You are on page 1of 22

Anastesi dan Ekstraksi

Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam


soket dari tulangalveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan
dua teknik yaitu teknik sederhana dan teknik pembedahan.
Teknik sederhana dilakukan dengan melepaskan gigi
dariperlekatan jaringan lunak menggunakan elevator kemudian
menggoyangkan danmengeluarkan gigi di dalam soket dari
tulang alveolar menggunakan tang ekstraksi (Howe, 1990)
Indikasi Pencabutan Gigi
a Karies yang parah
Alasan paling umum dan yang dapat diterima secara
luas untuk pencabutan gigi adalah karies yang tidak dapat
dihilangkan.
b Nekrosis pulpa
Sebagai dasar pemikiran, yang ke-dua ini berkaitan erat
dengan pencabutan gigi adalah adanya nekrosis pulpa atau
pulpa irreversibel yang tidak diindikasikan untuk perawatan
endodontik.
c Penyakit periodontal yang parah
Alasan umum untuk pencabutan gigi adalah adanya
penyakit periodontal yang parah. Jika periodontitis dewasa
yang parah telah ada selama beberapa waktu, maka akan
nampak kehilangan tulang yang berlebihan dan mobilitas gigi
yang irreversibel. Dalam situasi seperti ini, gigi yang
mengalami mobilitas yang tinggi harus dicabut.
d Alasan orthodontik
Pasien yang akan menjalani perawatan ortodonsi sering
membutuhkan pencabutan gigi untuk memberikan ruang
untuk keselarasan gigi.
e Gigi yang mengalami malposisi
Gigi yang mengalami malposisi dapat diindikasikan
untuk pencabutan dalam situasi yang parah.
f

Gigi yang retak

Indikasi ini jelas untuk dilakukan pencabutan gigi karena


gigi yang telah retak. Pencabutan gigi yang retak bisa sangat
sakit dan rumit dengan tekhnik yang lebih konservatif. Bahkan
prosedur restoratif endodontik dan kompleks tidak dapat
mengurangi rasa sakit akibat gigi yang retak tersebut.
(Peterson, 2003)
g Gigi impaksi
Gigi yang impaksi harus dipertimbangkan untuk
dilakukan pencabutan. Jika terdapat sebagian gigi yang
impaksi maka oklusi fungsional tidak akan optimal karena
ruang yang tidak memadai, maka harus dilakukan bedah
pengangkatan gigi impaksi tersebut.
h Gigi yang terkait dengan lesi patologis
Gigi yang terkait dengan lesi patologis mungkin
memerlukan pencabutan. Dalam beberapa situasi, gigi dapat
dipertahankan dan terapi terapi endodontik dapat dilakukan.
Namun, jika mempertahankan gigi dengan operasi lengkap
pengangkatan lesi, gigi tersebut harus dicabut. (Peterson,
2003)
i

Gigi yang mengalami fraktur rahang

Pasien yang mempertahankan fraktur mandibula atau


proses alveolar kadang-kadang harus merelakan giginya
untuk dicabut. Dalam sebagian besar kondisi gigi yang terlibat
dalam garis fraktur dapat dipertahankan, tetapi jika gigi
terluka maka pencabutan mungkin diperlukan untuk
mencegah infeksi.
j

Estetik

Terkadang pasien memerlukan pencabutan gigi untuk


alasan estetik. Contoh kondisi seperti ini adalah yang
berwarna karena tetracycline atau fluorosis, atau mungkin
malposisi yang berlebihan sangat menonjol.

Kontraindikasi Pencabutan Gigi


a Kontaindikasi sistemik
Kelainan jantung

Kelainan darah. Pasien yang mengidap kelainan darah


seperti leukemia, haemoragic purpura, hemophilia dan
anemia
Diabetes melitus tidak terkontrol sangat mempengaruhi
penyembuhan luka.
Pasien dengan penyakit ginjal (nephritis) pada kasus ini
bila dilakukan ekstraksi gigi akan menyebabkan
keadaan akut
Penyakit hepar (hepatitis).
Pasien dengan penyakit syphilis, karena pada saat itu
daya tahan terutama tubuh sangat rendah sehingga
mudah terjadi infeksi dan penyembuhan akan memakan
waktu yang lama.
Alergi pada anastesi local
Rahang yang baru saja telah diradiasi, pada keadaan ini
suplai darah menurun sehingga rasa sakit hebat dan
bisa fatal.
Toxic goiter
Kehamilan. pada trimester ke-dua karena obat-obatan
pada saat itu mempunyai efek rendah terhadap janin.
Psychosis dan neurosis pasien yang mempunyai mental
yang tidak stabil karena dapat berpengaruh pada saat
dilakukan ekstraksi gigi
Terapi dengan antikoagulan.

b Kontraindikasi lokal
Radang akut. Keradangan akut dengan cellulitis, terlebih
dahulu keradangannya harus dikontrol untuk mencegah
penyebaran yang lebih luas. Jadi tidak boleh langsung
dicabut.
Infeksi akut. Pericoronitis akut, penyakit ini sering terjadi
pada saat M3 RB erupsi terlebih dahulu
Malignancy oral. Adanya keganasan (kanker, tumor dll),
dikhawatirkan
pencabutan
akan
menyebabkan
pertumbuhan lebih cepat dari keganasan itu. Sehingga
luka bekas ekstraksi gigi sulit sembuh. Jadi
keganasannya harus diatasi terlebih dahulu.
Gigi yang masih dapat dirawat/dipertahankan dengan
perawatan konservasi, endodontik dan sebagainya
(Pederson, 1996)

