,428
0,093
3,25
0,302
0,107
0,428
0,093
0,279
0,093
0,326
0,093
0,279
3,625
Keterangan : Skor pembobotan total = 1,00-1,99 (lemah), 2-2,99 (rata-rata), 3-4 (kuat)
Matriks IFE adalah alat perumusan strategi yang mana meringkas dan
mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area-area fungsional bisnis dan
menjadi landasan untuk mengindentifikasi serta mengevaluasi hubungan diantara
area tersebut (David, 2009). Analisis matriks IFE dilakukan dengan mengolah faktorfaktor internal usaha ternak menjadi kekuatan dan kelemahan usaha. Hasil pemberian
bobot dan peringkat terhadap faktor-faktor internal dilakukan oleh anggota
Bobot
Peringkat
Bobot x
(A)
(B)
Peringkat
16
16
3,75
15
3,5
3,5
12,25
16
3,5
3,25
11,38
16
3,5
10,5
3,5
3,5
12,5
3,5
10,5
tentang peternakan
Total
37,5
Keterangan : Skor pembobotan total = 1,00-1,99 (lemah), 2-2,99 (rata-rata), 3-4 (kuat)
Bobot
Rating
Skor
(A)
(B)
pembobotan
0,121
0,484
0,121
3,5
0,363
0,121
3,5
0,424
0,121
0,484
0,106
3,5
0,371
0,121
0,107
0,091
0,091
4
3
3
3
0,484
0,321
0,273
0,273
Total
3,447
Keterangan : Skor pembobotan total = 1,00-1,99 (rendah), 2-2,99 (rata-rata), 3-4 (tinggi)
Bobot
Rating
Bobot x
(A)
(B)
Peringkat
16
3,5
14
3,5
14
16
3,5
3,5
12,25
4
3,5
3
3
4
3
3
3
16
10,5
9
9
33
Keterangan : Skor pembobotan total = 1,00-1,99 (rendah), 2-2,99 (rata-rata), 3-4 (tinggi)
Analisis SWOT
Rangkuti (1997) mengatakan bahwa analisis SWOT adalah indentifikasi
berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini
didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang
(opportunities), namun secara bersamaan dapat
meminimalkan
kelemahan
internal
dengan
dengan
eksternal
untuk
peluang
eksternal
untuk
ancaman
eksternal
untuk
pengembangan
mengoperasionalkan
agrbisnis
kebijaksanaan
peternakan
pembangunan
dimaksudkan
peternakan
untuk
berwawasan
program
pengembangan
agribisnis
peternakan
adalah
mendorong
kapasitas tampung ternak yang besar, dan jumlah SDM yang memadai. Faktor
kelemahan (weakness) yang berhasil diidentifikasi meliputi proses pengembangan
peternakan dan kesehatan hewan yang belum optimal, adanya kesulitan mendapatkan
sapi bakalan, tingkat konsumsi daging yang masih rendah, belum adanya fasilitas
perangkat hukum, sarana produksi ternak kurang memadai, dan pengetahuan SDM
peternakan yang kurang memadai.
Faktor eksternal yang meliputi faktor peluang (opportunities) dan ancaman
(treaths). Faktor peluang yang berhasil diidentifikasi antara lain : permintaan
konsumsi daging yang terus meningkat, adanya pembiayaan CSR, potensi pasar local
dan impor yang besar, meningkatnya kesadaran masyarakat akan konsumsi daging
dan adanya batasan kuota impor dari pemerintah pusat. Sedangkan yang menjadi
faktor ancamannya antara lain ; adanya penyebaran penyakit menular, kenaikan biaya
transportasi, fluktuasi ekonomi, dan adanya persaingan pasar bebas dalam hal
penyediaan daging.
Strategi S-O (Strengths dan Opportunities)
Strategi ini disusun berdasarkan identifikasi peningkatan faktor kekuatan dan
memanfaatkan peluang diperoleh kebijakan adanya penambahan dan pembukaan
lahan peternakan yang baru di Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu juga diperoleh
strategi peningkatan produktivitas ternak sapi yang telah ada dan penambahan ternak
sapi dari luar daerah. Hal ini dikarenakan adanya luasan lahan penyedia hijauan
pakan ternak dan kapasitas tampung ruminansia yang masih sangat besar di Provinsi
Kalimantan Barat. Selain itu juga adanya tingkat permintaan akan konsumsi daging
yang akan meningkat seiring dengan pertambahan penduduk setiap tahun.
