You are on page 1of 22

1.

ADRENALIN (EPINEFRIN)
Adrenalin adalah prototip (wakil) dari semua obat-obat adrenergik karena obat
ini memiliki sifat hampir semua obat-obat adrenergik. Adrenalin merupakan obat
penting di ICCU, ICU, atau Bagian Gawat Darurat, atau di kamar praktek dokter
untuk mengatasi syok anafilaktik. Henti jantung dan kondisi kegawatan lainnya.1,2

Gambar 1. Struktur epinefrin2


a. Farmakodinamik
Adrenalin merupakan neurotransmitter utama saraf simpatis (adrenergik),
maka farmakodinamik adrenalin adalah sama persis apabila saraf simpatis
dirangsang. Adrenalin meningkatkan kontraktilitas (inotropik positif) dan laju jantung
(konotropik positif), serta menimbulkan vasokontriksi. Dengan demikian adrenalin
meningkatkan tekanan darah. Pada paru-paru adrenalin menimbulkan bronkorelaksasi
dan pada usus menurunkan peristaltik. Efek metabolik adrenalin dalah meningkatkan
gula darah dan asam lemak bebas. 1,2
Efek yang ditimbulkan oleh adrenalin (epinefrin):
-

Efek vaskular. Epinefrin terutama pada arteriol kecil dan sfingter prekapiler,
tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa,
dan ginjal mengalami konstriksi akibat aktivasi reseptor oleh epinefrin.

Pembuluh darah otot rangka mengalami dilatasi oleh epinefrin dosis rendah,
akibat aktivasi reseptor 2 yang mempunyai afinitas lebih besar pada
epinefrin dibandingan dengan reseptor . Dominasi reseptor menyebabkan
peningkatan resistensi perifer yang berakibat peningkatan tekanan darah.1,3
Efek kardiovaskuler untuk norepinefrin, epinefrin, dan isoprotenolol
dapat dilihat pada tabel 1 dan 2. Perbedaan aksi dari ketiga katekolamin
dikarenakan karena perbedaan afinitas dari reseptor dan serta
penyebarannya pada pembuluh darah. 1,3

Tabel 1. Pengaruh Ketiga Katekolamin terhadap Kardiovaskular3

Tabel 2. Respon Ketiga Katekolamin terhadap Pembuluh darah Besar3

Pada Jantung. Epinefrin mengaktivasi reseptor 1 pada otot jantung, sel pacu
jantung, dan jaringan konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan
kronotropik positif epinefrin pada jantung, dan karena vasokonstriksi

pembuluh darah koroner akibat efek reseptor .2,3


Otot Polos. Efek epinefrin pada otot polos berbagai organ bergantung pada

jenis reseptor adrenergik pada otot polos yang bersangkutan. 2,3


Sistem Saraf Pusat. Epinefrin pada dosis terapi tidak mempunyai efek
stimulasi SSP yang kuat, karena obat inirelatif polar sehingga sukar masuk

SSP. 2,3
Metabolik. Epinefrin menstimulasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka
melalui reseptor 2; glikogen diubah menjadi glukosa 1-fosfat dan kemudian
glukosa 6-fosfat. 2,3

b. Farmakokinetik
Adrenalin dirusak oleh COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding
usus sehingga obat ini hanya diberikan perinjeksi (sub kutan atau intra venous). Pada
penyuntukan subkutan, absorbsi yang lambat terjadi karena vasokonstriksi lokal.
Absorbsi yang lebih cepat terjadi melalui penyuntukan IM. Adrenalin dimetabolisme
di hati yang kemudian hasil metaboliknya dikeluarkan melalui urine. 1,3

c. Indikasi

Henti jantung (Cardiac arrest): Dosis pada resusitasi jantung adalah 0,5-1 mg

(I.V) diberikan berkali-kali sampai kegawat daruratan teratasi.1


Syok anafilaktik dan reaksi-reaksi hipersensitivitas akut lainnya: Adrenalin

diberikan berkisar 0.25-0.5 mg secara subkutan. 1


Bronkospasme: diberikan secara subkutan 0.25-0.5 mg, atau inhaalsi (Larutan

steril yang berisi 1 atau 2 % adrenalin dalam air). 1


Pemberian lokal sebagai epinefrin spray, dengan kapas atau kain gas untuk
menghentikan perdarahan superfisial. 1

d. Kontraindikasi dan Efek samping


Adrenalin kontraindikasi diberikan pada pasien hipertensi, atau pada pasien
penyakit jantung koroner, juga pada pasien yang sedang menggunakan B-blocker non
selektif karena dapat mempresipitasi suatu hipertensi berat. Efek samping yang
dilaporkan antara lain gelisah, palpitasi, tremor, sakit kepala, aritmia sampai strok
hemoragik. 1

