Professional Documents
Culture Documents
Estetik
b Kontraindikasi lokal
Radang akut. Keradangan akut dengan cellulitis, terlebih
dahulu keradangannya harus dikontrol untuk mencegah
penyebaran yang lebih luas. Jadi tidak boleh langsung
dicabut.
Infeksi akut. Pericoronitis akut, penyakit ini sering terjadi
pada saat M3 RB erupsi terlebih dahulu
Malignancy oral. Adanya keganasan (kanker, tumor dll),
dikhawatirkan
pencabutan
akan
menyebabkan
pertumbuhan lebih cepat dari keganasan itu. Sehingga
luka bekas ekstraksi gigi sulit sembuh. Jadi
keganasannya harus diatasi terlebih dahulu.
Gigi yang masih dapat dirawat/dipertahankan dengan
perawatan konservasi, endodontik dan sebagainya
(Pederson, 1996)
10
Trismus.
Terjadinya fistula oro antral.
Sinkop.
Terhentinya respirasi.
Terhentinya jantung.
Keadaan darurat akibat anastesi.
Anastesi
Anastesi (pembiusan) bersal dari bahasa yunani. An =
tidak, tanpa dan aesthtesos = persepsi, kemampuan merasa.
Secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh (Latief, dkk, 2001).
Anastesi Lokal
Anastesi lokal atau anastesi regional merupakan
penggunaan obat analgesik lokal untuk menghambat hantaran
saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh
diblokir untuk sementara (reversible). Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan
penderita tetap sadar. Tujuan anastesi adalah untuk menghalau,
atau menghilangkan rasa sakit dibagian tertentu, daripada harus
melakukan pembiusan total.
Syarat-syarat Anastesi lokal yang baik
a. Tidak mengiritasi jaringan
b. Toksisitas sistemisnya kecil
c. Tidak merusak jaringan saraf secara permanen
d. Efektif melalui penggunaan suntikan atau topikal pada
mukosa
e. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan
untuk jangka waktu yang cukup lama.
f. Larut dan stabil dalam air serta stabil pada pemanasan.
g. Tidak menimbulkan alergi (Karakata, 1996).
Berdasarkan area yang teranestesi, anestesi lokal dapat dibedakan
menjadi :
1. Nerve Block
Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar batang saraf utama,
sehingga mampu menganestesi daerah yang luas yang mendapat inervasi dari
11
percabangan saraf utama tersebut. Teknik ini sering digunakan di rongga mulut
khususnya di rahang bawah. Kerugian dari teknik ini adalah bahwa biasanya
pembuluh darah letaknya berdekatan dengan batang saraf, maka kemungkinan
terjadi penetrasi pembuluh darah cukup besar. Contoh : inferior alveolar nerve
block.
2. Field Block
Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar cabang saraf
terminal dengan tujuan untuk memblokir semua persarafan sebelah distal dari
tempat injeksi cairan anestesi. Efek anestesi meliputi darah yang terbatas (tidak
seluas pada teknik nerve block) contoh : injeksi di sekitar apeks akar gigi rahang
atas.
3. Lokal infiltrasi
Larutan anestesi lokal dituntikkan di sekitar ujung-ujung saraf terminal
sehingga efek anestesi hanya terbatas pada tempat difusi cairan anestesi tepat pada
area yang akan dilakukan instrumentasi. Teknik ini terbatas hanya untuk anestesi
jaringan lunak.
4. Topikal anesthesia
Teknik ini dilakukan dengan cara mengoleskan larutan anestesi pada
permukaan mukosa atau kulit dengan tujuan untuk meniadakan stimulasi pada
ujung-ujung saraf bebas (free nerve endings). Anestesi topikal dapat digunakan
pada tempat yang akan diinjeksi untuk mengurangi rasa sakit akibat insersi jarum.
Beberapa cara pemberian anastesi lokal, khusus dibidang kedokteran
gigi yaitu :
1. Anestesi Topical
Anestesi topical digunakan hanya untuk menghilangkan rasa sakit di
permukaan saja karena hanya mengenai ujung-ujung serabut-serabut saraf dan
berlaku untuk beberapa menit saja. Anestesi topikal juga dapat digunakan pada
tempat yang akan diinjeksi untuk mengurangi rasa sakit akibat insersi jarum.
Teknik ini dilakukan dengan cara mengoleskan larutan anestesi pada permukaan
mukosa atau kulit dengan tujuan untuk meniadakan stimulasi pada ujung-ujung
saraf bebas (free nerve endings).
a. Secara Fisis
12
Insisi abses
2. Anestesi Infiltrasi
Infiltrasi anestesi diperoleh dengan memberikan suntikkan di bawah mukosa
pada ujung-ujung saraf terminal sehingga efek anestesi hanya terbatas pada
tempat difusi cairan anestesi tepat pada area yang akan dilakukan instrumentasi.
Berdasarkan tempat insersi jarum, teknik injeksi anestesi lokal dapat
dibedakan menjadi :
a.
