You are on page 1of 11

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DAN

KEJADIAN PENYAKIT DIARE PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI


BALITA DI PUSKESMAS BERBAH KECAMATAN BERBAH
KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA
Delvina Mariance Da Ona1, Ariyanto Nugroho2, Siti Wahyuningsih3
INTISARI
Latar Belakang: Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan derajat kesakitan dan kematian yang
tinggi dan juga merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi
segala umur. Setiap tahunnya 1,5 juta anak meninggal dunia karena diare. Diare adalah sebuah penyakit di mana
penderita mengalami buang air besar yang sering dan masih memiliki kandungan air berlebihan. Diare berbahaya
karena dapat menyebabkan kurang gizi bahkan sampai pada kematian. Penyediaan air bersih dan sanitasi
lingkungan yang tidak memenuhi syarat dapat menjadi faktor resiko terhadap penyakit diare.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sanitasi lingkungan rumah dan kejadian
penyakit diare pada balita dengan status gizi balita.
Metode Penelitian: Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Berbah, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman,
Yogyakarta. Penelitian menggunakan metode penelitian case control dengan pendekatan restropective. Subjek
penelitian adalah balita diare dan tidak diare usia 0-5 tahun.
Hasil: Diketahui sanitasi lingkungan rumah dengan kategori rumah tidak sehat yaitu 10 rumah (50%) lebih banyak
pada balita yang mengalami diare. Sedangkan kelompok kontrol yaitu balita yang tidak mengalami diare lebih
banyak tinggal di rumah dengan sanitasi lingkungan rumah dengan kategori sehat yaitu 12 rumah (60%). Status gizi
pada balita diare dan tidak diare sebagian besar mempunyai status gizi baik yaitu 19 balita diare (95%) dan 17 balita
tidak diare (85%). Uji Chi-square untuk mengetahui hubungan antara sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian
penyakit diare, diperoleh hasil nilai p= 0,751(p>0,05). Uji Fishers Exact Test untuk mengetahui hubungan kejadian
penyakit diare dengan status gizi balita, diperoleh hasil nilai p= 0,605 (p>0,05).
Kesimpulan:Tidak ada hubungan antara sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian penyakit diare pada balita.
Tidak ada hubungan antara kejadian penyakit diare pada balita dengan status gizi balita.
Kata Kunci: Sanitasi lingkungan rumah, kejadian diare, status gizi balita.
1

Mahasiswa Ilmu Gizi Universitas Respati Yogyakarta


Dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Yogyakarta
3
Dosen Ilmu Gizi Universitas Respati Yogyakarta
2

ASSOCIATION BETWEEN HOME ENVIRONMENTAL SANITATION


AND DIARRHEA DISEASE OCCURENCE IN TODDLER WITH
TODDLERS NUTRITIONAL STATUS AT BERBAH COMMUNITY
HEALTH CENTER, BERBAH SUBDISTRICT, SLEMAN REGENCY,
YOGYAKARTA
Delvina Mariance Da Ona1, Ariyanto Nugroho2, Siti Wahyuningsih3
ABSTRACT
Background : Diarrhea disease is still becoming the global health problem due to its high morbidity and mortality
rate; it is also the second, third, and fifth leading cause of death in the world in toddlers (children under five years
old), infants, and all ages, respectively. An estimated 1.5 million children die from diarrhea every year. Diarrhea is
a disease in which patients experience frequent bowel movements and the stools still contain excessive amount of
water. Diarrhea is dangerous because it can result in nutrition deficiency, even leading to death. Inadequate clean
water supply and environmental sanitation can be the risk factors for diarrhea disease.
Objective : The objective of this study was to know the associations between home environmental sanitation and
diarrhea disease occurence in toddler with toddlers nutritional status.
Methods : This study was conducted at Berbah Community Health Center, Berbah Subdistrict, Sleman Regency,
Yogyakarta. This study used case control method with retrospective approach. Subject of study was children with
and without diarrea, 0-5 years of age.
Results : In the analysis of home environmental sanitation, there were 10 (50%) homes in the category of unhealthy
home in diarrhea group,which was greater than that in the control group (40%). Meanwhile, the number of homes in
the category of healthy home was greater in control group than that in diarrhea group. It was 12 (60%) homes in
control group compared to 10 (50%) homes in diarrhea group. In the analysis of nutritional status, most toddlers
with and without diarrhea had good nutritional status, there were 19 (95%) toddlers with diarrhea and 17 (85%)
toddlers without diarrhea. Chi-square test to know the association between home environmental sanitation and
diarrhea disease accurence showed p= 0.751 (p>0.05). Fishers Exact Test to know the association between diarrhea
disease occurence and toddlers nutritional status showed
p= 0.605 (p>0.05).
Conclusions : Home environmental sanitation is not associated with diarrhea disease in toddler. Diarrhea disease
occurence in toddler is not associated with toddlers nutrirional status.
Key words : home environmental sanitation, diarrhea occurrence, toddlers nutritional status
1

