Professional Documents
Culture Documents
1)
sama
2)
3)
4)
5)
6)
7)
melaksanakan pekerjaan
8)
9)
c.
Belakang kepala/oksipital
1)
Penurunan penglihatan
2)
3)
4)
Halusinasi
5)
Ilusi
6)
Buta huruf
7)
8)
Penatalaksanaan
Pasien dengan trauma kepala berat sering mengalami gangguan pernapasan, syock hipovolemik, gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, tekanan intracranial yang tinggi, kejang-kejang, gangguan kardiovaskuler.
Perlu mendapat penanganan yang tepat.
a.
Pengelolaan Pernapasan
Pasien harus ditempatkan dalam posisi miring atau seperti posisi koma, periksa mulut keluarkan gigi
palsu bila ada, jika banyak ludah atau lendir lakukan penghisapan dan bersihkan sisa muntahan bila ada.
Lakukan hiperoksigenasi sebelum, selama dan sesudah penghisapan. Hindari fleksi leher yang berlebihan karena
bias mengakibatkan terganggunya jalan napas atau peningkatan TIIK. Pasang Tuba orotrakeal. Trakesotomi
dilakukan bila lesi didaerah mulut atau faring parah.
Perawat harus mengkaji frekuensi dan upaya pernapasan pasien, warna kulit, bunyi pernapasan ekspansi
dada. Bila terdapat gangguan, gas darah arteri harus diukur mengevaluasi efektifitas ventilasi. Bila pasien gelisah
dan melawan bantuan respirasi, perlu diberikan penenang diazepam. Posisi pasien harus selalu diubah setiap 3
jam dan lakukan fisioterapi dada 2 kali sehari.
b.
c.
Kerusakan Kulit
Dengan hilangnya fungsi motorik, klien sangat rentan terjadinya kerusakan kulit, pasien tidak sadar atau
pasien yang immobilitas adanya penekanan, kelembaban, gesekan, danpenurunan sensasi. Satu-satunya cara
menghindari gangguan intregritas kulit adalah hilangkan penekanan. Dan intervensi yang paling efektif adalah
mobilitas.
d.
Masalah Hidrasi
Pada klien cidera kepala terjadi konstriksi arteri-arteri renalis sehingga pembentukan urine berkurang
dan garam ditahan didalam tubuh akibat peningkatan tonus ortosimpatik. Pengukuran masukan dan haluran
cairan yang akurat dan evaluasi terhadap perubahan berat badan dari hari kehari sangat penting pada pengkajian
keseimbangan cairan. Pada dua hari pertama masukan cairan sebaiknya dibatasi 1 L/24 jam, hari ketiga keempat
1,5 L dan seterusnya 2 L/24 jam. Bila diberikan terapi koertikosteroid, diuretic atau cairan hiperosmolar, jumlah
cairan disesuaikan. Cairan yang diberikan ialah campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,4%. Perawat juga harus
mengkaji kulit klien dan membrane mukosa terhadap kekeringan dan pecah-pecah, yang mencetuskan timbulnya
cidera lanjut. Evaluasi terhadap perubahan kardiovaskuler secara ketat terutama dengan mengukur tanda-tanda
vital, tekanan vena sentral serta curah jantung.
e.
Nutrisi pada klien trauma otak memerlukan jumlah kalori 2 kali lipat dengan meningkatnya aktivitas
system saraf ortosimpatik yang tampak pada hipertensi dan takikardi. Kegelisaan dan tonus otot yang meningkat
menambah kebutuhan kalori. Bila ebutuhan kalori ini tidak dipenuhi maka jaringan tubuh dan lemak akan
diurai, penyembuhan luka akan lebih lama, timbul dekubitus, daya tahan tubuh menurun. Sebelum nutrisi
diberikan kemampuan menelan gunakan sonde untuk memasukan nutrisi. Evaluasi juga penutupan bibir dan
gerakan lidah, bicara ngorok yang menandakan penurunan otot orofaringeal. Selain itu pertimbangan lain
sebelum memberikan makanan peroral adalah status pernapasan dan kekuatan batuk.
f.
