You are on page 1of 18

1.

Definisi
Meningitis adalah infeksi serius yang paling umum pada
SSP. Meningitis biasanya disebabkan oleh bakteri atau virus
walaupun

jamur,

penyebabnya.

protozoa,

Meningitis

dan

sering

toksin
terjadi

juga

merupakan

akibat

penyebaran

infeksi dari tempat lain di tubuh, misalnya sinus, telinga, atau


saluran napas bagian atas. Fraktur tengkorak basilar posterior
disertai pecahnya gendang telinga juga dapat menyebabkan
meningitis.
Meningitis bakterialis adalah suatu infeksi purulen lapisan
otak yang pada orang dewasa biasanya hanya terbatas didalam
ruang subaraknoid, namun pada bayi cenderung meluas sampai
ke rongga subdural sebagai suatu efusi atau empiema subdural
(leptomeningitis),

atau

bahkan

ke

(meningoensefalitis). (Satyanegara, 2010)


Pada meningitis bacterial, toksin

dalam
yang

otak

dikeluarkan

merusak sel meningeal dan menstimulasi reaksi imun dan


inflamasi. Ensefalitis sekunder dapat terjadi. Walaupun diobati,
sebanyak 40% kasus meningitis bersifat fatal dan sebanyak 30%
individu yang bertahan mengalami komplikasi neurologis.
2. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan
perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu:
a. Meningitis serosa
Radang selaput otak arakhnoid dan piameter yang disertai
cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah
Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, virus,
toxoplasma gondhii dan ricketsia.
b. Meningitis purulenta
Radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak
dan medulla spinalis. Penyebabnya antara lain: diplococcus
pneumonia
streptococcus
haemophilus

(pneumococcus),
haemolyticuss,
influenza,

neisseria

meningitis,

staphylococcus

Escherichia

coli,

aureus,
klebsiella

pneumonia, pseudomonas aeruginosa.


3. Epidemiologi
Factor resiko utama untuk meningitis adalah respon
imunologi terhadap pathogen spesifik yang lemah terkait

dengan umut muda. Resiko terbesar pada bayi (1 - 12 bulan);


95% terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat
terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi
baru dengan bakteri pathogen, kontak erat dengan individu
yang menderita penyakit invasive, perumahan padat penduduk,
kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi
yang tidak diberikan ASI pada umur 2 - 5 bulan. Cara
penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang melalui secret
atau tetesan saluran pernafasan.
a. Meningitis bacterial
Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2
bulan - 2 tahun. Umumnya terdapat pada anak distrofik yang
daya tahan tubuhnya rendah. Insidens meningitis bakterialis
pada neonatus adalah sekitar 0,5 kasus per 1000 kelahiran
hidup. Insidens meningitis pada bayi berat lahir rendah tiga
kali lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal.
Streptococcus grup B dan E.coli merupakan penyebab utama
meningitis

bacterial

pada

neonatus.

Penyakit

ini

menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%).


Hampir 40% diantaranya mengalami gejala sisa berupa
gangguan pendengaran dan deficit neurologis.
b. Meningitis tuberculosis
Di seluruh dunia, tuberculosis merupakan penyebab
utama dari morbiditas dan kematian pada anak. Di Amerika
Serikat, insidens tuberculosis kurang dari 5% dari seluruh
kasus meningitis bacterial pada anak, namun penyakit ini
mempunyai frekuensi yang lebih tinggi pada daerah dengan
sanitasi yang buruk.
Meningitis tuberculosis

masih

banyak

ditemukan

di

Indonesia karena morbiditas tuberculosis anak masih tinggi.


Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak terutama bayi
dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih
rendah. Angka kejadian jarang dibawah usia 3 bulan dan
mulai meningkat dalam usia 5 tahun pertama, tertinggi pada
usia 6 bulan sampai 2 tahun. Angka kematian berkisar antara
10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18%

pasien yang normal secara neurologis dan intelektual. Anak


dengan meningitis tuberculosis yang tidak diobati, akan
meninggal dalam waktu 3 - 5 minggu. Angka kejadian
meningkat dengan meningkatnya jumlah pasien tuberculosis
dewasa.
c. Meningitis viral
Insidens meningitis viral di Amerika Serikat yang secara
resmi dilaporkan berjumlah lebih dari 10.000 kasus, namun
pada

kenyataannya

dapat

mencapai

75.000

kasus.

