You are on page 1of 21

MAKALAH

PEMILIHAN BAHAN DAN PROSES

“RETAKAN KOROSI TEGANGAN PADA PENGELASAN


BAJA KARBON”

OLEH:

MARTINUS NOPI (08 52 14 047)

UNIVERSITAS SANATA DHARMA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
TEKNIK MESIN
2010
PENDAHULUAN
Baja karbon A285 telah digunakan pada konstruksi tangki penyimpanan nuklir tingkat
tinggi. Plat baja ini disambung dengan proses GMAW. Disini ditemukan bahwa pengelasan
ini mudah terkena IGSCC (Intergranular Stress Corrosion Cracking) pada daerah sambungan
las. Penyebab dari retakan ini adalah karena adanya retakan korosi tegangan dalam bentuk
nitrat yang disebabkan oleh tegangan sisa karena pengelasan pada plat lebar sepanjang
konstruksi. SCC terjadi di dekat lasan pada beberapa tangki penyimpanan yang mengandung
bahan kimia korosif. Fenomena ini diselidiki dengan eksperimen untuk memperoleh
informasi tentang bentuk retakan pada plat yang dilas.

Pada eksperimen ini digunakan dua plat yang dilas dengan dimensi 30.5 cm x 30.5 cm
sesuai dengan prosedur fabrikasi tangki baja karbon yang digunakan di tahun 1950-an. Pojok
plat di mana akan didesak selama pengelasan untuk simulasi lebar plat pengelasan pada
konstruksi tangki. Retak awal dihasilkan melintang dan sejajar dengan lasan yang digunakan
(EDM). Spesimen uji ini dicampur pada larutan 5M Sodium Nitrat (NaNO3) pada suhu
sekitar 900C sampai 10 minggu. Inspeksi berkala harus dilakukan. Penelitian ini menemukan
bahwa pada logam lasan terjadi retakan selam 2 minggu dan stress relieved plat tertinggal
utuh. Dengan pengujian ini dapat diketahui bahwa SCC dapat terjadi pada non-stress relieved
tangki A285 dan prosedur pembebasan tegangan diimplementasikan untuk konstruksi tangki
selanjutnya. Analisis finite elemen thermo-mechanical untuk 3 dimensi dilakukan untuk
menetukan tegangan sisa dengan menggunakan kalkulasi sejarah temperature dari analisa
perpindahan panas untuk mensimulasikan proses GMAW. Jejak bebas retakan kemudian
digunakan untuk model finit elemen dan distribusi balik tegangan sisa digunkan untuk
kalkulasi factor intensitas tegangan ujung retakan (k) selama retakan dari awal retakan.
Dengan menggabungkannya dengan data eksperimen untuk KISCC (factor intensitas tegangan
termasuk disini tidak dapat terjadi SCC. Teori panjang IGSCC dapat diprediksi dan
dibandingkan untuk pengukuran eksperimental. Pada gambaran dari banyak variabel tak
tentu. Selama proses pengelasan, persamaan antara hasil tes dan prediksi numerik sangat
masuk akal. Analisisnya juga mengindikasikan bahwa hubungan dari sumber retak
mempengaruhi hasil tegangan sisa dan bahkan panjang retak akhir.
DEFINISI KOROSI

1. Pengertian Korosi

Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu


logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang
tidak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Contoh korosi yang
paling lazim adalah perkaratan besi.

Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara)


mengalami reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau karbonat. Rumus kimia
karat besi adalah Fe2O3.nH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah.

Korosi merupakan proses elektrokimia. Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi itu berlaku
sebagai anode, di mana besi mengalami oksidasi.

Fe(s) <--> Fe2+(aq) + 2e

Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi itu yang bertindak
sebagai katode, di mana oksigen tereduksi.

O2(g) + 4H+(aq) + 4e <--> 2H2O(l)

atau

O2(g) + 2H2O(l) + 4e <--> 4OH-(aq)

Ion besi(II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi(III) yang
kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, , yaitu karat besi. Mengenai bagian mana
dari besi itu yang bertindak sebagai anode dan bagian mana yang bertindak sebagai katode,
bergantung pada berbagai faktor, misalnya zat pengotor, atau perbedaan rapatan logam itu.

Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam bereaksi
secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Ada definisi lain yang mengatakan bahwa
korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi logam dari bijih mineralnya. Contohnya, bijih
mineral logam besi di alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi oksida atau besi sulfida,
setelah diekstraksi dan diolah, akan dihasilkan besi yang digunakan untuk
pembuatan baja atau baja paduan. Selama pemakaian, baja tersebut akan bereaksi dengan
lingkungan yang menyebabkan korosi (kembali menjadi senyawa besi oksida).

Deret Volta dan hukum Nernst akan membantu untuk dapat mengetahui kemungkinan


terjadinya korosi. Kecepatan korosi sangat tergantung pada banyak faktor, seperti ada atau
tidaknya lapisan oksida, karena lapisan oksida dapat menghalangi
beda potensial terhadap elektroda lainnya yang akan sangat berbeda bila masih bersih dari
oksida.
2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Korosi Besi
Korosi besi memerlukan oksigen dan air.

3.Pengaruh Logam Lain terhadap Korosi Besi


Dari kehidupan sehari-hari kita ketahui bahwa besi yang dilapisi dengan zink “tahan
karat”, sedangkan besi yang kontak dengan tembaga berkarat lebih cepat.

4.Cara-cara Pencegahan Korosi Besi


Besi adalah logam yang paling banyak dan paling beragam penggunaannya. Hal ini
terjadi karena beberapa hal, diantaranya:
Kelimpahan besi di kulit bumi cukup besar,
Pengolahan relatif mudah dan murah, dan
Besi mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan dan mudah dimodifikasi
Salah satu kelemahan besi adalah mudah mengalami korosi. Korosi menimbulkan banyak
kerugian karena mengurangi umur pakai berbagai barang atau bangunan yang menggunakan
besi atau baja. Sebenarnya korosi dapat dicegah dengan mengubah besi menjadi baja tahan
karat (stainless steel), akan tetapi proses ini terlalu mahal untuk kebanyakan penggunaan besi.
Cara-cara pencegahan korosi besi, yaitu :
1. Pengecetan. Jembatan, pagar dan railing biasanya dicat.
Cat menghindarkan kontak dengan udara dan air. Cat yang mengandung timbel dan zink
(seng) akan lebih baik, karena keduanya melindungi besi terhadap korosi.
2. Pelumuran dengan Oli atau Gemuk. Cara ini diterapkan untuk berbagai perkakas dan
mesin. Oli dan gemuk mencegah kontak dengan air.
3. Pembalutan dengan Plastik.
Berbagai macam barang, misalnya rak piring dan keranjang sepeda dibalut dengan plastik.
Plastik mencegah kontak dengan udara dan air.
4. Tin Plating (pelapisan dengan timah).
Kaleng-kaleng kemasan terbuat dari besi yang dilapisi dengan timah. Pelapisan dilakukan
secara elektrolisis, yang disebut tin plating. Timah tergolong logam yang tahan karat. Akan
tetapi, lapisan timah hanya melindungi besi selama lapisan itu utuh (tanpa cacat). Apabila
lapisan timah ada yang rusak, misalnya tergores, maka timah justru mendorong/mempercepat
korosi besi. Hal itu terjadi karena potensial reduksi besi lebih negatif daripada timah (Eº Fe =
-0,44 volt; Eº Sn = -0,44 volt). Oleh karena itu, besi yang dilapisi dengan timah akan
membentuk suatu sel elektrokimia dengan besi sebagai anode. Dengan demikian, timah
mendorong korosi besi. Akan tetapi hal ini justru yang diharapkan, sehingga kaleng-kaleng
bekas cepat hancur.
5. Galvanisasi (pelapisan dengan zink).
Pipa besi, tiang telpon dan berbagai barang lain dilapisi dengan zink. Berbeda dengan timah,
zink dapat melindungi besi dari korosi sekalipun lapisannya tidak utuh. Hal ini terjadi karena
suatu mekanisme yang disebut perlindungan katode. Oleh karena potensial reduksi besi lebih
positif daripada zink, maka besi yang kontak dengan zink akan membentuk sel elektrokimia
dengan besi sebagai katode. Dengan demikian besi terlindungi dan zink yang mengalami
oksidasi. Badan mobil-mobil baru pada umumnya telah digalvanisasi, sehingga tahan karat.