Komplikasi pasca ekstraksi


1. Macam-macam komplikasi
a. Komplikasi local
Komplikasi lokal saat pencabutan gigi.
Komplikasi lokal setelah pencabutan gigi.
b. Komplikasi sistemik.
2. Jenis komplikasi yang dapat terjadi
a. Kegagalan dari :
Pemberian anastetikum.
Mencabut gigi dengan tang atau elevator.
b. Fraktur dari :
Mahkota gigi yang akan dicabut.
Akar gigi yang akan dicabut
Tulang alveolar.
Tuberositas maxilla.
Gigi sebelahnya/gigi antagonis.
Mandibula.
c. Dislokasi dari :
Gigi sebelahnya.
Sendi temporo mandibula.
d. Berpindah akar gigi :
Masuk ke jaringan lunak
Masuk ke dalam sinus maxillaris.
e.
Perdarahan berlebihan :
Selama pencabutan gigi.
Setelah pencabutan gigi selesai.
f. Kerusakan dari :
Gusi
Bibir.
Saraf alveolaris inferior/cabangnya.
Saraf lingualis.
Lidah dan dasar mulut.
g. Rasa sakit pasca pencabutan gigi karena
Kerusakan dari jaringan keras dan jaringan
lunak
Dry socket .
Osteomyelitis akut dari mandibula.
Arthritis
traumatik
dari
senditemporo
mandibula.
h. Pembengkakan pasca operasi :
Edema.
Hematoma.
Infeksi.

10

Trismus.
Terjadinya fistula oro antral.
Sinkop.
Terhentinya respirasi.
Terhentinya jantung.
Keadaan darurat akibat anastesi.

Anastesi
Anastesi (pembiusan) bersal dari bahasa yunani. An =
tidak, tanpa dan aesthtesos = persepsi, kemampuan merasa.
Secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh (Latief, dkk, 2001).
Anastesi Lokal
Anastesi lokal atau anastesi regional merupakan
penggunaan obat analgesik lokal untuk menghambat hantaran
saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh
diblokir untuk sementara (reversible). Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan
penderita tetap sadar. Tujuan anastesi adalah untuk menghalau,
atau menghilangkan rasa sakit dibagian tertentu, daripada harus
melakukan pembiusan total.
Syarat-syarat Anastesi lokal yang baik
a. Tidak mengiritasi jaringan
b. Toksisitas sistemisnya kecil
c. Tidak merusak jaringan saraf secara permanen
d. Efektif melalui penggunaan suntikan atau topikal pada
mukosa
e. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan
untuk jangka waktu yang cukup lama.
f. Larut dan stabil dalam air serta stabil pada pemanasan.
g. Tidak menimbulkan alergi (Karakata, 1996).
Berdasarkan area yang teranestesi, anestesi lokal dapat dibedakan
menjadi :
1. Nerve Block
Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar batang saraf utama,
sehingga mampu menganestesi daerah yang luas yang mendapat inervasi dari

11

percabangan saraf utama tersebut. Teknik ini sering digunakan di rongga mulut
khususnya di rahang bawah. Kerugian dari teknik ini adalah bahwa biasanya
pembuluh darah letaknya berdekatan dengan batang saraf, maka kemungkinan
terjadi penetrasi pembuluh darah cukup besar. Contoh : inferior alveolar nerve
block.
2. Field Block
Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar cabang saraf
terminal dengan tujuan untuk memblokir semua persarafan sebelah distal dari
tempat injeksi cairan anestesi. Efek anestesi meliputi darah yang terbatas (tidak
seluas pada teknik nerve block) contoh : injeksi di sekitar apeks akar gigi rahang
atas.

3. Lokal infiltrasi
Larutan anestesi lokal dituntikkan di sekitar ujung-ujung saraf terminal
sehingga efek anestesi hanya terbatas pada tempat difusi cairan anestesi tepat pada
area yang akan dilakukan instrumentasi. Teknik ini terbatas hanya untuk anestesi
jaringan lunak.
4. Topikal anesthesia
Teknik ini dilakukan dengan cara mengoleskan larutan anestesi pada
permukaan mukosa atau kulit dengan tujuan untuk meniadakan stimulasi pada
ujung-ujung saraf bebas (free nerve endings). Anestesi topikal dapat digunakan
pada tempat yang akan diinjeksi untuk mengurangi rasa sakit akibat insersi jarum.
Beberapa cara pemberian anastesi lokal, khusus dibidang kedokteran
gigi yaitu :
1. Anestesi Topical
Anestesi topical digunakan hanya untuk menghilangkan rasa sakit di
permukaan saja karena hanya mengenai ujung-ujung serabut-serabut saraf dan
berlaku untuk beberapa menit saja. Anestesi topikal juga dapat digunakan pada
tempat yang akan diinjeksi untuk mengurangi rasa sakit akibat insersi jarum.
Teknik ini dilakukan dengan cara mengoleskan larutan anestesi pada permukaan
mukosa atau kulit dengan tujuan untuk meniadakan stimulasi pada ujung-ujung
saraf bebas (free nerve endings).
a. Secara Fisis