2. SULFAT ATROPIN
Sulfat atropin merupakan anti-kolinergik yang sangat sering digunakan untuk
meningkatkan laju jantung. Atropin pertama diidolasi dari tumbuh-tumbuhan Atropa
belladonapada tahun 1831. Bezol & Bloebaum (1867) menunjukkan bahwa atropin
menghambat aktivitas saraf vagus (parasimpatis) pada jantung sehingga atropin
memiliki efek meningkatkan laju jantung. 1

a. Farmakodinamik
4

Saat ini diketahui bahwa atropin memblokade reseptor muskarinik pada otot
jantung, otot polos organ viseral dan sel kelenjar. Dosis kecil atropin menghambat
sekresi air liur, bronchus dan keringat, menurunkan sekresi lambung, menurunkan
motilitas otot polos visceral termasuk saluran cerna, saluran urogenital, dan empedu.
Pada orang tua dimana tonus vagus lemah, maka efek atropin biasanya tidak nyata.1,3
-

SSP. Atropine merangsang medula oblongata dan pusat lain di otak. Dalam
dosis kecil, atropin merangsang n.vagus sehingga frekuensi jantung
berkurang. Dalam dosis besar menyebabkan depresi napas, eksitasi,

disorientasi, delirium, halusinasi. 1,3


Mata. Menghambat M.constrictor papillae dan M. Ciliaris lensa mata,

sehingga menyebabkan midriasis dan siklopegia. 1,3


Saluran cerna. Menghambat peristaltik lambung dan usus. 1,3
Saluran napas. Mengurangi sekret hidung, mulut, pharynx, dan bronkus. 1,3
Jantung. Pengaruh terhadap jantung bersifat bifasik. Dengan dosis rendah,
frekuensi jantung berkurang/ bradikardi yang disebabkan perangsangan
n.vagus. Takikardi timbul bila diberikan dosis besar

karena terjadi

penghambatan n.vagus. 1,3

b. Farmakokinetik
-

Absorbsi: kebanyakan obat-obat antimuskarinik diserap baik oleh usus dan


dapat menembus membran konjungtiva. Reabsorbsi di usus cepat dan

lengkap. 2,3
Distribusi: atropin didistribusikan meluas ke dalam tubuh setelah penyerapan
kadar tertentu dalam SSP dicapai dalam 30 menit 1 jam. 2,3

Metabolisme dan Eksresi: Atropin cepat menghilang dari darah setelah


diberikan dengan massa paruh sekitar 2 jam kira-kira 60% dari dosis,
dieksresikan ke dalam urine dalam bentuk utuh. 2,3

c. Indikasi
Atropin (0,25 mg/vial dan 2 mg/vial) diberikan hanya secara parenteral (I.M
atau I.V). Dosis 0,25 mg (I.M) digunakan sebagai antispasmodik seperti kolik batu
ginjal, kolik batu empedu, dan memperlambat peristaltik pada penderita diare. Dosis
0.5 mg (I.V) digunakan untuk meningkatkan laju jantung pada penderita bradikardi
(sinus bradikardi maupun AV blok). Pada pasien tertentu kadang-kadang dosis 0.5 mg
(I.V) belum menimbulkan efek kronotropik positif, dosis dapat dinaikkan menjadi 1-2
mg. Dosis 2 mg (I.V) diberikan berkali-kali (atropinasi) untuk intoksikasi insektisida
organo-fosfat yang biasanya terjadi pada pasien bunuh diri. 1,3

d. Kontraindikasi dan Efek samping


Kontraindikasi: Atropin dapat menimbulkan suatu serangan pada individu
yang menderita glaukoma sudut tertutup. Perhatian khusus diberikan pada pasien
dengan glaukoma sudut terbuka yang belum terobati, penyakit jantung atau hipertropi
prostat. 2,3
Efek samping: tergantung pada dosis, atropin dapat menyebabkan mulut
kering, penglihatan mengabur, mata rasa berpasir, takikardia, dan konstipasi. Efek

terhadap SSP rasa capek, bingung, halusinasi, delirium, yang mungkin berlanjut
menjadi depresi, kolaps sirkulasi dan pernapasan serta kematian. Pada individu yang
lebih tua, dapat menimbulkan midriasis dan siklopegia dan keadaan ini cukup gawat
karena dapat menyebabkan serangan glaukoma. 2,3