Student at Nutrition Science Study Program, Universitas Respati Yogyakarta


Lecturer at Public Health Science Study Program, Universitas Respati Yogyakarta
3
Lecturer at Nutrition Science Study Program, Universitas Respati Yogyakarta
2

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan derajat kesakitan dan kematian yang tinggi di
berbagai negara terutama di negara berkembang, dan sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka
kesakitan dan kematian anak di dunia.1Menurut data United Nations Children's Fund (UNICEF) pada tahun
2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi
segala umur. Setiap tahunnya 1,5 juta anak meninggal dunia karena diare.
Kontruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor resiko
sumber penularan berbagai jenis penyakit. Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi
syarat dapat menjadi faktor resiko terhadap penyakit diare dan cacingan. 2
Diare akan menjadi lebih serius pada orang

yang mengalami kurang gizi, sebab diare dapat

menyebabkan kurang gizi dan dapat memperburuk keadaan kurang gizi yang sudah ada, karena selama diare
tersebut dapat terjadi zat gizi hilang dari tubuh, membuat orang tidak lapar. Di dalam kelompok masyarakat
Indonesia yang paling peka terhadap gizi adalah balita yaitu usia 0 sampai dengan 5 tahun karena pada usia
tersebut sangat rentan terhadap penyakit seperti penyakit menular dan penyakit infeksi salah satunya adalah
diare. Diare sering terjadi pada anak, terutama pada usia 0 sampai dengan 2 tahun yang biasanya minum susu
dan makan makanan formula. Diare berbahaya karena dapat menyebabkan kurang gizi bahkan sampai pada
kematian.3
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2010, angka
kejadian diare pada balita di Provinsi DI Yogyakarta yang ditemukan di sarana kesehatan misalnya yang
ditemukan di Rumah Sakit, Puskesmas sebesar 38.939 orang dan yang meninggal 5 orang. Sedangkan jumlah
penderita diare yang ditemukan Kader sebesar 467 orang dan yang meninggal 1 orang.
Berdasarkan data dari Puskesmas Berbah Yogyakarta, pada tahun 2010 pasien diare yang berkunjung
ke puskesmas sebanyak 183 balita. Sedangkan pada tahun 2011, pasien diare yang berkunjung ke puskesmas
sebanyak 241 balita. Hal ini menunjukkan terjadi kenaikan angka kejadian diare pada balita sebesar 13,67%.
Rumah sehat di wilayah kecamatan Berbah sebesar 88,7%, dan non sehat sebesar 11,3%. Balita gizi kurang
pada tahun 2010 sebesar 9,72%, gizi baik 90,28%. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan
antara sanitasi lingkungan rumah dan kejadian penyakit diare pada balita dengan status gizi balita di
Puskesmas Berbah, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian case control dengan menggunakan pendekatan
restropective. Penelitian dilakukan di wilayah Puskesmas Berbah, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman,
Yogyakarta dan pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2012. Populasi dalam
penelitian ini adalah balita diare di wilayah Puskesmas Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Yogyakarta
pada bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Subjek penelitian adalah anak balita usia 0-5 tahun yang
mengalami diare, dan sebagai responden adalah ibu yang memiliki balita usia 0-5 tahun. Subjek penelitian
terdiri dari 2 kriteria yaitu : (a) Kelas kasus; balita yang mengalami diare yang diambil berdasarkan data
rekam medis Puskesmas Berbah, dan (b) kelas kontrol yaitu; balita yang tidak mengalami kejadian penyakit
diare yang berada di sekitar rumah balita yang diare. Total sampelnya 40 balita. Perbandingan kelas kasus dan
kelas kontrol yaitu 1 : 1. Teknik pengambilan subjek penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling.
Variabel yang diamati adalah: (1) variabel bebas yaitu: sanitasi lingkungan rumah, kejadian diare pada balita,
dan variabel terikat yaitu: status gizi balita.
Teknik pengumpulan data terdiri dari: (1) Data primer meliputi: data identitas subjek dan responden,
data berat badan balita, data mengenai sanitasi lingkungan rumah, (2) data sekunder yang meliputi: gambaran
umum wilayah penelitian dan data rekam medis Puskesmas Berbah mengenai balita yang mengalami diare.
Adapun instrumen dalam penelitian ini meliputi: formulir data subjek penelitian untuk mendapatkan data
mengenai identitas subjek dan responden, data berat badan balita, check list mengenai sanitasi lingkungan
rumah, alat tulis kantor, timbangan bayi, dacin kapasitas 25 kg, serta perangkat keras dan perangkat lunak
komputer. Analisis data yang digunakan adalah analisis bivariat dengan uji statistik yang digunakan adalah uji
chi-square.

HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Berbah Kabupaten Sleman Yogyakarta. Luas wilayah
Kecamatan Berbah sebesar 22.985.000 Ha. Satu kecamatan terdiri dari 1 Puskesmas. Oleh karena itu wilayah
kerja Puskesmas Berbah meliputi wilayah kecamatan. Wilayah kerja Puskesmas Berbah terdiri dari 4 desa,
yaitu : Desa Jogotirto, Desa Kalitirto, Desa Tegaltirto, dan Desa Sendangtirto .

2.

Karakteristik Balita
Jumlah balita dalam penelitian ini sebanyak 40 orang yang terdiri dari 20 orang untuk kelompok kasus
dan 20 orang untuk kelompok kontrol. Kelompok kasus adalah balita yang mengalami diare.
Kelompok kontrol adalah balita yang tidak mengalami diare yang berada di sekitar rumah balita yang
diare. Karakteristik balita meliputi jenis kelamin, umur dan berat badan. Distribusi frekuensi balita berdasarkan
karakteristik disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Balita Berdasarkan Karakteristik
Karakteristik
Kasus
Kontrol
Frekuensi
%
Frekuensi
Jenis kelamin
Laki-laki
12
60
4
Perempuan
8
40
16
20
Total
Umur
< 1 tahun
2
1-3 tahun
11
> 3 tahun
7
20
Total
Berat Badan
3-10 kg
6
10-15 kg
9
15-25 kg
5
20
Total
Sumber: Data Primer, 2012

%
20
80

100

20

100

10
55
35
100

5
10
5
20

25
50
25
100

30
45
25
100

10
8
2
20

50
40
10
100

Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa balita pada kelompok kasus yang berjenis kelamin laki-laki
lebih banyak dari pada perempuan yaitu sebanyak 12 balita (60%), dan perempuan 8 balita (40%). Kelompok
kontrol lebih banyak pada balita yang berjenis kelamin perempuan dari pada laki-laki, yaitu sebanyak 16 balita
(80%) dan laki-laki sebanyak 4 balita (20%).
Balita diare dan balita tidak diare lebih banyak pada balita dengan golongan umur 1-3 tahun yaitu 11
balita (55%) dan 10 balita (50%). Balita yang mengalami diare paling banyak mempunyai berat badan 10-15
kg yaitu sebanyak 9 balita (45%), dan kelompok kontrol yaitu balita yang tidak diare paling banyak
mempunyai badan 3-10 kg sebanyak 10 balita (50%).

3.