12

Topikal anestesi secara fisis adalah mendapatkan anestesi dengan


pembekuan. Bahan anestesi yang digunakan adalah khoretil yang
berwujud zat cair, mempunyai titik didih sangat rendah dan cepat
menguap. Waktu menguap zat ini berasal dari panas sel-sel jaringan dan
syaraf-syaraf di sekitarnya, sehingga menyebabkan sel-sel syaraf tersebut
membeku. Akibatnya syaraf tidak dapat lagi menerima rangsangan sakit
sehingga rasa sakit tidak diteruskan ke pusat (sentrum) dari permukaan.
Hasil dari anestesi ini tidak dalam, hanya kira-kira 5 mm dan cepat hilang.
Indikasi topikal anestesi secara fisis antara lain :

Mencabut gigi permanen yang amat goyah

Insisi abses

Mencabut gigi susu yang sudah goyah

2. Anestesi Infiltrasi
Infiltrasi anestesi diperoleh dengan memberikan suntikkan di bawah mukosa
pada ujung-ujung saraf terminal sehingga efek anestesi hanya terbatas pada
tempat difusi cairan anestesi tepat pada area yang akan dilakukan instrumentasi.
Berdasarkan tempat insersi jarum, teknik injeksi anestesi lokal dapat
dibedakan menjadi :
a.

Soft tissue anestesi

Submucosal injection

Istilah ini diterapkan bila larutan didepositkan tepat di balik


membran mukosa. Walupun cenderung tidak menimbulkan anastesi pada
pulpa gigi suntikan ini sering digunakan untuk menganastesi saraf bukal
panjang sebelum pencabutan molar bawah atau operasi jaringan lunak
(Howe, 1994).
Jarum diinsersikan dan cairan anestesi dideponir ke dalam jaringan
di bawah mukosa sehingga larutan anestesi mengadakan difusi pada
tempat tersebut.

Deep infiltrasi anestesi (Pleksus anesthesi)

Deep infiltrasi anestesi hanya dapat dilakukan bila tulang kompakta


atau seluruh struktur kompakta bagian bukal dan labial tipis. Anestesi pun

13

tidak dapat dilakukan bila adanya peradangan karena anesthetikum tidak


dapat merembes mencapai urat syaraf yang lebih dalam, sebab diblokir
oleh cairan yang terdapat di radang.
Menurut cara penyuntikannya, Deep infiltrasi anestesi dibagi menjadi
4, antara lain :

Paraperiosteal injection

Jarum diinsersikan sampai mendekati atau menyentuh


periosteum, dan setelah diinjeksikan larutan anestesi mengadakan
difusi menembus periosteum dan porositas tulang alveolar.

Interseptal injection

Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik intraosseous,


dilakukan untuk mempermudah pelaksanaan injeksi intraosseous
dimana jarum disuntikkan ke dalam tulang alveolar bagian
interseptal diantara kedua gigi yang akan dianestesi. Teknik
inikadang-kadang digunakan bila anestesi yang menyeluruh sulit
diperoleh atau bila dipasang gigi geligi tiruan imediat serta bila
tekhnik supraperiosteal tidak mungkin digunakan. Tekhnik ini hanya
dapat digunakan setelah diperoleh anestesi superficial.

Intraperiodontal injection

Jarum diinsersikan pada sulkus gingival dengen bevel


mengarah menjauhi gigi. Jarum kemudian didorong ke membrane
periodontal bersudut 30 terhadap sumbu panjang gigi. Jarum
ditahan dengan jari untuk mencegah pembengkokan dan didorong ke
penetrasi maksimal sehingga terletak antara akar-akar gigi dan tulang
interkrestal. Jarum diinjeksikan langsung pada periodontal membran
dari akar gigi yang bersangkutan.

14

Gambar 1.3 Intraperiodontal injection

Pappilary Injection

Teknik ini sebenarnya termasuk teknik submukosa yang


dilakukan pada papila interdental yang melekat dengan periosteum.
Teknik ini diindikasikan terutama padagingivectomy, yang
memerlukan baik efek anestesi maupun efek hemostatis dari obat
anestesi.
b. Bony tissue anestesi (Intraosseous injection)
Injeksi dilakukan ke dalam struktur tulang, setelah terlebih dahulu
dibuat suatu jalan masuk dengan bantuan bur. Suntikan ini larutan
didepositkan pada tulang medularis. Setelah suntikan supraperiosteal
diberikan dengan cara biasa, dibuat insisi kecil melalui mukoperiosteum
pada daerah suntikan yang sudah ditentukan untuk mendapat jalan masuk
bur dan reamer kecil pada perawatan endodontic. Dewasa ini, tekhnik
suntikan ini sudah sangat jarang digunakan.
Alat dan bahan yang digunakan untuk anestesi infiltrasi pada gigi sulung saat
pencabutan antara lain :
a. Syringe
Syringe adalah peralatan anestesi lokal yang paling sering digunakan pada
praktek gigi. Terdiri dari kotak logam dan plugger yang disatukan melalui
mekanisme hinge spring.
b. Cartridge

15

Biasanya terbuat dari kaca bebas alkali dan pirogen untuk mengindari pecah
dan kontaminasi dari larutan. Sebagaian besar cartridge mengandung 2,2 ml
atau 1,8 ml larutan anestesi lokal. Cartridge dengan kedua ukuran tersebut
dapat dipasang pada syringe standart namun umumnya larutan anestesi sebesar
1,8 ml sudah cukup untuk prosedur perawatan gigi rutin.
c. Jarum
Pemilihan jarum harus disesuaikan dengan kedalaman anastesi yang akan
dilakukan. Jarum suntik pada kedokteran gigi tersedia dalam 3 ukuran (sesuai
standar American Dental Association = ADA) ; panjang (32 mm), pendek (20
mm, dan superpendek (10 mm).
Jarum suntik yang pendek yang digunakan untuk anestesi infiltrasi biasanya
mempunyai panjang 2 atau 2,5 cm. Jarum yang digunakan harus dapat
melakukan penetrasi dengan kedalaman yang diperlukan sebelum seluruh
jarum dimasukan ke dalam jaringan. Tindakan pengamanan ini akan membuat
jarum tidak masuk ke jaringan, sehingga bila terjadi fraktur pada hub,
potongan jarum dapat ditarik keluar dengan tang atau sonde.
Anestesi Blok
a