Masalah Eliminasi
Pemantauan eliminasi usus dan fasilitas defekasi normal adalah tanggung jawab keperawatan. Pada fase
akut perawatan cidera otak, tanggung lainnya diprioritaskan seperti pencegahan peningkatan TIK. Mekanisme
normal dari pengosongan usus secara dasar oleh aktivitas refleks pada tingkat medulla spinalis. Pada cidera otak,
control volunteer pada perangsangan dan penghambatan refleks terganggu. Rangsang dengan jari untuk
menimbulkan refleks ditingkat medulla. Ini dapat dilakukan dengan jari bersarung tangan, enema volume kecil
atau iritan kimia seperti biosaodil (dukolak), supositorio. Selain masalah defekasi yang diperhatikan juga hdala
masalah eliminasi urine. Pada fase akut kateter bisa menjadi sumber infeksi. Latihan Bandung kemih bisa
dimulai dengan kateter intermitten, frekuensi berkemih atau sistostomi suprapubik indwelling yang memberikan
infeksi lebih sedikit.
g.
Masalah Komunikasi
1)
Disfasia
Ketika berkomunikasi dengan pasien disfasia, yang paling baik adalah dengan menggunakan bahasa yang
sederhana dengan gerakan tangan dan isyarat lingkungan. Menunjukkan objek, nada suara, ekspresi wajah.
Waktu dalam sehari, dan rutinitas rumah sakit berperan terhadap pemahaman klien gunakan kalimat pendek,
nada suara normal karena klien tidak tuli, klien hanya mengalami kesulitan memahami arti apa yang didengar.
2)
Disartia
Sekelompok gangguan wicara yang diakibatkan dari gangguan control otot mekanik bicara, kerusakan pada saraf
pusat.
3)
Apraksia
Ketidakmampuan untuk melakukan, meminta, gerakan kompleks atau trampil oleh karena kelemahan otot,
deficit sensori, kurang pemahaman. Dibagi apxaksia idesional, idemotor, oral. Ciri utama apraksia adalah
ketidakmampuan mengikuti perintah, tapi mampu melakukan secara spontan. Perawatan dilakukan ara
menghindari perintah, biarkan klien melakukan dengan spontan. Hindari perintah minum tapi berikan gelas,
biarkan reflek minum bekerja.
h.
1)
Manitol IV dengan dosis awal 1 g/kg BB, evaluasi 15-20 menit, bila belum ada perbaikan tambahkan dosis 0,25
g/kg BB. Hati-hati terhadap kerusakan ginjal.
2)
3)
4)
5)
Terapi koma, merupakan langkah terakhir untuk mengendalikan TIK secara, konservatif. Terapi ini
menurunkan metabolisme otak, mengurangi edema, dan menurunkan TIK. Biasanya dilakukan 24-48 jam.
6)
Antipiretik, demam akan memperburuk keadaan karena akan meningkatkan metabolisme dan dapat terjadi
dehidrasi, kerusakan otak. Jika penyebab infeksi tambahkan Antibiotik.
7)
Sedasi, gaduh gelisah merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita cidera otak dan dapat
meningkatkan tekanan intracranial. Lorazepam (Ativan) 1-2 mg IV/IM dapat diberikan dan dapat diulang
pemberiannya dalam 2-4 jam. Kerugian pemberian sedasi ini adalah kita tidak dapat memantau kesadaran
penderita.
8)
9)
Furosemid, adakalanya diberikan bersama dengan obat anti edema lain. Dosis 1 mg/k BB IV dapat iulang tiap 612 jam.
Tahap 1
a)
(a)
Breathing : Pernapasan
Bila pola pernapasan terganggu dilakukan nafas buatan atau ventilasi dengan respirator
(3)
(a)
(a) Tentukan hal berikut : lamanya tak sadar, lamanya amnesia post trauma, sebab cedera, nyeri kepala, muntah.
(b) Pemeriksaan fisik umum dan neurologist
(c) Monitor EKG
b)
Diagnosis dari pemeriksaan laboratorium dan foto penunjang telah dijelaskan didepan
c)
(2)
(3)
(5)
2)
3)
Tahap III
a) lndikasi pembedahan
(1) Perlukaan pada kulit kepala.
(2) Fraktur tulang kepala
(3) Hematoma intracranial.
(4) Kontusio jaringan otak yang mempunyai diameter > 1 cm dan atau laserasi otak
(5) Subdural higroma
(6) Kebocoran cairan serebros pinal
b) Kontra indikasi
(1) Adanya tanda renjatan/shock, bukan karena trauma tapi karena sebab lain missal: rupture alat viscera (rupture
hepar, lien, ginjal), fraktur berat pada ekstremitas.