Strategi W-O (Weakness dan Opportunities)
Strategi ini disusun berdasarkan identifikasi peminimalan kelemahan dengan
memanfaatkan peluang. Kebijakan yang diperoleh adalah dengan adanya program
pembentukan sentra pembibitan dan kelembagaan ternak, pelatihan/penyuluhan
kepada peternak, dan dibuka kerjasama antara pihak pemerintah dengan pihak
swasta. Hal ini karena peternak masih sangat sulit mendapatkan bibit sapi bakalan
padahal potensi pasar sangat besar. Selain itu juga adanya pengetahuan SDM yang
masih sangat rendah dan belum adanya perangkat hukum yang memfasilitasi
kelompok peternak yang telah ada.
Strengths (S)
INTERNAL
EKSTERNAL
1.
Opportunies (O)
Permintaan dan konsumsi daging sapi yang terus
2.
meningkat (0,484)
Adanya pembiayaan melalui Corporate Social
3.
4.
5.
Strategi S-O
1.
2.
1.
2.
3.
4.
Strategi S-T
1.
2.
hal
Gambar 1. Matriks SWOT Sistem Peternakan Sapi Potong Di Provinsi Kalimantan Barat
KESIMPULAN
Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi terbesar di
Indonesia dengan luasan wilayah yang besar dan memiliki jumlah populasi ternak
sapi potong terbesar di Pulau Kalimantan. Dengan adanya luasan penyedia hijauan
pakan ternak yang besar, Provinsi Kalimantan Barat masih dapat ditingkatkan
populasi ternak ruminansianya sebesar 4.501.418 ST atau pemanfaatannya masih
3,3%. Potensi yang besar tersebut memberikan berbagai strategi pengembangan
peternakan sapi potong dengan melihat adanya berbagai faktor baik internal maupun
eksternal dari Provinsi Kalimantan Barat. Strategi ini disusun agar meningkatkan
produksi dan populasi ternak sapi potong di Kalimantan barat dan memberikan suatu
bahan rujukan bagi pemerintah setempat dalam program pengembangan peternakan
khususnya ternak sapi potong.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Perbedaan Sosial Budaya Masyarakat Kalimantan Barat sebagai
Bahaya
Laten
Konflik
.http://putradaerahkalbar.wordpress.
Vertikal
maupun
Horizontal
com/2011/04/18/sosial-budaya-
masyarakat-kalimantan-barat/.
Anonim. 2011. Kalimantan Barat dalam Angka. BPS provinsi Kalimantan Barat:
Percetakan Bhakti.
Kementrian Pertanian. 2011. Rencana Strategis; Direktorat Jendral peternakan dan
kesehatan Hewan 2010-2014. Direktorat jendral peternakan dan kesehatan
hewan.
Putong, I. 2003. Teknik Pemanfaatan Analisis SWOT Tanpa Skala Industri (ASWOT-TSI). Jurnal Ekonomi Bisnis No.2, Jilid 8. Universitas Bina Nusantara,
Jakarta.
Rangkuti, F. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Penerbit
Gramedia, Jakarta.
David, F. 2009. Strategic Management. Edisi ke-12. Salemba Empat, Jakarta.