Field Blok

Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar cabang saraf terminal
dengan tujuan untuk memblokir semua persarafan sebelah distal dari tempat
injeksi cairan anestesi. Efek anestesi meliputi darah yang terbatas (tidak seluas
pada teknik nerve block) contoh : injeksi di sekitar apeks akar gigi rahang atas.
b

Nerve blok

Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar batang saraf utama,
sehingga mampu menganestesi daerah yang luas yang mendapat inervasi dari
percabangan saraf utama tersebut. Teknik ini sering digunakan di rongga mulut
khususnya di rahang bawah. Kerugian dari teknik ini adalah bahwa biasanya
pembuluh darah letaknya berdekatan dengan batang saraf, maka kemungkinan
terjadi penetrasi pembuluh darah cukup besar. Contoh : inferior alveolar nerve
block.
Teknik-teknik anastesi blok pada maksila :
a. Injeksi Zigomatik

16

Dasar pemikiran: N.alveolaris superior posterior bisa di blok


sebelum masuk ke maksila di atas molar ketiga.
Titik suntikan terletak pada lipatan mukosa tertinggi diatas akar
distobukal molar kedua atas. Arahkan jarum ke atas dan ke dalam dengan
kedalaman kurang lebih 20 mm. ujung jarum harus tetap menempel pada
periosteum untuk menghindari masuknya jarum ke dalam plexus venosus
pterygoideus.
Perlu diingat bahwa injeksi zigomatik ini biasanya tidak dapat
menganestesi akar mesiobukal molar pertama atas. Karen itu, apabila gigi
tersebut perlu dianestesi untuk prosedur operatif atau ekstraksi, harus
dilakukan injeksi supraperiosteal yaitu di atas premolar kedua. Untuk
ekstraksi satu atau semua gigi molar, lakukanlah injeksi n.palatinus major.
b.

Injeksi Infraorbital
Dasar pemikiran: injeksi ini diindikasikan apabila suatu inflamasi
atau infeksi merupakan kontraindikasi untuk injeksi supraperiosteal,
misalnya pada operasi untuk membuka antrum, atau ekstrasi beberapa gigi
sekaligus. Beberapa operator lebih menyukai teknik ini daripada injeksi
supraperiosteal untuk alveolektomi, pngangkatan gigi impaksi atau kista.
Biasanya tidak diindikasikan untuk dentistry operatif.
Anestetikum dideponir ke dalam canalis infraorbitalis dengan
maksud agar cabang-cabang n.infraorbitalis berikut ini teranestesi, yaitu:
n. Aleveolaris superior medius dan anterior.
Pertama-tama tentukan letak foramen infraorbitale dengan cara
palpasi. Foramen ini terletak tepat dibawah crista infraorbitalis pada garis
vertikal yang menghubungkan pupil mata apabila pasien memandang lurus
ke depan. Tarik pipi, posisi jari yang mempalpasi jangna dirubah dan
tusukkan jarum dari seberang gigi premolar ke dua, kira-kira 5 mm ke luar
dari permukaan bukal. Arahkan jarum sejajar dengan aksis panjang gigi
premolar kedua sampai jarum dirasakan masuk kedalam foramen
infraorbitale di bawah jari yang mempalpasi foramen ini. Kurang lebih 2
cc anestetikum dideponir perlahan-lahan.
Beberapa operator menyukai pendekatan dari arah garis median,
dalam hal ini, bagian yang di tusuk adalah pada titik refleksi tertinggi dari
membran mukosa antara incisivus sentral dan lateral. Dengan cara ini,
jarum tidak perlu melalui otot-otot wajah.

17

Untuk memperkecil resiko masuknya jarum ke dalam orbita, klinisi


pemula sebaiknya mengukur dulu jarak dariforamen infraorbitale ke ujung
tonjol bukal gigi premolar ke dua atas. Kemudian ukuran ini dipindahkan
ke jarum. Apabila ditransfer pada siringe jarak tersebut sampai pada titik
perbatasan antara bagian yang runcing dengan bagian yang bergigi. Pada
waktu jarum diinsersikan sejajar dengan aksis gigi premolar kedua,
ujungnya akan terletak tepat pada foramen infraorbitale jika garis batas
tepat setinggi ujung bukal bonjol gigi premolar kedua. Jika foramen diraba
perlahan, pulsasi pembuluh darah kadang bisa dirasakan.
c.

Injeksi N. Nasopalatinus
Titik suntikan terletak sepanjang papilla incisivus yang berlokasi
pada garis tengah rahang, di posterior gigi insicivus sentral. Ujung jarum
diarahkan ke atas pada garis tengah menuju canalis palatina anterior.
Walaupun anestesi topikal bisa digunakan untuk membantu mengurangi
rasa sakit pada daerah titik suntikan, anestesi ini mutlak harus digunakan
untuk injeksi nasopalatinus. Di anjurkan juga untuk melakukan anestesi
permulaan pada jarigan yang akan dilalui jarum.
Injeksi ini menganestesi mukoperosteum sepertiga anterior palatum
yaitu dari kaninus satu ke kaninus yang lain. Meskipun demikian bila
diperlukan anestesi daerah kaninus, injeksi ini biasanya lebih dapat
diandalkan daripada injeksi palatuna sebagian pada daerah kuspid dengan
maksud menganestesi setiap cabang n.palatinus major yang bersitumpang.

d.

