Professional Documents
Culture Documents
OLEH:
Pada eksperimen ini digunakan dua plat yang dilas dengan dimensi 30.5 cm x 30.5 cm
sesuai dengan prosedur fabrikasi tangki baja karbon yang digunakan di tahun 1950-an. Pojok
plat di mana akan didesak selama pengelasan untuk simulasi lebar plat pengelasan pada
konstruksi tangki. Retak awal dihasilkan melintang dan sejajar dengan lasan yang digunakan
(EDM). Spesimen uji ini dicampur pada larutan 5M Sodium Nitrat (NaNO3) pada suhu
sekitar 900C sampai 10 minggu. Inspeksi berkala harus dilakukan. Penelitian ini menemukan
bahwa pada logam lasan terjadi retakan selam 2 minggu dan stress relieved plat tertinggal
utuh. Dengan pengujian ini dapat diketahui bahwa SCC dapat terjadi pada non-stress relieved
tangki A285 dan prosedur pembebasan tegangan diimplementasikan untuk konstruksi tangki
selanjutnya. Analisis finite elemen thermo-mechanical untuk 3 dimensi dilakukan untuk
menetukan tegangan sisa dengan menggunakan kalkulasi sejarah temperature dari analisa
perpindahan panas untuk mensimulasikan proses GMAW. Jejak bebas retakan kemudian
digunakan untuk model finit elemen dan distribusi balik tegangan sisa digunkan untuk
kalkulasi factor intensitas tegangan ujung retakan (k) selama retakan dari awal retakan.
Dengan menggabungkannya dengan data eksperimen untuk KISCC (factor intensitas tegangan
termasuk disini tidak dapat terjadi SCC. Teori panjang IGSCC dapat diprediksi dan
dibandingkan untuk pengukuran eksperimental. Pada gambaran dari banyak variabel tak
tentu. Selama proses pengelasan, persamaan antara hasil tes dan prediksi numerik sangat
masuk akal. Analisisnya juga mengindikasikan bahwa hubungan dari sumber retak
mempengaruhi hasil tegangan sisa dan bahkan panjang retak akhir.
DEFINISI KOROSI
1. Pengertian Korosi
Korosi merupakan proses elektrokimia. Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi itu berlaku
sebagai anode, di mana besi mengalami oksidasi.
Fe(s) <--> Fe2+(aq) + 2e
Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi itu yang bertindak
sebagai katode, di mana oksigen tereduksi.
atau
Ion besi(II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi(III) yang
kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, , yaitu karat besi. Mengenai bagian mana
dari besi itu yang bertindak sebagai anode dan bagian mana yang bertindak sebagai katode,
bergantung pada berbagai faktor, misalnya zat pengotor, atau perbedaan rapatan logam itu.
Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam bereaksi
secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Ada definisi lain yang mengatakan bahwa
korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi logam dari bijih mineralnya. Contohnya, bijih
mineral logam besi di alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi oksida atau besi sulfida,
setelah diekstraksi dan diolah, akan dihasilkan besi yang digunakan untuk
pembuatan baja atau baja paduan. Selama pemakaian, baja tersebut akan bereaksi dengan
lingkungan yang menyebabkan korosi (kembali menjadi senyawa besi oksida).
5. Korosi Aluminium
Aluminium, zink, dan juga kromium, merupakan logam yang lebih aktif daripada
besi. Jika demikian, mengapa logam-logam ini lebih awet? Sebenarnya, aluminium berkarat
dengan cepat membentuk oksida aluminium (Al2O3). Akan tetapi, perkaratan segera terhenti
setelah lapisan tipis oksida terbentuk. Lapisan itu melekat kuat pada permukaan logam,
sehingga melindungi logam di bawahnya terhadap perkaratan berlanjut.
Lapisan oksida pada permukaan aluminium dapat dibuat lebih tebal melalui elektrolisis,
proses yang disebut anodizing. Aluminium yang telah mengalami anodizing digunakan untuk
membuat panci dan berbagai perkakas dapur, bingkai, kerangka bangunan (panel dinding),
serta kusen pintu dan jendela. Lapisan oksida aluminium lebih mudah dicat dan member
warna yang lebih terang.
METODE PENELITIAN
Baja karbon ASTM A285 Grade B adalah material utama pada konstruksi tangki
penyimpanan sampah radioaktif tingkat tinggi di tahun 1950-an. Berdasarkan komposisinya,
A285 Grade C, vendor Heat R934 dipilih sebagai spesimen laboratorium pada penelitian ini.