Jauch, L. R & W. F. Glueck. 1995. Manajeme Strategis dan Kebijaksanaan
Perusahaan. Edisi ketiga. Erlangga, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan populasi ternak sapi potong per-kabupaten dan kota di
Provinsi Kalimantan Barat
No
.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Kabupaten/Kota
sambas
bengkayang
landak
pontianak
sanggau
ketapang
sintang
kapuas hulu
sekadau
melawi
kayong utara
kota kubu raya
kota pontianak
kota singkawang
Total
Populasi
(ekor)
11.423
12.107
10.783
18.540
11.163
19.339
20.475
25.247
9.826
8.534
7.085
13.734
1.667
6.811
176.734
Populasi (ST)
8662.0609
9180.7381
8176.7489
14058.882
8464.9029
14664.7637
15526.1925
19144.8001
7451.0558
6471.3322
5372.5555
10414.4922
1264.0861
5164.7813
134017.3922
Kabupaten
Kota
Sambas
Tegalan
(ha)
32888
Ladang
(ha)
13798
Sawah
(ha)
68662
Perkebunan
(ha)
136324
Rawa
(ha)
0
a.LG
(ha)
201337.6
b. PR
c.R
PMSL
POPRIIL
KPPTR (L)
251672
P.Rumput
(ha)
86190
43095
244432.6
10798.12
233634.5
Bengkayang
30940
16744
21359
85518
154561
178490
123648.8
89245
212893.8
10458.87
202434.9
Landak
92846
12257
64192
205910
375205
386546
300164
193273
493437
9045.41
484391.6
Pontianak
32985
11181
20331
7984
72481
955
57984.8
477.5
58462.3
17824.46
40637.84
Sanggau
56139
31978
56433
315902
460452
700824
368361.6
350412
718773.6
9204.31
709569.3
Ketapang
123289
51686
80982
347661
603618
1349481
482894.4
674740.5
1157635
16253.35
1141382
Sintang
88213
40759
19507
302766
451245
870464
360996
435232
796228
18076.81
778151.2
Kapuas Hulu
43505
30549
21190
147419
242663
629260
18000
194130.4
314630
36000
544760.4
19761.43
524999
Sekadau
20200
9000
2000
20590
51790
240137
41432
120068.5
161500.5
8035.36
153465.1
10
Melawi
124
1528
3826
36947
42425
23265
33940
11632.5
45572.5
6802.21
38770.29
11
Kayong Utara
3382
7176
41435
51993
25061
41594.4
12530.5
54124.9
6526.84
47598.06
12
Kota
Kubu Raya
13553
51761
90784
156098
42776
124878.4
21388
146266.4
14766.84
131499.6
13
Kota Pontianak
1227
1146
128
130
2631
288
2104.8
144
2248.8
1409.35
839.4543
14
Kota
Singkawang
222
140
5563
16189
22114
3800
17691.2
1900
19591.2
5545.67
14045.53
522.578
237.701
423.110
1.755.559
2.938.948
4.537.537
18.000
2.351.158,4
2.268.769
36.000
4.655.927
154.509,02
4.501.418
No
TOTAL
LG (ha)
Bobot
Peringkat
Bobot x
(A)
(B)
Peringkat
16
16
3,75
15
3,5
3,5
12,25
16
3,5
3,25
11,38
16
3,5
10,5
3,5
3,5
12,25
3,5
10,5
37,5
Keterangan : Skor pembobotan total = 1,00-1,99 (lemah), 2-2,99 (rata-rata), 3-4 (kuat)
Bobot
Peringkat
Bobot x
(A)
(B)
Peringkat
0,107
0,428
0,107
0,428
0,107
3,75
0,401
0,093
3,5
0,326
0,107
0,428
0,093
3,25
0,302
0,107
0,428
0,093
0,279
0,093
3,5
0,326
0,093
0,279
Keterangan : Skor pembobotan total = 1,00-1,99 (lemah), 2-2,99 (rata-rata), 3-4 (kuat)
3,625
Bobot
Rating
Bobot x
(A)
(B)
Peringkat
16
3,5
14
3,5
14
16
3,5
3,5
12,25
4
3,5
3
3
4
3
3
3
16
10,5
9
9
33
Keterangan : Skor pembobotan total = 1,00-1,99 (rendah), 2-2,99 (rata-rata), 3-4 (tinggi)
Bobot
Rating
Skor
(A)
(B)
pembobotan
0,121
0,484
0,121
3,5
0,363
0,121
3,5
0,424
0,121
0,484
0,106
3,5
0,371
0,121
0,107
0,091
0,091
4
3
3
3
0,484
0,321
0,273
0,273
Keterangan : Skor pembobotan total = 1,00-1,99 (rendah), 2-2,99 (rata-rata), 3-4 (tinggi)
3,477