6. Chromium Plating (pelapisan dengan kromium).


Besi atau baja juga dapat dilapisi dengan kromium untuk memberi lapisan pelindung yang
mengkilap, misalnya untuk bumper mobil. Chromium plating juga dilakukan dengan
elektrolisis. Sama seperti zink, kromium dapat memberi perlindungan sekalipun lapisan
kromium itu ada yang rusak.
7. Sacrificial Protection (pengorbanan anode). Magnesium adalah logam yang jauh lebih aktif
(berarti lebih mudah berkarat) daripada besi. Jika logam magnesium itu akan berkarat tetapi
besi tidak. Cara ini digunakan untuk melindungi pipa baja yang ditanam dalam tanah atau
badan kapal laut. Secara periodik, batang magnesium harus diganti.

5. Korosi Aluminium
Aluminium, zink, dan juga kromium, merupakan logam yang lebih aktif daripada
besi. Jika demikian, mengapa logam-logam ini lebih awet? Sebenarnya, aluminium berkarat
dengan cepat membentuk oksida aluminium (Al2O3). Akan tetapi, perkaratan segera terhenti
setelah lapisan tipis oksida terbentuk. Lapisan itu melekat kuat pada permukaan logam,
sehingga melindungi logam di bawahnya terhadap perkaratan berlanjut.
Lapisan oksida pada permukaan aluminium dapat dibuat lebih tebal melalui elektrolisis,
proses yang disebut anodizing. Aluminium yang telah mengalami anodizing digunakan untuk
membuat panci dan berbagai perkakas dapur, bingkai, kerangka bangunan (panel dinding),
serta kusen pintu dan jendela. Lapisan oksida aluminium lebih mudah dicat dan member
warna yang lebih terang.
METODE PENELITIAN
Baja karbon ASTM A285 Grade B adalah material utama pada konstruksi tangki
penyimpanan sampah radioaktif tingkat tinggi di tahun 1950-an. Berdasarkan komposisinya,
A285 Grade C, vendor Heat R934 dipilih sebagai spesimen laboratorium pada penelitian ini.
Komposisi kimia dalam berat persen (wt.%) sebagai berikut: C–0.075, Mn–0.531, P–0.008,
S–0.022, Si–0.202, Cu–0.259, Ni–0.098, Cr–0.083, Mo–0.021, Sn–0.028, Al–0.002, Nb–
0.001, V–0.000. Properti mekanik dari informasi vendor adalah: tensile strength–407 MPa
(59 ksi), yield strength–303 MPa (44 ksi), elongation–28% for gage length 20.3 cm (8 in.).
Setiap spesimen uji dibuat dengan penggabungan plat baja karbon A285 (gb.1) dengan
prosedur GMAW yang telah digunakan sejak tahun 1950-an untuk konstruksi penyimpanan
sisa radioaktif tingkat tinggi.

°
Tebal dari plat adalah 15.88 mm (0.625 in) dan identik untuk tangki penyimpanan. Untuk
mensimulasikan pengelasan aktual dari plat lebar pada tangki penyimpanan, sudut dari plat
akan didesak selama pengelasan. Salah satu plat spesimen dikenai panas dengan standar
perlakuan panas untuk pembebasan tegangan dan sisanya untuk logam lasan. Untuk
menggunakan plat tes secara maksimum, 9 sumber retak dibuat dengan EDM. Gambar 2
memperlihatkan sumber retakan: V1, V2 dan V3 adalah retakan vertical melintang lasan
melalui tebal dari plat; V4 dan V5 adalah bagian yang melalui retak vertical; P1, P2, P3, dan
P4 adalah bagian yang melalui retakan sejajar. Panjang sumber retakan adalah 12.7 mm (0.5
in) dan kedalaman 25% dari tebal plat untuk bagian yang melalui retakan.
Spesimen plat dicampur pada larutan 5M NaNO3 pada suhu 900C. Larutan ini disiapkan
dengan penggabungan bertingkat dan distilasi air, dimana diketahui penyebab SCC dan telah
digunakan sebagai pengganti untuk sampah radioaktif tingkat tinggi pada pembangunan
control kimia pada tangki untuk perlindungan korosi.
Pengamatan periodik dilakukan berkala dan tes non-destructive ultrasonik (UT) dan magnetic
particle (MT) dilakukan pada akhir tes. Tanpa pembebanan dari luar, menunjukkan bahwa
retakan terjadi pada logam lasan pada awal 2 minggu pada larutan, sementara pembebasan
tegangan plat tidak terlihat beberapa saat dari retakan pada 10 minggu. Dapat disimpulkan
bahwa pengelasan baja karbon A285 rentan terkena SCC selama tidak dilakukan pembebasan
tegangan.
Gambar 3 adalah hasil tes partikel magnetik dari plat lasan. Retakan melalui tebal (V1, V2
dan V3) terlihat pemanjangan retakan yang signifikan dan panjang retakan akhir pada kedua
sisi dari plat telah dilabelkan. Tes ultrasonik mengkonfirmasikan bahwa retakan hanya terjadi
di retakan vertical dan sebagian permukaan profil retakan melalui tebal dapat terlihat pada
gambar 4.
Catatan bahwa panjang retakan akhir adalah signifikan berbeda untuk V1, V2 dan V3 (jarak
dari 4-15 cm). Finit elemen analisis digambarkan selebihnya pada makalah menghasilkan
bagian-bagian penjelasannya. Selanjutnya, eksperimen ini memberikan gambaran yang lebih
jelas bahwa:
1. SCC dapat terjadi karena tegangan sisa pengelasan.
2. Prosedur pembebasan tegangan secara efektif menggerakkan tegangan sisa dan
mempengaruhi SCC pada pengelasan plat.