Komposisi kimia dalam berat persen (wt.%) sebagai berikut: C–0.075, Mn–0.531, P–0.008,
S–0.022, Si–0.202, Cu–0.259, Ni–0.098, Cr–0.083, Mo–0.021, Sn–0.028, Al–0.002, Nb–
0.001, V–0.000. Properti mekanik dari informasi vendor adalah: tensile strength–407 MPa
(59 ksi), yield strength–303 MPa (44 ksi), elongation–28% for gage length 20.3 cm (8 in.).
Setiap spesimen uji dibuat dengan penggabungan plat baja karbon A285 (gb.1) dengan
prosedur GMAW yang telah digunakan sejak tahun 1950-an untuk konstruksi penyimpanan
sisa radioaktif tingkat tinggi.
°
Tebal dari plat adalah 15.88 mm (0.625 in) dan identik untuk tangki penyimpanan. Untuk
mensimulasikan pengelasan aktual dari plat lebar pada tangki penyimpanan, sudut dari plat
akan didesak selama pengelasan. Salah satu plat spesimen dikenai panas dengan standar
perlakuan panas untuk pembebasan tegangan dan sisanya untuk logam lasan. Untuk
menggunakan plat tes secara maksimum, 9 sumber retak dibuat dengan EDM. Gambar 2
memperlihatkan sumber retakan: V1, V2 dan V3 adalah retakan vertical melintang lasan
melalui tebal dari plat; V4 dan V5 adalah bagian yang melalui retak vertical; P1, P2, P3, dan
P4 adalah bagian yang melalui retakan sejajar. Panjang sumber retakan adalah 12.7 mm (0.5
in) dan kedalaman 25% dari tebal plat untuk bagian yang melalui retakan.
Spesimen plat dicampur pada larutan 5M NaNO3 pada suhu 900C. Larutan ini disiapkan
dengan penggabungan bertingkat dan distilasi air, dimana diketahui penyebab SCC dan telah
digunakan sebagai pengganti untuk sampah radioaktif tingkat tinggi pada pembangunan
control kimia pada tangki untuk perlindungan korosi.
Pengamatan periodik dilakukan berkala dan tes non-destructive ultrasonik (UT) dan magnetic
particle (MT) dilakukan pada akhir tes. Tanpa pembebanan dari luar, menunjukkan bahwa
retakan terjadi pada logam lasan pada awal 2 minggu pada larutan, sementara pembebasan
tegangan plat tidak terlihat beberapa saat dari retakan pada 10 minggu. Dapat disimpulkan
bahwa pengelasan baja karbon A285 rentan terkena SCC selama tidak dilakukan pembebasan
tegangan.
Gambar 3 adalah hasil tes partikel magnetik dari plat lasan. Retakan melalui tebal (V1, V2
dan V3) terlihat pemanjangan retakan yang signifikan dan panjang retakan akhir pada kedua
sisi dari plat telah dilabelkan. Tes ultrasonik mengkonfirmasikan bahwa retakan hanya terjadi
di retakan vertical dan sebagian permukaan profil retakan melalui tebal dapat terlihat pada
gambar 4.
Catatan bahwa panjang retakan akhir adalah signifikan berbeda untuk V1, V2 dan V3 (jarak
dari 4-15 cm). Finit elemen analisis digambarkan selebihnya pada makalah menghasilkan
bagian-bagian penjelasannya. Selanjutnya, eksperimen ini memberikan gambaran yang lebih
jelas bahwa:
1. SCC dapat terjadi karena tegangan sisa pengelasan.
2. Prosedur pembebasan tegangan secara efektif menggerakkan tegangan sisa dan
mempengaruhi SCC pada pengelasan plat.
Kalkulasi dari catatan suhu dari simulasi pengelasan penuh adalah masukan untuk program
finit elemen ABAQUS untuk menghitung tegangan sisa lasan dari prosedur thermo-
mechanic. Daerah tegangan sisa adalah distribusi balik setelah daerah bebas sumber retak
didahului sampai model finit elemen. Retakan ini dimungkinkan tumbuh pada self-similar-
maner dengan kreasi baru sejak permulaan. Senagai hasilnya, factor intensitas tegangan
sebagai fungsi dari panjang retakan dapat ditetapkan. Pembandingan dengan K ISCC (35.2
MPa√m atau 30 ksi√in) dimana telah ditentukan sebelumnya [5], prediksi panjang SCC dapat
diperoleh.