(2) Trauma kepala dengan pupil sudah dilatasi maksimal dan reaksi cahaya negative, denyut nadi dan respirasi
irregular.
c ) Tujuan pembedahan
( l ) Mengeluarkan bekuan darah dan jaringan otak yang nekrose
(2) Mengangkat tulang yang menekan jaringan otak
(3) Mengurangi tekanan intracranial
(4 ) Mengontrol perdarahan
(5) Menutup/memperbaiki durameter yang rusak
(6) Menutup defek pada kulit kepala untuk mencegah infreksi atau kepentingan kosmetik.
d) Persiapan pembedahan
(1) Mempertahankan jalan naf as agar tetap bebas
(2) Pasang infuse
(3) Observasi tanda-tanda vital
(4) Pemeriksaan laboratorium
(5) Pemberian antibiotik profilaksi
(6) Pasnng NGT, DC
(7) Therapy untuk menurunkan TIK, dan anti konvulsan
4) Tahap IV:
a)
Pembedahan Spesifik
(1) Perlukaan pada kulit prinsipnya dilakukan "debridemen" Pada lesi desak ruang intrakranial traumatic pada
prinsipnya dilakukan kraniotomi yang cukup luasnya.
(2) Pada hematom Epipidual biasanya dilakukan
(a) Trepansi
(b) Kraniotomi yang diperluas dengan kraniektomi
Bila diagnosa dengan CT scan yang menunjukkan lesi dengan jelas, cukup dengan kraniotomi yang terbatas. Pada
epidural hematom yang lebih tebal < 1,5-1 cm, belum perlu tindakan operasi.
(a) Outcome epidural hematem dengan kontusio serebri lebih buruk daripada kalau hanya ada epidural hematomnya
(Guillermann, 1996)
(b) Volume hernatom epidural (EDH) : EDH < 50 cc dengan mortaiitas 12%,EDH 50 - 100 cc dengan mortalitas 33%,
EDH > 100 cc dengan mortalitas 66%.
B.
l.
a.
Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab): nama umur, hubungan pasien dengan penanggung jawab.
b.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
c. Bidang Pengkajian
l) Tingkat kesadran dan responsivitas.
Tingkat kesadaran atau responsivitas diujikaji secara teratur karena perubahan pada tingkat kesadaran
mendahului semua perubahan tanda vital dan neurologik lain. Skala koma Glasgaw digunakan untuk mengkaji
tingkat kesadaran berdasarkan tiga kriteria pembukaan mata respon verbal dan respon motorik terhadap
perintah verbal atau stimulus nyeri.
Tabel 1.3
Glassgow Coma Scale (GCS)
Buka mata (E)
4 = Spontan
3 = Dengan perintah
2 = Dengan rangsang
1 = Tidak ada reaksi
Sadar : Sadar penuh akan sekeliling, orientasi baik terhadap orang, tempat dan waktu, kooperatif, dapat
mengulang beberapa angka menit setelah diberitahu.
b) Otomatisme : Tingkah laku relatif normal (misal, mampu makan sendiri) dapat berbicara dalam kalimat tetapi
kesulitan mengingat dan memberi penilaian, tidak ingat peristiwa-peristiwa sebelum periode hilangnya
kesadaran, dapat mengajukan pertanyaan yang semua berulang kali, bertindak secara otomatis tanpa dapat
mengingat apa yang baru daya atau yang telah dilakukannya.Mengetahui perintah sederhana.
c)
Konfusi : Malakukan aktivitas yang bertujuan dengan gerakan yang canggung, disorientasi waktu tempat dan
orang, gangguan daya ingat tidak mampu mempertahankan pikiran atau ekspresi, biasanya . Sulit dibangunkan
menjadi tidak kooperatif.
d) Delirium : Disorientasi waktu, tempat dan orang, tidak kooperatif, agitasi, gelisah bersifat selalu menolak.
e)
Stupor : Diam, mungkin tampaknya tidur, berpesan terhadap rangsangan suara yang keras, terganggu oleh
cahaya, berespon baik terhadap rangsangan rasa sulit.
f)
Stupor dalam: Bisu, sulit dibangunkan (sedikit respon terhadap rangsang nyeri).
g) Koma : Tidak sadar, tidak berespon terhadap rangsangan nyeri maupun verbal. Refleks masih ada.
h) Koma ireversible dan kematian : Refleks t,ilang, pupil tcrpikasi dan dilatasi.Pernafasan dan denyut jantung
berhenti.
2) Fungsi serebal
Fungsi setiap lobus serebar dan gejala-gejala yang ditimbulkan penderita.