Finite Elemen Analysis


Analisis finit elemen 3 dimensi dikembangkan untuk menggambarkan hasil eksperimen dari
panjang akhir SCC. Ukuran dari spesimen plat 30.48 cm x 30.48 cm x 1.59 cm (panjang x
lebar x tebal). Karena simetri, maka hanya salah satubagian plat yang digunakan sbg model
(kecuali analisis dari retakan parallel P2 didiskusikan selanjutnya). Model finit elemen pada
gambar 5 mengandung 6780 eight-node pembatas dengan 8723 node. Jarring-jaring ini
digunakan pada analisis pada perpindahan panas dan analisis tegangan
Analisis perpindahan panas untuk mensimulasikan GMAW dilakukan dengan WelsSim, yaitu
program finit elemen pengelasan 3 dimensi yang dikembangkan oleh Chao. Detail dari mesh
pada area V-groove ditunjukkan pada gambar 6, dimana 6 parser teridentifikasi.

Kalkulasi dari catatan suhu dari simulasi pengelasan penuh adalah masukan untuk program
finit elemen ABAQUS untuk menghitung tegangan sisa lasan dari prosedur thermo-
mechanic. Daerah tegangan sisa adalah distribusi balik setelah daerah bebas sumber retak
didahului sampai model finit elemen. Retakan ini dimungkinkan tumbuh pada self-similar-
maner dengan kreasi baru sejak permulaan. Senagai hasilnya, factor intensitas tegangan
sebagai fungsi dari panjang retakan dapat ditetapkan. Pembandingan dengan K ISCC (35.2
MPa√m atau 30 ksi√in) dimana telah ditentukan sebelumnya [5], prediksi panjang SCC dapat
diperoleh.
Analisis Perpindahan Panas untuk Simulasi Pengelasan
Pada proses GMAW, sumber panas diperoleh dengan lelehan busur lasan logam pada
daerah lasan. Kemudian proses dari penyerapan panas dan difusi panas di dalam plat.
Persamaannya:

Dimana: ρ = densitas bahan


cp = panas spesifik
T = temperature
t = waktu
v = kecepatan las
x = jarak lasan
k = koefisien konduktivitas
q = panas masukan
Sumber panas internal digunakan pada analisis thermal. Densitas masukan panas diasumsikan
konstan pada arah tebal (arah z pada gambar 5). Pada daerah tegaklurus dari arah tebal (xy
pada gambar 5), sumber panas diasumsikan dari distribusi Gaussian. Tipe sumber panas ini
telah banyak digunakan oleh para penemu untuk mendapatkan distribusi yang actual dari
sumber panas selama pengelasan. Persamaan untuk densitas panas masukan, (watt per unit
volume), adalah:

Dimana: maks = nilai puncak pada pusat sumber panas


c = konstanta
r = jarak dari pusat busur
Untuk distribusi Gaussian dari flux panas, 95% area dari lingkaran dengan radius rarc.

Integral persamaan (2) terhadap volume didapatkan panas total input, q:

Dimana d adalah tebal plat.