Injeksi Nervus Palatinus Major


Inervasi jaringan lunak duapertiga posterior palatum berasal dari n.
Palatinus major (n. Palatinus anterior) dan n. Palatinus medius. N.
Palatinus major keluar dari palatum durum melalui foramen palatina major
dan berjalan ke depan kurang lbih di pertengahan antara crista alveolaris
dan linea media (garis tengah rahang). Menginervasi mukoperiosteum
palatum sampai ke daerah caninus serta beranastomosis dengan cabangcabang n. Nasopalatinus. Untuk ekstraksi atau prosedur operasi perlu
dilakukan anestesi n.palatinus major.
Tentukan titik tengah garis kayal yang ditarik antara tepi gingiva
molar ketiga atas di sepanjang akar palatalnya terhadap garis tengah
rahang. Injeksikan anestetikum sedikit mesial dari titik tersebut dari sisi
kontralateral.

18

Karena hanya bagian n.palatinus major yang keluar dari foramen


palatinum majus (foramen palatinum posterior) yang akan dianestesi,
jarum tidak perlu diteruskan sampai masuk ke foramen. Injeksi ke foramen
atau deponir anestetikum dalam jumlah besar pada orifisium foramen akan
menyebabkan teranestesinya n.palatinus medius sehingga palatum molle
menjadi keras. Keadaan ini akan menyebabkan timbulnya gagging.
Injeksi ini menganestesi mukoperosteum palatum dari tuber
maxillae sampai ke regio kaninus dan dari garis tengah ke crista gingiva
pada sisi bersangkutan.
a. Injeksi Sebagian Nervus Palatinus
N. palatinus major bisa diblok pada sembarang titik di
perjalanannya dari foramen palatinum major ke arah depan. Jadi, anestesi
mukoperiosteum palatum didapatkan dari titik injeksi ke depan, ke regio
kaninus.
Injeksi ini biasanya hanya untuk ekstraksi gigi atau pembedahan.
Injeksi ini digunakan bersama dengan injeksi supraperiosteal atau
zigomatik.
Kadang-kadang bila injeksi upraperiosteal dan zigomatik
digunakan untuk prosedur dentistry operatif pada regio premolar atau
molar atas, gigi tersebut masih tetap terasa sakit. Disini, anestesi bila
dilengkapi dengan mendeponir sedikit anestetikum di dekat gigi tersebut
sepanjang perjalanan n.palatinus major.
Teknik-teknik anastesi blok pada mandibula :
a. Injeksi Mentalis
Nervus mentalis merupakan cabang dari N.Alveolaris Inferior yang berupa
cabang sensoris yang berjalan keluar melalui foramen mentale untuk
menginervasi kulit dagu, kulit dan membrana mukosa labium oris inferior.
Teknik Anestesi Blok N.Mentalis: Tentukan letak apeks gigi-gigi premolar
bawah.

19

Gambar 1.8 Injeksi Mentalis


Tariklah pipi ke arah bukal dari gigi premolar. Masukkan jarum ke dalam
membrana mukosa di antara kedua gigi premolar kurang lebih 10 mm
eksternal dari permukaan bukal mandibula. Posisi syringe membentuk sudut
45 derajat terhadap permukaan bukal mandibula, mengarah ke apeks akar
premolar kedua. Tusukkan jarum tersebut sampai menyentuh tulang. Kurang
lebih cc anestetikum dideponir, ditunggu sebentar kemudian ujung jarum
digerakkan tanpa menarik jarum keluar, sampai terasa masuk ke dalam
foramen, dan deponirkan kembali cc anestetikum dengan hati-hati.
Selama pencarian foramen dengan jarum, jagalah agar jarum tetap
membentuk sudut 45o terhadap permukaan bukal mandibula untuk
menghindari melesetnya jarum ke balik periosteum dan untuk memperbesar
kemungkinan masuknya jarum ke foramen.Injeksi ini dapat menganestesi gigi
premolar dan kaninus untuk prosedur operatif. Untuk menganestesi gigi
insisivus, serabut saraf yang bersitumpang dari sisi yang lain juga harus di
blok. Untuk ekstraksi harus dilakukan injeksi lingual.
b. Injeksi N. Bucalis
Teknik Injeksi N.Buccalis: Nervus buccal tidak dapat dianestesi dengan
menggunakan teknik anaestesi blok nervus alveolaris inferior. Nervus buccal
menginervasi jaringan dan buccal periosteum sampai ke molar, jadi jika
jaringan halus tersebut diberikan perawatan, maka harus dilakukan injeksi
nervus buccal. Injeksi tambahan tidak perlu dilakukan ketika melakukan
pengobatan untuk satu gigi. Jarum panjang dengan ukuran 25 gauge
digunakan (karena injeksi ini biasanya dilakukan bersamaan dengan injeksi
blok nervus alveolaris inferior, jadi jarum yang sama dapat digunakan setelah
anestetikum terisi).