Kekurangan dalam pelaporan data ini disebabkan oleh gejala


klinis yang tidak khas dan inabilitas beberapa virus untuk
tumbuh dalam kultur. Menurut data yang dilaporkan Centers
for Disease Control and Prevention (CDC), pasien rawat inap
dengan

meningitis

viral

sekitar

25.000

50.000

tiap

tahunnya.
Di seluruh dunia, penyebab meningitis virak termasuk
enterovirus, mumps virus mumps (gondongan), virus measles
(campak), virus varicella zoster dan HIV. Gejala meningitis
dapat timbul hanya pada 1 dari 3000 kasus. Mumps
menyebabkan 10-20% meningitis dan meningoencephalitis
dibagian negara dimana akses vaksin sulit. Insidens 20 kali
lebih besar pada tahun pertama kehidupan. Pada neonatus
lebih dari 7 hari, meningitis aseptic sering disebabkan oleh
enterovirus. Vaksinasi mengurangi insidens dari meningitis
oleh virus mumps, plio dan measles. Virus mumps dan
measles sering menyebabkan meningitis pada anak usia
sekolah sampai kuliah. Enterovirus 1,3-1,5 kali lebih sering
menyebabkan

meningitis

pada

laki-laki

dibandingkan

perempuan. Menurut WHO, meningitis enteroviral dengan


sepsis merupakan penyebab tersering ke-5 kematian pada
neonatus. Diluar periode neonatal mortalitas kurang dari 1%,
begitu juga dengan morbiditasnya.
Meningitis virus lebih sering dijumpai pada anak daripada
orang dewasa. Di negeri tropis dan subtropis tingginya
frekuensi meningitis virus tidak bergantung kepada musim

seperti pada negeri beriklim dingin yang angka kejadian


tertingginya dijumpai pada musim panas dan musim gugur.
d. Meningitis jamur
Meningitis jamur jarang ditemukan, namun dapat
mengancam

kehidupan.

Walaupun

semua

orang

dapat

terkena meningitis jamur, namun resiko tinggi terdapat pada


orang yang menderita AIDS, leukemia, atau bentuk penyakit
imunodefisiensi (system imun tidak mempunyai respon yang
adekuat

terhadap

infeksi)

lainnya

dan

orang

dengan

imunosupresi (malfungsi dari system imun sebagai akibat


obat-obatan).
Penyebab tersering dari meningitis jamur pada orang
dengan defisiensi imun seperti HIV adalah Cryptococcus.
Penyakit ini merupakan salah satu dari penyebab tersering
meningitis di Afrika. Jamur lain yang dapat menyebabkan
thrush,

candida,

dapat

menyebabkan

meningitis

pada

beberapa kasus, terutama pada bayi premature dengan berat


lahir sangat rendah (very low birth weight).
4. Patofisiologi

5. Faktor Resiko
Faktor resiko

meningitis

antara

lain:

pasien

yang

mengalami defek dural, sedang menjalani spinal procedure,


bacterial

endocarditis,

diabetes

melitus,

alkoholisme,

splenektomi, sickle cell disease, dan keramaian (Tidy, 2009).


Faktor lainnya yang juga dapat menyebabkan timbulnya
penyakit meningitis :
a. Orang / manusia
5

Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respon


imunologi terhadap pathogen spesifik yang lemah terkait
dengan umur muda. Karena anak-anak biasanya tidak
mempunyai kekebalan terhadap bakteri. Risiko terbesar
adalah pada bayi antara umur 1 dan 12 bulan, 95% kasus
terjadi antara umur 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis
dapat terjadi pada setiap umur. Risiko tambahan adalah
kemiskinan, dan kemungkinan tidak adanya pemberian ASI
untuk bayi umur 2-5 bulan. Insiden dari tipe bakteri
penyebab bervariasi menurut umur penderita. Pada negara
berkembang, penyakit meningitis akibat infeksi Haemophilus
influenza pada anak yang tidak divaksinasi paling lazim
terjadi pada bayi umur 2 bulan sampai 2 tahun, insiden
puncak terjadi pada bayi usia 6-9 bulan, dan 50% kasus
terjadi pada usia tahun pertama.
b. Waktu
Kelembaban yang rendah dapat merubah barier mukosa
nasofaring,