3. LIDOCAIN
Lidocain termasuk antiaritmia kelas IB yang menghambat penanjakan
potensial aksi namun memperpendek durasi potensial aksi. Obat antiaritmia golongan
ini sedikit sekali mengubah depolarisasi fase 0 dan kecepatan konduksi di serabut
Purkinje. Lidocain menurunkan kecepatan konduksi dan mempercepat repolarisasi
membrane pada keadaan iskemik.1,4

a. Farmakodinamik
Efek Elektrofisiologis Jantung
Automatisitas
Dalam kadar terapi, obat kelas IB sangat jarang menekan nodus SA, tetapi
penekanan dapat terjadi pada pasien yang mengidap gangguan sinus. Dalam kadar
terapi, obat ini mengurangi kemiringan depolarisasi fase 4 pada serabut Purkinje.
Efek ini disebabkan oleh penurunan arus pacu dan peningkatan arus ion K+ keluar
sel. Lidocain dapat menekan automatisitas pada serabut Purkinje yang

terdepolarisasi dan teregang, dan sangat efektif dalam meniadakan triggered


activity pada delayed afterdepolariation yang disebabkan oleh digitalis.4,5
Eksitabilitas, Kesigapan, dan Konduksi
Obat kelas IB menyebabkan peningkatan ambang arus listrik diastolik pada
serabut Purkinje dengan cara meningkatkan konduktansi K+ tanpa mengubah nilai
Vm atau potensial ambang. Efek lidocain terhadap kesigapan membrane adalah
kompleks, tergantung pada kadar K+ dalam sel, bila kadar ini rendah maka
pengaruh lidocain hanya sedikit. Efek lidocain terhadap kesigapan membrane
tergantung penggunaan dan meningkat bila denyut jantung menjadi cepat.
Lidocain tidak mempengaruhi kecepatan konduksi dalam system His-Purkinje
atau otot ventrikel yang normal. Dalam kondisi abnormal, lidocain dapat
meningkatkan atau menurunkan kecepatan konduksi pada kedua jaringan tersebut.
Lidocain jauh kurang efektif disbanding obat golongan IA dalam memperlambat
frekuensi denyut atrium pada flutter dan fibrilasi atrium, atau dalam mengubah
aritmia ini menjadi irama sinus. Hal ini disebabkan oleh efek terhadap
refractoriness dan kesigapan atrium sangat kecil.4,5
b. Farmakokinetik
Absorbsi, Distribusi, dan Eliminasi
Walaupun lidocain diserap dengan baik setelah pemberian peroral, obat ini
mengalami metabolisme yang ekstensif sewaktu melewati hati dan hanya
sepertiga yang dapat mencapai organ sistemik. Banyak pasien yang mengalami
mual, muntah, dan gangguan perut setelah pemberian peroral, sehingga cara ini
tidak digunakan. Obat ini diserap hampir sempurna setelah pemberian
intramuscular.4

Sekitar 70% lidocain dalam plasma terikat protein. Distribusi berlangsung


cepat, volume distribusi adalah 1 liter per kg, volume ini menurun pada pasien
gagal jantung. Tidak ada lidocain yang diekskresi secara utuh melalui urin.
Penyakit hati yang berat atau penurunan perfusi ke hati menurunkan kecepatan
metabolisme. Waktu paruh eliminasi adalah sekitar 100 menit.4
Sediaan, Dosis, dan Cara Pemberian
Lidocain hidroklorida tersedia untuk pemberian intravena dalam larutan untuk
infus.