Tabel 1.4
Fungsi dan gangguan serebal
Lobus Srebal
Fungsi
Gangguan
Frontal
(a) Penilaian kepribadian bawaan
(c) Gangguan penilaian, penampilan
dan kebersihan diri
(b) Keahlian mental kompleks (abstraksi,
membuat konsep, memperkirakan (d) Gangguan afek, proses berpikir dan
masa depan)
fungsi motorik
(e)
Temporal
Memori pendengaran, memori
Gangguan memori kejadian yang
kejadian yang baru terjadi, daerah
baru terjadi, kejang psikomotor, tuli
auditorius primer yang
mempengaruhi kesadaran
Paralel
Bicara, berhitung, topografi kedua sisi
Afiasi, gangguan sensorik, akalkulia.
tubuh
Disorientasi, hilang kesadaran sisi
(f) Dominan
Kesadaran sensorik, sintesis ingatan
tubuh yangberlawanan
(g) Non dominan
yangkompleks
(h)
Oksipital
Memori, visual penglihatan
Defisit penglihatan dan buta
Saraf ini membawa serabut sensorik yang menghantar persepsi pengecepan bagian anterior lidah dan serabut
motorik yang mempersarafi semua otot ekspresi wajah, termasuk tersenyum, mengerutkan dahi dan
menyeringai. Bagian motorik nervus fasialis dapat dinilai dengan menyuruh penderita melakukan berbagai
gerakan wajah dan memperhatikan cara bicara penderita. Sensasi pengecapan dapat dinilai dengan meminta
penderita dengan membedakan rasa manis, asam, asin dan pahit.
f)
Lakukan fleksi paha hingga persendian panggul mencapai sudut 90 0derajat, setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut. Positif jika terdapat rasa tahanan dan sakit sebelum mencapai sudut 135
derajat.
c)
6) Aktivitas/istirahat
Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan, perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegia,
masalah dalam keseimbangan, kehilangan tonus otot.
7) Sirkulasi
Perubahan tekanan darah atau normal. Perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi).
8) Integritas ego
Perubahan tingkah laku atau kepribadian, cemas, mudah tersinggung, bingung.
9) Elimiansi
Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi makanan/cairan, mual muntah dan
mengalami perubahan selera, gangguan menelan.
10) Nyeri atau ketidaknyamanan
Sakit kepala dengan intensitas dan durasi yang berbeda, wajah menyeringai, gelisah tidak bisa beristirahat.
11) Pernafasan
Perubahan pola nafas, stridor, ronki, mengi positif.
12) Pemeriksaan diagnostik
Menurut Marilyn E.Doengoes, et. Al, 2000 :272
a) CT Scan, bertujuan untuk mengidetifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan
otak.
b) MRI tujuannya sama dengan CT Scan.
c) Angiografi serebral menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,
perdarahan dan trauma.
d) EEG, memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis.
e) Sinar X, mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis-garis tengah
(karena perdarahan edema), adanya fragmen tulang.
f) BAER (Brain Aditory Evoked Respon) rnenunjukan fungsi korteks dan batang otak.
g) PET (Position Emission Tomography menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak.
h) Fungsi lumbal, CSS, menduga kemungkinan adanya pcrdarahan subraknoid.
i) GDA (Gus Darah Arteri), mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenesi yang akan dapat meningkatkan
TIK, Kimia atau elekrolit darah, mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam meningkatkan TIK atau
perubahan mental.
k) Pemeriksaan toksikologi, mendeteksi obat yang mungkin bertanggungjawab terhadap penurunan kesadaran.
l) Kadar antikonvulsan darah: Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi
kejang.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah kebutuhan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai
akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. (A. Aziz Alimul Hidayat
2001:24)
Berikut ini adalah diagnosa keperawatan Cedera kepala menurut Marilyn E. Doengoes at. all 2000, 273-289
:
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh hematoma.
b. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif bcrhuhungan dengan kerusakan neurovaskuler
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi
d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengun trauma jaringan
g. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan tingkat
kesadaran.
h. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasional
i. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan.
3. Rencana Keperawatan
Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, mengatasi masalahmasalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan (Nikmatur Rohmah, 2009:58)
Berikut ini adalah intervensi keperawatan Cedera kepala menurut Marilyn E Doengoes:
a. Perubahan perfusi jaringan serebral
l) Dapat dihubungkan dengan:
Penghentian aliran darah oleh sol (hemoragi, hematoma): edema serebral (respon lokal atau umum pada cedera
perubahan metabolik takur lajak obat alkohol), penurunun TD sistematik atau hipoksia (hipovolemia, distamia
jantung).
2) Kemungkinan dibuktikan oleh :
a) Perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori.
b) Perubahan respon motorik atau sensorik gelisah.
c) Perubahan tanda vital.
3) Hasil yang diharapkan atau kriteria evaluasi pasien akan :
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa atau perbaikan, kognisi dan fungsi motorik atau sensorik.