sehingga

merupakan

predisposisi

untuk

terjadinya infeksi. Wabah Meningitis di Afrika terjadi selama


musim panas dari bulan Desember hingga juni. Di daerah
Sub-Saharan Meningitis Belt (Upper volta, Dahomey, Ghana
dan Mali Barat, hingga Niger, Nigeria, Chad, dan Sudan
Timur) epidemi meningitis dimulai pada musim panas/musim
kering dan mencapai puncaknya pada akhir April awal Mei
dan diakhiri dengan dimulainya musim penghujan. Tahun
2008, Afghanistan melaporkan 2.154 kasus meningitis dan
140 kematian (CFR=6,5%) dimana sebagian besar kasus
terjadi pada musim panas.
c. Lingkungan
Faktor

lain

yang

mempengaruhi

timbulnya

penyakit

meningitis adalah faktor lingkungan dengan kebersihan yang


buruk dan terlalu padat. Dimana timbulnya kontak antara
penderita yang memilki penyakit saluran pernafasan ataupun
influenza.

Sehingga anak dapat terpapar oleh bakteri Haemophilus


influenza, pemaparan kuman juga dapat terjadi pada saat
anak kontak dengan teman sekolah ataupun kontak di
tempat penitipan anak dan juga dipengaruhi oleh imunitas
kelompok yang rendah, misalnya tinggal di daerah kumuh
ataupun sosial ekonomi yang rendah. Resiko penularan
meningitis bakteri N. meningitidis juga meningkat pada
lingkungan yang padat seperti asrama, kamp-kamp tentara,
dan jemaah haji.
Keadaan geografis dan populasi tertentu merupakan
predisposisi untuk terjadinya penyakit epidemik. Di seluruh
daerah tropis, meningitis bakterial lebih sering terjadi pada
anak yang berumur 6 bulan - 3 tahun. Beban penyakit
meningitis tertinggi terjadi di sub-Sahara Afrika, yang dikenal
sebagai

Meningitis

Belt.

Pada

Tahun

1996,

Afrika

mengalami wabah meningitis yang tercatat sebagai epidemic


terbesar dalam sejarah dengan lebih dari 250.000 kasus dan
25000 kematian yang terdaftar (CFR=10%).8 Penelitian yang
dilakukan di Malaysia (Nur, 2005) 60% kasus meningitis
paling banyak terdapat pada kelompok umur anak-anak yaitu
umur 0-9 tahun dengan mortalitas 15%.
6. Manifestasi Klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan
TIK:
a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik,
tidak responsive, dan koma
c. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai
berikut:
Ringiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot

leher
Tanda kernik positif: ketika pasien dibaringkan dengan
paha dalam keadaan fleksi kea rah abdomen, kaki
tidak dapat di ektensikan sempurna

Tanda brudzinki: bila leher pasien di fleksikan maka


dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi
pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi
maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas

yang berlawanan.
d. Mengalami foto fobia, atau sensitive yang berlebihan pada
cahaya
e. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan
TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan
tanda-tanda

perubahan

karakteristik

tanda-tanda

vital

(melebarnya tekanan pulse dan brakikardi), pernafasan tidak


teratur,
f.

sakit

kepala,

muntah

dan

penurunan

tingkat

kesadaran
Adanya ruam merupakan cirri mencolok pada meningitis

meningokokal
g. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia: demam
tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok
dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan kaki kuduk
Pemeriksaan (+) jika di dapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala di sertai rasa nyeri dan
spasme otot, dagu tidak dapat di sentuhkan dada dan
juga di dapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi

kepala.
Pemeriksaan tanda kerning
Pasien berbaring terlentang,

tangan

diangkat

dan

dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi


tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa
rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi
lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di
ekstensikan

sempurna)

disertai

spasme

otot

paha

biasanya diikuti rasa nyeri.