Larutan

ini

tidak

mengandung

pengawet,

simpatomimetik

atau

vasokonstriktor lain. Aritmia katatrofik dapat terjadi bila preparat berisi amin
simpatomimetik digunakan secara tak sengaja. Untuk memperoleh kadar efektif
dengan cepat, diberikan dosis 0,7-1,4 mgkgBB secara intravena.. Dosis
berikutnya mungkin diperlukan 5 menit kemudian, tetapi jumlahnya tidak lebih
dari 200-300 mg dalam waktu 1 jam. Dosis harus lebih kecil bila diberikan pada
psien gagal jantung. Untuk dosis muat obat dapat diberikan secara infuse cepat,
infuse intravena dengan kecepatan tetap digunakan untuk mempertahankan kadar
efektif. Infuse dalam rentang dosis 1-4 mg per menit menghasilkan kadar terapi
dalam plasma setinggi 1-5 gmL dalam waktu 7-10 jam. Pada pasien payah
jantung atau syok, kecepatan infuse yang sama menghasilkan kadar plasma
sedikitnya dua kali lebih tinggi, karena aliran darah ke hati berubah secara drastis.
Bila diberikan intramuscular sebesar 4-5 mgkg BB maka kadar lidocain efektif
tercapai dalam waktu 15 menit dan kadar terapi bertahan selama 90 menit.4,5
c. Indikasi

Lidocain hanya digunakan untuk aritmia ventrikel, terutama di ruang


perawatan intensif. Lidocain efektif terhadap aritmia ventrikel utamanya ventrikel
takikardi yang disebabkan oleh infark miokard akut, bedah jantung terbuka, dan
digitalis.1,4

d. Efek Samping
Efek samping lidocain terhadap jantung sangat sedikit. Efek samping
utamanya adalah terhadap sistem saraf pusat. Pada kadar plasma mendekati
5gmL, gejala SSP seperti disosiasi, parestesia perioral, mengantuk dan agitasi,
tidak terlihat jelas. Pada kadar yang lebih tinggi dapat menyebabkan pendengaran
berkurang, disorientasi, kedutan otot, kejang, dan henti napas. Bila terjadi gejala
di atas, kecepatan infuse harus diturunkan.4
e. Interaksi Obat
-blocker dapat mengurangi aliran darah hati pada pasien penyakit
jantung, dan akan menyebabkan penurunan kecepatan metabolism lidocain dan
meningkatkan kadarnya dalam plasma. Obat-obat yang bersifat basa dapat
menggantikan lidocain dari ikatannya. Kadar lidocain plasma meninggi pada
pasien yang menerima cimetidine. Mekanisme interaksi ini kompleks, dan selama
pemberian cimetidine perlu penyesuaian dosis lidocain. Lidocain dapat
memperkuat efek suksinilkolin.4,5

4. MIDAZOLAM

10

Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin


imidazole yang stabil dalam larutan dan metabolisme yang cepat. Obat ini telah
menggantikan diazepam selama operasi dan memiliki potensi 2-3 kali lebih kuat.
Selain itu affinitas terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat dibanding diazepam.
Efek amnesia pada obat ini lebih kuat diabanding efek sedasi sehingga pasien dapat
terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama
beberapa jam.
.4,6
Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat melalui sawar
darah otak.

Namun waktu equilibriumnya lebih lambat dibanding propofol dan

thiopental. Hanya 50% dari obat yang diserap yang akan masuk ke sirkulasi sistemik
karena metabolisme porta hepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam yang
masuk plasma akan berikatan dengan protein. Waktu durasi yang pendek dikarenakan
kelarutan lemak yang tinggi mempercepat distribusi dari otak ke jaringan yang tidak
aktif begitu juga dengan klirens hepar yang cepat.1,6
a. Farmakodinamik
Benzodiazepin aksi-pendek ini memiliki sifat antiansietas, sedative, amnesik,
anikolvulsan, dan relaksan otot skelet. Transmisi Neuromuskuler tidak dipengaruhi
dan aksi dari obat-obatan nondepolarisasi tidak berubah. Karena struktur cincin
imidazol, midazolam sangat larut dalam air pada pH rendah (<4) dengan cincin