Tabel 1.5
Intervensi diagnosa perubahan perfusi jaringan serebral
Intervensi
Rasional
2. Pantau/catat status neurologist secara teratur 2. Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat
dan bandingkan dengan nilai standar (GCS)
kesadaran dan potensial peningkatan TIK
3. Kaji respon motorik terhadap penglihatan yang3. Mengukur kesadaran secara keseluruhan dan
sederhana
kemampuan untuk merespon pada
rangsangan eksternal dan merupakan
petunjuk keadaan kesadaran terbaik pasien
5. Catat ada atau tidaknya refleks-refleks tertentu5. Penurunan refleks menandakan adanya
seperti refleks melenlan, batuk dan babinski
kerusakan pada tingkat otak tengah atau
dan sebagainya
batang otak
Intervensi
1. Pantau frekuensi, irama
kedalaman pernafasan, catat
ketidakteraturan pernafasan
Rasional
1. Perubahan dapat menandakan awitan
komplikasi pulmonal (umumnya mengikuti
cedera otak), atau menandakan lokasi atau
luasnya keterlibatan otak
2. Angkat kepala tempat tidur
2. Untuk memudahkan ekspansi paru atau
sesuai aturannya, posisi miring
ventilasi paru dan kemungkinan lidah jatuh
sesuai indikasi
yang menyambut jalan nafas
3. Anjurkan pasien untuk
3. Mencegah atau menurunkan atelektasis
melakukan nafas dalam yang
efektif jika pasien sadar
4. Auskultasi suara nafas,
4. Untuk mengidintifikasi adanya masalah paru
perhatikan daerah hipoventilasi seperti atelaktasi atau obstruksi jalan nafas
dan adanya suara-suara
yang membahayakan oksigensi serebral dan
tambahan yang tidak normal
atau menandakan terjadinya infeksi paru
(seperti krekesl, ronchi, mengi)
(umumnya merupakan komplikasi paru dari
cedera kepala)
5. Melihat keadaan ventilasi dan tanda-tanda
komplikasi yang berkembang
5. Lakukan ronsen torak
6. Berikan oksigen
c) Inkoordinasi motorik perubahan dalam postur, ketidakmampuan untuk memberi tahu posisi bagian tubuh
(propiosepsi).
d) Perubahan pola komunikasi.
3) Hal yang diharapkan atau kriteria evaluasi pasian akan :
a) Melakukan kembali atau mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
b) Mengikuti perubahan dalam kemampuan dan adanya keterbatasan residu.
Tabel 1.7
Intervensi pada diagnosa perubahan persepsi sensorik
Intervensi
1. Evaluasi atau pantau secara teratur 1.
perubahan orientasi, kemampuan
berbicara, alam perasaan atau afektif,
sensorik dan proses pikir
2. Kaji kesadaran sensorik seperti
2.
respon sentuhan, panas atau dingin,
benda tajam atau tumpul dan
kedasaran terhadap gerakan dan letak
tubuh
3. Hilangkan suara bising atau stimulasi3.
yang berlebihan sesuai kebutuhan
Rasional
Fungsi serebral bagian atas biasanya
terpenuhi lebih dulu oleh adanya
gangguan sirkulasi, oksigenasi
Informasi penting untuk keamanan
Tabel 1.8
Intervensi
Rasional
1. Kaji rentang perhatian,
1. Rentang perhatian kemampuan untuk
kebingungan, dan catat tingkat
konsentrasi mungkin memendek secara tajam
ansietas pasien
yang menyebabkan dan merupakan potensi
terhadap terjadinya ansietas yang
mempengaruhi proses pikir pasien
2. Pastikan dengan orang terdekat2. Masa pemulihan cedera kepala meliputi fase
untuk membandingkan
agitasi, respon marah, dan fase berbicara atau
kepribadian atau tingkah laku
proses pikir yang kacau
pasien sebelum mengalami
trauma dengan respon pasien
sekarang
3. Pertahankan bantuan yang
3. Memberikan pasien perasaan yang stabil dan
konsisten dari staff sebanyak
mampu mengontrol situasi
mungkin
4. Berikan penjelasan mengenai 4. Kehilangan struktur internal (perubahan
prosedur-prosedur dan tekanan dalam memori, alasan dan kemampuan untuk
kembali penjelasan yang
membuat konseptual) menimbulkan kekuatan
diberikan itu oleh senyawa lain
5. Jelaskan pentingnya melakukan5. Pemahaman bahwa pengkajian dilakukan
pemeriksaan neurologis secara
secara teratur untuk mencegah atau
berulang dan teratur
membatasi komplikasi yang mungkin terjadi
atau tidak menimbulkan suatu hal yang serius
pada pasien dapat membantu menurunkan
ansietas
6. Koordinasikan atau ikut serta 6. Membantu dengan metode pengajaran yang
pada pelatihan kognitif atau
baik untuk kompensasi gangguan pada
program rehabilitasi sesuai
kemampuan berfikir dan mengatasi masalah
indikasi
konsentrasi, memori, daya penilaian,
runtunan dan menyelesaikan masalah
Ketidakn mampuan bergerak sesuai tujuan dalam lingkungan fisik termasuk mobilitas di tempat tidur,
pemindahan ambulasi.