Submucosal injection
13
Paraperiosteal injection
Interseptal injection
Intraperiodontal injection
14
Pappilary Injection
15
Biasanya terbuat dari kaca bebas alkali dan pirogen untuk mengindari pecah
dan kontaminasi dari larutan. Sebagaian besar cartridge mengandung 2,2 ml
atau 1,8 ml larutan anestesi lokal. Cartridge dengan kedua ukuran tersebut
dapat dipasang pada syringe standart namun umumnya larutan anestesi sebesar
1,8 ml sudah cukup untuk prosedur perawatan gigi rutin.
c. Jarum
Pemilihan jarum harus disesuaikan dengan kedalaman anastesi yang akan
dilakukan. Jarum suntik pada kedokteran gigi tersedia dalam 3 ukuran (sesuai
standar American Dental Association = ADA) ; panjang (32 mm), pendek (20
mm, dan superpendek (10 mm).
Jarum suntik yang pendek yang digunakan untuk anestesi infiltrasi biasanya
mempunyai panjang 2 atau 2,5 cm. Jarum yang digunakan harus dapat
melakukan penetrasi dengan kedalaman yang diperlukan sebelum seluruh
jarum dimasukan ke dalam jaringan. Tindakan pengamanan ini akan membuat
jarum tidak masuk ke jaringan, sehingga bila terjadi fraktur pada hub,
potongan jarum dapat ditarik keluar dengan tang atau sonde.
Anestesi Blok
a
Field Blok
Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar cabang saraf terminal
dengan tujuan untuk memblokir semua persarafan sebelah distal dari tempat
injeksi cairan anestesi. Efek anestesi meliputi darah yang terbatas (tidak seluas
pada teknik nerve block) contoh : injeksi di sekitar apeks akar gigi rahang atas.
b
Nerve blok
Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar batang saraf utama,
sehingga mampu menganestesi daerah yang luas yang mendapat inervasi dari
percabangan saraf utama tersebut. Teknik ini sering digunakan di rongga mulut
khususnya di rahang bawah. Kerugian dari teknik ini adalah bahwa biasanya
pembuluh darah letaknya berdekatan dengan batang saraf, maka kemungkinan
terjadi penetrasi pembuluh darah cukup besar. Contoh : inferior alveolar nerve
block.
Teknik-teknik anastesi blok pada maksila :
a. Injeksi Zigomatik
16
Injeksi Infraorbital
Dasar pemikiran: injeksi ini diindikasikan apabila suatu inflamasi
atau infeksi merupakan kontraindikasi untuk injeksi supraperiosteal,
misalnya pada operasi untuk membuka antrum, atau ekstrasi beberapa gigi
sekaligus. Beberapa operator lebih menyukai teknik ini daripada injeksi
supraperiosteal untuk alveolektomi, pngangkatan gigi impaksi atau kista.
Biasanya tidak diindikasikan untuk dentistry operatif.
Anestetikum dideponir ke dalam canalis infraorbitalis dengan
maksud agar cabang-cabang n.infraorbitalis berikut ini teranestesi, yaitu:
n. Aleveolaris superior medius dan anterior.
Pertama-tama tentukan letak foramen infraorbitale dengan cara
palpasi. Foramen ini terletak tepat dibawah crista infraorbitalis pada garis
vertikal yang menghubungkan pupil mata apabila pasien memandang lurus
ke depan. Tarik pipi, posisi jari yang mempalpasi jangna dirubah dan
tusukkan jarum dari seberang gigi premolar ke dua, kira-kira 5 mm ke luar
dari permukaan bukal. Arahkan jarum sejajar dengan aksis panjang gigi
premolar kedua sampai jarum dirasakan masuk kedalam foramen
infraorbitale di bawah jari yang mempalpasi foramen ini. Kurang lebih 2
cc anestetikum dideponir perlahan-lahan.
Beberapa operator menyukai pendekatan dari arah garis median,
dalam hal ini, bagian yang di tusuk adalah pada titik refleksi tertinggi dari
membran mukosa antara incisivus sentral dan lateral. Dengan cara ini,
jarum tidak perlu melalui otot-otot wajah.
17
Injeksi N. Nasopalatinus
Titik suntikan terletak sepanjang papilla incisivus yang berlokasi
pada garis tengah rahang, di posterior gigi insicivus sentral. Ujung jarum
diarahkan ke atas pada garis tengah menuju canalis palatina anterior.
Walaupun anestesi topikal bisa digunakan untuk membantu mengurangi
rasa sakit pada daerah titik suntikan, anestesi ini mutlak harus digunakan
untuk injeksi nasopalatinus. Di anjurkan juga untuk melakukan anestesi
permulaan pada jarigan yang akan dilalui jarum.
Injeksi ini menganestesi mukoperosteum sepertiga anterior palatum
yaitu dari kaninus satu ke kaninus yang lain. Meskipun demikian bila
diperlukan anestesi daerah kaninus, injeksi ini biasanya lebih dapat
diandalkan daripada injeksi palatuna sebagian pada daerah kuspid dengan
maksud menganestesi setiap cabang n.palatinus major yang bersitumpang.
d.