Karakteristik Ibu Balita


Beberapa karakteristik responden yang diamati meliputi umur, pendidikan dan pekerjaan. Distribusi
frekuensi kejadian diare berdasarkan karakteristik ibu disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kejadian Diare Berdasarkan Karakteristik Ibu
Karakteristik
Umur
< 20 tahun
20-35 tahun
>35 tahun
Total

Kasus
Frekuensi

1
15
4
20

5
75
20
100

Kontrol
Frekuensi

1
16
3
20

5
80
15
100

Pendidikan
SD
0
SMP
6
SMA
11
PT
3
20
Total
Pekerjaan
Bekerja
6
Tidak Bekerja
14
20
Total
Sumber: Data Primer, 2012

0
30
55
15
100

2
5
10
3
20

10
25
50
15
100

30
70
100

4
16
20

20
80
100

Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa umur ibu yang mempunyai balita diare dan tidak diare hampir sama
yaitu pada golongan umur 20-35 tahun yaitu 15 orang (75%), dan 16 orang (80%).
Sebagian besar ibu balita pendidikan terakhirnya SMA. Ibu yang mempunyai balita diare pendidikan
terakhirnya SMA dan PT lebih banyak dibandingkan ibu yang mempunyai balita tidak diare yaitu 14 orang
(70%) ibu balita diare dan 13 orang (65%) ibu balita yang tidak mengalami diare.
Ditribusi kejadiaan diare pada balita berdasarkan pekerjaan ibu paling banyak adalah tidak bekerja pada
kelompok kasus 14 orang (70%) dan kelompok kontrol 16 orang (80%). Ibu yang bekerja lebih banyak pada
kelompok kasus yaitu 6 orang (30%) daripada kelompok kontrol yaitu 4 orang (20%).

4. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian Penyakit Diare

pada Balita

Tabel 3. Analisis Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian Diare pada Balita
X2

Sanitasi Rumah

Kasus

Rumah sehat

Frekuensi
10

%
50

Frekuensi
12

%
60

10
20

50
100

8
20

40
100

Rumah Tidak Sehat


Total
Sumber: Data Primer, 2012

Kontrol

P Value

0,404

0,751

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa kelompok kasus yaitu balita diare lebih banyak tinggal di
rumah dengan sanitasi lingkungan rumah dengan kategori rumah tidak sehat yaitu 10 rumah (50%). Sedangkan
kelompok kontrol yaitu balita yang tidak mengalami diare lebih banyak tinggal di rumah dengan sanitasi
lingkungan rumah dengan kategori sehat yaitu 12 rumah (60%).
Hasil uji Chi-square diperoleh x2 = 0,404 dan nilai p= 0,751 (p>0,05). Adapun besarnya Chi-square tabel
pada df = 1 didapatkan sebesar 3,84. Nilai Chi-square lebih kecil daripada nilai Chi-square tabel (0,404 <
3,84) dan signifikasi hitung yang lebih besar dari nilai signifikan 0,05. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian penyakit diare pada balita.
Penelitian sanitasi lingkungan rumah meliputi komponen rumah, sarana sanitasi, perilaku penghuni.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada Balita berdasarkan Sanitasi Lingkungan Rumah
Sanitasi Rumah
Komponen Rumah
Sehat
Tidak Sehat
Total
Sarana Sanitasi
Sehat
Tidak Sehat
Total
Perilaku Penghuni
Sehat
Tidak Sehat
Total
Sumber: Data Primer, 2012

Kasus
Frekuensi

Kontrol
Frekuensi

3
17
20

15
85
100

5
15
20

25
75
100

4
16
20

20
80
100

8
12
20

40
60
100

12
8
20

60
40
100

15
5
20

75
25
100

Berdasarkan tabel 4, dapat diketahui komponen rumah yang termasuk kategori tidak sehat lebih banyak
pada kelompok kasus yaitu 17 rumah (85%) dan kelompok kontrol 15 rumah (75%).
Sarana sanitasi lingkungan rumah yang termasuk kategori sehat lebih banyak pada kelompok kontol yaitu
balita yang tidak diare sebesar 8 rumah (40%) dan rumah tidak sehat paling banyak pada kelompok kasus yaitu
balita diare sebesar 16 rumah (80%).
Perilaku penghuni yang termasuk kategori sehat lebih banyak pada kelompok kontol yaitu balita yang
tidak diare sebesar 15 rumah (75%) dan tidak sehat paling banyak pada kelompok kasus yaitu balita diare
sebesar 8 rumah (40%).