b) Kerusakan koordinasi, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan atau kontrol otot.
3) Hal yang diharapkan atau kriteria evaluasi pasien akan:
Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit atau kompensasi.
Tabel 1.9
Intervensi pada diagnosa kerusakan mobilitas fisik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Intervensi
Periksa kembali kemampuan 1.
dan keadaan secara fungsional
pada kerusakan yang terjadi
Letakkan pasien pada posisi 2.
tertentu untuk menghindari
kerusakan karena tekanan
Pertahanan kesejajaran tubuh 3.
secara fungsional, seperti
pantat, kaki dan tangan
Berikan atau bantu untuk
4.
melakukan rentang gerak
Rasional
Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan
secara fungsional dan mempengaruhi pilihan
intervensi yang akan dilakukan
Perubahan posisi yang teratur menyebabkan
penyebaran terhadap berat badan dan
meningkatkan sirkulasi padaseluruh tubuh
Bidai tangan bervariasi dan didesain untuk
mencegah deformitas tangan dan
meningkatkan fungsinya secara optimal
Mempertahankan mobilitas dan fungsi sendi
atau posisi normal ekstermitas dan
menurunkan terjadinya yang statis
Instruksikan atau bantu pasien 5. Proses penyembuhan lambat seringkali
dengan program latihan dan
menyertai trauma kepala dan pemulihan
penggunaan alat mobilitas
secara fisik merupakan bagian yang amat
penting dari suatu program pemulihan secara
fisik merupakan bagian yang penting dari
suatu program pemulihan tersebut
Berikan perawatan kulit dengan6. Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit
cermat, masase dengan
dan menurunkan resiko terjadinya ekskoriasi
pelembab dan ganti linen atau
kulit
pakaian yang basah
Tabel 1.10
Intervensi pada Diagnosa Resiko Tinggi terhadap Infeksi
Intervensi
1. Berikan perawatan aseptic dan 1.
antiseptik. Pertahankan teknik cuci
tangan yang baik
2. Observasi daerah kulit yang
2.
mengalami kerusakan (seperti luka,
garis jahitan), daerah yang
terpasang alat invasi (seperti infus)
catat karakteristik dari drainase dan
adanya inflamasi
3. Pantau suhu tubuh secara teratur 3.
Rasional
Cara pertama untuk menghindari
terjadinya infeksi nasokomial
Deteksi dini perkembangan infeksi
memungkinkan untuk melakukan tindakan
dengan segera dan mencegah terhadap
komplikasi selanjutnya
Intervensi
Rasional
1. Kaji kemampuan pasien untuk 1. Faktor ini menentukan pemilihan
mengunyah, menelan, batuk, dan
terhadap jenis makanan sehingga pasien
mengatasi sekresi
harus terlindung dari aspirasi
2. Auskultasi bising usus, catat
2. Fungsi saluran pencernaan biasanya tetap
adanya penurunan atau hilangnya
baik pada kasus cedera kepala. Jadi bising
suara yang hiperaktif
usus membantu dalam menentukan respon
untuk makan atau berkembangnya
komplikasi
3. Timbang berat badan sesuai
3. Mengevalusi keefektifan atau kebutuhan
indikasi
mengubah pemberian nutrisi
4. Berikan makanan dalam jumlah 4. Meningkatkan proses pencemaran dan
kecil dan dalam waktu yang sering toleransi pasien terhadap nutrisi yang
dan teratur
diberikan dan dapat meningkatkan
kerjasama pasien saat makan
5. Tingkatkan kenyamanan
5. Sosialisasi waktu makan dengan orang
lingkungan yang santai termasuk
terdekat atau teman dapat meningkatkan
sosialisasi saat makan
pemasukan dan menormalkan fungsi
makan
6. Konsultasikan dengan ahli gizi 6. Merupakan sumber yang efektif untuk
kebutuhan kalori atau nutrisi tergantung
pada usia, berat badan, ukuran tubuh,
keadaan penyakit sekarang
Intervensi
Rasional
1. Catat bagian-bagian dari unit
1. Menentukan adanya sumber keluarga dan
keluarga, keberadaan atau
mengidentifikasi hal-hal yang diperlukan
keterlibatan system pendukung
2. Anjurkan keluarga untuk
2. Kegembiraan dapat berubah menjadi
menentukan hal-hal yang menjadi
kesedihan atau kemarahan akan kehilangan
perhatiannya tentang keseriusan
dan kebutuhan pertemuan dengan orang baru
kondisi, kemung-kinan untuk
yang mungkin asing bagi keluarga dan
meninggal atau kecatatan
bahkan tidak disukai oleh keluarganya
(ketidakmampuan)
berlarutnya perasaan seperti tersebut diatas
dapat menimbulkan depresi
3. Tentukan dan anjurkan untuk
3. Berfokus kepada kekuatan dan penguatan
menggunakan cara-cara koping
kemampuan khusus untuk menghadapi krisis
tingkah laku yang cukup
cacat sekarang ini
sebelumnya dilakukan
4. Libatkan keluarga dalam pertemuan4. Memfasilitasi komunikasi, memungkinkan
tim rehabilitasi dan perencanaan
keluarga untuk menjadi bagian integral dari
perawatan atau pengambilan
rehabilitasi dan memberikan rasa kontrol
keputusan
i) Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
1) Dapat dihubungkan dengan :
Kurang pemahaman, tidak mengenal informasi atau sumber-sumber, kurang mengingat atau keterbatsan
kognitif,
2) Kemungkinan dibuktikan oleh :
Meminta informasi, pernyataan salah konsepsi, ketidakakuratan mengikuti instruksi.
3) Hal yang diharapkan atau kriteria evaluasi pasien akan :
a) Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, aturan pengobatan, potensial kornplikasi.
b) Melakukan prosedur yang dilakukan dengan benar.
Tabel 1.13