Untuk proses GMAW, , dimana U, I dan η adalah tegangan, arus dan efisiensi
busur. Saat ini, parameter pengelasan digunakan dalam pabrikasi spesimen tes dan pada
analisis:
Current (I):90~105 A
Voltage (U): 18~21 V
Welding speed: 0.15 cm/s
Welding Efficiency: 67%
Weld pass: 6
Weld arc radius: 0.4 cm
Nilai rara-rata dari arus (I) dan tegangan (U) digunakan dalam perhitungan. Dimana I=97.5 A
dan V=19.5 V. Maka total panas masukan, q = 1274 w/pass.
Pada permukaan plat, total heat loss (qloss) melalui kombinasi dari konveksi thermal (qconv) dan
radiasi (qrad) dapat diperoleh persamaan:

Dimana: A = luas permukaan


T = temperature
Tsur = temperature lingkungan
h* = koefisien thermal konveksi
h* diperoleh dari persamaan sebagai berikut:

Dimana: h* = koefisien thermal konveksi (15 W/m2K)


ε = emisivitas radiasi
σ = konstanta Stefan Boltzman (5.67 x 10-8 W/m2K4)
Pada permukaan baja lunak, ε = 0.3 ; T = 1000 K dan T sur =200C (293 K) dengan substitusi
nilai ini pada persamaan, h* diperoleh hingga 39 W/m2K

Thermal Properties
Pada analisis ini, thermal properties untuk kedua logam dasar (baja karbon A285) dan
untuk logam filler (E6010) diasumsikan menjadi identik, seprti di plat kolektif pada gambar
7.

Ketika temperature mencapai titik lebur (1532oC), weld pool terbentuk. Untuk model
konveksi thermal tinggi pada weld pool, koefisien konduktiviti diset untuk 5 watt lebih tinggi
daripada suhu leleh. Selanjutnya, panas laten dari logam adalah 247 kJ/kg. Program WeldSim
menggunakan elemen dummy pada celah lasan sebelum nyala sampai pada logam lasan.
Thermal properties material untuk elemen dummy, seperti densitas dan konduktivitas
thermal, diset pada 5% dari nilai property logam filler.
Analisis Tegangan Sisa Pada Pengelasan
Catatan temepratur dihitung dari simulasi pengelasan dengan WeldSim [2-4]
merupakan masukan pada ABAQUS untuk analisis tegangan thermal. Untuk selanjutnya
model finit elemen digunakan WeldSim (gb.5) diadaptasi ke ABAQUS. Kemudan elemen
dummy digunakan sebelum nyala pengelasan sampai. Ini ditujukan dengan mengaplikasikan
elemen bergerak dan elemen reaktif digambarkan pada ABAQUS. Teknik ini telah dipelajari
dan digunakan pada beberapa model untuk simulasi daerah deposit material pada celah lasan.
Ketika catatan temperature ini diaplikasikan pada analisis thermo-mekanik untuk
mendapatkan kondisi plat. Keadaan tegangan setimbang akhir adalah tegangan sisa
pengelasan.

Mechanical Properties
Sesuai dengan pengerjaan las pada material yang sama, property meknik kedua loam
dasar (baja karbon A285) dan filler ;as (E6010) diasumsikan identik, kecuali yield stress.
Pada dasarnya, yield stress material filler lebih tinggi dari logam dasar. Kemudian yield stress
filler diset sampai 1.48 kali dari logam dasar. Temperature tergantung dari properti mekanik
disajikan pada gambar 8-10.
PEMBAHASAN
Gambar 2 menunjukkan sumber retakan pada spesimen uji plat untuk tes SCC pada
lingkungan kimia agresif (5M NaNO3 900C). pertumbuhan retak hanya terjadi dalam kasus
retak vertical melalui tebal (V1,V2 dan V3) melintang lasan. Interaksi antara tegangan sisa
lasan dan sumber retakan diinvestigasi dalam bagian ini.
Finit elemen mesh pada gambar 5 terlihat khususnya pada lokasi sumber retakan untuk
analisis. Inisiasi tegangan untuk mesh terlihat dengan pemetaan yang didapat melalui
kalkulasi tegangan sisa dari ABAQUS mesh-to-mesh, gambar pemetaan [1], retakan
kemudian didahului dengan model finit elemen dengan kreasi baru, permukaan traction-free.
Alogaritma ABAQUS akan menyetimbangkan tegantan tak seimbang pada model baru
karena perubahan batas.

Through-thickness Vertical Cracks


Mesh dekat lokasi retakan terlihat pada gambar 11. dengan pemetaan pada gambar
11a (retakan pendek) ke gambar 11b (retakan panjang) dan kemudian menunjukkan kalkulasi
tgangan kesetimbangan, simulasi pertumbuhan retak dapt diperkirakan. Hasil dari redistribusi
tegangan balik digunakan untuk menghitung factor intensitas tegangan pada retakan tipe node
sepanjang retakan muka. Kalkulasi factor intensitas tegangan untuk V1,V2 dan V3 sepanjang
retakan melalui tebal dari plat kebanyakan lebih besar dari factor intensitas tegangan SCC
(KISCC=a35 MPa√m). indikasi dari retakan ini merupakan tendensi untuk tumbuh terlihat pada
gambar 3.