Gambar 1.9 Injeksi N. Bucalis


Jarum disuntikan pada membran mukosa bagian disto bucal sampai pada
molar terakhir dengan bevel menghadap ke arah tulang setelah jaringan telah

20

diolesi dengan antiseptik. Jika jaringan tertarik kencang, pasien lebih merasa
nyaman. Masukkan jarum 2 atau 4 mm secara perlahan-lahan dan lakukan
aspirasi.4 Setelah melakukan aspirasi dan hasilnya negatif, maka depositkan
anestetikum sebanyak 2 cc secara perlahan-lahan.
Masukkan jarum pada lipatan mukosa pada suatu titik tepat di depan gigi
molar pertama. Perlahan-lahan tusukkan jarum sejajar dengan corpus
mandibulae, dengan bevel mengarah ke bawah, ke suatu titik sejauh molar
ketiga, anestetikum dideponir perlahan-lahan seperti pada waktu
memasukkan jarum melalui jaringan.
Pasien harus berada dalam posisi semisupine. Operator yang
menggunakan tangan kanan berada dalam posisi searah dengan jarum jam
delapan sedangkan operator yang kidal berada pada posisi searah dengan
jarum jam empat.Injeksi ini menganestesi jaringan bukal pada area molar
bawah. Bersama dengan injeksi lingual, jika diindikasikan, dapat melengkapi
blok n.alveolaris inferior untuk ekstraksi semua gigi pada sisi yang diinjeksi.
In jeksi ini tidak selalu diindikasikan dalam pembuatan preparasi kavitas
kecuali jika kavitas bukal dibuat sampai di bawah tepi gingival.
a. Injeksi N. Lingualis
Dasar pemikiran: karena jaringan lunak pada permukaan lingual
mandibula tidak teranestesi dengan injeksi foramen mentale dan juga oleh
injeksi mandibular, maka jika gigi premolar dan gigi anterior akan dicabut,
diperlukan deposisi anestetikum pada aspek lingual yaitu n. Lingualis.
N. lingualis terletak di anterior n. Alveolaris inferior antara m.
Pterygoideus medialis dan ramus mandibula. N. Lingualis berjalan ke depan
dan berhubungan erat dengan akar molar ketiga, masuk ke dasar mulut,
melinta antara m. Mylohyoideus dan m. Hyoglossus untuk mensuplai
duapertiga anterior lidah. Cabang-cabang n. Lingualis menginervasi dasar
mulut, dan mukoperiosteum lingual dan dari mandibula.
Teknik: suntikan jarum pada mukoperiosteuml lingual setinggi setengah
panjang akar gigi yang dianestesi. Karena posisi gigi insisivus, sulit untuk
mencapai daerah ini dengan jarum yang lurus. Untuk mengatasi masalah ini,
bisa digunakan hub yang bengkok atau jarum yang dibengkokan dengan
cara menekannya antara ibu jari dan jari lain. Deposisikan sedikit anestesi
perlahan-lahan ke dalam mukoperiosteum. Jangna menggunakan penekanan.
Anestesi biasanya timbul terlalu cepat.

Macam-macam Obat Anastesi Lokal

21

Bahan anestesi lokal merupakan salah satu bahan yang


paling sering digunakan dalam kedokteran gigi, bahkan menjadi
bahan yang mutlak digunakan dalam praktek dokter gigi seharihari. Bahan anestesi lokal digunakan untuk menghilangkan rasa
sakit yang timbul akibat prosedur kedokteran gigi yang
dilakukan. Bahan anestesi lokal terbagi atas dua golongan yaitu
ester dan amida. Jenis bahan anestesi yang termasuk dalam
golongan esterdiantaranya yaitu kokain, prokain, 2-kloroprokain,
tetrakain dan benzokain sedangkan yang termasuk dalam
golongan
amidadiantaranya
yaitu
lidokain,
mepivakain,
bupivakain, prilokain, etidokain dan artikain (Gaffen, 2009).
Golongan Ester :
1 Prokain
Prokain adalah ester aminobenzoat untuk infiltrasi,
blok, spinal, epidural, merupakan obat standart untuk
perbandingan potensi dan toksisitas terhadap jenis obatobat anestetik local lain. Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5%,
Blok Msaraf : 1-2%, Dosis 15 mg/kg BB dan lama kerja 3060 menit.Prokain disintesis dan diperkenalkan dengan
nama dagang novokain. Sebagai anestetik lokal, prokain
pernah digunakan untuk anestesi infiltrasi, anestesi blok
saraf, anestesi spinal, anestesi epidural, dan anestesi
kaudal. Namun karena potensinya rendah, mula kerja
lambat, serta masa kerja pendek maka penggunaannya
sekarang hanya terbatas pada anestesi infiltrasi dan
kadang- kadang untuk anestesi blok saraf. Di dalam tubuh
prokain akan dihidrolisis menjadi PABA yang dapat
menghambat kerja sulfonamik (Malamed SF, 1997)
Pemberian prokain dengan anestesi infiltrasi maximum dosis 400
mg dengan durasi 30-50, dosis 800 mg, durasi 30-45,Pemberian dengan
anestesi epidural dosis 300-900, durasi 30-90, onset 5-15 mnt,Pemberian
dengan anestesi spinal : preparatic 10%, durasi 30-45 menit (Malamed
SF, 1997)
2 Kokain
Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4%
untuk mukosa jalan napas atas.Lama kerja 2-30 menit.
Contoh:
Fentanil.
Farmakodinamik:
Kokain
atau
benzoilmetilekgonin didapat dari daun erythroxylon coca.