18
19
20
diolesi dengan antiseptik. Jika jaringan tertarik kencang, pasien lebih merasa
nyaman. Masukkan jarum 2 atau 4 mm secara perlahan-lahan dan lakukan
aspirasi.4 Setelah melakukan aspirasi dan hasilnya negatif, maka depositkan
anestetikum sebanyak 2 cc secara perlahan-lahan.
Masukkan jarum pada lipatan mukosa pada suatu titik tepat di depan gigi
molar pertama. Perlahan-lahan tusukkan jarum sejajar dengan corpus
mandibulae, dengan bevel mengarah ke bawah, ke suatu titik sejauh molar
ketiga, anestetikum dideponir perlahan-lahan seperti pada waktu
memasukkan jarum melalui jaringan.
Pasien harus berada dalam posisi semisupine. Operator yang
menggunakan tangan kanan berada dalam posisi searah dengan jarum jam
delapan sedangkan operator yang kidal berada pada posisi searah dengan
jarum jam empat.Injeksi ini menganestesi jaringan bukal pada area molar
bawah. Bersama dengan injeksi lingual, jika diindikasikan, dapat melengkapi
blok n.alveolaris inferior untuk ekstraksi semua gigi pada sisi yang diinjeksi.
In jeksi ini tidak selalu diindikasikan dalam pembuatan preparasi kavitas
kecuali jika kavitas bukal dibuat sampai di bawah tepi gingival.
a. Injeksi N. Lingualis
Dasar pemikiran: karena jaringan lunak pada permukaan lingual
mandibula tidak teranestesi dengan injeksi foramen mentale dan juga oleh
injeksi mandibular, maka jika gigi premolar dan gigi anterior akan dicabut,
diperlukan deposisi anestetikum pada aspek lingual yaitu n. Lingualis.
N. lingualis terletak di anterior n. Alveolaris inferior antara m.
Pterygoideus medialis dan ramus mandibula. N. Lingualis berjalan ke depan
dan berhubungan erat dengan akar molar ketiga, masuk ke dasar mulut,
melinta antara m. Mylohyoideus dan m. Hyoglossus untuk mensuplai
duapertiga anterior lidah. Cabang-cabang n. Lingualis menginervasi dasar
mulut, dan mukoperiosteum lingual dan dari mandibula.
Teknik: suntikan jarum pada mukoperiosteuml lingual setinggi setengah
panjang akar gigi yang dianestesi. Karena posisi gigi insisivus, sulit untuk
mencapai daerah ini dengan jarum yang lurus. Untuk mengatasi masalah ini,
bisa digunakan hub yang bengkok atau jarum yang dibengkokan dengan
cara menekannya antara ibu jari dan jari lain. Deposisikan sedikit anestesi
perlahan-lahan ke dalam mukoperiosteum. Jangna menggunakan penekanan.
Anestesi biasanya timbul terlalu cepat.
21
22
Golongan Amida :
23
1 Lidokain
Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi
lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian
topikal dan suntikan. Lidokain disintesa sebagai anestesi
lokal amida oleh Lofgren pada tahun 1943. Ia menimbulkan
hambatan hantaran yang lebih cepat, lebih kuat, lebih
lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh
prokain. Tidak seperti prokain, lidokain lebih efektif
digunakan secara topikal dan merupakan obat anti
disritmik jantung dengan efektifitas yang tinggi. Untuk
alasan ini, lidokain merupakan standar pembanding semua
obat anestesi lokal yang lain (Malamed SF, 1997)
Sebagai obat anestesi lokal lidokain dapat diberikan dosis 3-4
mg/kgBB. Dosis maksimalnya 4,5 mg/kgBB dan tidak boleh diulang
dalam waktu 2 jam. Lidokain menyebabkan penurunan tekanan
intrakranial (tergantung dosis) yang disebabkan oleh efek sekunder
peningkatan resistensi vaskuler otak dan penurunan aliran darah otak
(Malamed SF, 1997).
2 Mepivakain
Anestetik
lokal
golongan
amida
ini
sifat
farmakologiknya mirip lidokain. Mepivakain ini digunakan
untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf regional dan
anestesia spinal. Sediaan untuk suntikan berupa larutan 1 ;
1,5 dan 2%. Mepivakain lebih toksik terhadap neonatus dan
karenanya tidak digunakan untuk anestesia obstetrik. Pada
orang dewasa indeks terapinya lebih tinggi daripada
lidokain. Mula kerjanya hampir sama dengan lidokain,
tetapi lama kerjanya lebih panjang sekitar 20%. Mepivakain
tidak efektif sebagai anestetik topikal.Dosis maksimum
konsentrasi sekitar 1% - 2 % (Malamed SF, 1997)
3 Bupivakain
Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang
mengandung amin dan butyl piperidin. Merupakan
anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang,
dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar
daripada motorik. Karena efek ini bupivakain lebih popular
digunakan untuk memperpanjang analgesia selama
persalinan dan masa pascapembedahan. Suatu penelitian
24
25
26
27