Analisis Perpindahan Panas untuk Simulasi Pengelasan
Pada proses GMAW, sumber panas diperoleh dengan lelehan busur lasan logam pada
daerah lasan. Kemudian proses dari penyerapan panas dan difusi panas di dalam plat.
Persamaannya:
Thermal Properties
Pada analisis ini, thermal properties untuk kedua logam dasar (baja karbon A285) dan
untuk logam filler (E6010) diasumsikan menjadi identik, seprti di plat kolektif pada gambar
7.
Ketika temperature mencapai titik lebur (1532oC), weld pool terbentuk. Untuk model
konveksi thermal tinggi pada weld pool, koefisien konduktiviti diset untuk 5 watt lebih tinggi
daripada suhu leleh. Selanjutnya, panas laten dari logam adalah 247 kJ/kg. Program WeldSim
menggunakan elemen dummy pada celah lasan sebelum nyala sampai pada logam lasan.
Thermal properties material untuk elemen dummy, seperti densitas dan konduktivitas
thermal, diset pada 5% dari nilai property logam filler.
Analisis Tegangan Sisa Pada Pengelasan
Catatan temepratur dihitung dari simulasi pengelasan dengan WeldSim [2-4]
merupakan masukan pada ABAQUS untuk analisis tegangan thermal. Untuk selanjutnya
model finit elemen digunakan WeldSim (gb.5) diadaptasi ke ABAQUS. Kemudan elemen
dummy digunakan sebelum nyala pengelasan sampai. Ini ditujukan dengan mengaplikasikan
elemen bergerak dan elemen reaktif digambarkan pada ABAQUS. Teknik ini telah dipelajari
dan digunakan pada beberapa model untuk simulasi daerah deposit material pada celah lasan.
Ketika catatan temperature ini diaplikasikan pada analisis thermo-mekanik untuk
mendapatkan kondisi plat. Keadaan tegangan setimbang akhir adalah tegangan sisa
pengelasan.
Mechanical Properties
Sesuai dengan pengerjaan las pada material yang sama, property meknik kedua loam
dasar (baja karbon A285) dan filler ;as (E6010) diasumsikan identik, kecuali yield stress.
Pada dasarnya, yield stress material filler lebih tinggi dari logam dasar. Kemudian yield stress
filler diset sampai 1.48 kali dari logam dasar. Temperature tergantung dari properti mekanik
disajikan pada gambar 8-10.
PEMBAHASAN
Gambar 2 menunjukkan sumber retakan pada spesimen uji plat untuk tes SCC pada
lingkungan kimia agresif (5M NaNO3 900C). pertumbuhan retak hanya terjadi dalam kasus
retak vertical melalui tebal (V1,V2 dan V3) melintang lasan. Interaksi antara tegangan sisa
lasan dan sumber retakan diinvestigasi dalam bagian ini.
Finit elemen mesh pada gambar 5 terlihat khususnya pada lokasi sumber retakan untuk
analisis. Inisiasi tegangan untuk mesh terlihat dengan pemetaan yang didapat melalui
kalkulasi tegangan sisa dari ABAQUS mesh-to-mesh, gambar pemetaan [1], retakan
kemudian didahului dengan model finit elemen dengan kreasi baru, permukaan traction-free.
Alogaritma ABAQUS akan menyetimbangkan tegantan tak seimbang pada model baru
karena perubahan batas.
Part-Through Cracks
Tidak ada SCC untuk sumber retakan part-through terjadi pada program eksperimen
didisribusikan dengan mudah pada paper ini. Kemudian, retakan dimodelkan dengan metode
finit elemen untuk mencari through-thickness retakan vertical. Faktor intensitas tegangan
karena tegangan sisa lasan dapat dihitung. Kasus terkini, retakan parallel P2 diseleksi untuk
analisis (gb.12). karena asimetri maka keseluruhan plat harus dimodelkan. Kemudian
distribusi tegangan sisa lasan diperoleh lebih mudah dengan simetri mesh dipetakan kedua
sisi lasan pada model P2. tegangan sisa asli didistribusi balik setelah P2 dikreasikan pada
model. Karena aliran finit elemen mesh terdiri dari elemen pembatas, retakan muka
semisirkuler tertutup dengan batas rektanguler finit elemen pada mesh. Faktor intensitas
tegangan dikalkulasikan pada nodal poin sepanjang finit elemen retakan muka. Ini dapat
terlihat bahwa maksimum faktor inensitas tegangan 17 MPa√m, dimana K ISCC 35 MPa√m. hal
ini sesuai dengan observasi eksperimen dimana tak ada pertumbuhan retak relah terdeteksi
untuk sumber retakan ini.