22

Efek kokain yang paling penting yaitu menghambat


hantaran saraf, bila digunakan secara lokal. Efek sistemik
yang paling mencolok yaitu rangsangan susunan saraf
pusat. Efek anestetik lokal: Efek lokal kokain yang
terpenting yaitu kemampuannya untuk memblokade
konduksi saraf. Atas dasar efek ini, pada suatu masa kokain
pernah digunakan secara luas untuk tindakan di bidang
oftalmologi, tetapi kokain ini dapat menyebabkan
terkelupasnya epitel kornea. Maka penggunaan kokain
sekarang sangat dibatasi untuk pemakaian topikal,
khususnya untuk anestesi saluran nafas atas. Kokain sering
menyebabkan keracunan akut. Diperkirakan besarnya dosis
fatal adalah 1,2 gram. Sekarang ini, kokain dalam bentuk
larutan kokain hidroklorida digunakan terutama sebagai
anestetik topikal, dapat diabsorbsi dari segala tempat,
termasuk selaput lendir. Pada pemberian oral kokain tidak
efektif karena di dalam usus sebagian besar mengalami
hidrolisis (Malamed SF, 1997)
3 Tetrakain
Tetrakain adalah derivat asam para-aminobenzoat.
Pada pemberian intravena, zat ini 10 kali lebih aktif dan
lebih toksik daripada prokain. Obat ini digunakan untuk
segala macam anestesia, untuk pemakaian topilak pada
mata digunakan larutan tetrakain 0.5%, untuk hidung dan
tenggorok larutan 2%. Pada anestesia spinal, dosis total
10-20mg. Tetrakain memerlukan dosis yang besar dan
mula kerjanya lambat, dimetabolisme lambat sehingga
berpotensi toksik. Namun bila diperlukan masa kerja yang
panjang anestesia spinal, digunakan tetrakain (Malamed
SF, 1997)
4 Benzokain
Absorbsi lambat karena sukar larut dalam air
sehingga relatif tidak toksik. Benzokain dapat digunakan
langsung pada luka dengan ulserasi secara topikal dan
menimbulkan anestesia yang cukup lama. Sediaannya
berupa salep dan supposutoria (Malamed SF, 1997)

Golongan Amida :

23

1 Lidokain
Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi
lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian
topikal dan suntikan. Lidokain disintesa sebagai anestesi
lokal amida oleh Lofgren pada tahun 1943. Ia menimbulkan
hambatan hantaran yang lebih cepat, lebih kuat, lebih
lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh
prokain. Tidak seperti prokain, lidokain lebih efektif
digunakan secara topikal dan merupakan obat anti
disritmik jantung dengan efektifitas yang tinggi. Untuk
alasan ini, lidokain merupakan standar pembanding semua
obat anestesi lokal yang lain (Malamed SF, 1997)
Sebagai obat anestesi lokal lidokain dapat diberikan dosis 3-4
mg/kgBB. Dosis maksimalnya 4,5 mg/kgBB dan tidak boleh diulang
dalam waktu 2 jam. Lidokain menyebabkan penurunan tekanan
intrakranial (tergantung dosis) yang disebabkan oleh efek sekunder
peningkatan resistensi vaskuler otak dan penurunan aliran darah otak
(Malamed SF, 1997).
2 Mepivakain
Anestetik
lokal
golongan
amida
ini
sifat
farmakologiknya mirip lidokain. Mepivakain ini digunakan
untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf regional dan
anestesia spinal. Sediaan untuk suntikan berupa larutan 1 ;
1,5 dan 2%. Mepivakain lebih toksik terhadap neonatus dan
karenanya tidak digunakan untuk anestesia obstetrik. Pada
orang dewasa indeks terapinya lebih tinggi daripada
lidokain. Mula kerjanya hampir sama dengan lidokain,
tetapi lama kerjanya lebih panjang sekitar 20%. Mepivakain
tidak efektif sebagai anestetik topikal.Dosis maksimum
konsentrasi sekitar 1% - 2 % (Malamed SF, 1997)
3 Bupivakain
Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang
mengandung amin dan butyl piperidin. Merupakan
anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang,
dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar
daripada motorik. Karena efek ini bupivakain lebih popular
digunakan untuk memperpanjang analgesia selama
persalinan dan masa pascapembedahan. Suatu penelitian

24

menunjukan bahwa bupivakain dapat mengurangi dosis


penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada
pascapembedahan Caesar. Pada dosis efektif yang
sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain.
Lidokain dan bupivakain, keduanya menghambat saluran
Na+ jantung (cardiac Na+ channels) selama sistolik.
Namun bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat
daripada lidokain selama diastolic, sehingga ada fraksi
yang cukup besar tetap terhambat pada akhir diastolik.
Manifestasi klinik berupa aritma ventrikuler yang berat dan
depresi miokard. Keadaan ini dapat terjadi pada pemberian
bupivakain dosis besar. Toksisitas jantung yang disebabkan
oleh bupivakain sulit diatasi dan bertambah berat dengan
adanya asidosis, hiperkarbia, dan hipoksemia.Ropivakain
juga merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa
kerja panjang, ddengan toksisitas terhadap jantung lebih
rendah daripada bupivakain pada dosis efektif yang
sebanding, namun sedikit kurang kuat dalam menimbulkan
anestesia dibandingkan bupivakain.Larutan bupivakain
hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk
anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan paravertebral.
Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk anestesia infiltrasi
adalah sekitar 2 mg/KgBB (Malamed SF, 1997)
Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf
dengan tetrakain. Untuk infiltrasi dan blok saraf perifer dipakai larutan
0,25-0,75%. Dosis maksimal 200mg. Duration 3-8 jam. Konsentrasi
efektif minimal 0,125%. Mula kerja lebih lambat dibanding lidokain.
Setelah suntikan kaudal, epidural atau infiltrasi, kadar plasma puncak
dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3-8
jam. Untuk anesthesia spinal 0,5% volum antara 2-4 ml iso atau
hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan pembedahan 0,75%
(Malamed SF, 1997)
4 Prilokain
Walaupun merupakan devirat toluidin, agen anestesi
lokal tipe amida ini pada dasarnya mempunyai formula
kimiawi dan farmakologi yang mirip dengan lignokain dan
mepivakain. Anestetik lokal golongan amida ini efek
farmakologiknya mirip lidokain, tetapi mula kerja dan masa
kerjanya lebih lama daripada lidokain. Prilokain juga
menimbulkan kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik
ialah prilokain dapat menimbulkan methemoglobinemia,