Part-Through Cracks
Tidak ada SCC untuk sumber retakan part-through terjadi pada program eksperimen
didisribusikan dengan mudah pada paper ini. Kemudian, retakan dimodelkan dengan metode
finit elemen untuk mencari through-thickness retakan vertical. Faktor intensitas tegangan
karena tegangan sisa lasan dapat dihitung. Kasus terkini, retakan parallel P2 diseleksi untuk
analisis (gb.12). karena asimetri maka keseluruhan plat harus dimodelkan. Kemudian
distribusi tegangan sisa lasan diperoleh lebih mudah dengan simetri mesh dipetakan kedua
sisi lasan pada model P2. tegangan sisa asli didistribusi balik setelah P2 dikreasikan pada
model. Karena aliran finit elemen mesh terdiri dari elemen pembatas, retakan muka
semisirkuler tertutup dengan batas rektanguler finit elemen pada mesh. Faktor intensitas
tegangan dikalkulasikan pada nodal poin sepanjang finit elemen retakan muka. Ini dapat
terlihat bahwa maksimum faktor inensitas tegangan 17 MPa√m, dimana K ISCC 35 MPa√m. hal
ini sesuai dengan observasi eksperimen dimana tak ada pertumbuhan retak relah terdeteksi
untuk sumber retakan ini.

Efek Dari Rentetan Perbanyakan Sumber Retakan


Suatu percobaan dilakukan untuk menginvestigasi penyebab dari perbedaan panjang
retakan akhir V1,V2 dan V3, dimana dilokasikan pada daerah tegangan sisa yang relative
seragam pada material homogen lain. Logika untuk mesin ini adalah:
Case 1: Fabrication Sequence - V2, V3, V1
Case 2: Fabrication Sequence - V3, V2, V1
Case 3: Fabrication Sequence - V1, V2, V3
Gambaran dari sumber retakan didapat dengan melihat arah pengelasan yang diindikasikan
seperti gambar 13.
Tiap-tiap kasus sehubungan dengan perbanyakan retakan dimodelkan dengan kegunaan
ABAQUS [1] sebagai fungsi pemetaan. Inisiasi tegangan untuk kalkulasi dengan tegangan
sisa lasan. Faktor intensitas tegangan dari tiga retakan dapat dihitung dan diplot gambar 14-
16. Sehubungan dengan awal retakan pada plat dengan nilai faktor intensitas tegangan untuk
mendapatkan tegangan sisa. Sensitivitas perbanyakan sumber retakan tidak menjadi prioritas
dalam tes ini. Kemudian hubungan perbanyakan actual tidak diperhatikan.
Perambatan Retak pada Retakan Vertikal (V2)
Dari analisis hubungan perambatan retak, terlihat pada gambar 14-16 bahwa faktor
intensitas tegangan dari sumber retakan Va2, tidak tergantung pada proses perbanyakan.
Kemudian dipilih untuk analisis retakan.
Sesuai dengan prosedur ABAQUS [1] dideskripsikan tahap awal, retakan through-thickness
melintang lasan dikreasikan pada plat dengan tegangan sisa lasan. Panjang retakan meningkat
pada retakanmuka, hasilnya distribusi balik kontinyu dari tegangan sisa. Faktor intensitas
tegangan pada retakan ujung node dihitung sebagai fungsi dari pertumbuhan retakan.
Komponen tegangan terbesar ditemukan sebagi tegangan longitudinal ( xx) (terlihat system
koordinat kartesian, gb.5). Komponen tegangan dengan mode I memulai tegangan untuk
retakan V2. komponen tegangann lainnya sekitar 10% xx. Kemudian perpanjangan retakan
tergantung mode I dan faktor intensitas tegangan dhitung dengan K1.
Gambar 17 menunjukkan komponen tegangan sisa ( xx) untuk Mode I perpanjangan retak
V2. distribusi tegangan karena pertumbuhan retakan (untuk panjang retakan 1.2 dan 6.8 cm)
dapat dibandingkan dengan lasan, retakan bebas plat (a=0). Konsentrasi dekat retakan awal
terlihat jelas.
Kalkulasi Mode I, faktor intensitas tegangan sebagai fungsi dari perpanjangan retakan
diperlihatkan pada gambar 18.