Nilai Kdikalkulasikan pada ujung retakan dilokasi tengah ketebalan dari model finit elemen.
Daerah tegangan sisa akan mempengaruhi sumber retakan (V2) dari inisiasi panjang 1.27 cm
(0.5 in) sampai sekitar 7.8 cm (3.1 in). ketika K ISCC 35 MPa√m (32 ksi√in) ditentukan dari tes
lingkungan larutan 5M NaNO3 pada suhu 1000C. pada gambaran, beberapa variabel tak tentu
selama tes, prediksi panjang retakan sesuai dengan hasil tes, dimana indikasi panjang retakan
akhir untuk V2 sekitar 5.9 cm (2.3 in) terlihat pada gambar 3.
Solusi Atasi Stress Corrosion Cracking
Aluminium adalah material yang banyak sekali digunakan untuk konstruksi, mulai
dari sepeda, otomotif, kapal laut hingga pesawat udara. Keunggulan material aluminium
adalah berat jenisnya yang ringan dan kekuatannya yang dapat ditingkatkan sesuai dengan
kebutuhan. Kekuatan aluminium biasanya ditingkatkan dengan cara paduan (alloying) dan
memberi perlakuan panas (heat treatment).
Paduan aluminium kekuatan tinggi seperti Al-7075, 7050, dan 2024 yang banyak
dipakai pada struktur pesawat terbang memiliki kekurangan dan keterbatasan, khususnya
pada kombinasi kekuatan dan tahanan retaknya. Al-7075 memiliki tahan yang buruk terhadap
korosi jenis exfoliation dan stress-corrosion-cracking (SCC), khususnya jika mengalami
perlakuan panas T6. SCC adalah retak merambat yang terjadi pada lingkungan korosif karena
adanya tegangan. Pada Al-7075, tahanan terhadap SCC dapat ditingkatkan
melalui overaging misalnya dengan memberi perlakuan panas T73. Perlakuan panas T73
merupakan perlakuan panas dengan two stage aging, yaitu pada temperatur konstan
121°C dan konstan 171°C. Namun, pemberian perlakuan panas T73 dapat menurunkan
kekuatan hingga 10-15 % dari kekuatan maksimum yang dapat dicapai melalui perlakuan
panas T6.
Solusi untuk meningkatkan tahanan SCC dan tahanan retak (fracture toughness)
dengan tetap mempertahankan kekuatan dari perlakuan panas T6 adalah dengan
menerapkan Retrogression dan reaging (RRA). RRA adalah suatu cara baru perlakuan panas
(heat treatment) yang diterapkan pada paduan aluminium yang mengalamiprecipitation
hardening . RRA ini dapat dilakukan pada paduan aluminium kekuatan tinggi seri 7xxx
(dengan bahan paduan Al-Mg-Zn-Cu ). Melalui RRA maka akan didapatkan paduan
aluminium dengan kekuatan pada perlakuan panas T6 dan tahanan SCC sebagaimana
perlakuan panas T73.
Prosedur diatas menunjukkan bahwa material yang dihasilkan memiliki sifat kekutan
tarik dan tahanan retak material sama dengan hasil perlakuan panas T6 namun dengan
tahanan stress-corrosion-cracking yang meningkat.
Namun demikian, RRA tidak hanya meningkatkan kekuatan material, tetapi konduktivitas
elektrik material juga meningkat seiring bertambahnya waktu retrogression. Hasil
eksprerimen menunjukkan konduktivitas elektrik meningkat secara proporsional terhadap
tahanan SCC ketika dilakukan aging seperti pada perlakuan panas T6.
DAFTAR PUSTAKA
Chao, Y.J., Zhu, X.K., Qi, X., 2000, “WeldSim—A WELDing SIMulation Code for the
Determination of Transient and Residual Temperature, Stress, and Distortion,” Advances in
computational Engineering and Science, Vol II, Editor: Atluri, S.N. and Brust, F.W., pp.
1206-1211.
http://id.wikipedia.org/wiki/Korosi :
(en) http://www.potentiostat.com/
(en) http://www.corrosion-doctors.org/
(en) http://www.lenn-biz.com/cgi-bin/index.pl?node=metalurgi
(id) http://www.chem-is-try.org/
(id) http://www.murdani.webs.com/
http://rifai124.student.umm.ac.id/files/2010/02/BAB-4-SIFAT-MATERIAL.pdf
http://www.onkian.com/2009/12/stress-corrosion-cracking-pada-pengelasan-baja-karbon.html