Intervensi pada Diagnosa Kurang Pengetahuan
Intervensi
Rasional
1. Evaluasi kemampuan dan kesiapan1. Memungkinkan untuk menyampaikan
A. Latar Belakang
Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering terjadi karena
fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh
sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi
sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna.. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di
kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan
atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan
maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal
dengan sebutan epidural hematom.
Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan biasanya berhubungan
dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous
epidural hematom berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial
hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke
dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.
Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural dan sekitar 10%
mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka
kejadian di Amerika Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah
berjalan dan sering jatuh.
60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur
kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5
tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan
4:1.
B. Tujuan
1.
Mampu melakukan pengkajian yaitu mengumpulkan data subyektif dan data obyektif pada pasien
dengan EDH
2.
3.
4.
5.
6.
C. Pengertian
Epidural hematom adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat
pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah
ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 2
hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.
D. Etiologi
EDH sebagai akibat perdarahan pada lapisan otak yang terdapat pada permukaan bagian dalam dari
tengkorak.
Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan yang bisa
menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma
epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
pembuluh darah.
E. Patofisiologi
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter. Perdarahan ini
lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering
terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau
oksipital
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara
durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural,
desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
bertambah besar.
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak
kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah
pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim
medis.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medulla
oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius).
Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral,
refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang
berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan
intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama
makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar
kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat,
kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar
setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang
ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau
epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak
sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.
F. Tanda dan Gejala
Pasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga tampak cairan
yang keluar pada saluran hidung atau telinga.
Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan EDH antara lain:
Bingung
Penglihatan kabur
Susah bicara
Mual
Pusing
Berkeringat
Pucat
G. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak.
b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,
perdarahan, trauma.
c. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen
tulang.
d. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial.
e. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.
H. Pathway
benturan pada kepala karena kecelakaan
Luka terbuka
Resiko infeksi
meter
Epidural
Hematom
Penurunan TD sistemik
serebral
Edema
karbondioksida tertahan
reaksi anaerob
peningkatan TIK
injuri
2.
3.
a.
b.
c.
d.
Resiko
asam laktat
penurunan kesadaran
7.
1.
Kejang
Nyeri akut
Reflek menelan lemah
Ketidakseimbangan Nutrisi
Pengkajian
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada
pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi
sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan
meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia
yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala.
Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran,
baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus
cranialis, maka dapat terjadi :
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh
emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
e.
f.
g.
h.
4.
5.
6.
I.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
J.
1.
Rasional
2.
Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan
otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan:
mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Intervensi
Rasional
Berikan oksigen.
3.
Resiko terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan
tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Tujuan
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
Rasional
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI Traumatologi , Surabaya.
Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016
Anonym,Epiduralhematoma,www.braininjury.com/epidural-subdural-hematoma.html.
Anonym,Epidural hematoma, www.nyp.org
Anonym, Intracranial Hemorrhage, www.ispub.com
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.
Mc.Donald D., Epidural Hematoma, www.emedicine.com
NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA
korteks somato-motorik primer (area Brodmann 4), korteks premotor dan suplemen
(area Brodmann 6), frontal eye field (area Brodmann 8) dan pusat bicara Broca (area
Brodmann 44), sedangkan kontrol ekspresif dari emosi dan moral dilaksanakan oleh
korteks pre frontal (Satyanegara, 1998: 15)
2) Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakangi oleh karaco
oksipitalis. Lobus parietal dikaitkan untuk evaluasi sensorik umum dan rasa kecap,
dimana selanjutnya akan dintegrasi dan diproses untuk menimbulkan kesiagaan
tubuh terhadap lingkungan eksternal. (Satyanegara, 1998: 17)
3) Lobus temporalis, terdapat di bawah lateral dari fisura serebralis dan di depan
lobus oksipitalis. Lobus temporalis mempunyai peran fungsionil yang berkaitan
dengan pendengaran, keseimbangan dan juga sebagian dari emosi-memori
4) Lobus oksipitalis, yang mengisi bagian belakang daris erebrum lobus oksipitalis
sangat penting fungsinya sebagai kortex visual. Secara umum, fungsi serebrum
terdiri dari:
a) mengingat pengalaman-pengalaman masa lalu
b) pusat persyarafan yang menangani; aktifitas mental, akal, inteligensi, keinginan
dan memori
c) pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil
Untuk memperjelas letak dari setiap Lobus Otak dapat dilihat pada gambar 2.1
dibawah ini:
Sumber: Satyanegara, L. Djoko Listiano, Ilmu Bedah Saraf Edisi III, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1998
b. Batang otak (trunkus serebri)
Batang otak adalah pangkal otak yang merilei pesan-pesan antara medula spinalis
dan otak. Batang otak terdiri dari:
1) Diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat diantara serebrum dengan
mesensefalon. Kumpulan dari sel syaraf yang terdapat di bagian depan lobus
temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap ke samping.
Fungsi dari diensefalon:
a) vaso kontruktor, mengecilkan pembuluh darah
b) respiratori, membantu proses persyarafan
c) mengontrol kegiatan reflek
d) membantu pekerjaan jantung
Diensefalon tersusun atas struktur Hipothalamus yang berfungsi sebagai pusat
integrasi susunan saraf otonom, regulasi temperatur, keseimbangan cairan dan
elektrolit, integrasi sirkuit siklus bangun-tidur, intake makanan, respon tingkah laku
terhadap emosi, pengontrolan endokrin, dan respon seksual. Thalamus berfungsi
sebagai pusat persediaan dan integrasi bagi semua jenis impuls sensorik, kecuali
penciuman.thalamus memainkan peranan penting dalam transmisi impuls nyeri.
(satyanegara, 1998:20)
2) Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari 4 bagian yang menonjol ke atas,
2 di sebelah atas disebut korpus quadrigeminus superior dan 2 di sebelah bawah
disebut korpus quadrigeminus inferior, serat saraf okulomotorius berjalan ke veritral
di bagian medial. Serat-serat saraf nervus troklearis berjalan ke arah dorsal
menyilang garis tengah ke sisi lain.
Fungsinya terdiri dari:
tertentu mengandung rongga yang mengalirkan arah vena dari otak, rongga ini
dinamakan sinus longitudinal superior, terletak di antara kedua hemisfer otak.
b. Arakhnoid (lapisan tengah)
Merupakan selaput halus yang memisahkan duramater dengan piameter membentuk
sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan syaraf
sentral. Medula spinalis terhenti setinggi di bawah lumbal I-II terdapat sebuah
kantong berisi cairan, berisi saraf perifer yang keluar dari medula spinalis dapat
dimanfaatkan untuk mengambil cairan otak yang disebut pungsi lumbal.
c. Piamater (lapisan sebelah dalam)
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak, piamater
berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-struktur jaringan ikat yang disebut
trabekel. Tepi falks serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus sagitalis
inferior yang mengeluarkan darah dari falks serebri. Tentorium memisahkan serebri
dengan sereblum.(Syaifuddin, 1997: 124)