Pemeriksaan Tanda Brudzinski meliputi :
- Brudzinski leher : Pasien berbaring terlentang dan
pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala
dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian
dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada

sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila


-

pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher


Brudzinski kontra lateral tungkai : Pasien berbaring
terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda
Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi
fleksi

involunter

pada

sendi

panggul

dan

lutut

kontralateral.
Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa
jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal, dengan
syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
- Pada Meningitis

Serosa

terdapat

tekanan

yang

bervariasi, cairan jernih, sel darah putih meningkat,


-

glukosa dan protein normal, kultur (-).


Pada
Meningitis
Purulenta
terdapat

tekanan

meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih dan


protein

meningkat,

glukosa

menurun,

kultur

(+)

beberapa jenis bakteri


Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit
(meningkat), Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa
(meningkat), kadar ureum, elektrolit (abnormal) dan kultur
darah (idung, tenggorokan, urine : mengindikasi daerah
yang terkena infeksi
- Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan
leukosit
-

saja.

Disamping

itu,

pada

Meningitis

Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.


Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan

leukosit.
Pemeriksaan Radiologis
- Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto
kepala, bila mungkin dilakukan CT Scan.
Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa

mastoid, sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada.


8. Penatalaksanaan
A. Farmakologis
1. Obat anti inflamasi
Meningitis tuberkulosa

Isoniazid 10 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari

maksimal 500 gr selama 1 tahun


Rifamfisin 10 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari

selama 1 tahun
Streptomisin sulfat 20 40 mg/kg/24 jam sampai 1

minggu, 1 2 kali sehari, selama 3 bulan


Meningitis bacterial, umur < 2 bulan
- Sefalosporin generasi ke 3
- Ampisilina 150 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4
6 kali sehari
- Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari
Meningitis bacterial, umur > 2 bulan
- Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6
kali sehari
- Sefalosforin generasi ke 3
2. Pengobatan simptomatis
Diazepam IV : 0.2 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4
0.6/mg/kg/dosis kemudian klien dilanjutkan dengan
Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari
Turunkan panas :
- Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10
mg/kg/dosis
- Kompres air PAM atau es
3. Pengobatan suportif
Cairan intravena
Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara
30 50 %
4. Pengobatan lainnya
Dexamethasone

membantu

menstabilkan penghalang darah otak


Manittol
:
mengurangi

edema

serebral
Anti konvulsan
: mengurangi kejang
B. Non farmakologis
Isolasi precautions
Pemberian terapi antimikroba
Mempertahankan hidrasi yang optimum
Mempertahankan ventilasi
Mengurangi peningkatan TIK
Management dari syok
Mengontrol kejang
Mengontrol temperature pada ekstremitas
Koreksi anemia
Perawatan dari komplikasi

10

9. Komplikasi
a. Hidrosefalus obstruktif
b. Cerebral palsy
c. Kejang
d. Efusi subdural
e. Edema dan herniasi serebral
f. Gangguan mental
g. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormon)
10.
Asuhan Keperawatan
Kasus:
Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun, dibawa ke rumah
sakit karena panas tinggi sejak 4 hari yang lalu dan mengeluh
sakit kepala, kejang sebanyak 1 kali di rumah. Keluarga
mengatakan leher anaknya terasa kaku. Dari hasil anamnesa
perawat dengan ibu klien didapatkan bahwa anaknya pernah
mengalami otitis media 1 bulan yang lalu, riwayat anoreksia.
Hasil pemeriksaan perawat, anak tampak letargi, tanda-tanda
vital: Suhu 39,5oC, nadi 120x/menit, pernapasan 22x/menit,
brudzinski (+), kernig (+), mukosa kulit kering, turgor kembali 3
detik, GCS 345, badan teraba hangat. Hasil pemeriksaan lab:
leukosit 15.000, LED 20mm/jam, pemeriksaan Analisis LCS dari
Pungsi Lumbal: Sifat : keruh, Tekanan : 300 mmhg, Protein : 75
mg/dl, Leukosit total : 10/ml, Glukosa : 100 mg/dl, CT scan
terdapat penumpukan cairan pada selaput meningen.
Pengkajian
1. Identitas Klien.
Nama
: An.T
Umur
: 7 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
2. Status Kesehatan Saat ini
- Keluhan Utama : Panas tinggi sejak 4 hari yang lalu,
Klien mengeluh sakit kepala dan kejang sebanyak 1 kali
di rumah. Keluarga mengatakan lahernya terasa kaku.
- Lama Keluhan
: 4 hari yang lalu
- Kualitas Keluhan :
- Faktor Pencetus : Otitis media 1 bulan
- Faktor Pemberat : Riwayat Anoreksia
- Upaya yang telah dilakukan :
3. Diagnosa Medis
: Meningitis
4. Riwayat Kesehatan Saat ini
Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun, dibawa ke rumah
sakit karena panas tinggi sejak 4 hari yang lalu dan