11

terbuka dan lipofilik pada pH fisiologik (>4) dengan cincin tertutup. Kelarutannya
dalam air mempermudah pencampuran intravena, dan sifat lipofilik memperkecil
iritasi venosa. Dibandingkan dengan diazepam, mempunyai awitan yang lebih cepat
dengan reaksi local yang lebih sedikit, suatu lama aksi yang lebih pendek, efek
amnesik yang lebih besar, dan potensi lebih pendek, efek amnesik yang lebih besar,
dan potensi sedatifnya 3-4 kali lebih besar.

b. Farmakokinetik
Awitan Aksi: IV, 30 detik- 1 menit; IM, 15 menit; PO/rectal, menit;intranasal,< 10
menit; intranasal, < 5 menit
Efek Puncak: IV, 3-5 menit;IM, 15-30 menit; PO, 30 menit;intranasal, 10 menit;
rectal, 20-30 menit.
Lama Aksi: IV/IM, 15-80 menit; PO/rectal, 2-6 jam
Interaksi/Toksisitas: Efek depresi SSP dan sirkulasi dipotensiasi oleh alcohol,
narkotik, sedative, anestetik volatil; menurunkan MAC untuk anastetik volatile;
efeknya diantagonis oelh flumazenil.4,6
Sediaan, Dosis, Cara Pemberian
Pramedikasi:

12

IM, 2,5-10 mg (0,05-0,2 mg/kg)


Induksi:
IV, 50-350 g/kg.4,6
c. Efek Samping
Kardiovaskular: Takikardia, episode vasovagal, kompleks ventrikuler premature,
hipotensi.
Pulmoner: Bronkospasme, laringospasme, apne, hipoventilasi
SSP: Euforia, delirium bangkitan, bangkitan yang diperpanjang, gerakan tonikklonik, agitasi, hiperaktivitas
GI: Salivasi, muntah, rasa asam
Dermatologik: Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan.6

d. Pedoman/ peringatan
1. Mengurangi dosis pada manula, pasien Hipovolemik beresiko tinggi dan
penggunaan bersama sedative atau narkotik lain.
2. Pasien dengan COPD biasanya peka terhadap efek depresi pernapasan
3. Penggunaannya merupakan kontraindikasi pada glaucoma sudut sempit atau
terbuka akut kecuali pasien mendapatkan terapi yang sesuai.
4. Hipotensi dan depresi pernapasan yang tidak diharapkan dapat terjadi jika
diberikan bersama opioid, pertimbangkan dosis yang lebih kecil.
5. Depresi dan henti pernapasan dapat terjadi jika digunakan untuk sedasi sadar.
Jika digunakan untuk sedasi sadar, jangan berikan sebagai suatu bolus. Terapi

13

kelebihan dosis dengan tindakan suportif dan flumazenil (IV lambat 0,2-1
mg).4,6
5. FENTANIL
Fentanil adalah sebuah analgesik opioid yang potent. Nama kimiawinya
adalah

N-Phenyl-N-(1-2-phenylethyl-4-piperidyl)

propanamide.

Pertama

kali

disintesa di Belgia pada akhir tahun 1950. Fentanil memiliki besar potensi analgesik
80 kali lebih baik daripada Morfin, dikenalkan pada praktek kedokteran pada tahun
1960-an sebagai anestesi intravena dengan nama merek dagang Sublimaze.
Kemudian dikenalkan juga analog dari Fentanil yaitu alfentanil (Alfenta) dan
Sufentanil (Sufenta) di mana Sufentanil memiliki potensi lebih baik daripada
Fentanil yakni sebesar 5 sampai 10 kali, dan Sufentanil ini biasanya digunakan di
dalam operasi jantung.15
Saat ini, Fentanil digunakan untuk anestesi dan analgesik. Sebagai contoh,
Duragesic adalah Fentanil transdermal dalam bentuk koyo yang digunakan untuk
terapi nyeri yang kronis, dan Actiq adalah Fentanil yang larut perlahanlahan di
dalam mulut, di mana obat ini efektif untuk terapi nyeri pada pasien yang menderita
kanker. Carfentanil (Wildnil) adalah analog dari Fentanil dengan potensi analgesik
10.000 kali lebih besar dibandingkan dengan Morfin, dan obat ini digunakan dalam
praktik dokter hewan untuk melumpuhkan hewan-hewan yang berukuran besar.15

14

a. Farmakodinamik
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu
analgesic, fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan morfin. Awitan yang cepat
dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari
fentanil dibandingkan dengan morfin. Depresi dari ventilasi tergantung pada dosis
dan dapat berlangsung lebih lama dibandingkan analgesia. Stabilitas kardiovaskular
dipertahankan walaupun dalam dosis besar saat digunakan sebagai anastetik tunggal.
Aliran darah otak, kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial menurun.
Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anastetik local pada blok saraf tepi.
Keadaan sebagian disebabkan oleh sifat anastetik local yang lemah ( dosis yang
tinggi menekan hantaran saraf0dan efeknya terhadap reseptor opiate pada terminal
saraf

tepi.