1. Hubungan Kejadian Penyakit Diare dengan Status Gizi Balita


Tabel 5. Analisis Hubungan Kejadian Penyakit Diare dengan Status Gizi Balita
Kejadian
Status Gizi
Total
X2
Diare
Kurang
Baik
Frekuensi
%
Frekuensi
%
Ya

Tidak
3
Total
4
Sumber: Data Primer, 2012

19

95

20

15
10

17
36

85
90

20
40

1,111

P Value

0,605

Pada tabel 5, menunjukkan bahwa balita diare yang mempunyai status gizi baik sebanyak 19 balita (95%),
dan status gizi kurang 1 balita (5%). Balita yang tidak diare mempunyai status gizi baik sebanyak 17 balita
(85%), dan status gizi kurang sebanyak 3 balita (15%).
Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai Fishers Exact Test sebesar 1,111 dengan nilai p sebesar 0,605
(p> 0,05). Adapun besarnya Chi-square tabel pada df = 1 didapatkan sebesar 3,84. Nilai Fishers Exact Test
lebih kecil daripada nilai Chi-square tabel (1,111 < 3,84) dan signifikasi hitung yang lebih besar dari nilai
signifikan 0,05. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi balita dengan
kejadian penyakit diare.

PEMBAHASAN
1. Karakteristik balita
Hasil penelitian menunjukan kejadian diare lebih banyak pada balita laki-laki yaitu sebanyak 12 balita
(60%) daripada balita perempuan. resiko kesakitan diare pada golongan perempuan lebih rendah daripada lakilaki karena aktivitas anak laki-laki dengan lingkungan lebih tinggi.4
Kejadian diare pada balita lebih banyak pada golongan umur 1-3 tahun sebanyak 11 balita (55%). Balita
yang tidak diare juga lebih banyak pada golongan umur 1-3 tahun yaitu 10 balita (50%). Tingginya angka
kejadian pada kelompok umur ini disebabkan kekebalan alami pada anak di bawah umur 24 bulan belum
terbentuk. Hal ini dapat terjadi karena penyapihan atau pemberian makanan tambahan (susu botol dan makanan
campuran) yang dimulai ketika umur anak kurang dari 24 bulan, sehingga anak sudah terpapar pada pengganti
air susu ibu dan makanan tambahan yang kemungkinan pengolahan dan penyajiannya kurang higienis. 5

2. Karakteristik ibu balita


Berdasarkan hasil penelitian, ibu balita yang diare dan balita yang tidak diare lebih banyak pada golongan
umur 20-35 tahun, dan pendidikan terakirnya SMA. Tingkat pendidikan seseorang dapat meningkatkan
pengetahuannya tentang kesehatan. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah tingkat
pendidikan. Pendidikan memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat.

Berdasarkan jenis pekerjaan ibu balita untuk kelompok balita yang diare dan yang tidak diare mayoritas
tidak bekerja yaitu 14 orang (70%) dan 16 orang (80%). Ibu bekerja kemungkinan anaknya mempunyai resiko
yang lebih kecil terkena diare dibandingkan ibu yang tidak bekerja. 7

3. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita
Hasil penelitian yang telah dilakukan terlihat bahwa balita yang tinggal di rumah dengan sanitasi
lingkungan rumah tidak sehat lebih banyak pada balita diare yaitu 10 rumah (50%) dibandingkan balita tidak
diare yaitu 8 rumah (40%).
Hasil uji Chi-square diperoleh nilai p= 0,751 (p>0,05), yang artinya tidak ada hubungan antara sanitasi
lingkungan rumah dengan kejadian penyakit diare pada balita.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Handayani (2007), melakukan penelitian tentang hubungan
pribadi ibu dan sanitasi lingkungan dengan diare pada balita di Wilayah kerja Puskesmas Tempel I Kecamatan
Tempel Kabupaten Sleman. Hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan sanitasi lingkungan dengan diare
pada balita. Diare pada balita tidak hanya terkait dengan sanitasi lingkungan saja melainkan ada faktor lain yang
terkait dengan diare pada balita. Faktor tersebut antara lain faktor sosial ekonomi. Mereka yang berstatus
ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga memudahkan
seseorang untuk terkena diare. 8
Penilaian terhadap sanitasi lingkungan rumah dilakukan dengan pengamatan langsung yang meliputi
komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni.