11

mengeluh sakit kepala, kejang sebanyak 1 kali di rumah.


Keluarga mengatakan leher anaknya terasa kaku.
5. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Klien pernah mengalami otitis media 1 bulan yang lalu,
riwayat anoreksia.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak terkaji
7. Pemeriksaan fisik
Suhu 39,50C, nadi 120x/menit, pernapasan 22x/menit,
brudzinski (+), kernig (+), mukosa kulit kering, turgor
kembali 3 detik, GCS 345, badan teraba hangat.
8. Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit 15.000, LED 20mm/jam, pemeriksaan Analisis LCS
dari Pungsi Lumbal: Sifat : keruh, Tekanan : 300 mmhg,
Protein : 75 mg/dl, Leukosit total : 10/ml, Glukosa : 100
mg/dl, CT scan terdapat penumpukan cairan pada selaput
meningen.
9. Rencana Terapi
Tidak terkaji
Analisa Data

No

Data

Etiologi

Masalah
Keperawatan

DS:
Klien

Infeksi jaringan otak

Hipertermi

mengeluh

panas tinggi sejak 4


hari yang lalu dan
mengeluh

sakit

kepala,

kejang

sebanyak 1 kali di

iritasi meningen
perubahan fisiologis
intrakranial
sakit kepala dan demam
hipertermia

rumah.
DO:
Suhu 39,5oC
pernapasan
22x/menit
badan teraba hanga
2

DS:
Klien

Infeksi jaringan otak


mengeluh

panas tinggi sejak 4


hari

yang

lalu,

iritasi meningen

Kekurangan
volume cairan

perubahan fisiologis
12

kejang 1x, anoreksia


dan kaku leher
DO:
Suhu 39,5 0C
Nadi 120x/menit
Letargi
Mukosa mulut Kering
Turgor Kembali 3

intracranial
edema serebral dan TIK
perubahan GI
anoreksia
Kekurangan Volume

detik
3

cairan

DS:
Klien mengeluh sakit
kepala sejak 4 hari
yang lalu
Kaku leher
Otitis media 1 bulan
lalu
DO:
Tanda Brudzinki (+)
Tanda Kernig (+)
GCS 345
CT scan terdapat

Infeksi jaringan otak


iritasi meningen

Ketidakefektifa
n

perubahan

fisiologis

Perfusi

Jaringan (Otak)

intracranial
peningkatan
permeabilitas darah otak
penumpukan cairan pada
selaput meningen

penumpukan cairan
pada

Resiko

bradikardia

selaput

meningen

Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak

DS:
Klien mengeluh sakit
kepala, otitis media,
anoreksia dan kaku
leher
DO:
Suhu 39,50C
Nadi 120x/menit
RR 22x/menit
GCS 345

Infeksi jaringan otak

Nyeri Akut

iritasi meningen
perubahan fisiologis
intracranial
sakit kepala dan demam
nyeri akut

Prioritas Diagnosa Keperawatan


No

Tgl

Diagnosa Keperawatan

TTD

Muncul

13

1.

Kekurangan volume cairan berhunbungan


dengan kehilangan cairan aktif ditandai
dengan penurunan turgor kulit, membrane
mukosa kering, peningkatan suhu tubuh,
peningkatan dan frekuensi nadi

2.

Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan


otak

ditandai

dengan

penumpukan

cairan

terdapatnya

pada

selaput

meningen, klien mengeluh sakit kepala


dan peningkatan suhu tubuh.

3.