Fentanil

dikombinasi

dengan

droperidol

untuk

menimbulkan

neuroleptalgenesia.4,7
b. Farmakokinetik
Awitan aksi
IV, dalam 30 detik; IM, < 8 menit
Efidural/spinal, 4-10 menit
Efek Puncak:

15

IV, 5-15 menit; IM,< 15 menit; epidural/spinal,< 30 menit; oral transmukosa, 20-30
menit.
Lama Aksi:
IV, 30-60 menit; IM, 1-2 jam; epidural/spinal 1-2 jam; transdermal, 3 hari.
Interaksi/Toksisitas:
Fentanil bisa menyebabkan depresi pernafasan, sediakan selalu peralatan resusitasi.
Bisa menyebabkan mual dan atau muntah. Dosis tinggi bisa menyebabkan kekakuan
otot yang menimbulkan kesulitan ventilasi. Dosis Fentanil 100 g ekuivalen dengan
10 mg Morfin
Indikasi, Dosis, Cara Pemberian
Beberapa indikasi penggunaan Fentanil, yaitu :
Nyeri hebat karena luka bakar.
Pasien-pasien yang alergi dengan Morfin.
Nyeri hebat karena fraktur tulang.
Nyeri non-traumatik seperti batu pada ginjal.
Pasien-pasien yang menderita kanker.7
Dosis: Analgesia: IV/IM, 25-100 g (0,7-2 g/kg)
Induksi : Bolus IV, 5-40 g/kg atau infuse, 0,25-0,2 g/kg/menit selama 20 menit.
Dosis dititrasi sesuai dengan respons pasien.
Beberapa kontra indikasi penggunaan Fentanil, yaitu: 15
Adanya gangguan atau depresi pernafasan.
Hipotensi yang tidak terkoreksi.
Alergi terhadap zat-zat narkotik.
Pasien-pasien dengan curiga klinis cedera kepala, dada, atau cedera perut.

c. Efek Samping
16

Kardiovaskular: Bradikardia, hipotensi.


Pulmoner: depresi pernapasan, apnea
SSP: pusing, penglihatan kabur, kejang
GI: mual, emesis, pengosongan lambung tertunda, spasme traktus biliaris
Mata: Miosis
Muskuloskeletal: Kekauan otot.

d. Pedoman/ peringatan
1. Pada pasien yang secara hemodinamik stabil, dosis analgesik dapat diberikan
2-4 menit sebelum laringoskopi untuk memperlemah respons presor terhadap
intubasi.
2. Kurangi dosis pada pasien manula, hipovolemia, pasien beresiko tinggi, dan
pada penggunaan bersamaan sedative dan narkotik lainnya.
3. Melintasi sawar plasenta, dan penggunaan pada partus dapat menimbulkan
depresi pernapasan pada neonatus.

5. KETAMIN

17

Ketamin adalah suatu rapid acting non barbiturat general anesthethic


termasuk golongan fenyl cyclohexylamine dengan rumus kimia 2-(0-chlorophenil) 2
(methylamino) cyclohexanone hydrochloride. Pertama kali diperkenalkan oleh
Domino dan Carsen pada tahun 1965. Ketamin mempuyai efek analgesi yang kuat
sekali akan tetapi efek hipnotiknya kurang (tidur ringan) yang disertai penerimaan
keadaan lingkungan yang salah (anestesi disosiasi).

a. Farmakodinamik
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu
analgesic, fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan morfin. Awitan yang cepat
dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari
fentanil dibandingkan dengan morfin. Depresi dari ventilasi tergantung pada dosis
dan dapat berlangsung lebih lama dibandingkan analgesia. Stabilitas kardiovaskular
dipertahankan walaupun dalam dosis besar saat digunakan sebagai anastetik tunggal.
Aliran darah otak, kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial menurun.
Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anastetik local pada blok saraf tepi.
Keadaan sebagian disebabkan oleh sifat anastetik local yang lemah ( dosis yang
tinggi menekan hantaran saraf0dan efeknya terhadap reseptor opiate pada terminal
saraf

tepi.