25

hal ini disebabkan oleh kedua metabolit prilokain yaitu


orto-toluidin dan nitroso- toluidin (Malamed SF, 1997)
Walaupun methemoglobinemia ini mudah diatasi
dengan pemberian biru-metilen intravena dengan dosis 1-2
mg/kgBB larutan 1 % dalam waktu 5 menit; namun efek
terapeutiknya hanya berlangsung sebentar, sebab biru
metilen sudah mengalami bersihan, sebelum semua
methemoglobin sempat diubah menjadi Hb (Malamed SF,
1997)
Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam
anestesia disuntikan dengan sediaan berkadar 1,0; 2,0 dan
3,0%. Prilokain umumnya dipasarkan dalam bentuk garam
hidroklorida dengan nama dagang Citanest dan dapat
digunakan untuk mendapat anestesi infiltrasi dan regional.
Namun prilokain biasanya tidak dapat digunakan untuk
mendapat
efek
anestesi
topikal.Prilokain
biasanya
menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada lignokain
namun anastesi yang ditimbulkannya tidaklah terlalu
dalam. Prilokain juga kurang mempunyai efek vasodilator
bila
dibanding
dengan
lignokain
dan
biasanya
termetabolisme dengan lebih cepat. Obat ini kurang toksik
dibandingkan dengan lignokain tetapi dosis total yang
dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari 400 mg.Salah satu
produk pemecahan prilokain adalah ortotoluidin yang
dapat menimbulkan metahaemoglobin (Malamed SF, 1997)
Metahaemoglobin yang cukup besar hanya dapat
terjadi bila dosis obat yang dipergunakan lebih dari 400
mg. metahaemoglobin 1 % terjadi pada penggunaan dosis
400
mg,
dan
biasanya
diperlukan
tingkatan
metahaemoglobin lebih dari 20 % agar terjadi simtom
seperti sianosis bibir dan membrane mukosa atau kadangkadang depresi respirasi (Malamed SF, 1997)

3.2.3 Persyarafan Gigi

26

Gambar 1.15 Persyarafan Gigi


Nervus sensoris pada rahang dan gigi berasal dari cabang
nervus cranial ke V atau yang lebih dikenal dengan nervus
trigeminus pada maksila dan mandibula. Persyarafan pada
daerah orofacial, selain saraf trigeminnal meliputi saraf cranial
lainnya, seperti saraf cranial ke-VII, ke-XI, ke-XII (Nelson, 2010)
a. Nervus maksila
Cabang nervus maksila nervus trigeminus mempersyarafi
gigi-gigi pada maksila , palatum, dan gingiva maksila.
Selanjutnya cabang maksila akan bercabang lagi menjadi nervus
alveolaris superior. Nervus alveolaris superior ini kemudian
bercabang lagi menjadi tiga yaitu nervus alveolaris superior
anterior mensyarafi gingiva dan gigi anterior. Nervus alveorlaris
superior media mensyarafi gingiva, P, dan M1 mesial. Nervus
alveolaris superior posterior mensyarafi gingiva, M1 distal, M2,
serta M3 (Nelson, 2010)
b. Nervus Mandibula
Cabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus
alveolaris inferior. Nervus alveolaris inverior terus berjalan
menuju rongga pada mandibula di bawah gigi molar sampai ke
tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah
merupakan sebuah cabang besar, tapi merupakan dua atau tiga
cabang yang lebih besar yang membentuk plexus dimana
cabang pada inferior ini memasuki tiap akar gigi. Selain cabang
tersebut, ada juga cabang lain yang berkontribusi pada

27

pesrayaran mandibula. Nervus buccal, meskipun distribusi


utamanya pada persyarafannya pada mukosa pipi, syaraf ini juga
memiliki cabang yang biasanya didistribusikan ke area kecil pada
gingiva buccal di area molar pertama. Namun, dalam beberapa
kasus, distribusi ini memanjang dari caninus sampai molar
ketiga. Nervus lingualis, karena terletak di dasar mulut, dan
memiliki cabang mukosa pada beberapa area mukosa lidah dan
gingiva. Nervus mylohyoid, terkadang dapat melanjutkan
perjalanannya pada permukaan bawah otot mylohyoid dan
memasuki mandibula melalui foramen kecil pada kedua sisi
midline. Pada beberapa individu, nervus ini berkontribusi pada
persarafan dari insisivus sentral dan ligament periodontal
(Nelson, 2010)

You might also like