4. Hubungan Kejadian Penyakit Diare pada Balita dengan Status Gizi Balita
Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai Fishers Exact Test sebesar 1,111 dengan nilai p value sebesar
0,605 (p> 0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara kejadian penyakit diare dengan status gizi
balita.
Hasil penelitian ini berbeda dengan Alpiah (2011) melakukan penelitian tentang hubungan kejadian diare
dengan status gizi balita usia 12-60 bulan di Posyandu Pogung Kidul wilayah Puskesmas Mlati Sleman
Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kejadian diare dengan
status gizi balita yakni apabila balita sering mengalami riwayat kejadian diare, maka status gizinya menjadi
kurang.
Diare adalah sebuah penyakit dimana penderita mengalami rangsangan buang air besar yang terus
menerus dengan tinja atau feces yang masih memiliki kandungan air berlebihan. 9 Hasil penelitian ini berbeda
dengan teori dimana selama anak diare, terjadi penurunan asupan makanan, penurunan penyerapan zat-zat
makanan (nutrisi), dan peningkatan kebutuhan nutrisi. Hal ini secara bersama-sama seringkali menyebabkan
penurunan berat badan anak selama diare dan setelah diare. Selanjutnya dapat menyebabkan kegagalan atau
tertahannya pertumbuhan anak atau anak mengalami gangguan gizi. 10

Berdasarkan hasil penelitian tidak terdapat hubungan antara kejadian penyakit diare dengan status gizi
balita, hal ini disebabkan karena anak balita yang sakit diare memperoleh asupan makan yang baik atau lebih
dari orang tua sehingga tidak berpengaruh terhadap status gizi anak yang sedang sakit. Seringkali dalam
kehidupan sehari-hari anak yang sakit cenderung mendapat perhatian yang khusus dari orang tua terutama dalam
segi makanan, yakni lebih enak, bergizi tinggi dan membawa anaknya ke tenaga kesehatan untuk berobat, hal
tersebut juga dapat menyebabkan status gizi anak yang sakit tetap baik.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui sanitasi lingkungan rumah termasuk kategori rumah tidak sehat
sebesar 90%. Status gizi balita kurang lebih banyak pada balita yang tidak diare yaitu sebesar 15%. Tidak ada
hubungan antara sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian penyakit diare pada balita di Puskesmas Berbah,
Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman Yogyakarta. Tidak ada hubungan kejadian penyakit diare dengan status gizi
balita di Puskesmas Berbah, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman Yogyakarta.

SARAN
Saran yang diberikan oleh penulis sehubungan dengan penelitian ini adalah :
1. Bagi Puskesmas
Penyuluhan mengenai rumah sehat kepada masyarakat oleh tenaga kesehatan.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara
sanitasi lingkungan rumah dan kejadian penyakit diare pada balita dengan status gizi balita dengan
menggunakan metode penelitian yang lain sehingga memperoleh hasil yang lebih baik.

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Agtini, M. 2011. Bulentin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, volume 2,
Triwulan 2.
2. Gunawan, dkk. 2003. Petunjuk Teknis Penilaian Rumah Sehat Propinsi DIY.
3. Suharti, W. 2000. Status Gizi dan Karakteristik Balita Diare di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. H. Soemarno
Sosroatmodjo Kuala Kapuas Kalimantan Tengah. KTI, Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.
4. Hamisah, I. 2011. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare Akut pada Balita di Kabupaten Klaten. Tesis,
Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.
5. Palupi, A., Hadi, H., Soenarti, S.S. 2009. Status Gizi dan Hubungannya dengan Kejadian Diare pada Anak Diare
Akut di Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Jurnal Gizi Klinik Indonesia, Volume 6 No.1.
6. Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsip-Prinsip Dasar,
Jakarta: Rineka Cipta.
7. Hayati, I.S. 2005. Hubungan Status Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Diare pada Anak di bawah Tiga Tahun
(BATITA). TESIS, Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.
8. Soemirat, J. 2005. Epidemiologi Lingkungan.UGM, Yogyakarta.
9. Novel, S.S. 2011. Ensklopedia Penyakit Menular dan Infeksi.Yogyakarta: Familia Pustaka Keluarga.
10. Widjaja, M. 2002. Kesehatan Anak; Mengatasi Diare Dan Keracunan Pada Balita, Jakarta: Kawan Pustaka.
11. Nursalam, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta: Salemba.

11

You might also like