Nilai Kdikalkulasikan pada ujung retakan dilokasi tengah ketebalan dari model finit elemen.
Daerah tegangan sisa akan mempengaruhi sumber retakan (V2) dari inisiasi panjang 1.27 cm
(0.5 in) sampai sekitar 7.8 cm (3.1 in). ketika K ISCC 35 MPa√m (32 ksi√in) ditentukan dari tes
lingkungan larutan 5M NaNO3 pada suhu 1000C. pada gambaran, beberapa variabel tak tentu
selama tes, prediksi panjang retakan sesuai dengan hasil tes, dimana indikasi panjang retakan
akhir untuk V2 sekitar 5.9 cm (2.3 in) terlihat pada gambar 3.
Solusi Atasi Stress Corrosion Cracking

Aluminium adalah material yang banyak sekali digunakan untuk konstruksi, mulai
dari sepeda, otomotif, kapal laut hingga pesawat udara. Keunggulan material aluminium
adalah berat jenisnya yang ringan dan kekuatannya yang dapat ditingkatkan sesuai dengan
kebutuhan. Kekuatan aluminium biasanya ditingkatkan dengan cara paduan (alloying) dan
memberi perlakuan panas (heat treatment).

Kebanyakan material aluminium ditingkatkan kekuatannya dengan suatu mekanisme


penguatan bahan logam yang disebut precipitation hardening. Dalam precipitation
hardening harus ada dua fasa, yaitu fasa yang jumlahnya lebih banyak disebut matriks dan
fasa yang jumlahnya lebih sedikit disebut precipitate. Mekanisme penguatan ini meliputi tiga
tahapan, yaitu solid solution treatment : memanaskan hingga diatas garis solvus untuk
mendapatkan fasa larutan padat yang homogen, quenching : didingan dengan cepat untuk
mempertahankan struktur mikro fasa padat homogen agar tidak terjadi difusi, dan aging :
dipanaskan dengan temperatur tidak terlalu tinggi agar terjadi difusi fasa alpha pada jarak
pendek membentuk precipitate.

Paduan aluminium kekuatan tinggi seperti Al-7075, 7050, dan 2024 yang banyak
dipakai pada struktur pesawat terbang memiliki kekurangan dan keterbatasan, khususnya
pada kombinasi kekuatan dan tahanan retaknya. Al-7075 memiliki tahan yang buruk terhadap
korosi jenis exfoliation dan stress-corrosion-cracking (SCC), khususnya jika mengalami
perlakuan panas T6. SCC adalah retak merambat yang terjadi pada lingkungan korosif karena
adanya tegangan. Pada Al-7075, tahanan terhadap SCC dapat ditingkatkan
melalui overaging misalnya dengan memberi perlakuan panas T73. Perlakuan panas T73
merupakan perlakuan panas dengan two stage aging, yaitu pada temperatur konstan
121°C dan konstan 171°C. Namun, pemberian perlakuan panas T73 dapat menurunkan
kekuatan hingga 10-15 % dari kekuatan maksimum yang dapat dicapai melalui perlakuan
panas T6.

Solusi untuk meningkatkan tahanan SCC dan tahanan retak (fracture toughness)
dengan tetap mempertahankan kekuatan dari perlakuan panas T6 adalah dengan
menerapkan Retrogression dan reaging (RRA). RRA adalah suatu cara baru perlakuan panas
(heat treatment) yang diterapkan pada paduan aluminium yang mengalamiprecipitation
hardening . RRA ini dapat dilakukan pada paduan aluminium kekuatan tinggi seri 7xxx
(dengan bahan paduan Al-Mg-Zn-Cu ). Melalui RRA maka akan didapatkan paduan
aluminium dengan kekuatan pada perlakuan panas T6 dan tahanan SCC sebagaimana
perlakuan panas T73.

Retrogression and Reaging dapat dilakukan dengan tahap-tahap berikut :

1. Solution heat treatmment pada suhu 470°C


2. Quenching pada temperatur ruang
3. Artificial aging selama 24 jam pada temperatur 120°C
4. Retrogression, yaitu pemanasan singkat (sekitar 40 menit) pada temperatu tinggi
(200-280 °C)
5. Quenching , kemudian Re-aging seperti pada T6, yaitu dengan temperatur 120°C
selama 24 jam

Langkah 1 s.d. 3 adalah tahapan pada perlakuan panas T6.