Fentanil

dikombinasi

dengan

droperidol

untuk

menimbulkan

neuroleptalgenesia.4,7

18

b. Farmakokinetik
Awitan aksi
IV, dalam 30 detik; IM, < 8 menit
Efidural/spinal, 4-10 menit
Efek Puncak:
IV, 5-15 menit; IM,< 15 menit; epidural/spinal,< 30 menit; oral transmukosa, 20-30
menit.
Lama Aksi:
IV, 30-60 menit; IM, 1-2 jam; epidural/spinal 1-2 jam; transdermal, 3 hari.
Interaksi/Toksisitas:
Fentanil bisa menyebabkan depresi pernafasan, sediakan selalu peralatan resusitasi.
Bisa menyebabkan mual dan atau muntah. Dosis tinggi bisa menyebabkan kekakuan
otot yang menimbulkan kesulitan ventilasi. Dosis Fentanil 100 g ekuivalen dengan
10 mg Morfin
Indikasi, Dosis, Cara Pemberian
Beberapa indikasi penggunaan Fentanil, yaitu :
Nyeri hebat karena luka bakar.
Pasien-pasien yang alergi dengan Morfin.
Nyeri hebat karena fraktur tulang.
Nyeri non-traumatik seperti batu pada ginjal.
Pasien-pasien yang menderita kanker.7
Dosis: Analgesia: IV/IM, 25-100 g (0,7-2 g/kg)

19

Induksi : Bolus IV, 5-40 g/kg atau infuse, 0,25-0,2 g/kg/menit selama 20 menit.
Dosis dititrasi sesuai dengan respons pasien.
Beberapa kontra indikasi penggunaan Fentanil, yaitu: 15
Adanya gangguan atau depresi pernafasan.
Hipotensi yang tidak terkoreksi.
Alergi terhadap zat-zat narkotik.
Pasien-pasien dengan curiga klinis cedera kepala, dada, atau cedera perut.

c. Efek Samping
Kardiovaskular: Bradikardia, hipotensi.
Pulmoner: depresi pernapasan, apnea
SSP: pusing, penglihatan kabur, kejang
GI: mual, emesis, pengosongan lambung tertunda, spasme traktus biliaris
Mata: Miosis
Muskuloskeletal: Kekauan otot.

e. Pedoman/ peringatan
4. Pada pasien yang secara hemodinamik stabil, dosis analgesik dapat diberikan
2-4 menit sebelum laringoskopi untuk memperlemah respons presor terhadap
intubasi.
20

5. Kurangi dosis pada pasien manula, hipovolemia, pasien beresiko tinggi, dan
pada penggunaan bersamaan sedative dan narkotik lainnya.
6. Melintasi sawar plasenta, dan penggunaan pada partus dapat menimbulkan
depresi pernapasan pada neonatus.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kabo Peter. Bagaimana Menggunakan Obat-obat Kardiovaskuler Secara Rasional.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2011. P.10,154-74

21

2. Lullman H, Mohr K, et al. Color Atlas of Pharmacology. 2nd edition.New York:


Thieme Stutgard. 2000.
3. Craig C, Stitzel R. Modern Pharmacology WithClinicalApplications. Adrenoceptor
Antagonists. Fifth Edition. P.101
4.

Gunawan, Sulistia, dkk. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.


5. Collinsworth Ken, Kalman Sumner, Harrison Donald. Clinical Pharmacology of
Lidocaine as an Antiarrhythmic Drug.Circulation, Vol 50. Cited on September 6th
2015. Available from: http: / circ.ahajournals.org
6. Siddoway L. Amiodarone: Guidelines for Use and Monitoring. American Academy
of Family Physician. 2003 December 1; 68 (11): 2190-6
7. Uematsu T, Koawa Osamu, et all. Pharmacokinetics and Tolerability of Intavenous
Infusion of Adenosine in Healthu Volunteers. J Cln Pharmacol. 2000 April 24; 50:
1177-81.

22

You might also like