Nyeri akut berhubungan dengan agen


cedera

biologis

ditandai

dengan

perubahan frekuensi pernapasan, kaku


leher dan GCS 345

4.

Hipertermia
penyakit

berhubungan

ditandai

dengan

dengan
peningkatan

suhu tubuh diatas kisaran normal, kejang,


takikardia,

takipnea

dan

kulit

terasa

hangat.
Rencana Keperawatan
Diagnosa

Keperwatan

berhunbungan

dengan

Kekurangan

kehilangan

cairan

volume
aktif

cairan
ditandai

dengan penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering,


peningkatan suhu tubuh, peningkatan dan frekuensi nadi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 x
24 jam volume cairan terpenuhi.
Kriteria Hasil : pada saat evaluasi didapatkan skor 4 indikator
NOC
NOC : Fluid Balance

14

No

Indikator

Turgor kulit

Membrane mukosa basah

24

jam

intake

dan

output

seimbang

Nadi

Keterangan : 1. Bahaya 2. Parah 3. Sedang 4. Rngan 5. Tidak


bahaya
NIC: Fluid Management
1. Monitor TTV
2. Monitor status hidrasi (membrane mukosa basah, nadi
adekuat, tekanan darah)
3. Monitor indikasi kekurangan atau kelebihan cairan.
4. Berikan cairan yang sesuai.

Diagnosa Keperawatan 2 : Resiko ketidakefektifan perfusi


jaringan otak ditandai dengan terdapatnya penumpukan
cairan pada selaput meningen, klien mengeluh sakit kepala
dan peningkatan suhu tubuh.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 x
24 jam resiko perfusi jaringan diotak kembali efektif.
Kriteria Hasil : pada saat evaluasi didapatkan skor 4 indikator
NOC
NOC : Tissue Perfusion:Cerebral

No

Indikator

Tekanan intracranial

15

Sakit kepala

Demam

Kesadaran menurun

Keterangan : 1. Bahaya 2. Parah 3. Sedang 4. Rngan 5. Tidak


bahaya/tidak ada
NIC: Cerebral Edema Management
1. Monitor TTV
2. Monitor status respirasi : kecepatan,ritme dan kedalaman
respirasi; PaO2,PCO2,PH,bicarbonat
3. Monitor status neurology pasien
4. Monitor pasien ICP dan respon neulogi untuk aktivitas
perawatan
5. Menghindari gerakan fleksi leher, atau ektremitas fleksi
lutut atau siku.
Diagnosa Keperawatan 3: Nyeri akut berhubungan dengan
agen cedera biologis ditandai dengan perubahan frekuensi
pernapasan, kaku leher dan GCS 345.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 x
24 jam nyeri berkurang
Kriteria Hasil : pada saat evaluasi didapatkan skor 4 indikator
NOC
NOC : Pain Level

No

Indikator

Laporan nyeri

Ketegangan otot

Pernapasan

16

Nadi

Keterangan : 1. Bahaya 2. Parah 3. Sedang 4. Rngan 5. Tidak


bahaya
NIC: Fluid Management
Ajarkan prinsip manajemen nyeri

1.

2.
3.
4.
5.

Evalusai nyeri pasien dengan tenaga kesehatan.


Gunakan komunikasi terapeutik yang efektif.
Kaji lokasi, karakter, durasi, frekuensi, kualitas nyeri
Kaji sumber nyeri dan beri strategi pengurang nyeri.

Diagnosa Keperawatan 4 : Hipertermia berhubungan dengan


penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh diatas kisaran
normal, kejang, takikardia, takipnea dan kulit terasa hangat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 x 24
jam suhu menurun
Kriteria Hasil : pada saat evaluasi didapatkan skor 4 indikator
NOC
NOC : Thermoragulation

No

Indikator

Suhu kulit menurun

Sakit kepala

Kejang Panas

Kejangan otot

Keterangan : 1. Bahaya 2. Parah 3. Sedang 4. Rngan 5. Tidak


bahaya
NIC: Temperature Regulation
1. Monitor suhu setiap 2 jam sekali
2. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi
3. Monitor suhu dan warna kulit

17

4. Monitor untuk tanda dan gejala hipertermia


5. Atur suhu lingkungan untuk kebutuhan pasien.

18

You might also like