Prosedur diatas menunjukkan bahwa material yang dihasilkan memiliki sifat kekutan
tarik dan tahanan retak material sama dengan hasil perlakuan panas T6 namun dengan
tahanan stress-corrosion-cracking yang meningkat.

Namun demikian, RRA tidak hanya meningkatkan kekuatan material, tetapi konduktivitas
elektrik material juga meningkat seiring bertambahnya waktu retrogression.  Hasil
eksprerimen menunjukkan konduktivitas elektrik meningkat secara proporsional terhadap
tahanan SCC ketika dilakukan aging seperti pada perlakuan panas T6.

RRA heat treatment saat ini dipakai dalam pengembangan beberapa paduan aluminium,


antara lain adalah seri 7150 dan 7055. Kedua paduan ini memiliki banyak aplikasi pada
struktur pesawat udara. Contohnya adalah struktur upper wing Boeing-777 yang dibuat dari
lempengan aluminium 7055-T7751 dan ekstrusi T77511.
KESIMPULAN
Spesimen SCC disiapkan sesuai dengan spesifikasi material (baja karbon A285 Grade
C) dan prosedur pengelasan (GMAW) untuk tangki penyimpanan sampah radioaktif tingkat
tinggi yang dibangun pada tahun 1950-an. Variasi sumber retakan diperbanyak plat untuk
pengetesan untuk memperjelas awal cacat pada area pengelasan dari tangki penyimpanan.
Spesimen tes yang dimasukkan ke dalam larutan kimia agresif yang diketahui sebagai
pelopor SCC nitrat. Penelitian menunjukkan bahwa SCC terjadi pada non-stress relieved,
sebagai spesimen tes pengelasan. Panjang retakan diukur dan dikonfirmasikan oleh UT dan
MT, dan dibandingkan dengan prediksi teoritis dari serangkaian analisis finit elemen 3
dimensi yang termasuk simulasi pengelasan, penentuan tegangan sisa dan analisis
pertumbuhan retak. Prediksi panjang retak didasarkan pada KISCC, ditentukan pada awal tes
pada kondisi penglihatan yang sama untuk baja karbon A285. Kesamaan antara prediksi dan
pengukuran panjang retak dipertimbangkan pada alam yang tidak menentu selama pemilihan
material, persiapan material, kondisi pengetesan, kofigurasi retak yang actual, dan parameter
proses pengelasan dari GMAW. Penelitian secara eksperimen diperkuat oleh keefektifan
pembebasan tegangan dan pengertian yang mendalam yang disajikan mengenai SCC pada
baja karbon di lingkungan yang korosif. Beberapa prosedur dilakukan untuk melengkapi
pemodelan pengelasan dan pertumbuhan retak. Bermacam-macam simulasi dari perbanyakan
sumber retak memperlihatkan kejelasan persiapan spesimen mempengaruhi penafsiran data-
data hasil pengujian. Prediksi yang akurat dapat ditingkatkan dengan perancangan yang
matang tentang eksperimen dan spesimen. Dokumentasi yang lengkap mengenai pengelasan
dan perbanyakan spesimen mungkin penting dalam memecahkan persoalan pertentangan
antara data hasil uji dan prediksi. Model finit elemen dengan penyaringan mesh, terutama
pada wilayah retakan dan di dekat spesimen permukaan bebas, akan lebih meningkatkan
keakuratan prediksi.

DAFTAR PUSTAKA
Chao, Y.J., Zhu, X.K., Qi, X., 2000, “WeldSim—A WELDing SIMulation Code for the
Determination of Transient and Residual Temperature, Stress, and Distortion,” Advances in
computational Engineering and Science, Vol II, Editor: Atluri, S.N. and Brust, F.W., pp.
1206-1211.

http://id.wikipedia.org/wiki/Korosi :
(en) http://www.potentiostat.com/
(en) http://www.corrosion-doctors.org/
(en) http://www.lenn-biz.com/cgi-bin/index.pl?node=metalurgi
(id) http://www.chem-is-try.org/
(id) http://www.murdani.webs.com/

http://rifai124.student.umm.ac.id/files/2010/02/BAB-4-SIFAT-MATERIAL.pdf

http://www.onkian.com/2009/12/stress-corrosion-cracking-pada-pengelasan-baja-karbon.html

You might also like